Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN PECANDU NARKOBA DI INDONESIA SIAGIAN, AMRIZAL
EDUKA : Jurnal Pendidikan, Hukum, Dan Bisnis Vol 2, No 2 (2016): JURNAL EDUKA
Publisher : Faculty of training and education, Pamulang university

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.005 KB) | DOI: 10.32493/eduka.v2i2.212

Abstract

Kebijakan kriminal pemerintah atas terbitnya undang-undang terkait narkoba no 35 tahun 2009 khususnya bagi pecandu narkoba perlu diimplementasikan sesuai amanat konstitusi. Bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga tanah tumpah darah dan warganya dari bentuk ancaman apapun. Termasuk ancaman bahaya narkoba, yang secara sadar dan sengaja disebarkan kekalangan masyarakat, utamanya generasi muda sebagai penerus bangsa. Saat ini, pemakai narkoba diduga mencapai 5,1 juta, bahkan lebih. Karena jumlah pemakai narkoba itu ibarat gunung es (ice berg) dan mengalami angka gelap (dark number). Sangat diharapkan dari kebijakan kriminal atas terbitnya undang-udang tadi mampu mengatasi atau setidaknya mengurangi jumlah pemakai narkoba, yang salah satunya menciptakan terobosan baru dengan men-dekriminalisasi pemakai narkoba tanpa harus mendapatkan sanksi pinjara. Sebagaimana disebutkan bahwa jaminan perlindungan hukum yang diberikan bagi pecandu narkotika diatur melalui UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan memberikan rehabilitasi baik medis maupun rehabilitasi sosial sebagaimana tercantum pada Pasal 54 pada undang-undang narkotika itu. Yaitu bahwa ?pecandu narkotika dan pecandu penyalahguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial?.   Kata kunci: kebijakan krimanal, narkoba, korban, dekriminalisasi
Potret Budaya Hukum Masyarakat Sederhana Indonesia dalam Merawat Kebhinnekaan Siagian, Amrizal; Rahmanita, Fika
Jurnal Ilmiah Humanika Vol 3 No 1 (2020): Jurnal Ilmiah Humanika: Jurnal Ilmu Sosial, Pendidikan, dan Humaniora
Publisher : CV. Pena Persada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.533 KB)

