Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PEMBAHARUAN IDE DIVERSI DALAM IMPLEMENTASI SISTEM PERADILAN ANAK DI INDONESIA Nikmah Rosidah
Masalah-Masalah Hukum Masalah-Masalah Hukum Jilid 41, Nomor 2, Tahun 2012
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3529.752 KB) | DOI: 10.14710/mmh.41.2.2012.179-188

Abstract

Abstract Diversion idea as transfer type or ignoring children delinquency handling from conventional children judicature process, refer to children handling which more social service, was such important principle avoiding children from negative effect of children judicature practice. Problem within this research (1) How implementation of diversion idea concerning Diversion idea implementation in Indonesia?, Scope within this research limited to examination about Diversion idea implementation within children judicature system in Indonesia, this research was legal study which combined both doctrinal and socio-legal research, basic of doctrinal research was literature study including primary, secondary or tertiary last materials. There were law material used within this research including primary law material such KUHP and KUHAP, secondary consist of the court decisions and tertiary material came from previous research results and dictionary. That law material were secondary data, whereas primary data obtained from informants as supporting data. Data analysis carried out by analysis qualitatively. Discussion within this research was diversion idea implementation within punishment system of children material, it was act regulation creation about diversion within children criminal judicature system, therefore at the end of this explanation was act formulation example about diversion idea within system law of children punishment judicature. In Indonesia, implementation of children judicature system same as adult system, this case caused by act regulation provided within article 5, Act Number 3, 1997 about children judicature. In case when children not reach 8 years old who carried out or suspect carried out criminal action therefore that children could investigated by investigating officer. Conclusion within this research was diversion idea implementation couldn’t applied yet in Indonesia, this case caused of children punishment judicature system in Indonesia still applied based on Act, diversion idea modernity within children criminal judicature system in Indonesia whether within investigation, prosecution and judicature process should refer to both diversion idea or restorative justice in order to create diversion idea implementation within criminal judicature system of children in Indonesia. Keywords: modernity, implementation, diversion idea, children judicature punishment   Abstrak Ide diversi sebagai bentuk pengalihan atau penyampigan penanganan kenakalan anak dari proses peradilan anak konvensional, kearah penanganan anak yang lebih bersifat pelayanan kemasyarakatan, merupakan prinsip penting menghindarkan anak pelaku dari dampak negative praktek penyelenggaaan peradilan anak. Permasalahan dalam penelitian ini (1). Bagaimana Impelementasi Ide Diversi dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesa. (2). Bagaimanakan Pembaharuan Ide Diversi terhadap Implementasi Ide Diversi di Indonesia?, Ruang lingkup pada penelitian ini terbatas pada kajian terhadap Implementasi Ide Diversi dalam Sistem eradilan Anak Di Indonesia, Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggabungkan doctrinal research (penelitian hukum normatif) dan penelitian socio-legal-research (penelitian hukum empiris), dasar dari penelitian doctrinal adalah penelitian pustaka yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer yaitu KUHP dan KUHAP, bahan hukum sekunder yang terdiri dari putusan – putusan pengadilan serta bahan hukum tersier yang bersumber dari hasil-hasil penelitian sebelumnya dan kamus. Bahan hukum tersebut merupakan data sekunder, sedangkan data primer diperoleh dari para informen yang merupakan data pendukung. Analisis data dilakukan secara analisis kualitatif. Pembahasan dalam penelitian ini adalah implementasi ide diversi dalam sistem hukum pidana materiel anak, yaitu pembentukan peraturan perundang-undangan tentang diversi dalam hukum sistem peradilan pidana anak, sehingga pada akhir dalam uraian ini adalah contoh perumusan perundang-undangan tentang ide diversi dalam hukum sistem peradilan pidana anak, Di Indonesia dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana anak tidak ubahnya seperti peradilan orang dewasa hal ini di sebabkan oleh sestem perundang-undangan yang tertuang dalam pasal 5 undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1997 tentang pengadila anak yaitu. Dalam hal anak belum mencapai umur 8 tahun melakukan atau diduga melakukantindak pidana maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Simpulan dalam penelitian ini adalah Implementasi ide diversi belum dapat diterapkan di Indonesia, hal ini disebabkan karena sistem peradilan pidana anak di Indonesia masih menerapkan berdasarkan undang-undang, pembaharuan Ide diversi dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia baik dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan harus mengacu pada ide diversi dan restorative justice untuk mewujudkan implementasi ide diversi dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia.   Kata Kunci: pembaharuan, implementasi, ide diversi, peradilan pidana anak.
KAJIAN HUKUM ATAS PUTUSAN HAKIM DALAM KASUS PENIPUAN JUAL BELI TIKET PELABUHAN Fristia Berdian Tamza; Nikmah Rosidah; Fitari Rizkia
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 10 No. 9 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kegiatan penipuan terkait penjualan dan perolehan tiket pelabuhan merupakan permasalahan yang berulang di masyarakat, yang sangat berdampak pada konsumen dan sektor transportasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis putusan pengadilan dalam hal ini, menekankan pada penegakan hukum, keadilan, dan perlindungan hak-hak korban. Fokus kajian ini adalah perlunya dilakukan investigasi menyeluruh terhadap inkonsistensi putusan pengadilan dan pentingnya upaya pengamanan hukum bagi konsumen yang dirugikan. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif, yang menganalisis hasil peradilan terkait kasus penipuan tiket di pelabuhan. Data dikumpulkan melalui analisis dokumen, wawancara dengan aparat penegak hukum, dan evaluasi hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar putusan pengadilan telah memenuhi kriteria yang tertuang dalam Pasal 378 KUHP. Meskipun demikian, terdapat variasi dalam hukuman yang sering kali dipengaruhi oleh besarnya kerugian yang dialami oleh korban, niat pelaku, dan bukti yang tersedia. Tugas pembuktian kasus-kasus tersebut menghadapi kendala teknis, khususnya yang menyangkut transaksi elektronik. Selain itu, beberapa putusan menunjukkan kurangnya pertimbangan terhadap langkah-langkah perlindungan konsumen, seperti pemberian restitusi bagi para korban. Studi ini menemukan bahwa meskipun putusan pengadilan berperan dalam memberikan efek jera, diperlukan pendekatan yang lebih seragam untuk menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Rekomendasi-rekomendasinya termasuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, meningkatkan kemampuan penegak hukum dalam mengelola bukti digital, dan membangun kerangka kerja tiket elektronik yang transparan untuk memitigasi aktivitas penipuan di masa depan. Fraudulent activities related to the sale and acquisition of port tickets represent a recurring issue in society, greatly affecting consumers and the transportation sector. This research aims to analyze judicial rulings in these matters, emphasizing the enforcement of laws, fairness, and the safeguarding of victims' rights. The focus of this study is on the necessity for a thorough investigation into the inconsistencies in judicial decisions and the significance of legal safeguarding for consumers who suffer losses. The methodology adopted involves a juridical-normative approach, analyzing judicial outcomes related to cases of ticket fraud at ports. Data were gathered through document analysis, interviews with officials in law enforcement, and legal evaluations based on pertinent laws and regulations. Findings from the research reveal that a majority of judicial rulings have met the criteria outlined in Article 378 of the Criminal Code. Nonetheless, variations in sentencing have been observed, often swayed by the extent of loss experienced by victims, the intent of the offenders, and the evidence available. The task of proving such cases encounters technical difficulties, particularly those that involve electronic transactions. Moreover, some rulings show insufficient consideration for consumer protection measures, such as the provision of restitution for victims. this study finds that while judicial decisions have played a role in delivering a deterrent effect, a more uniform approach is required to guarantee justice for all involved parties. Recommendations include enhancing public legal awareness, boosting the capabilities of law enforcement in managing digital proof, and establishing a transparent electronic ticketing framework to mitigate future fraudulent activities.
ANALISIS PEMBERATAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEJAHATAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN OLEH GURU TERHADAP MURID BERDASARKAN UU TPKS Rini Fathonah; Nikmah Rosidah; Aulia Dhizalifa
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 10 No. 11 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v10i11.11461

