Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN TERHADAP KREDIT MACET ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR PADA BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL Tbk, (BTPN) Turkamun; Zaki Zainal Arifin; Amrizal Siagian
Jurnal Sekretari Universitas Pamulang Vol. 11 No. 1 (2024): JURNAL SEKRETARI
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian Negara. Perbankanmempunyai fungsi utama sebagai “financial intermediary” yaitu penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk menggerakan pembangunan dan stabilitas perekonomian sebuah negara. Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan. Dilihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya di bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat beharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagi kreditur. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) didirikan 16 Februari 1985. Kantor pusat Bank BTPN beralamat di Menara BTPN CBD Mega Kuningan, Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Kav. 5.5-5.6, Jakarta 12950 – Indonesia. Bank BTPN memiliki 85 kantor cabang utama, 746 kantor cabang pembantu, 148 kantor pembayaran dan 140 kantor fungsional operational. Salah satu cabang Bank Tabungan Pensiunan Negara tbk, (BTPN) jln. Margonda Raya no 77 kota Depok,Jawa barat,adalah kantor cabang yang berfungsi sebagai kantorpembayaran dan kantor fungsional operasional. Dilihat dari objek dan hasil yang akan didapat maka penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan dan menghubungkan dengan variabel lain. Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa Perbankan, kredit macet, kreditur debitur bank BTPN. ABSTRACT Bank is a business entity that collects funds from the public in the form of savings and distributes them to the public in the form of credit and/or other forms in order to improve the standard of living of the people at large. Thus banking has an important function in the country's economy. Banking has the main function as a "financial intermediary", namely collecting funds from the public and channeling them effectively and efficiently to the real sectors to drive development and economic stability of a country. In the world of banking, customers are consumers of banking services. The position of the customer in relation to banking services. From the point of view of mobilizing funds, customers who kept their funds in the bank either as savers, depositors or purchasers of securities, at that time the customer was a debtor and the bank was a creditor. National Pension Savings Bank Tbk (BTPN) was established on 16 February 1985. Bank BTPN's head office is located at Menara BTPN CBD Mega Kuningan, Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Kav. 5.5-5.6, Jakarta 12950 – Indonesia. Bank BTPN has 85 main branch offices, 746 sub-branch offices, 148 payment offices and 140 operational functional offices. A branch of the State Pension Savings Bank tbk, (BTPN) jln. Margonda Raya no 77 Depok city, West Java, is a branch office that functions as a payment office and operational functional office. Judging from the object and the results to be obtained, this research is included in the type of descriptive research using qualitative methods. Descriptive research is research conducted to determine the value of one or more variables without making comparisons and connecting with other variables. Keywords: Banking Dispute Resolution, bad credit, BTPN bank debitors
Upaya Penyelesaian Sengketa Perbankan Terhadap Kredit Macet Antara Kreditur dan Debitur pada Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk, (BTPN) Turkamun; Zaki Zainal Arifin; Amrizal Siagian
Jurnal Sekretari Universitas Pamulang Vol. 11 No. 2 (2024): JURNAL SEKRETARI
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/sekretarisskr.v11i2.42301

Abstract

ABSTRAK Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian Negara. Perbankanmempunyai fungsi utama sebagai “financial intermediary” yaitu penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk menggerakan pembangunan dan stabilitas perekonomian sebuah negara. Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan. Dilihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya di bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat beharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagi kreditur. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) didirikan 16 Februari 1985. Kantor pusat Bank BTPN beralamat di Menara BTPN CBD Mega Kuningan, Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Kav. 5.5-5.6, Jakarta 12950 – Indonesia. Bank BTPN memiliki 85 kantor cabang utama, 746 kantor cabang pembantu, 148 kantor pembayaran dan 140 kantor fungsional operational. Salah satu cabang Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk, (BTPN) Jln. Margonda Raya no 77 kota Depok,Jawa barat,adalah kantor cabang yang berfungsi sebagai kantorpembayaran dan kantor fungsional operasional. Dilihat dari objek dan hasil yang akan didapat maka penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan dan menghubungkan dengan variabel lain. Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa Perbankan, kredit macet, kreditur debitur bank BTPN
Tindak Kejahatan Penyalahgunaan dan Pengedaran Narkotika Tembakau Sintetis di Wilayah Kebayoran Lama Ditinjau dari Rational Choice Theory Husaini Satria Muharam; Siagian, Amrizal
UNES Law Review Vol. 6 No. 4 (2024): UNES LAW REVIEW (Juni 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i4.1954

