Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

PENINGKATAN RASIO UREA:UREASE DALAM PROSES HIDROLISIS ALKALI MENURUNKAN KOMPONEN KARBOHIDRAT STRUKTURAL PADA RUMPUT KUME (Sorghum plumosum var. Timorense) KERING Twen O. Dami Dato; Marthen L. Mullik
Pastura : Jurnal Ilmu Tumbuhan Pakan Ternak Vol 9 No 1 (2019): Pastura Vol. 9 No. 1 Tahun 2019
Publisher : Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (673.36 KB) | DOI: 10.24843/Pastura.2019.v09.i01.p07

Abstract

Kandungan karbohidrat struktural terutama lignin rumput Kume (Sorghum plumosum var. Timorense) kering relatif tinggi sehingga menurunkan nilai manfaatnya sebagai pakan. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa rumput Kume dengan cara hidrolisis alkali menggunakan filtrat abu sekam padi (FASP) dan penambahan urea dan enzim urease pada rasio yang berbeda. Metode eksperimen laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 6 × 3 untuk menguji 6 perlakuan yakni: RK1= Rumput Kume kering dipercik FASP 15% b/v dihidrolisis selama 3 jam, RK2= RK1 + urea 4%, RK3 = RK1 + urea 4% + urease 8% (1:2), RK4= RK1 + urea 4% + urease 12% (1:3), RK5= RK1 + urea 4% + urease 16% (1:4), dan RK6= RK1 + urea 4% + urease 20% (1:5). Sebagai kontrol adalah rumput Kume kering yang tidak dihidrolisis. Tiap unit percobaan digunakan 1 kg rumput Kume kering (basis bahan kering) sebagai substrat dan dihidrolisis dalam 1 silo kantong plastik selama 3 jam. Proses pembuatan FSAP sesuai petunjuk Dami Dato (1998). Ke dalam satu liter FASP ditambahkan 40g urea dan 10g kalsium karbonat sebagai sumber kalsium, 18g garam dapur sebagai sumber natrium, dan 2g belerang sebagai sumber sulfur. Prosedur hidrolisis dilakukan sesuai petunjuk Sutrisno dkk. (1986). Variabel yang diamati adalah perubahan kandungan neutral detergent fibre (NDF), hemiselulosa, selulosa, lignin, dan acid detergent fibre (ADF). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik sesuai prosedur General linear model untuk RAL dan perbedaan antar perlakuan diuji menggunakan uji Duncan pada nilai ? = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan rasio urea:urease dari 1:2 hingga 1:5 sangat nyata menurunkan kandungan NDF sebesar 7,87 19,49%, hemiselulosa sebesar 31,10-65,72%, selulosa sebesar 15,13- 31,60%, lignin sebesar 3,97-20,16%, dan meningkatkan kandaungan ADF sebesar 8,84-13,78%; namun tidak ada perbedaan antara rasio 1:4 (RK 5) dan 1:5 (RK6) untuk semua variabel. Disimpulkan bahwa, hidrolisis rumput Kume kering secara alkali menggunakan FASP dan ditambahi urea dan enzim urease dengan rasio 1:4 merupakan perlakuan terbaik untuk menurunkan kandungan NDF, hemiselulosa, selulosa, lignin, dan meningkatkan kandungan ADF dalam rumput Kume kering.
RESPONSE OF ARBILA (Phaseolus lunatus L.) PLANTS TO DIFFERENT WATER VOLUMES DURING THE DRY SEASON Bernadete Barak Koten; Yeremias Lita; Redempta Wea; Twenfosel O. Dami Dato
Pastura : Jurnal Ilmu Tumbuhan Pakan Ternak Vol 10 No 1 (2020): Pastura Vol 10 No. 1 Tahun 2020
Publisher : Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/Pastura.2020.v10.i01.p03

