Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS Subaharianto, Andang; Zaini, Zaini; Sariono, Agus
Publika Budaya Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.72 KB)

Abstract

Penggunaan bahasa dalam penyampaian berita pada harian Jawa Pos dan Kompas berbeda. Perbedaan tersebut bisa terjadi berkaitan dengan penerbitan pers yang memiliki segmen pasar tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan bahasa Indonesia di bidang leksikon dan konstruksi kalimat dalam rubrik politik dan ekonomi pada harian Jawa Pos dan Kompas dengan menggunakan metode komparatif. Berdasarkan analisis data, bahasa Kompas cenderung menggunakan kata kajian, kata baku serta penyampaian kesantunan bahasa yang lebih baik dibandingkan Jawa Pos. Sebaliknya, Jawa Pos cenderung menggunakan kata-kata yang sederhana, mengalir (hampir serupa dengan bahasa tutur), serta memiliki penyampaian kesantunan bahasa yang lebih rendah dibandingkan harian Kompas. Kompas lebih banyak menggunakan kalimat panjang (kalimat majemuk) dibandingkan Jawa Pos. Penggunaan bahasa Indonesia oleh harian Kompas lebih sesuai untuk khalayak pembaca kelas sosial menengah ke atas. Begitu sebaliknya, penggunaan bahasa Indonesia oleh harian Jawa Pos lebih sesuai untuk khalayak pembaca kelas sosial menengah ke bawah.
ISTILAH-ISTILAH YANG DIGUNAKAN PADA ACARA RITUAL PETIK PARI OLEH MASYARAKAT JAWA DI DESA SUMBERPUCUNG KABUPATEN MALANG (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) Kamsiadi, Bebetho Frederick; Wibisono, Bambang; Subaharianto, Andang
Publika Budaya Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.362 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk, makna, dan penggunaan istilah-istilah yang digunakan pada ritual petik pari oleh masyarakat Jawa di Desa Sumberpucung Kabupaten Malang. Figur Dewi Sri menjadi simbol dan kerangka acuan berpikir bagi orang Jawa khususnya petani Jawa di dalam prosesi siklus hidup yaitu perkawinan, memperlakukan rumah dan tanah pertaniannya. Untuk melaksanakan tradisi petik pari terdapat beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain, nyiapne weneh terdapat istilah kowen, ngekum pari dan ngentas pari; bukak lahan terdapat istilah tamping, ngisi banyu, mbrojol, mopok, nglawet, nggaru dan ndhadhag; tandur terdapat istilah ndhaut, nas atau geblake dina, ngerek dan tandur; ngrumat terdapat istilah lep, kokrok, ngemes dan matun; petik pari terdapat istilah uborampen, sega ingkung, sega gurih, sega tumpeng atau sega gunungan, sega golong, iwak, kulupan, gedhang raja, bumbu urap dan cok bakal yang berisi bumbu pepek, wedhi, dhedhek lembut, kaca, suri, wedhak, janur kuning, kembang telon, menyan, dhuwit receh dan badhek; dan panen terdapat istilah ngerit, nggeblok, nyilir, nampeni dan ngiteri ghabah. Istilah-istilah yang terdapat dalam setiap tahapan tersebut mengalami perluasan makna, penyempitan makna dan tidak mengalami perubahan makna. Analisis etnolinguistik dalam penelitian ini membandingkan istilah pertanian yang digunakan masyarakat Jawa di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang dengan istilah pertanian yang digunakan masyarakat Madura di Kabupaten Jember.
ISTILAH-ISTILAH PERKEBUNAN PADA MASYARAKAT MADURA DI DESA HARJOMULYO KECAMATAN SILO KABUPATEN JEMBER (SUATU TINJAUAN ETNOLINGUISTIK) Kusnadi, Kusnadi; Akhmad, Sofyan; Andang, Subaharianto
Publika Budaya Vol 2, No 1 (2014): Maret
Publisher : Publika Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.821 KB)