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai permasalahan penyalahgunaan dan pengedaran narkotika di Indonesia tepatnya di wilayah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang dewasa ini mengalami peningkatan tajam, baik dari jumlah kasus dan pelaku, barang bukti yang disita maupun jumlah tersangka dengan cepat meluas ke seluruh wilayah Kebayoran Lama. Menggunakan Teori Pilihan Rasional dimana teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Aktor pun dipandang mempunyai pilihan (atau nilai, keperluan). Penelitian ini dilakukan dalam waktu 5 bulan di wilayah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Subjek penelitian ini berjumlah 3 narasumber, yaitu 2 pengedar dan 1 anggota BNN divisi berantas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif, dengan sumber data primer dan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya pelaku penyalahgunaan dan pengedar di wilayah Kebayoran Lama masih cukup banyak yang dilatarbelakangi oleh pergaulan sehingga menyebabkan kecanduan. Seiring laju perkembangan zaman, jenis-jenis narkotika pun semakin banyak dan memiliki ragam variasi. Salah satu contoh bentuk narkotika jenis baru ialah tembakau sintetis. Tembakau sintetis atau biasa disebut tembakau gorila menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) merupakan campuran antara tembakau atau rokok dengan ganja sintetis atau tiruan dan di dalamnya terdapat kandungan zat AB-Chminaca yang merupakan salah satu jenis synthetic cannabinoid (SC) atau ganja sintetis yang dapat memberi efek kecanduan. Tembakau gorila termasuk narkotika jenis baru dan ditetapkan sebagai narkotika golongan I.
The Kabata Dutu (Local Wisdom) As a Means of Social Criticism of the People of Tidore Marasabessy, Abd. Chaidir; Siagian, Amrizal; Halil, Muamar Abd. Abd.
Deviance Jurnal Kriminologi Vol 7, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.2729

Abstract

For centuries, for the people of Tidore (North Maluku), social control has been a tradition of their ancestors (kabata dutu). This tradition is a form of communication among the Tidore people, with the aim of controlling the functioning of a social system. This research aims to explain the kabata dutu tradition (local wisdom) as social control for the Tidore community and describe the meaning contained in the kabata dutu tradition. Primary and secondary data (interviews, literature reviews, journals, scientific articles) are the reference for this research. The data analysis knife goes through the process of searching (systematic data classification) and drawing conclusions. Research conclusions; 1) The kabata dutu tradition is the philosophy of life of the Tidore people. This tradition is part of the social expression that emerged from the lives of the Tidore people to defend matters of truth. This tradition is not just an accessory to cultural representation, but as a social control to instill a culture of shame so that all forms of action are based on social norms. Kabata dutu is a means of aspiration (social control) for the government to improve public services faced by the community. Each stage of the traditional procession reflects a social process that encourages the realization of positive character in the lives of its people; 2) Kabata dutu interprets humans as social units who are interconnected with each other, so that a sense of belonging and need is expressed in the daily lifestyle of the Tidore people. The meaning of the kabata dutu tradition is as a message (borero) from the ancestors which contains universal truth values (in all aspects of life, including morals, customs, social ties). Through kabata poetry, Tidore people exercise social control in their behavior in society in order to maintain the noble values of their ancestral mandate.
Habituation of Anti-Corruption Values on Children in Orphanages Marasabessy, Abd. chaidir; Siagian, Amrizal; Istianingsih, Istianingsih; Novi, Febry
Jurnal Loyalitas Sosial: Journal of Community Service in Humanities and Social Sciences Jurnal Loyalitas sosial Volume 5 N0. 2 September 2023
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/JLS.v5i2.p55-69