Abstract

Pelecehan seksual adalah tindakan yang tidak diinginkan dan merugikan korban secara fisik dan psikologis. Kasus pencabulan oleh seorang guru olahraga terhadap anak di bawah umur (Putusan PN No. 1339/Pid.Sus/2020/PN Tjk) mengungkapkan tantangan besar dalam penerapan hukum perlindungan anak di Indonesia. Meskipun terdakwa dijatuhi hukuman lima tahun penjara, keputusan ini tidak menerapkan pemberatan pidana, yang seharusnya diberlakukan sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Dalam UU TPKS, terdapat pemberatan hukuman yang bisa dikenakan kepada pelaku kekerasan seksual berulang, termasuk pelaku yang merupakan pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan pemberatan pidana bagi pelaku kekerasan seksual, khususnya dalam kasus yang melibatkan guru terhadap anak di bawah umur, serta menilai apakah keputusan yang dijatuhkan telah memenuhi asas keadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakterapan pemberatan pidana dalam kasus ini mengurangi efek jera dan menciptakan ketidakadilan bagi korban, yang mengakibatkan trauma mendalam. Ketidakonsistenan dalam penerapan prinsip hukum ini menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana, yang pada gilirannya menimbulkan urgensi untuk reformasi kebijakan hukum dan pelatihan lebih lanjut bagi hakim serta penegak hukum. Sexual harassment is an unwanted act that harms the victim both physically and psychologically. A case of molestation by a physical education teacher against a minor (Decision PN No. 1339/Pid.Sus/2020/PN Tjk) reveals significant challenges in the implementation of child protection laws in Indonesia. Although the defendant was sentenced to five years in prison, the decision did not apply sentencing enhancement, which should have been enforced in accordance with the Sexual Violence Crime Law (UU TPKS). Under the UU TPKS, there are enhancements to the penalties that can be imposed on repeat sexual violence offenders, including those who are educators. This research aims to analyze the application of sentencing enhancements for sexual violence offenders, particularly in cases involving teachers against minors, and to assess whether the imposed decisions have met the principles of justice. The results indicate that the non-application of sentencing enhancements in this case diminishes the deterrent effect and creates injustice for the victim, resulting in deep trauma. Inconsistency in the application of this legal principle erodes public trust in the criminal justice system, which in turn raises the urgency for legal policy reform and further training for judges and law enforcement officials.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OKNUM KEPOLISIAN DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN PROYEK PENGERJAAN JALAN DI KOTA PALEMBANG Zaila Sari; Nikmah Rosidah; Deni Achmad; Firganefi Firganefi; Muhammad Farid
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 11 No. 8 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v11i8.12242