Abstract

Artikel ini membahas tentang bentuk-bentuk, penggunaan dan makna istilah bahasa Madura pada bidangperkebunan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Data diperoleh melalui wawancarayang dilengkapi dengan teknik dasar pancing. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik cakap semuka yangdilanjutkan dengan teknik catat. Analisis data menggunakan metode padan intralingual dan metode padanekstralingual yang dilanjutkan dengan metode deskriptif. Data diklasifikasikan atas beberapa bentuk yaitu:nomina, verba, ajektiva dan frasa. Data berupa nomina terdiri atas nomina dasar, nomina turunan, nominatempat, dan nomina kuantita dan penggolong. Data berupa verba terdiri atas verba asal dan verba turunan.Berdasarkan ada tidaknya nomina yang mendampinginya, data berupa verba terdiri atas verba transitif dan verbaintransitif, sedangkan berdasarkan maknanya, data berupa verba terdiri atas verba kausatif. Secara semantik,data yang dianalisis memiliki makna istilah antara lain berupa makna khusus, makna deskriptif, dan maknareferensial. Berdasarkan penggunaannya, dihasilkan bentuk-bentuk istilah yang secara etnolinguistik hanyadigunakan dan dapat dipahami oleh masyarakat pemilik budaya dan pengguna bahasa tersebut.Kata Kunci: Istilah, Perkebunan, bahasa Madura, Etnolinguistik.
Exertion of Cultures and Hegemonic Power in Banyuwangi: The Midst of Postmodern Trends Setiawan, Ikwan; Tallapessy, Albert; Subaharianto, Andang
KARSA: Journal of Social and Islamic Culture Vol 25, No 1 (2017)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v25i1.1118

Abstract

This article aims to criticize the incorporation and commodification of Using cultures undergone by Abdullah Azwar Anas in Banyuwangi, East Java. To answer the problem, we analyze primary data from our field research and secondary data from online media related to AAA’s efforts to incorporate, articulate, and commodify Using cultures into various carnival programs (2011-2017) by applying theories of commodification, postmodernism, and hegemony. The result of this study shows that, driven by his desire to promote Using cultures globally in the midst of postmodern trends, since 2011 the government of Banyuwangi has created many carnivals and festivals, such as “Banyuwangi Ethno Carnival”, “Banyuwangi Beach Jazz Festival”, “Parade Gandrung Sewu”, and other various programs. Economically, the programs are idealized to support the regional economic growth through tourism activities, both for domestic and international tourists, by displaying traditional expressions with new styles and performances. Politically, the carnivals and festivals can support AAA efforts to negotiate its political concern in order to produce consensus.Copyright (c) 2017 by KARSA. All right reserved DOI: 10.19105/karsa.v25i1.1118
The Mobilization of Using Cultures and Local Government’s Political-Economy Goals in Post-Reformation Banyuwangi Ikwan Setiawan; Albert Tallapessy; Andang Subaharianto
Humaniora Vol 29, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.65 KB) | DOI: 10.22146/jh.22561