Abstract

Penelitian yang bertujuan mengevaluasi respon tanaman arbila (Phaseolus lunatus L.) terhadap volumeair berbeda pada musim kemarau, telah dilaksanakan selama 5 bulan di Lahan Politani Kupang. Materipenelitian adalah polybag berukuran 20 × 40 cm, benih arbila, media tanam (tanah latosol dan kotorankambing), air bersih, pita ukur, gelas ukur kapasitas 100 ml skala terkecil 1 ml, timbangan berkapasitas 5kg berskala terkecil 1 g, dan oven. Penelitian ini didesain dengan rancangan acak lengkap 4 × 5. Perlakuanadalah K100: mendapat air 100% kapasitas lapang (KL), K75: 75% KL, K50: 50% KL, K: 25% KL. Variabelyang diamati adalah panjang akar (PA) (cm), jumlah bintil akar (JBA) (buah), pertambahan jumlah tunas(PJT) (tunas/minggu), jumlah daun yang gugur (JDG) (daun), produksi bahan segar hijauan (PBSH) (g/polybag), dan produksi bahan kering hijauan (PBKH) (g/polybag). Analisis varians menunjukkan bahwavolume air berpengaruh sangat nyata terhadap PJT, JDG, PBSH dan PBKH, tapi tidak nyata (P>0,05)terhadap PA dan JBA. Uji Duncan menunjukkan PJT tertinggi pada K100 (4,35) diikuti K (1,85),K2525 (0,90). JDG tertinggi pada K25 (16,60) yang berbeda dengan K50 (12,40), K75 (12,00) dan terendahpada K100 (10,80). PBSH tertinggi pada K100 (110,80) diikuti K75 (83,20), K5075 (57,00), K (32,60). PBKHtertinggi pada perlakuan K100 (23,86) diikuti K75 (16,95), K50 (11,50), dan K (7,75). Disimpulkan bahwapada musim kemarau, tanaman arbila masih mampu bertahan hidup hingga volume air 25% dari KL danmerespon berkurangnya air dengan meningkatkan jumlah daun yang gugur, menurunkan pertumbuhandan produksi hijauan. 25Kata kunci: arbila (Phaseolus lunatus L.), jumlah tunas, produksi hijauan, respon tanaman, volume air
CONSUMPTION AND ECONOMIC POTENTIAL OF TAMARIND SEEDS FERMENTATION AS LOCAL PIG FEED Redempta Wea; Sepriady Raidon Oematan; Twenfosel Ocsierly Dami Dato; Bernadete Barek Koten
Pastura : Jurnal Ilmu Tumbuhan Pakan Ternak Vol 10 No 2 (2021): Pastura Vol. 10 No. 2 Tahun 2021
Publisher : Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/Pastura.2021.v10.i02.p04

Abstract

Penelitian bertujuan mengevaluasi konsumsi dan potensi ekonomis biji asam sebagai pakan babi lokalgrower telah dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Politani Negeri Kupang. Penelitian menggunakan20 babi jantan lokal grower. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua perlakuan (R0=pakan mengandung biji asam tanpa fermentasi, R1= pakan mengandung biji asam fermentasi) dan sepuluhulangan. Variabel penelitian adalah konsumsi ransum, income over feed cost, dan feed cost per gain. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa pakan biji asam fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsiransum dan income over feed cost (IOFC), serta (P<0,10) feed cost per gain dengan nilai masing-masing yakni, 0,45 dan 0,53 kg/ekor/hari, Rp.596.095,64 dan Rp. 764.310,93, serta Rp. 29.075,53/kg dan Rp. 24.250,03/kg. Kesimpulannya pakan yang mengandung biji asam fermentasi memiliki potensi ekonomisyang lebih baik dibandingkan pakan tanpa biji asam fermentasi dan disarankan agar pemerintah setempatmengambil kebijakan dalam penggunaan biji asam khususnya biji asam fermentasi sebagai pakan ternak babi.Kata kunci: babi grower, income over feed cost, feed cost per gain
RASIO KARBON:NITROGEN DALAM PENGAWETAN HIJAUAN SUMBER PROTEIN MEMPENGARUHI KUALITAS NUTRISI PRODUK BIOFERMENTASI Marthen L. Mullik; Gustaf Oematan; Twen O. Dami Dato; Yelly M. Mullik
Pastura : Jurnal Ilmu Tumbuhan Pakan Ternak Vol 9 No 1 (2019): Pastura Vol. 9 No. 1 Tahun 2019
Publisher : Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (934.371 KB) | DOI: 10.24843/Pastura.2019.v09.i01.p03

