Artikel ini didasari oleh fenomene krisis lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana alam yang dapat mengancam kehidupan manusia. ada tiga faktor yang menyebabkan krisis ini; yakni permasalahna fundamental-filosofis, permasalahan politik ekonomi global dan permasalahan pemahaman keagamaan. Berkaitan degan faktor yang ketiga, dikalangan umat islam masih berkembang sebuah pemahaman bahwa fikih hanya berurusan dengan persoalan ibadah mahdlah. Akibatnya, fikih yang berhubungan dengan fenomena sosial, seperti fikih lingkungan masih terabaikan. Padahal dalam konteks krisis ekologi saat ini, fikih lingkungan menjadi sangat urgen. Dengan fikih lingkungan, dunia islam diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam membangun dunia dan peradaban kemanusiaan yang harmonis dengan lingkungan.
Dalam sudut pandang filsafat ilmu, fikih lingkungan ini dapat dijelaskan melalui aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Secara ontologis,fikih lingkungan (fiqh al-biah) dibangun atas landasan teologis yang memandang Tuhan, manusia dan alam sebagai aspek yang memiliki hubungan yang bersifat integratif. Dalam hubungn ini, manusia dan alam sama-sama menempati posisi yang sejajar. Dalam hal ini manusia sebagai khalifah diberi hak untuk mengelola alam, tetapi pada saat yang sama Allah memerintahkan manusia untuk memelihara keseimbangan alam dengan sebaik-baiknya.
Secara epistemologis, fikih lingkungan dibangun atas dasae konsep mashlaha. Konsep ini pada mulanya dijadikan dasar bagi para al-Syathibi untuk merumuskan konsep maqasid al-syariah yang akan menjadikan landasan dalam menetapkan hukum islam. Menurut al-Syathibi, hakikat atau tujuan awal pemberlakuan syariah adalah mewujudkan dan memelihara lima unsur pokok; agama (al-din), jiwa (al-nafs), keluarga (al-nasl), akal (al-aql), dan harta (al-mal) yang sering disebut dengan al-kulliyat al-khamsah. Fazlur Rahman kemudian meringkasnya dalam konsep monoteisme dan keadilan sosial. Meskipun al-Syathibi dan Rahman sama-sama tidak menyinggung hifdz al-alam (memelihara lingkungan) sebagai bagian dari maqasyid al-syariah, namun terdapat beberapa penjelasan Al-Quran maupun hadis yang menerangkan mengenai urgensitas pemeliharaan alam. Karena itu hifdz al-alam (memelihara lingkungan) dapat dijadikan sebagai madiator utama bagi terlaksananya al-kulliyat al-khamsah tersebut. Sementara itu, secara aksiologis. fikih lingkungan berisi norma-norma yang mengatur dan mengontrol pemeliharaan alam semesta melalui dua instrumen; yakni hala dan haram. Konsep halal dan haram sebagaimana digagas fikih lingkungan ini dibangun atas dasar konsep tauhid, khilafah dan amanah serta prinsip keadilan, keseimbangan, keselarasan, dan kemaslahatan umat, sehingga kerangka etika lingkungan dalam perspektif islam dapat disusun secara lengkap dan komprehensif.
Kata kunci : Ontologis, Epistemologis, Aksiologis maslahah dan hifdz al-alam