Abstract

This article deals with an ethnic identity-based-power through the mobilization of Using cultures in Banyuwangi under local government policies in post-Reformation. By juxtaposing Foucauldian discourse, Gramscian hegemony, and political economy perspective, we discuss some cultural projects conducted by two Banyuwangi regents in post-Reformation periods, Samsul Hadi (2000-2005) and Abdullah Azwar Anas (2010-2015 and re-elected for 2016-2021 period). With different emphasized aspects, both of them created programs, which incorporated and mobilized Using cultures for accomplishing their political economy goals. Samsul legalized Using cultural expression, such as a local dance and language, as the way to strengthen the dominant-ethnic identity and reach consensus for his political authority. In more sparkling activities, Anas has transformed Using identity into various carnival programs, which, in one side, have supported tourism industry and, in other side, have helped him in gaining consensus for his hegemonic position. However, in the context of real cultural empowerment, those programs have not given positive effect for the cultural worker in the grass root.
PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS Zaini Zaini; Agus Sariono; Andang Subaharianto
Publika Budaya Vol 1 No 1 (2013): November
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penggunaan bahasa dalam penyampaian berita pada harian Jawa Pos dan Kompas berbeda. Perbedaan tersebut bisa terjadi berkaitan dengan penerbitan pers yang memiliki segmen pasar tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan bahasa Indonesia di bidang leksikon dan konstruksi kalimat dalam rubrik politik dan ekonomi pada harian Jawa Pos dan Kompas dengan menggunakan metode komparatif. Berdasarkan analisis data, bahasa Kompas cenderung menggunakan kata kajian, kata baku serta penyampaian kesantunan bahasa yang lebih baik dibandingkan Jawa Pos. Sebaliknya, Jawa Pos cenderung menggunakan kata-kata yang sederhana, mengalir (hampir serupa dengan bahasa tutur), serta memiliki penyampaian kesantunan bahasa yang lebih rendah dibandingkan harian Kompas. Kompas lebih banyak menggunakan kalimat panjang (kalimat majemuk) dibandingkan Jawa Pos. Penggunaan bahasa Indonesia oleh harian Kompas lebih sesuai untuk khalayak pembaca kelas sosial menengah ke atas. Begitu sebaliknya, penggunaan bahasa Indonesia oleh harian Jawa Pos lebih sesuai untuk khalayak pembaca kelas sosial menengah ke bawah.
ISTILAH-ISTILAH YANG DIGUNAKAN PADA ACARA RITUAL PETIK PARI OLEH MASYARAKAT JAWA DI DESA SUMBERPUCUNG KABUPATEN MALANG (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) Bebetho Frederick Kamsiadi; Bambang Wibisono; Andang Subaharianto
Publika Budaya Vol 1 No 1 (2013): November
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk, makna, dan penggunaan istilah-istilah yang digunakan pada ritual petik pari oleh masyarakat Jawa di Desa Sumberpucung Kabupaten Malang. Figur Dewi Sri menjadi simbol dan kerangka acuan berpikir bagi orang Jawa khususnya petani Jawa di dalam prosesi siklus hidup yaitu perkawinan, memperlakukan rumah dan tanah pertaniannya. Untuk melaksanakan tradisi petik pari terdapat beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain, nyiapne weneh terdapat istilah kowen, ngekum pari dan ngentas pari; bukak lahan terdapat istilah tamping, ngisi banyu, mbrojol, mopok, nglawet, nggaru dan ndhadhag; tandur terdapat istilah ndhaut, nas atau geblake dina, ngerek dan tandur; ngrumat terdapat istilah lep, kokrok, ngemes dan matun; petik pari terdapat istilah uborampen, sega ingkung, sega gurih, sega tumpeng atau sega gunungan, sega golong, iwak, kulupan, gedhang raja, bumbu urap dan cok bakal yang berisi bumbu pepek, wedhi, dhedhek lembut, kaca, suri, wedhak, janur kuning, kembang telon, menyan, dhuwit receh dan badhek; dan panen terdapat istilah ngerit, nggeblok, nyilir, nampeni dan ngiteri ghabah. Istilah-istilah yang terdapat dalam setiap tahapan tersebut mengalami perluasan makna, penyempitan makna dan tidak mengalami perubahan makna. Analisis etnolinguistik dalam penelitian ini membandingkan istilah pertanian yang digunakan masyarakat Jawa di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang dengan istilah pertanian yang digunakan masyarakat Madura di Kabupaten Jember.
ISTILAH-ISTILAH PERKEBUNAN PADA MASYARAKAT MADURA DI DESA HARJOMULYO KECAMATAN SILO KABUPATEN JEMBER (SUATU TINJAUAN ETNOLINGUISTIK) Kusnadi Kusnadi; Sofyan Akhmad; Subaharianto Andang
Publika Budaya Vol 2 No 1 (2014): Maret
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas tentang bentuk-bentuk, penggunaan dan makna istilah bahasa Madura pada bidangperkebunan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Data diperoleh melalui wawancarayang dilengkapi dengan teknik dasar pancing. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik cakap semuka yangdilanjutkan dengan teknik catat. Analisis data menggunakan metode padan intralingual dan metode padanekstralingual yang dilanjutkan dengan metode deskriptif. Data diklasifikasikan atas beberapa bentuk yaitu:nomina, verba, ajektiva dan frasa. Data berupa nomina terdiri atas nomina dasar, nomina turunan, nominatempat, dan nomina kuantita dan penggolong. Data berupa verba terdiri atas verba asal dan verba turunan.Berdasarkan ada tidaknya nomina yang mendampinginya, data berupa verba terdiri atas verba transitif dan verbaintransitif, sedangkan berdasarkan maknanya, data berupa verba terdiri atas verba kausatif. Secara semantik,data yang dianalisis memiliki makna istilah antara lain berupa makna khusus, makna deskriptif, dan maknareferensial. Berdasarkan penggunaannya, dihasilkan bentuk-bentuk istilah yang secara etnolinguistik hanyadigunakan dan dapat dipahami oleh masyarakat pemilik budaya dan pengguna bahasa tersebut.Kata Kunci: Istilah, Perkebunan, bahasa Madura, Etnolinguistik.
Exertion of Cultures and Hegemonic Power in Banyuwangi: The Midst of Postmodern Trends Ikwan Setiawan; Albert Tallapessy; Andang Subaharianto
Karsa: Journal of Social and Islamic Culture Vol. 25 No. 1 (2017)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v25i1.1118