Abstract

Dishonorable behavior by taking other people's belongings is often carried out by teenagers in social institutions. These actions occur because they experience financial, social and emotional problems. Precautions must be taken to ensure the next generation does not behave corruptly. Locus of service of Ciputat Women's Charity Orphanage, South Tangerang. The partner's goal is to create an anti-corruption atmosphere and culture through anti-corruption-based activities; And students as service members have sensitivity and are able to photograph real conditions so that their creativity develops in cultivating anti-corruption behavior. Participatory action research is the method used. This service activity has succeeded in fostering anti-corruption cultural behavior in partners. The results of the questionnaire showed that of the 38 participants who participated in the anti-corruption values habituation activity, 34 people gave statements of "very satisfied" or at level 4, and 4 others at level 3 or "satisfied". So it was concluded that from all indicators (statements) listed in the questionnaire, the statement "very satisfied" reached 89% and the statement "satisfied" reached 11%, so that the service activity was declared successful and able to encourage foster children to behave anti-corruption. As a recommendation, social institutions should design parenting styles, which can protect foster children from reprehensible acts, so that aspects of their cognition, affection and conation can grow optimally and sustainably and they are not inherited from the corrupt deeds of their predecessors.
Implementasi Kurikulum Merdeka di SMP PARAMARTA KOTA TANGERANG SELATAN Damayanti, Dhea; Amrizal Siagian
Jurnal Mahasiswa Karakter Bangsa Vol. 4 No. 2 (2024): Jurnal Mahasiswa Karakter Bangsa Vol.4 No.2 September 2024
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kurikulum merdeka belajar merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dimana kontennya akan lebih optimal sehingga peserta didik memiliki cukup waktu untuk memperdalam konsep dan memperkuat kompetensi. Dalam pelaksanaannya, guru memiliki keleluasaan dalam memilih berbagai perangkat pembelajaran sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik pada setiap jenjang pendidikan. Selain mewujudkan pembelajaran berbasis kebutuhan peserta didik, Kurikulum Merdeka juga menambahkan nilai-nilai karakter yaitu yang disebut dengan Profil Siswa Pancasila. Dengan demikian, kurikulum ini merupakan kelanjutan dari kurikulum 2013 dan dapat dilaksanakan sebagai salah satu pilihan. Pada masa pra pandemi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan tentang penggunaan Kurikulum 2013, kemudian Kurikulum 2013 disederhanakan menjadi kurikulum darurat yang memudahkan satuan pendidikan dalam mengelola pembelajaran dengan materi yang esensial. Kurikulum Merdeka pada SD/SMP/SMK-PK menjadi angin segar dalam upaya perbaikan dan pemulihan pembelajaran yang pertama kali dicanangkan pada tahun 2021. Pemulihan pembelajaran tahun 2022 menuju tahun 2022. Pada tahun 2024, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah yang belum siap menggunakan Kurikulum Merdeka tetap dapat menggunakan Kurikulum 2013 sebagai basis pengelolaan pembelajaran, begitu pula Kurikulum Darurat yang merupakan modifikasi dari Kurikulum 2013 tetap dapat digunakan oleh satuan pendidikan tersebut. Kurikulum Merdeka menjadi pilihan bagi seluruh satuan pendidikan yang dalam proses pendataan merupakan satuan pendidikan yang telah siap menerapkan Kurikulum Merdeka. Tahun 2024 menjadi tahun penetapan kebijakan kurikulum nasional yang didasarkan pada evaluasi kurikulum pada masa pemulihan pembelajaran. Evaluasi ini.      
The State and Constitutional Responsibility in Ensuring the Security of Citizens from Intimidation by Thuggery Yunus, Nur Rohim; Siagian, Amrizal; Raihani, Fina
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 8, No 1 (2024)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v8i1.48010

Abstract

The phenomenon of gangsterism in Indonesia has developed into a form of non-state violence that threatens social order and the sense of security of the community. Gangs are not only detrimental to individuals, but also create an atmosphere of fear and distrust of law enforcement officers. In this context, the state has a constitutional obligation to protect the fundamental rights of citizens, including the right to a sense of security as guaranteed in Article 28G paragraph (1) and Article 30 paragraph (4) of the 1945 Constitution. This study specifically aims to examine the extent to which the state carries out its constitutional responsibilities in ensuring the security of citizens from intimidatory actions by gangster groups. The research method used is qualitative, with literature study techniques and legal-political analysis. Data were obtained through a study of scientific journals, laws and regulations, and government policy documentation related to overcoming gangsterism. The study results show that although there is a relatively strong legal framework in overcoming gangsterism, its implementation still faces serious challenges. Weak law enforcement, the dominance of a repressive approach without structural solutions, and the lack of rights-based social protection cause the practice of gangsterism to continue. Therefore, this study recommends integrating a firm legal approach and inclusive social policies as an effective strategy to realize just citizen security. The state must act actively and reasonably in carrying out its constitutional mandate to ensure a sense of security for all its citizens.
The State and Constitutional Responsibility in Ensuring the Security of Citizens from Intimidation by Thuggery Yunus, Nur Rohim; Siagian, Amrizal; Raihani, Fina
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 8, No 1 (2024)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v8i1.48010