Abstract

Permasalahan utama yang ditemui dalam pengawetan hijauan sumber protein menjadi silase adalah proses pembusukan akibat dari sifat buffer protein yang tinggi dalam hijauan yang mungkin berkaitan dengan rasio karbon:nitrogen (C/N) yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio C/N dalam proses ensilage terhadap kualitas silage Chromolaena odorata yang merupakan salah satu hijauan sumber protein. Telah diuji empat perlakuan yaitu C0N = Chromolaeana tanpa penambahan sumber karbon (rasio C/N 14,9); CN20= Chromolaeana + tepung putak (Corypha gebanga) sebagai sumber karbon untuk mencapai rasio C/N 20, atau 25 (CN25) atau 30 (CN30) menggunakan prinsip rancangan acak lengkap 4 × 3. Variabel yang diamati adalah profil organoleptik, proporsi yang rusak, dan kandungan nutrisi silase. Data dianalisis menggunakan analisis varian untuk RAL dan perbedaan perlakuan ditentukan menggunakan Duncan test yang ditetapkan pada nilai Alfa 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meninggkatkan rasio C/N hingga 30, secara nyata meningkatkan profil organoleptik, kandungan bahan organik, protein kasar, serta menurunkan komponen serat kasar dalam silase. Disimpulkan bahwa rasio C/N dalam proses pembuatan silase hijauan sumber protein sangat penting di mana hasil terbaik dicapai dalam penelitian ini adalah rasio C/N 30. Namun, belum dapat direkomendasikan sebagai rasio yang terbaik karena hingga rasio 30, tren pengaruhnya masih berbentuk linear. Kata kunci: Chromolaena odorata, rasio C/N, silase, hijauan sumber protein, nutrisi
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK RANSUM TERNAK KAMBING KACANG YANG DIBERI SUPLEMENTASI DEDAK PADI DAN DAUN TURI Aholiab Aoetpah; Twen O. Dami-Dato; Stefanus Ghunu
Partner Vol 17, No 1 (2010): Edisi Juli
Publisher : Politeknik Pertanian Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35726/jp.v17i1.79

Abstract

Dry And Organic Matter Digestibility Of Kacang Goats Offered Native Grass Supplemented With Rice Meal And Sesbania Leafs. A study on the effect of rice meal and sesbania leafs supplementation on dry and organic matter digestibility of kacang goats offered native grass has been carried out using 12 male goats (6-9 months old) in a block completely randomized design. The goats were grouped into 4 and then each group was treated as R0 = 100% native grass (control), R1 = 75% native grass + 20% sesbania leafs + 5% rice meal, R2 = 50% native grass + 40% sesbania leafs + 10% rice meal or R3 = 25% native grass + 60% sesbania leafs + 15% rice meal. Replication was 3 times for each treatment so there are 12 experimental units. Data was analyzed by Analysis of variance (ANOVA) and the difference among treatments was further analyzed by Duncan’s multiple range tests. Results showed that there is a strong significant difference (P<0.01) among dry matter digestibility. Further test showed that there is a strong significant difference (P<0.01) between R3 and either R0, R1 or R2. Between R2 and R0 there is only a significant (P<0.05) difference. There is no difference (P>0.05) between R2 and R1 as well as R1 and R0. Organic matter digestibility was significantly (P<0.01) differ among treatments. Further test showed that a strong significant (P<0.01) difference was recorded between R3 and either R0, R1 or R2. Similarly, the difference between R2 and R0 as well as R1 and R0 was recorded. There is no significant difference (P>0.05) between R2 and R1. It can be concluded that dry and organic matter digestibility of kacang goats increases according to the increase of sesbania leafs and rice meal supplementation. It was suggested to use sesbania leafs and rice meal in the ration of fattening goats and also it was suggested a further experiment by using different ration formulation composed of these feedstuffs.Keyword: dry matter, organic matter, kavang goat, rice meal, sesbania leaf
MODEL KAWASAN PETERNAKAN (RANCH) SAPI TERPADU DI KABUPATEN SABU RAIJUA I Gusti Ngurah Jelantik; Twen Dami Dato; Yoakhim Manggol; Cardial Leverson Octovianus Leo Penu
Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan Vol 3, No 2 (2018): Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan
Publisher : Jurusan Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.526 KB) | DOI: 10.35726/jpmp.v3i2.279

