Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

KEMAMPUAN PENGUCAPAN LAFAL KOSAKATA BAHASA MADURA OLEH BAHRUL DAN SANIA ANAK USIA 4 TAHUN DI DESA TEGAL MIJIN KECAMATAN GRUJUGAN KABUPATEN BONDOWOSO Sri Wahyuningih; A Asrumi; Edy Hariyadi
Publika Budaya Vol 6 No 2 (2018): Publika Budaya
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/pb.v6i2.8717

Abstract

Abstrak Bahasa merupakan salah satu sarana komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Semua anak mempunyai kemampuan berbicara atau bertutur, kecuali bagi seseorang yang mempunyai “kekhususan” misalnya tuna wicara atau tuna rungu. Kemampuan berbicara atau bertutur ini diperolehnya secara berjenjang sesuai dengan tingkatan usianya sejak bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Bahrul dan Sania apabila mengucapkan lafal kosakata kurang tepat dan sempurna. Hal ini karena Bahrul dan Sania memiliki kemampuan pada golongan khusus yaitu gangguan berbicara. Penelitian ini membahas tentang kemampuan pengucapan lafal kosakata bahasa Madura oleh anak Bahrul dan Sania anak usia 4 tahun di Desa Tegal Mijin, Kecamatan Grujugan, Kabupaten Bondowoso. Hasil dari penelitian ini Bahrul tidak dapat mengucapkan lafal kosakata bahasa Madura apabila kata tersebut mengandung bunyi [l] dan [r], sedangkan Sania tidak dapat mengucapkan bunyi awal apabila bunyi awal tersebut berupa konsonan dan bunyi [y]. Kata kunci : bahasa, psikolinguistik, kemampuan berbicara, gangguan berbicara.
LOKALITAS: PANDANGAN-DUNIA DAN EKSPRESI KULTURAL MASYARAKAT PEMILIKNYA Heru S.P. Saputra; Agus Sariono; Titik Maslikatin; Edy Hariyadi; Zahratul Umniyyah; L. Dyah Purwita Wardani S.W.W.; Didik Suharijadi; Muhammad Zamroni
UNEJ e-Proceeding 2020: E-PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEKAN CHAIRIL ANWAR
Publisher : UPT Penerbitan Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini bertujuan mendiskusikan relasi antara bahasa lokal dan pandangan-dunia (worldview) serta ekspresi kultural masyarakat pemiliknya. Kajian didasari oleh konsep antropologi linguistik. Hasil kajian menunjukkan bahwa bahasa lokal menjadi pilihan utama dalam mengekspresikan diri, baik dalam konteks pergaulan sosial keseharian, ritual, maupun karya kreatif. Dengan bahasa lokal, ekspresi terasa mendalam, menyatu, dan representatif. Di Banyuwangi, berbagai ekspresi kultural seperti basanan, tembang, gendhing, mantra, seni pertunjukan, dan karya sastra lebih dominan menggunakan bahasa Using. Bahasa tersebut merefleksikan karakteristik masyarakat Using dan menjadi salah satu identitas kultural mereka. Dalam konteks inilah politik kebudayaan yang dikonstuksi oleh penguasa Banyuwangi cukup penting guna melestarikan dan mengembangkan bahasa Using. Nilai-nilai lokalitas yang tercermin dalam bahasa Using—dimensi kognitif, filosofi, nilai-nilai, norma, dan estetika—menyatu dengan dimensi-dimensi yang terkandung di dalam bahasa lokal, yang sekaligus menunjukkan worldview mereka. Hal tersebut menjadi angan-angan kolektif sekaligus proyeksi pranata kultural dalam memaknai fungsi bahasa lokal. Kata kunci: bahasa, budaya, lokalitas, worldview, Using
SASTRA USING: TAFSIR LOKALITAS DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN ZAMAN Titik Maslikatin; Edy Hariyadi; Heru S.P. Saputra
UNEJ e-Proceeding 2020: E-PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEKAN CHAIRIL ANWAR