Abstract

Masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia sangat beragam dan multi etnis. Perbedaan suku, bahasa, dan agama menjadikan masyarakatnya berbhinneka. Kebhinnekaan masyarakat memiliki potret tersendiri, khususnya pada masalah pelaksanaan hukum. Hukum yang terpraktek adalah hukum hidup pada masyarakat, terutama pada masyarakat sederhana yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Dan warisan hukum hidup tadi, tidak tertulis dalam kitab undang-undang, tapi menjadi norma yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Norma hukum itu menjadi budaya hukum masyarakat yang bersandarkan pada sistem budaya parokial. Budaya parokial dapat terlihat pada masyarakat Badui, masyarakat Kampung Naga, dan masyakat Samin. Dan budaya hukum mereka menjadi landasan dan nilai serta menjadi pembatas baik buruknya dalam setiap bertingkahlaku.
SANKSI PIDANA KENAKALAN ANAK SEBAGAI PELAKU BULLIYING MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANAN ANAK Siagian, Amrizal; Kurniawan, Wiwit; Hidayati, Tri
Jurnal Ilmiah Humanika Vol 3 No 3 (2020): Jurnal Ilmiah Humanika
Publisher : CV. Pena Persada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilatar belakangi pertanggungjawaban pidana anak sebagai pelaku bulliying. pertanggunjawaban pidana itu diatur dalam undang-undang perlindungan anak dan sistem peradilan pidana anak, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidanan Anak. Dasar hukum pertanggungjawaban pemerintah terhadap kejahatan anak termasuk tindakan bulliying disebutkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu mengatur bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Menurut undang-undang ini, pelaku bulliying dapat dikenakan sanksi pidana, meskipun pelakunya kategori anak-anak. Anak-anak yang dimaksud adalah anak yang berhadapan hukum belum mencapai usia 18 tahun dan dipastikan tetap mendapat perlindungan secara hukum dalam proses pemidanaannya. Untuk mencapai perlindungan terhadap hak anak, diperlukan model penghukuman yang berkeadilan dan berkeseimbangan (restorative justice) antara pelaku dan korban. Dalam upaya melaksanakan proses tata cara pengadilannya pun harus transparan, yaitu proses hukum benar dan adil (due pocces) baik pada proses penyelidikan maupun penyidikannya harus terbuka agar tidak dikategorikan melanggar prinsip due process of law. Dan untuk mewujudkan perlindungan terhadap anak, semua pihak memiliki tanggungjawab, baik pemerintah, masyarakat maupun keluarga. Pemerintah dapat berperan dengan memberikan kesejahteraan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat serta tumbuh kembangnya anak-anak dengan menerbitkan model-model inovasi, diantaranya menerbitkan undang-undang perlindungan anak dan sistem peradilan pidana anak. Dan pemerintah pun secara khusus mendirikan lembaga KPAI, yang secara independen turut mengurusi hak anak. Keikut sertaan masyarakat memainkan peran kunci mencarikan solusi dengan melakukan pencegahan secara kolektif dan melakukan kontrol terhadap terpenuhinya perlindungan anak. Disamping itu, penguatan fungsi keluarga, terlebih orang tua dalam memberikan rasa kasih sayang dan rasa aman terhadap anak-anaknya menjadi titik awal untuk menanamkan nilai-nilai positif terhadap karakter diri pribadi anak agar selalu menghargai hak nya dan hak orang lain. Dalam melakukan penelitian ini, dilakukan lebih cenderung menggali bahan yang pada awalnya dari bahan data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan terhadap data primer baik di lapangan maupun di masyarakat. Dan tekniknya pun menggunakan studi kepustakaan (library research), yang merupakan suatu teknik (prosedur) pengumpulan atau penggalian data kepustakaan. Dalam mengurai kandungan norma-norma hukum itu maka disusun secara sistematis dengan mengaitkan satu data dengan data lain yang saling terkait.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN PECANDU NARKOBA DI INDONESIA AMRIZAL SIAGIAN
Eduka : Jurnal Pendidikan, Hukum, dan Bisnis Vol 1, No 2 (2016): Eduka : Jurnal Pendidikan, Hukum, dan Bisnis
Publisher : Faculty of training and education, Pamulang university

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/eduka.v1i2.3740

Abstract

Kebijakan kriminal pemerintah atas terbitnya undang-undang terkait narkoba No. 35 tahun 2009 khususnya bagi pecandu narkoba perlu diimplementasikan sesuai amanat konstitusi. Bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga tanah tumpah darah dan warganya dari bentuk ancaman apapun. Termasuk ancaman bahaya narkoba, yang secara sadar dan sengaja disebarkan kekalangan masyarakat, utamanya generasi muda sebagai penerus bangsa. Saat ini, pemakai narkoba diduga mencapai 5,1 juta, bahkan lebih. Karena jumlah pemakai narkoba itu ibarat gunung es (ice berg) dan mengalami angka gelap (dark number). Sangat diharapkan dari kebijakan kriminal atas terbitnya undang-udang tadi mampu mengatasi atau setidaknya mengurangi jumlah pemakai narkoba, yang salah satunya menciptakan terobosan baru dengan men-dekriminalisasi pemakai narkoba tanpa harus mendapatkan sanksi pinjara. Sebagaimana disebutkan bahwa jaminan perlindungan hukum yang diberikan bagi pecandu narkotika diatur melalui UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan memberikan rehabilitasi baik medis maupun rehabilitasi sosial sebagaimana tercantum pada Pasal 54 pada undang-undang narkotika itu. Yaitu bahwa ”pecandu narkotika dan pecandu penyalahguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.  Kata Kunci: kebijakan krimanal, narkoba, korban, dekriminalisasi
Criminal Law System in Indonesia and Its Comparison with Other Legal Systems Nur Rohim Yunus; Amrizal Siagian; Fitriyani Zein
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i2.25571