Abstract

Kabupaten Sabu Raijua adalah salah satu kabupaten yang tergolong daerah lahan kering beriklim kering yang memeiliki potensi sebagai sentra produksi sapi karena memiliki padang gembala yang memadai. Lahan kering tersebut sulit dioptimalkan untuk produksi tanaman pertanian seperti tanaman pangan namun sangat dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai lahan tanaman pakan yang mampu mendukung populasi ternak sapi dalam jumlah besar. Sebagai contoh ekstrim, jika luasan lahan tersebut dikonversi menjadi lahan hijauan lamtoro dengan kapasitas tampung mencapai 10 ekor sapi dewasa setiap hektarnya maka jumlah sapi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Sabu Raijua dapat mencapai 100-300 ribu ekor. Hal ini juga menggambarkan betapa terbukanya peluang pengembangan ternak sapi di kabupaten ini. Program pendirian dan pengembangan kawasan peternakan sapi (ranch) terpadu (KPST) merupakan sebuah program terobosan Pemda Kabupaten Sabu Raijua dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak dan ketahanan pangan serta kesejahteraan petani-peternak. Program yang merupakan kerjasama antara Pemda Kabupaten Sabu Raijua dengan Universitas Nusa Cendana ini diharapkan akan menjadi pusat percontohan pengelolaan ternak sapi berbasis padang penggembalaan (ranch) yang terintegrasi dengan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan (integrated farming system) untuk mengoptimalkan potensi lahan kering di Kabupaten Sabu Raijua.Keberadaan pusat percontohan peternakan sapi (ranch) terpadu nantinya juga diharapkan mampu menyediakan jalan pintaspemecahan berbagai permasalahan pengembangan pertanian lahan kering di Kabupaten Sabu Raijua dan berperan sebesar-besarnya bagi kejahteraan masyarakat dengan menyediakan model (contoh) pengembangan pertanian lahan kering terpadu.             Pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan peternakan sapi (Ranch) terpadu di Desa Raekore telah resmi mulai dilaksanakan sejak diterbitkannya surat perjanjian kerjasama No. 524/03/SPKS/DPPPK-SR/III/2014 tanggal 22 Maret 2014. Atas dasar surat perjanjian kerjasama tersebut, Fakultas Peternakan-Universitas Nusa Cendana dalam hal ini Tim Pengelola Kegiatan telah melaksanakan berbagai kegiatan lapangan dalam rangka mewujud-nyatakan percontohan tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan peternakan sapi terpadu (ranch) di Desa Raekore, beberapa luaran telah dapat dicapai tidak terlepas dari berbagai kendala yang ditemui.Kabupaten Sabu Raijua adalah salah satu kabupaten yang tergolong daerah lahan kering beriklim kering yang memeiliki potensi sebagai sentra produksi sapi karena memiliki padang gembala yang memadai. Lahan kering tersebut sulit dioptimalkan untuk produksi tanaman pertanian seperti tanaman pangan namun sangat dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai lahan tanaman pakan yang mampu mendukung populasi ternak sapi dalam jumlah besar. Sebagai contoh ekstrim, jika luasan lahan tersebut dikonversi menjadi lahan hijauan lamtoro dengan kapasitas tampung mencapai 10 ekor sapi dewasa setiap hektarnya maka jumlah sapi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Sabu Raijua dapat mencapai 100-300 ribu ekor. Hal ini juga menggambarkan betapa terbukanya peluang pengembangan ternak sapi di kabupaten ini. Program pendirian dan pengembangan kawasan peternakan sapi (ranch) terpadu (KPST) merupakan sebuah program terobosan Pemda Kabupaten Sabu Raijua dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak dan ketahanan pangan serta kesejahteraan petani-peternak. Program yang merupakan kerjasama antara Pemda Kabupaten Sabu Raijua dengan Universitas Nusa Cendana ini diharapkan akan menjadi pusat percontohan pengelolaan ternak sapi berbasis padang penggembalaan (ranch) yang terintegrasi dengan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan (integrated farming system) untuk mengoptimalkan potensi lahan kering di Kabupaten Sabu Raijua.Keberadaan pusat percontohan peternakan sapi (ranch) terpadu nantinya juga diharapkan mampu menyediakan jalan pintaspemecahan berbagai permasalahan pengembangan pertanian lahan kering di Kabupaten Sabu Raijua dan berperan sebesar-besarnya bagi kejahteraan masyarakat dengan menyediakan model (contoh) pengembangan pertanian lahan kering terpadu.             Pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan peternakan sapi (Ranch) terpadu di Desa Raekore telah resmi mulai dilaksanakan sejak diterbitkannya surat perjanjian kerjasama No. 524/03/SPKS/DPPPK-SR/III/2014 tanggal 22 Maret 2014. Atas dasar surat perjanjian kerjasama tersebut, Fakultas Peternakan-Universitas Nusa Cendana dalam hal ini Tim Pengelola Kegiatan telah melaksanakan berbagai kegiatan lapangan dalam rangka mewujud-nyatakan percontohan tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan peternakan sapi terpadu (ranch) di Desa Raekore, beberapa luaran telah dapat dicapai tidak terlepas dari berbagai kendala yang ditemui.
Pola produksi dan nutrisi rumput Kume (Shorgum plumosum var. Timorense) pada lingkungan alamiahnya Yohana Kamlasi; Marthen L. Mullik; Twen O. Dami Dato
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of Animal Science) Vol 24, No 2 (2014)
Publisher : Faculty of Animal Science, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of the study was to know the production system and nutrition content of Kume grass (Shorgum plumosum var. Timorense). The study used experimental method. The data were analyzed descriptively to know the production system and nutrition content of Kume grass. Two variables namely independent variables (cutting age) and dependent variables (nutritive values, plant height, dry matter production, organic matter and crude protein) were analysed statistically using correlation. The growth pattern of Kume grass from 14 to 112 days was polinomial. The increase of cutting age was followed by the increase of dry matter, organic matter, crude fiber and the decrease of crude protein. The crude fiber also increased together with the cutting age. Keywords:growth, production, nutrition, Kume grass
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK SECARA IN VITRO LIMBAH KELAPA MUDA HASIL BIOKONVERSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN DOSIS INOKULUM DAN LAMA INKUBASI YANG BERBEDA Serfolus Ngongo Routa; Maritje Aleonor Hilakore; Twen Ocsierly Dami Dato
JURNAL NUKLEUS PETERNAKAN Vol 2 No 1 (2015): Juni 2015
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/nukleus.v2i1.738