Abstract

Pertanggungjawaban pidana tidak hanya berlaku bagi warga biasa, tetapi juga bagi aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi pihak pertama yang menegakkan hukum dan memberi contoh yang baik bagi kelompok masyarakat. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap oknum polisi yang melakukan tindak pidana penipuan pengerjaan jalan di Kota Palembang. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif empiris. Pengumpulan data yakni data primer serta data sekunder dengan sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan Akademisi Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, Akreditor Subbidwabprof Bidpropam Polda Lampung, serta Hakim Pengadilan Negeri Batang. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap oknum polisi yang melakukan tindak pidana penipuan dalam putusan Nomor: 45/Pid.B/2024/PN.Plg, sudah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melaksanakan tindak pidana penipuan, telah memenuhi unsur pertanggungjawaban pidana serta sudah memenuhi unsur unsur penipuan dengan sudah terbukti secara sah dan meyakinkan bahwasannya terdakwa bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai ketentuan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan.
COMPARISON OF CHEMICAL CASTRATION SANCTIONS AGAINST PERPETRATORS OF CHILD SEXUAL VIOLENCE IN IN-DONESIA AND SOUTH KOREA Pratama, Yudi; Irzal Fardiansyah, Ahmad; Nikmah Rosidah; Maya Shafira; Gunawan Jatmiko; Rini Fathonah
Sriwijaya Crimen and Legal Studies Volume 3 Issue 1 June 2025
Publisher : Faculty of Law Sriwijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/scls.v3i1.4743

Abstract

Chemical castration punishment is regulated in Law No. 17 of 2016 about Child Protection, which provides additional sanctions for perpetrators of child sexual crimes. In South Korea, it is regulated in the South Korean Bill on Prevention and Handling Perpetrator Violence Sexual to However, the implementation of this law has encountered various obstacles, including unclear implementation procedures and rejection from several medical circles. Even though there are aiming to protect children from sexual violence, criticism has emerged regarding potential human rights violations. tendency to repeat crimes. With a more structured system, South Korea has succeeded in reducing the recidivism rate through a rehabilitation approach and long-term supervision. This study uses a normative legal approach using a legislative approach, a conceptual approach and a comparative legal approach. The results of the study show that although both countries have the same goal of protecting children from sexual violence, there are significant differences in the implementation and effectiveness of chemical castration sanctions in Indonesia which carries out execution aimed at the profession doctor while South Korea was handed over to court as execution castration chemical. This study aims to provide insight into the comparison of legal policies in the two countries and their implications for the protection of child sexual violence victims. Meanwhile, South Korea became the first country in Asia to implement chemical castration in 2011. This policy was implemented based on the results of a medical diagnosis indicating that the perpetrator had.
Sosialisasi Urgensi Penerapan Prinsip Non-Diskriminasi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Nikmah Rosidah; Rini Fathonah; Fristia Berdian Tamza; Susi Susanti; Andre Arya Pratama
Jurnal Sumbangsih Vol. 3 No. 1 (2022): Jurnal Sumbangsih
Publisher : LPPM Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jsh.v3i1.73

Abstract

Anak merupakan generasi harapan suatu bangsa, anak yang masih dalam proses pencarian jati diri akibat sehingga mental yang belum terbentuk menjadikan mereka banyak terjerat kasus tindak pidana. Hal ini menjadi perhatian bagi para penegak hukum bahwa dalam menangani kasus perkara anak harus mengedepankan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan hak asasi anak diantaranya prinsip non-diskriminasi. Oleh karena itu, agar tidak terjadinya diskriminasi pada anak ketika menjadi pelaku tindak pidana, perlu untuk diberikan pemahaman kepada penegak hukum khususnya Petugas Balai Pemasyarakatan Kelas II Bandar Lampung mengenai urgensi penerapan prinsip non-diskriminasi dalam penegakan hukum pada anak pelaku tindak pidana. Upaya yang dilakukan dalam kegiatan ini, yaitu dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang penerapan non-diskriminasi dalam penegakan hukum pada anak pelaku tindak pidana pada Petugas Balai Pemasyarakatan Kelas II Bandar Lampung, kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab serta pembagian kuisiner berupa pretest dan postest guna mengetahui sejauh mana pemahaman peserta mengenai materi kegiatan yang diberikan. Kegiatan ini memproleh hasil bahwa para peserta menilai penting kegiatan pengedukasian ini dilaksanakan guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penegak hukum dalam menjunjung prinsip-prinsip yang harus diterapkan khususnya pada anak.