Abstract

Criminal law in a general sense has the same aims and objectives in all systems universally. However, in its application, there are differences in methods and methods apart from being bound by standard rules which are the main basis as the basic norms of a country. The research method used in this study is a qualitative research method with a comparative studies approach. The results of the study state that there are similarities in the objectives of the criminal law system in several countries. However, in Indonesia, the legal system is based on the values of Pancasila and the 1945 Constitution and aspires to justice for all its people. The legal system in Indonesia recognizes the existence of legal pluralism, Islamic law, and customary law. This is not found in the legal system of other countries.Keywords: Legal System; Ratio; Criminal law Abstract:Hukum Pidana dalam pengertian umum memiliki kesamaan maksud dan tujuan pada semua sistem secara universal. Namum dalam aplikasinya, terdapat perbedaan cara dan metode selain terikat pada aturan baku yang menjadi landasan utama sebagai norma dasar suatu negara. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan comparative studies. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kesamaan tujuan pada sistem hukum pidana pada beberapa negara. Namun pada negara Indonesia, sistem hukumnya berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 serta mencita-citakan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Sistem hukum di Indonesia mengakui adanya pluralisme hukum, hukum Islam, dan hukum adat. Hal inilah yang tidak terdapat pada sistem hukum negara lain.Kata Kunci: Sistem Hukum; Perbandingan; Hukum Pidana
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Korban Pecandu Narkoba Di Indonesia Amrizal Siagian
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v2i2.2380

Abstract

Abstract:The government's criminal policy on the issuance of a drug-related law No. 35 of 2009, especially for drug addicts, needs to be implemented in accordance with the mandate of the constitution. That the government has an obligation to protect the homeland and its citizens from any kind of threat. Including the threat of the dangers of drugs, which are consciously and deliberately spread to the community, especially the younger generation as the nation's successor. Currently, drug users are estimated to reach 5.1 million, or even more. Because the number of drug users is like an iceberg (ice berg) and experiences a dark number (dark number). It is highly hoped that the criminal policy on the issuance of the law will be able to overcome or at least reduce the number of drug users, one of which is creating a new breakthrough by decriminalizing drug users without having to get imprisonment. As stated that the legal protection guarantee provided for narcotics addicts is regulated through Law No. 35 of 2009 concerning Narcotics by providing both medical and social rehabilitation as stated in Article 54 of the Narcotics Law. Namely that "narcotics addicts and addicts who abuse narcotics are obliged to undergo medical rehabilitation and social rehabilitation".Keywords: Criminal Policy, Drugs, and Decriminalization Abstrak:Kebijakan kriminal pemerintah atas terbitnya undang-undang terkait narkoba No. 35 Tahun 2009 khususnya bagi pecandu narkoba perlu diimplementasikan sesuai amanat konstitusi. Bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga tanah tumpah darah dan warganya dari bentuk ancaman apapun. Termasuk ancaman bahaya narkoba, yang secara sadar dan sengaja disebarkan ke kalangan masyarakat, utamanya generasi muda sebagai penerus bangsa. Saat ini, pemakai narkoba diduga mencapai 5,1 juta, bahkan lebih. Karena jumlah pemakai narkoba itu ibarat gunung es (ice berg) dan mengalami angka gelap (dark number). Sangat diharapkan dari kebijakan kriminal atas terbitnya undang-udang tadi mampu mengatasi atau setidaknya mengurangi jumlah pemakai narkoba, yang salah satunya menciptakan terobosan baru dengan mendekriminalisasi pemakai narkoba tanpa harus mendapatkan sanksi penjara. Sebagaimana disebutkan bahwa jaminan perlindungan hukum yang diberikan bagi pecandu narkotika diatur melalui Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan memberikan rehabilitasi baik medis maupun rehabilitasi sosial sebagaimana tercantum pada Pasal 54 pada Undang-Undang Narkotika itu. Yaitu bahwa ”pecandu narkotika dan pecandu penyalahguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.  Kata kunci: Kebijakan Kriminal, Narkoba, dan Dekriminalisasi
Kekuatan Saksi Anak Sebagai Alat Bukti Dalam Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Amrizal Siagian; Esi Sumarsih
Mizan: Journal of Islamic Law Vol 4, No 2 (2020): MIZAN: Journal of Islamic Law
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32507/mizan.v4i2.815