Abstract

This study aims were to determine the effect of oyster mushroom inoculum dose and long of incubation of the dry matter and organic matter in vitro products of coconut waste bioconversion results and determine the inoculum dose or prolonged incubation gives the best effect on the dry matter and organic matter. The design used in this study was completely randomized design (CRD) with factorial pattern with two factors, inoculums dose (A) and long incubation (B). Each factor consisted of three levels: A1 = 5g, A2 = 10g, A3= 15g and B1 = 30 days,B2= 35 days, B3 = 40 days. Results of variance analysis showed that the interaction between the treatment inoculum dose and long of incubation and of each factor independently treatment gives no significant effect (P> 0.05) on dry matter digestibility and organic matter digestibility, results of ANOVA showed that the interaction between dose of inoculum and long of incubation gives no significant effect (P> 0.05), but independently inoculum dose factors gave significant effect (P <0.05), whereas the long incubation factors were not significant (P> 0.05). Inoculum dose treatment of the organic matter digestibility with the best dose is at the level of inoculum of 15 g (66.01%). ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulum jamur tiram putih dan lama inkubasi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organic secara in vitro produk limbah kelapa muda hasil biokonversi dan menentukan dosis inokulum maupun lama inkubasi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola factorial dengan dua faktor yaitu dosis inokulum (A) dan lama inkubasi (B). Setiap faktor terdiri dari 3 level yakni A1= 5g, A2= 10g, A3= 15g dan B1= 30 hari, B2= 35 hari, B3= 40 hari sehingga didapatkan 9 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan dosis inokulum dan lama inkubasi maupun setiap faktor perlakuan secara mandiri tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering maupun kecernaan bahan organik hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan dosis inokulum dan lama inkubasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05), namun secara mandiri faktor perlakuan dosis inokulum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05), sedangkan faktor perlakuan lama inkubasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Perlakuan dosis inokulum terhadap kecernaan bahan organik dengan dosis terbaik adalah pada level inokulum 15 g sebesar (66,01%).
PENGARUH PENAMBAHAN PROBIOTIK KOMERSIAL TERHADAP KUALITAS JERAMI JAGUNG MUDA Reynald Stiven Tse; Arnold Elyazar Manu; Twenfosel Ocsierly Dami Dato
JURNAL NUKLEUS PETERNAKAN Vol 1 No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/nukleus.v1i2.758