Abstract

This article aims to criticize the incorporation and commodification of Using cultures undergone by Abdullah Azwar Anas in Banyuwangi, East Java. To answer the problem, we analyze primary data from our field research and secondary data from online media related to AAA’s efforts to incorporate, articulate, and commodify Using cultures into various carnival programs (2011-2017) by applying theories of commodification, postmodernism, and hegemony. The result of this study shows that, driven by his desire to promote Using cultures globally in the midst of postmodern trends, since 2011 the government of Banyuwangi has created many carnivals and festivals, such as “Banyuwangi Ethno Carnival”, “Banyuwangi Beach Jazz Festival”, “Parade Gandrung Sewu”, and other various programs. Economically, the programs are idealized to support the regional economic growth through tourism activities, both for domestic and international tourists, by displaying traditional expressions with new styles and performances. Politically, the carnivals and festivals can support AAA efforts to negotiate its political concern in order to produce consensus.Copyright (c) 2017 by KARSA. All right reserved DOI: 10.19105/karsa.v25i1.1118
POLA-POLA KOMUNIKASI DALAM INTERAKSI JUAL BELI DI PASAR LOAK “BLOK M” JEMBER Siti Fatima; Andang Subaharianto; Edy Hariyadi
SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik Vol 20 No 1 (2019): Semiotika: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik
Publisher : Diterbitkan oleh Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember bekerja sama dengan Himpunan Sarjana - Kesusastraan Indonesia (HISKI), Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) dan Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/semiotika.v20i1.12169

Abstract

This research observes the communication patterns in the buying and selling interactions that occur between buyers and sellers at the "Blok M" flea market in Jember. The object of research is focused on used book sellers, and used clothing sellers (babebo). The purpose of this study is to describe the communication patterns that are formed through the process of interaction and reveal the cultural themes contained in the buying and selling interaction activities between sellers and buyers in the Jember "Blok M" flea market. To achieve the research objectives ethnographic analysis of the James P. Spradley model is used which includes domain analysis, taxonomic analysis, compound analysis, and cultural themes. The results is in the buying and selling interactions in the Jember "Blok M" flea market, active sellers direct the interaction and passive buyers in responding to the point of the conversation. In buying and selling transactions with buyers, the services provided by used booksellers are very fast and the tempo of interaction used by sellers is very short. Perlokusi utterances made by used book sellers are done as an effort to establish good relations with buyers. If the relationship can be established more closely then the buyer will feel satisfied (satisfy) and will remain a customer. The cultural theme in the process of economic transactions between used book sellers and buyers is the establishment of socio-emotional ties in order to strengthen relations and mutual respect to help long-term economic cooperation.