Publisher : UPT Penerbitan Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dinamika zaman, dari era modern hingga era disrupsi, berimplikasi pada berbagai tatanan sosial, termasuk dalam konteks sastra. Artikel ini bertujuan menafsirkan aspek lokalitas yang termuat dalam novel-novel Using dalam kaitannya dengan perkembangan dinamika zaman. Metode penelitian menggunakan metode dialektik dalam konteks sosiologi sastra. Hasil kajian menunjukkan bahwa aspek lokalitas dalam novel-novel Using relatif relevan ditafsirkan dalam perkembangan zaman. Lokalitas Using yang ditawarkan para pengarang mampu berdialektika dengan dinamika zaman hingga saat ini. Dalam novel Agul-agul Belambangan, pengarang menekankan betapa kelas sosial rendah selalu menjadi objek hegemonik bagi kelas sosial dominan sehingga menjadi perantara nilai. Lingkungan kerajaan mengangkat kelas sosial rendah sebagai ksatria dengan gelar patriot sebagai upaya mempertahankan pengaruh. Dalam novel Nawi BKL Inah, pengarang mengkonstruksi bahwa romantisme kultural menjadi basis dalam membangun peradaban. Nilai-nilai lokalitas dengan beragam khazanah kultural menjadi bangunan sosial yang harus dibela dan diperjuangkan eksistensinya. Dalam novel Kerudung Santet Gandrung, intensi pengarang berpihak pada seni tradisi dan kaum abangan, yang berhadapan dengan kaum santri dan modern. Konstruksi pengarang berbeda dari persepsi mainstrean, dengan mengunggulkan penari gandrung dan pencipta lagu lokal yang berhadapan dengan kaum santri. Kata kunci: sastra Using, lokalitas, kultural, perkembangan zaman
BARONG IDER BUMI: MEMAKNAI NILAI-NILAI RITUAL DALAM DINAMIKA PERADABAN Edy Hariyadi; Titik Maslikatin; Heru S.P. Saputra
UNEJ e-Proceeding 2020: E-PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEKAN CHAIRIL ANWAR
Publisher : UPT Penerbitan Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ritual Barong Ider Bumi dalam masyarakat Using tetap eksis hingga kini lantaran bersifat fungsional. Artikel ini bertujuan menafsirkan nilai-nilai ritual dalam konteks perkembangan zaman, termasuk dalam dinamika peradaban. Metode penelitian yang digunakan adalah metode etnografi dengan perspektif emik. Hasil kajian menunjukkan bahwa prosesi dan pelaksanaan ritual Barong Ider Bumi berkembang dari waktu ke waktu seiring dinamika peradaban, dari peradaban lisan, tulisan, cetakan, hingga elektronik. Pada peradaban awal, yakni peradaban lisan, pelaksanaan ritual sangat sederhana dan atas dasar informasi lisan dari generasi sebelumnya. Dalam peradaban tulisan (khirografik), ritual mengalami sedikit pergeseran, bukan pada substansinya, melainkan hal-hal di sekitar yang menjadi sarana pendukungnya. Hal ini semakin meningkat ketika bergeser pada peradaban cetakan (tipografik). Dalam peradaban elektronik, pelaksanaan ritual menjadi semakin semarak karena didukung oleh berbagai sarana elektronik, mulai dari informasi yang bersifat promotif, hingga rangkaian pelaksanaan ritual, termasuk dukungan eksternal berupa khazanah seni budaya lain yang ada dalam masyarakat Using. Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir, dukungan promotif dari Pemerintah Daerah berupa momentum Banyuwangi Festival, sebagai bagian integral dari promosi wisata, merupakan wujud dari dinamika peradaban, yang memasuki peradaban elektronik. Kata kunci: peradaban lisan, khirografik, tipografik, elektronik, makna kontekstual
POLA-POLA KOMUNIKASI DALAM INTERAKSI JUAL BELI DI PASAR LOAK “BLOK M” JEMBER Siti Fatima; Andang Subaharianto; Edy Hariyadi
SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik Vol 20 No 1 (2019): Semiotika: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik
Publisher : Diterbitkan oleh Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember bekerja sama dengan Himpunan Sarjana - Kesusastraan Indonesia (HISKI), Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) dan Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/semiotika.v20i1.12169