Abstract

The phenomenon of gangsterism in Indonesia has developed into a form of non-state violence that threatens social order and the sense of security of the community. Gangs are not only detrimental to individuals, but also create an atmosphere of fear and distrust of law enforcement officers. In this context, the state has a constitutional obligation to protect the fundamental rights of citizens, including the right to a sense of security as guaranteed in Article 28G paragraph (1) and Article 30 paragraph (4) of the 1945 Constitution. This study specifically aims to examine the extent to which the state carries out its constitutional responsibilities in ensuring the security of citizens from intimidatory actions by gangster groups. The research method used is qualitative, with literature study techniques and legal-political analysis. Data were obtained through a study of scientific journals, laws and regulations, and government policy documentation related to overcoming gangsterism. The study results show that although there is a relatively strong legal framework in overcoming gangsterism, its implementation still faces serious challenges. Weak law enforcement, the dominance of a repressive approach without structural solutions, and the lack of rights-based social protection cause the practice of gangsterism to continue. Therefore, this study recommends integrating a firm legal approach and inclusive social policies as an effective strategy to realize just citizen security. The state must act actively and reasonably in carrying out its constitutional mandate to ensure a sense of security for all its citizens.
KEKUATAN SAKSI ANAK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK Siagian, Amrizal; Sumarsih, Esi
JURNAL ILMU SYARIAH Vol 8 No 2 (2020): DESEMBER
Publisher : IBN KHALDUN BOGOR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/mizan.v8i2.20271

Abstract

Keabsahan keterangan anak mempunyai nilai kekuatan pembuktian bagi hakim. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi anak, karena keterangan anak dalam suatu pembuktian, kekuatannya bukan sebagai alat bukti saksi melainkan sebagai bukti petunjuk. Teori yang penulis gunakan sebagai pisau analisis adalahteori pembuktian negatif, selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang-undang, juga menggunakan keyakinan hakim. Sementara metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka baik berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dalam undangundang hanya diatur tentang hak-hak anak untuk menyatakan pendapatnya, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya. Sebagaimana berdasarkan ketentuan hukum bahwa anak tidak dibebankan untuk disumpah. Dan kekuatan hukumnya pun dianggap sebagai alat bukti, namun keterangannya dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah. Demikian juga dalam konsep hukum acara pidana Islam bahwa seseorang menjadi saksi berhubungan dengan konsep tahammul dan ada’, yaitu kesanggupan memelihara dan mengingat suatu peristiwa dan kesanggupan untuk mengemukakan peristiwa tersebut dengan benar.
Legal Politics of Combating Thuggery In the Perspective of Critical Criminology and Islamic Law Siagian, Amrizal; Yunus, Nur Rohim; Raihani, Fina; Setiawan, Refly
JURNAL ILMU SYARIAH Vol 13 No 1 (2025): JUNI
Publisher : IBN KHALDUN BOGOR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Phuggery is a form of social crime that disturbs society and often arises due to economic inequality, social marginalisation, and weak structural policies to overcome it. In practice, the state's legal response to thugs tends to focus on a repressive and symbolic approach through law enforcement and criminalisation operations alone, without touching on the more complex roots of the problem. This study aims to examine the direction and strategy of Indonesian legal politics in addressing the phenomenon of thugs and to analyse alternative policies based on critical criminology and Islamic legal values. The research method employed is a normative qualitative approach with a conceptual and comparative focus. Data sources comprise primary legal materials, such as laws, police regulations, the Qur'an, and hadith, as well as secondary legal materials, including books, scientific journals, interpretations, and criminology literature. The analysis was conducted descriptively and critically, utilizing the theoretical framework of critical criminology and fiqh al-jinayah (Islamic criminal law). The results of the study indicate that thugs cannot be overcome only with the coercive power of the state, but instead require a structural and ethical approach that supports social justice. Critical criminology critiques the labelling of the lower class, while Islamic law emphasises the principles of ta’zīr, correction (islāh), and preventive justice. Thus, integrating critical criminology approaches and Islamic values ​​can be the basis for a more humanistic and sustainable legal policy reform. Keywords: Legal Politics; Thuggery; Critical Criminology; Islamic Law; Social Justice