Abstract

Purpose of the study was to evaluate the effect of fermentation using different commercial probiotics on maize straw quality, and to find out the probiotic performing the best maize straw quality. Experimental method using was completely randomized design of 4 treatments with 4 replicates. The 4 treatments applied were: R0 = without any probiotics (control), R1= young maize straw + starbio, R2= young maize straw + probion, R3= young maize straw + EM-4. The results showed that effect of treatment was significant (p<0.05) on organic matter, crude protein and crude fiber contents but not significant (p>0.05) on dry matter content of young maize straw. The results showed that the R2 treatment provided the best results followed by R3, R1 and last R0. Results of research for R3, R2, R1, and R0 were organic matter (89,18%; 90,18%; 87,62%; and 85,34%), crude protein (11,53%; 13,18%; 10,33%; and 6,79%) and crude fiber (29,09%; 30,31%; 30,78%; and 31,38%). Probion performed the highest improvement on organic matter and crude protein contents and EM-4 performed the highest reduction of crude fiber content of the straw. The conclusion drawn is that using probiotic can improve nutrient contents of maize straw, which probion perform the highest improvement. ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas jerami jagung muda dengan menggunakan probiotik komersial yang berbeda, serta untuk mengetahui probiotik mana yang memberikan hasil kualitas jerami jagung muda terbaik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan dimaksud sebagai berikut: R0 = tanpa probiotik (kontrol), R1= jerami jagung muda + starbio, R2= jerami jagung muda + probion, R3= jerami jagung muda + EM-4. Parameter yang diukur adalah kandungan Bahan Kering, Bahan Organik, Protein Kasar dan Serat Kasar jerami jagung muda hasil fermentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan Bahan Organik, Protein Kasar dan Serat Kasar jerami jagung muda tetapi Bahan Kering tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan R2 memberikan hasil yang terbaik diikuti oleh R3, R1 dan terakhir R0. Hasil penelitian untuk masing-masing perlakuan R3, R2, R1, dan R0 adalah BO (89,18%; 90,18%; 87,62%; dan 85,34%), PK (11,53%; 13,18%; 10,33%; dan 6,79%), dan SK (29,09%; 30,31%; 30,78%; dan 31,38%). Dapat disimpulkan bahwa penambahan probiotik komersial dapat meningkatkan kulitas jerami jagung muda dan probiotik yang memberikan hasil terbaik adalah probiotik probion.
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BONGGOL PISANG TERFERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KONSUMSI DAN KECERNAAN SERAT KASAR DAN BETN PADA BABI PERANAKAN LANDRACE FASE STARTER Theresia Prasedis Uta; Twen Ocsierly Dami Dato; Tagu Dodu
JURNAL NUKLEUS PETERNAKAN Vol 4 No 2 (2017): Desember 2017
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/nukleus.v4i2.825

Abstract

The study aimed at evaluating the effect of including fermented banana weevil (FBW) on intake and digestibility of crude fiber (CF) and nitrogen free extract (NFE) of starter landrace crossbred pigs. Procedure of block design of 4 treatments with 3 replicates was applied in the trial. The trial treatments consisted of: feed without (0%) fermented banana weevil(R0); feed containing FBW substituting 7% rice bran (R1), feed containing FBWsubstituting 14% rice bran(R2), and feed containing FBWsubstituting 21%rice bran (R3). The results showed that effect of treatment is significant (P<0,05) on intake and digestibility of NFE, but not significant (P>0,05)on intake and digestibility of crude fiber values. The conclusion draw is that fermented banana weevil can substitute 7-21% rice bran in the starter pigs feed. ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung bonggol pisang terfermentasi dalam ransum terhadap konsumsi dan kecernaan serat kasar dan BETN. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan. Masing-masing perlakuan diberi pakan tanpa bonggol pisang kepok terfermentasi 0% (R0), ransum mengandung 7% bonggol pisang kepok terfermentasi (R1), ransum mengandung 14% bonggol pisang kepok terfermentasi (R2), dan ransum mengandung 21% bonggol pisang kepok terfermentasi (R3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi dan kecernaan BETN, namunberpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi dan kecernaan serat kasar. Bertolak dari hasil tersebut, disimpulkan bahwa tepung bonggol pisang kepok terfermentasi dapat digunakan sebagai pengganti dedak padi 7-21% dalam ransum ternak babi.