Velma Herwanto
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia/Dr. Cipto Mangunkusumo General National Hospital, Jakarta

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH) akibat Kemoterapi pada Pasien Lansia dengan Keganasan Herwanto, Velma; Siregar, Parlindungan; Effendy, Shufrie; Rachman, Andhika
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol. 1, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hiponatremia merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan pada pasien-pasien dengan keganasan. Keadaan hiponatremia dapat terjadi bersamaan atau mendahului diagnosis suatu keganasan. Hiponatremia terkait kanker bisa mempengaruhi respon terhadap terapi kanker maupun kesintasan pasien. Kami laporkan sebuah kasus hiponatremia pada pasien lansia dengan keganasan yang disebabkan oleh syndrome of inappropriate anti diuretic hormone secretion (SIADH).
Hubungan riwayat kontrol gula darah dengan luaran penanganan ICU pada pasien Covid-19 beriwayat Diabetes Melitus di RSUD Ciawi Bogor Nursalim, Agla Awal; Herwanto, Velma
Tarumanagara Medical Journal Vol. 5 No. 2 (2023): TARUMANAGARA MEDICAL JOURNAL
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/tmj.v5i2.24601

Abstract

Pasien Covid-19 dengan komorbiditas diabetes melitus (DM) memiliki angka keparahan yang lebih tinggi teutama pada pasien dengan manajemen gula darah yang buruk yang ditandai dengan adanya perburukan pada infeksi yang dialami pasien. Peningkatan keparahan ini dapat menjadi pertanda untuk pasien memerlukan perawatan di Intensive care unit (ICU). Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian dan konfirmasi mengenai hubungan dari kontrol DM dengan luaran dari penangan pasien Covid-19 dengan komorbiditas DM. Studi analitik cross-sectional ini mendapatkan data melalui consecutive sampling rekam medis dari 102 pasien pasien dewasa dengan DM yang terinfeksi Covid-19. Data yang dikumpulkan meliputi data diri pasien, riwayat komorbiditas selain DM, riwayat kontrol DM yang terdiri dari gula darah sewaktu masuk rumah sakit, nilai HbA1c, lama pasien menderita DM, dan penggunaan insulin selama perawatan dan status perawatan pasien di ICU. Hasil menunjukan rerata usia 102 pasien 56,67 tahun dan lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (52,9%). Mayoritas pasien tidak memiliki komorbiditas selain DM (63,7%) dan 36,3% pasien memiliki komorbiditas tambahan selain DM. Data kontrol DM pada pasien menunjukan mayoritas nilai gula darah tinggi (54,9%), nilai HbA1c tidak terkontrol (74,1%), telah terdiagnosis DM (86%), menggunakan insulin (55,9%) dan mayoritas pasien tidak memerlukan penanganan di ICU (74,5%). Hasil uji statistik tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara kebutuhan rawat ICU dengan variabel-variabel pengontrol gula darah.
Hubungan Antara Berbagai Komorbiditas Dengan Derajat Keparahan Pasien Covid-19 Di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk Jakarta Keren, Grace; Herwanto, Velma
Media Informasi Vol. 20 No. 2 (2024): November
Publisher : Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37160/mijournal.v20i2.465

Abstract

Derajat keparahan COVID-19 pada setiap pasien sangat bervariasi, dari kasus ringan, berat, kritis, hingga kematian. Dikatakan bahwa komorbiditas berperan dalam progresivitas serta kematian pada pasien COVID-19. Berdasarkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 (SATGAS COVID-19) di Indonesia, hipertensi, diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronis, penyakit ginjal, kanker, gangguan imun dan asma berada di 12 besar komorbiditas yang sering ditemukan pada pasien COVID-19. Prevelansi orang dengan komorbiditas di Indonesia tidak sedikit, maka dari itu penting untuk diteliti dan dikonfirmasi lebih lanjut hubungan komorbiditas dengan derajat keparahan pada pasien COVID-19, karena identifikasi faktor risiko akan menolong tenaga kesehatan mengidentifikasi pasien dengan faktor risiko tinggi untuk mendapatkan perawatan lebih intensif. Menggunakan studi analitik cross-sectional, didapatkan data penelitian melalui total population sampling rekam medis dari 135 pasien. Data yang dikumpulkan meliputi komorbiditas serta derajat keparahan pasien COVID-19 berdasarkan kriteria World Health Organization. Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas pasien COVID-19 tergolong pada derajat keparahan sedang tanpa oksigen (34,1%) diikuti dengan derajat sedang dengan oksigen (30,4%), ringan (21,5%), dan berat (14,1 %). Selain itu didapatkan bahwa, komorbiditas terbanyak adalah diabetes melitus (30,4%). Dengan menggunakan uji chi-square didapatkan hubungan yang bermakna antara diabetes melitus dan derajat keparahan pasien COVID-19 (P = 0,000). Terdapat juga hubungan yang bermakna antara multi-komorbiditas dengan derajat keparahan pasien COVID-19 (P=0,000). Oleh karena tingginya prevelansi komorbiditas terutama diabetes melitus dan juga multi-komorbiditas, penelitian ini diharapkan dapat memaparkan pentingnya identifikasi serta kontrol komorbiditas pada masyarakat untuk dapat mencapai penurunan tingkat kematian dan derajat berat pada pasien COVID-19.
Characteristics of COVID-19 Therapy Based on Disease Severity at Siloam Kebon Jeruk Hospital Tjahyanto, Teddy; Herwanto, Velma
Medicinus Vol. 14 No. 1 (2024): October
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/med.v14i1.9233