Abstract

This research observes the communication patterns in the buying and selling interactions that occur between buyers and sellers at the "Blok M" flea market in Jember. The object of research is focused on used book sellers, and used clothing sellers (babebo). The purpose of this study is to describe the communication patterns that are formed through the process of interaction and reveal the cultural themes contained in the buying and selling interaction activities between sellers and buyers in the Jember "Blok M" flea market. To achieve the research objectives ethnographic analysis of the James P. Spradley model is used which includes domain analysis, taxonomic analysis, compound analysis, and cultural themes. The results is in the buying and selling interactions in the Jember "Blok M" flea market, active sellers direct the interaction and passive buyers in responding to the point of the conversation. In buying and selling transactions with buyers, the services provided by used booksellers are very fast and the tempo of interaction used by sellers is very short. Perlokusi utterances made by used book sellers are done as an effort to establish good relations with buyers. If the relationship can be established more closely then the buyer will feel satisfied (satisfy) and will remain a customer. The cultural theme in the process of economic transactions between used book sellers and buyers is the establishment of socio-emotional ties in order to strengthen relations and mutual respect to help long-term economic cooperation.
STRATEGI TINDAK TUTUR JURU BICARA TIM KAMPANYE NASIONAL DALAM ACARA “DUA ARAH” DI KOMPAS TV Ikromal Hasin; Akhmad Sofyan; Edy Hariyadi
SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik Vol 21 No 1 (2020): Semiotika: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik
Publisher : Diterbitkan oleh Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember bekerja sama dengan Himpunan Sarjana - Kesusastraan Indonesia (HISKI), Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) dan Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/semiotika.v21i1.12159

Abstract

Presidential Election is a democratic party to elect new leaders. A spokesperson is needed to attract the public to choose the candidate pairs who compete to win the party. A spokesperson for TKN-Jokowi's National Campaign Team (Indonesian: Tim Kampanye Nasional) is one example of a spokesperson who carried out this task. This article aims to discuss the national campaign team's speech acts strategy in Kompas TV program entitled "Dua Arah". The researcher will categorize articulation carried out by the spokesperson of TKN into four types of speech works: persuasive, defending, attacking, and challenging. The data analysis method used analyses speech based on the specified categories in speech acts, presuppositions, implicatures, cooperative principles, and the principle of manners found in the address based on the context of the talk. The results showed that the spokesperson for the TKN placed persuasive action in the first position, fending effort in the second position, attacking movement in the third position, and challenging activities in the last part. Convincing story at the first position aims to attract the people's sympathy to choose Jokowi-Ma'ruf Amin with the most utterances telling Jokowi's government program's success. The challenging action in the last position contains a request to the spokesman of BPN-Prabowo's election campaign team (Indonesian: Badan Pemenangan Nasional) to do something and explain their statement in detail.
Basanan dan Budaya Kopi di Banyuwangi Edy Hariyadi
SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik Vol 14 No 2 (2013): SEMIOTIKA: Edisi Dokumentasi Volume Lama
Publisher : Diterbitkan oleh Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember bekerja sama dengan Himpunan Sarjana - Kesusastraan Indonesia (HISKI), Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) dan Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/semiotika.v14i2.30121

Abstract

This article discusses the coffee culture and basanan in Banyuwangi. The data in this article came froma variety of sources, i.e.: books, vcd of songs, interviews, direct observation, and video service, socialmedia, website, blog and search engines in the internet. Coffee and Banyuwangi culture has become anintegral and reflected in art and culture of Banyuwangi and the everyday life of the people ofBanyuwangi. The indigenous people or Using ethnic of Banyuwangi call coffee as wedang ireng. Itshows that they understand that the coffee is black, if not black is not coffee instead of its name. With acup of coffee, Using ethnic hope happy in heart. "Cemeng kopine, seneng atine." Basanan is still oftenpresented in a variety of cultural performances in Banyuwangi as in gandrung dance performances,and other arts like drama performance Jinggoan. In addition, there is also coffee phrases in the songlyrics written in Using language.
TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI TAMAN KANAK-KANAK BUNDA NINIK S. ANANDA DI DESA LECES KABUPATEN PROBOLINGGO Tiara Dewi Rusmila; Bambang Wibisono; Edy Hariyadi
SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik Vol 20 No 1 (2019): Semiotika: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik
Publisher : Diterbitkan oleh Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember bekerja sama dengan Himpunan Sarjana - Kesusastraan Indonesia (HISKI), Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) dan Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/semiotika.v20i1.10591