Abstract

The validity of the child’s statement has the power for the judge. There is no obligation for the judge to accept the truth of every statement of a child’s testimony in a proof of its strength is not categorized as a tool witness evidence, but as guiding evidence.  The theory that the writer uses as a tool for analyzing is the theory of negative evidence. In addition, to using evidence as stated in the law, it also uses the conviction of the judge. The method used is normative juridical, namely by covering the library material in the form of primary, secondary and tertiary materials. The result of the research stated that the law only regulates the rights of children to express his opinion, seek and provide information according to the level of intelligence and age. Based on the legal provisions that children are not charged to be sworn in. And its legal force is considered as evidence. However, the statement can be used as additional valid evidence. Likewise, in the concept of Islamic criminal law that a person becomes a witness related to the concept of tahamul and ada, namely the ability to maintain and to show a tragedy and the ability to present it correctly.Keywords: Witnesses, Testimony of Children, Criminal Acts, Sexual Intercouse AbstrakKeabsahan keterangan anak mempunyai nilai kekuatan pembuktian bagi hakim. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi anak, karena keterangan anak dalam suatu pembuktian, kekuatannya bukan sebagai alat bukti saksi melainkan sebagai bukti petunjuk. Teori yang penulis gunakan sebagai pisau analisis adalah teori pembuktian negatif, selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang-undang, juga menggunakan keyakinan hakim. Sementara metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka baik berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dalam undang-undang hanya diatur tentang hak-hak anak untuk menyatakan pendapatnya, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya. Sebagaimana berdasarkan ketentuan hukum bahwa anak tidak dibebankan untuk disumpah. Dan kekuatan hukumnya pun dianggap sebagai alat bukti, namun keterangannya dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah. Demikian juga dalam konsep hukum acara pidana Islam bahwa seseorang menjadi saksi berhubungan dengan konsep tahammul dan ada’, yaitu kesanggupan memelihara dan mengingat suatu peristiwa dan kesanggupan untuk mengemukakan peristiwa tersebut dengan benar.Kata kunci: saksi, kesaksian anak, tindak pidana, persetubuhan
KONTROVERSI KEBIJAKAN KRIMINAL PEMERINTAH TENTANG PRAKTEK SANKSI KEBIRI BAGI PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL Amrizal Amrizal; Ichwani Siti Utami; Feri Kurniawan
Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 6, No 2 (2019): Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum & Keadilan
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (637.867 KB) | DOI: 10.32493/SKD.v6i2.y2019.3991

Abstract

                                                     Abstrak Sanksi pengebirian bagi pelaku kejahatan seksual adalah produk dari kebijakan criminal pemerintah sebagai upaya untuk mengatasi kejahatan seksual, terutama kejahatan seksual terhadap anak-anak. Kebijakan pengebirian bahan kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik diharapkan memberikan pencegahan bagi para pelaku dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat dan pada saat yang sama menunjukkan bahwa negara (pemerintah) hadir dan secara serius menangani kejahatan ini. Penerbitan PERPPU 1/2006 dimaksudkan untuk merevisi sebelumnya (UU No. 3 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak) dengan meningkatkan sanksi bagi pelaku kejahatan seksual. Penerbitan PERPPU 1/2006 tidak sepi dari perdebatan antara pemberian sanksi berat kepada pelaku dengan konsep hak asasi manusia, antara kode etik medis dan pelaksana di lapangan dan antara fakta hukum dan kondisi social budaya masyarakat . Sehingga banyak pihak meragukan efektivitas sanksi pengebirian. Terlepas dari kontroversi, praktik sanksi pengebirian akan menjadi ukuran keberhasilan pemerintah dalam mengatasi kejahatan seksual dan eksplorasi kebijakan kriminal yang masih dalam kontroversi difokuskan pada evaluasi kebijakan dan mempertimbangkan nilai serta manfaat positifnya.Kata kunci: Kebijakan kriminal, pemerintah, pengebirian, kejahatan seksual
Civil Law System in Indonesia and Its Comparison with Other Legal Systems Nur Rohim Yunus; Fitriyani Zein; Amrizal Siagian
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 5 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i3.26168