Abstract

Introduction : COVID-19 is an infectious disease that can cause acute respiratory syndrome by droplet transmission. Along with the very fast spread of the virus which occurs in almost all countries, it is necessary to have therapies that can reduce the morbidity and mortality of patients infected with COVID-19. Various factors affect the administration of therapy so a management guideline is needed for medical personnel so that the administration of therapy can be consistent and efficient in accordance with scientific evidence. This study aims to determine the characteristics and therapeutic options of COVID-19 patients based on the severity of the disease so it can be an evaluation for policymakers and health workers in providing COVID-19 therapy. Methods : This type of research is descriptive, and the research design is cross-sectional with a total population sampling. The study was conducted at Siloam Kebon Jeruk Hospital with a total of 135 respondents from secondary medical record data. Results : The observed data include the characteristics of the respondents and the therapies for COVID-19 patients, which consist of antiviral, anti-inflammatory, and anticoagulant treatments. Based on the collected data, COVID-19 patients were predominantly male (55.6%) with an average age of 55 years. Many patients presented with moderate severity without requiring oxygen (34.1%) and were classified as having referred outcomes (47.4%). Antiviral therapy using favipiravir was predominantly administered to patients with mild to moderate severity, while remdesivir was mostly given to those with moderate to severe severity. Corticosteroids, such as dexamethasone and methylprednisolone, were the preferred choice for anti-inflammatory therapy (72.2%). Heparin was the most commonly used anticoagulant therapy across all severity levels, and antibiotics were administered to the majority of patients infected with COVID-19 (73.3%). Conclusions : Evaluation of the low rate of use of corticosteroids and anticoagulants in COVID-19 patients is needed.
Status merokok: Faktor risiko yang memengaruhi infeksi dan luaran COVID-19 Permatasari, Rhani; Herwanto, Velma
Tarumanagara Medical Journal Vol. 6 No. 2 (2024): TARUMANAGARA MEDICAL JOURNAL
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/tmj.v6i2.24658

Abstract

  Coronavirus disease-2019 (COVID-19), penyakit menular yang menyebabkan spektrum infeksi sistem pernapasan dari yang paling ringan seperti sindrom infeksi saluran napas atas hingga gagal napas. Pasien yang merokok lebih sering ditemukan mengalami infeksi yang lebih berat. Kondisi tersebut dikarenakan adanya gangguan sistem pernapasan dan penurunan kapasitas paru pada penderita yang merokok. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status merokok dengan beratnya infeksi COVID-19. Metode studi ini ialah observasional analitik dengan pendekatan potong lintang. Sampel pada studi ini merupakan 24 warga RT 002 RW 001 Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor yang pernah mengalami COVID-19 dan terbagi menjadi 12 warga  tidak merokok dan 12 warga memiliki riwayat merokok. Data diambil menggunakan kuesioner. Hasil studi didapatkan 19 (79,2%) warga memeiliki riwayat infeksi derajat berat. Sebanyak 10 (83,3%) orang dari 12 warga yang merokok, mengalami infeksi derajat sedang/berat, sedangkan 9 (75%) orang dari warga yang tidak merokok hanya mengalami infeksi ringan. Hasil penelitian tidak didapatkan hubungan bermakna antara status merokok dengan derajat keparahan infeksi COVID-19 (p = 0,615 dan PRR 1,1).
HIDDEN BURDEN OF CORONARY MICROVASCULAR DISEASE IN A DIABETIC FEMALE NSTEMI PATIENT : A CASE-BASED CLINICAL PERSPECTIVE Kasego, Dorena; Hendriyanto, Pujo; Herwanto, Velma
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.46388

Abstract

Penyakit mikrovaskular koroner (Coronary Microvascular Disease/CMD) semakin dikenal sebagai penyebab iskemia miokard pada pasien tanpa penyakit arteri koroner obstruktif, terutama pada perempuan dengan diabetes. Infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI) dalam kelompok ini sering muncul dengan gejala atipikal dan temuan elektrokardiografi yang tidak spesifik, sehingga menyulitkan diagnosis dan penanganan yang tepat waktu  Seorang perempuan usia 50 tahun dengan riwayat diabetes melitus dan hipertensi datang dengan keluhan nyeri dada yang berlangsung lama tanpa elevasi segmen ST pada elektrokardiogram. Evaluasi kardiak menunjukkan NSTEMI anterior, namun tidak ditemukan obstruksi pada pembuluh koroner epikardial. Karakteristik klinis dan demografis pasien mengarah pada dugaan disfungsi mikrovaskular koroner. Pasien ditatalaksana secara konservatif dengan terapi antiplatelet ganda, antihipertensi, dan pengendalian metabolik. Kasus ini menggambarkan permasalahan tersembunyi CMD pada perempuan dengan diabetes, di mana cedera iskemik dapat terjadi meskipun hasil angiografi tampak normal. CMD melibatkan disfungsi endotel, penurunan cadangan aliran koroner, dan aktivasi inflamasi, yang semakin nyata dalam kondisi diabetes. Alat diagnostik konvensional seringkali tidak memadai untuk mendeteksi CMD, sehingga diperlukan kecurigaan klinis yang tinggi. CMD perlu dipertimbangkan pada perempuan dengan diabetes yang mengalami NSTEMI, terutama jika perubahan elektrokardiografi minimal dan wilayah infark melibatkan miokard anterior. Pengakuan dini dan terapi yang ditargetkan sangat penting untuk menurunkan risiko kardiovaskular jangka panjang pada subpopulasi berisiko tinggi ini.