Abstract

Kindergarten Education emphasizes the provision of educational stimuli to help the growth and development of children. The teacher is a teacher or educator in charge of educating, teaching, guiding, directing, training, evaluating, and evaluating students. Based on this, the teacher is obliged to teach in a way and in good media. One of them is a good way of speaking, especially when the teacher gives orders, invitations, suggestions, explanations, requests, statements, praise and advice to his students. In kindergarten is an introduction, namely the introduction of numbers and letters. In addition, teachers are required to be able to stimulate and facilitate the development of the language of their students. Therefore, the teacher must be creative in acting speech. That is, the teacher must be clever in processing a speech so that learning can run effectively. Teacher's speech in Kindergarten must be interesting and in accordance with the psychological level of the student. Attractive speeches will be absorbed well by students so that targeted learning is achieved.
CAMPUR KODE PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH MAHASISWA THAILAND DI UNIVERSITAS JEMBER Nurul Azizah; A. Erna Rochiyati S.; Edy Hariyadi
SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik Vol 20 No 2 (2019): Semiotika: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik
Publisher : Diterbitkan oleh Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember bekerja sama dengan Himpunan Sarjana - Kesusastraan Indonesia (HISKI), Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) dan Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/semiotika.v20i2.11584

Abstract

Code mixing is a state of language use by speakers by mixing two (or more) languages in one speech without any cause for the mixture of languages. One of these codes mixes in the communication process of Thai University students at Jember when using Indonesian. Code interfering events occur when used as communication tools and adaptation tools, interact daily and in the learning process. This study uses a qualitative descriptive method using a sociolinguistic approach. The data in this study are Thai student speeches when using Indonesian. The results showed that mixed code was found when Thai students used Indonesian. From the results of the study found three mixed codes: 1) mixed word code, 2) mixed code form phrases, and mixed code form clauses. The code interfering factors include: 1) regional sense factors, 2) financial factors to explain and interpret, 3) factors in the absence of concepts or terms in Indonesian, and 4) factors of limitations in mastering Indonesian.
PEMILIHAN BAHASA PADA MASYARAKAT ETNIK JAWA DI DUSUN GUMUK BANJI, DESA KENCONG, KECAMATAN KENCONG, KABUPATEN JEMBER Yastin Nurfadila; Agus Sariono; Edy Hariyadi
SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik Vol 20 No 1 (2019): Semiotika: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik
Publisher : Diterbitkan oleh Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember bekerja sama dengan Himpunan Sarjana - Kesusastraan Indonesia (HISKI), Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) dan Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/semiotika.v20i1.13788

Abstract

The Gumuk Banji community is a multi-ethnic society (consisting of Javanese, Madurese, and Chinese ethnic) and a bilingualist society (who masters Javanese, Madurese, and Indonesian). In a bilingualism society, there is always the problem of language choice because each language variety has its own function in the community. This article aims to describe the form of language choice and explain the determinants of language choice in the Javanese ethnic community in Gumuk Banji Village. The study was conducted using qualitative methods. Data collected by questionnaire and interview. The sample is determined by purposive random sampling technique. Data analysis was carried out in three stages: (1) data reduction, (2) data presentation, and (3) conclusion / verification. Data collected by questionnaire and open interview. The data interpretation stage is carried out using context analysis of the speech component. The results are stated as follows. The language varieties chosen in the family domain successively from the highest to the lowest frequency are the Javanese variety of ngoko, the Javanese variety of manners, and Indonesian; in the realm of neighborhoods: Javanese with a variety of ngoko, Javanese with a variety of manners, Madura with a variety of languages, and Indonesian; and in the realm of transactions: the Javanese variety of ngoko, the Javanese variety of manners, the Madurese variety of languages, and Indonesian. The factors that determine language selection in the family domain are participant factors (kinship status), speech objectives, speech media, and speech situations (formal or informal situations); in the neighboring domain are participant factors (ethnic similarities or differences, age and social status factors, and social relations factors), and the situation of speech (formal and informal), and in the domain of transactions are participant factors (ethnic similarities or differences).