Abstract

Civil law in a general sense is defined as the overall rule of law that regulates behavior between individuals and other people, the behavior of community members in family relationships, and in community interactions. However, in its application, there are differences in methods and methods apart from being bound by standard rules which are the main basis as the basic norms of a country. The research method used in this study is a qualitative research method with a comparative studies approach. The results of the study indicate that there are similarities in the objectives of the civil law system in several countries. However, in Indonesia, the legal system is based on the values of Pancasila and the 1945 Constitution and aspires to justice for all its people. The legal system in Indonesia recognizes the existence of legal pluralism, Islamic law, and customary law. This is not found in the legal system of other countries.Keywords: Legal System; Ratio; Civil law Abstract:Hukum Perdata dalam pengertian umum diartikan sebagai keseluruhan aturan hukum yang mengatur tingkah laku antara orang perorangan dengan orang lain, tingkah laku warga masyarakat dalam hubungan keluarga, dan dalam pergaulan masyarakat. Namum dalam aplikasinya, terdapat perbedaan cara dan metode selain terikat pada aturan baku yang menjadi landasan utama sebagai norma dasar suatu negara. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan comparative studies. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kesamaan tujuan pada sistem hukum perdata pada beberapa negara. Namun pada negara Indonesia, sistem hukumnya berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 serta mencita-citakan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Sistem hukum di Indonesia mengakui adanya pluralisme hukum, hukum Islam, dan hukum adat. Hal inilah yang tidak terdapat pada sistem hukum negara lain.Kata Kunci: Sistem Hukum; Perbandingan; Hukum Perdata
Constitutional Law System in Indonesia and Its Comparison with Other Legal Systems Nur Rohim Yunus; Amrizal Siagian; Fitriyani Zein
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 6 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i6.28113

Abstract

Constitutional law is characterized in a broad sense as the legal laws controlling state structures, the interaction between vertical and horizontal state instruments, and the position of citizens and their human rights. Nevertheless, there are variations in the techniques and methods of applying the state system, in addition to the standard regulations that serve as the state's fundamental standards. This study employed a qualitative research strategy with a comparative study design. According to the findings of the study, the aims of the constitutional law systems of many nations are comparable. In contrast, Indonesia's legal system is founded on Pancasila and the Constitution of 1945 and seeks fairness for all its citizens. In Indonesia, the constitutional legal system recognizes legal plurality, Islamic law, and customary law. This is not found in other countries legal systems.Keywords: Legal System; State Administration; Legal Comparison Abstract:Hukum Tata Negara dalam pengertian umum diartikan sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi dari negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya. Namum dalam aplikasinya, terdapat perbedaan cara dan metode pelaksanaan sistem bernegara, selain terikat pada aturan baku yang menjadi landasan utama sebagai norma dasar suatu negara. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan comparative studies. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kesamaan tujuan pada sistem hukum tata negara pada beberapa negara. Namun pada negara Indonesia, sistem hukumnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta mencita-citakan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Sistem hukum tata negara di Indonesia mengakui adanya pluralisme hukum, hukum Islam, dan hukum adat. Hal inilah yang tidak terdapat pada sistem hukum negara lain.Kata Kunci: Sistem Hukum; Tata Negara; Perbandingan Hukum