Aryono Hendarto
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Published : 29 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

Aspek Praktis Nutrisi Parenteral pada Anak Aryono Hendarto; Sri S Nasar
Sari Pediatri Vol 3, No 4 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp3.4.2002.227-34

Abstract

Nutrisi parenteral (NP) merupakan salah satu alternatif dukungan nutrisi yang telahterbukti dapat menunjang tumbuh kembang anak selama sakit. NP diindikasikan untukanak sakit yang tidak boleh atau tidak dapat mengkonsumsi makanan secara oral/enteral.Mengingat komplikasinya maka pemberian NP harus benar-benar memperhitungkanrisk and benefit. Langlah-langkah pada tatalaksana NP meliputi: penentuan status nutrisi(klinik, antropometrik & laboratorik), perhitungan kebutuhan nutrisi (energi, cairandan nutrien), pemilihan dan perhitungan cairan yang akan digunakan serta carapemberiannya (masing-masing atau all in one/three in one), penentuan akses NP (sentralatau perifer), pelaksaan pemberian dan pemantauan komplikasi.
Prediktor Sindrom Syok Dengue pada Anak di Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Andi Abdurrahman Noor, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Irma Annisa; Merry Angeline Halim; RR Putri Zatalini Sabila; Atut Vebriasa; Tety Nidiawati; I Dewa Gede Ariputra; Aryono Hendarto; Nina Dwi Putri
Sari Pediatri Vol 23, No 4 (2021)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp23.4.2021.228-34

Abstract

Latar belakang. Efusi pleura merupakan salah satu tanda kebocoran plasma pada pasien demam berdarah dengue (DBD) yang dapat dinilai dengan indeks efusi pleura (IEP). Nilai trombosit, hematokrit, dan IEP dapat digunakan untuk mengidentifikasi keparahan DBD. Tujuan. Mengetahui perbedaan nilai trombosit, hematokrit, dan IEP antara pasien anak yang didiagnosis dengan sindrom syok dengue (SSD) dan DBD tanpa syok. Metode. Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah anak usia 1 bulan−14 tahun. Analisis statistik bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara nilai trombosit, persentase hemokonsentrasi, dan IEP dengan kejadian SSD. Selanjutnya, dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik.Hasil. Hemokonsentrasi berperan secara signifikan sebagai preditor SSD (p=0,001 dan OR 1,102). Nilai IEP tidak bermakna sebagai prediktor SSD (p=0,052), tetapi IEP tetap dimasukkan ke dalam analisis menurut pertimbangan klinis. Sementara itu, angka trombosit tidak terbukti sebagai prediktor SSD dengan p=0,549 dan OR 1,000. Pada kurva ROC didapatkan titik potong skor prediktor SSD adalah -1,6 dengan titik potong hemokonsentrasi 23% dan IEP 25%. Pada analisis diagnostik titik potong skor prediktor tersebut untuk menilai kejadian SSD didapatkan sensitivitas 92% dan spesifisitas 83%.Kesimpulan. Indeks efusi pleura (IEP) bersama dengan hemokonsentrasi dapat digunakan sebagai faktor prediktor kejadian SSD pada anak. Skor prediktor >-1,6 memiliki kemungkinan terjadinya SSD 15,6 kali lebih besar dibandingkan skor prediktor ≤ -1,6.
Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada Anak Remaja Obes Aryono Hendarto; Rhyno Febriyanto; Risma K. Kaban
Sari Pediatri Vol 20, No 1 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.304 KB) | DOI: 10.14238/sp20.1.2018.1-6

Abstract

Latar belakang. Remaja merupakan kelompok risiko tinggi untuk mengalami defisiensi besi. Obesitas pada remaja meningkatkan risiko defisiensi besi akibat perbedaan pola asupan dan inflamasi kronik derajat rendah. Tujuan. Mengetahui status besi dan asupan besi remaja obes usia 15 -17 tahun. Metode. Penelitian potong lintang pada remaja usia 15 – 17 tahun di dua SMU Jakarta Pusat pada bulan September – November 2015. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Subjek dinyatakan obes bila IMT≥P95 dan non-obes bila IMT ≥P5 - <P85. Kepada subjek dilakukan penilaian status besi, yaitu hemoglobin, mean corpusculus volume (MCV), besi serum, feritin, saturasi transferin, dan total iron bonding capacity (TIBC) serta analisis diet. Hasil. Sebanyak 100 subyek memenuhi kriteria inklusi yang terdiri dari 52 subjek obes dan 48 subjek non-obes. Tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi defisiensi besi dan anemia defisiensi besi pada kelompok obes dan non-obes (9,6% vs 16,7%; p=0,295). Tidak terdapat perbedaan bermakna asupan zat besi total kelompok obes dan non-obes ( 8 (2,6 – 95,9) mg/hari vs 10 (1,8 – 83,4) mg/hari; p=0,188). Persentase asupan zat besi hem kelompok obes lebih tinggi dibandingkan kelompok non-obes (31 (0,0 – 95,6)% vs 20 (15,2 – 100,0)%; p=0,029). Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan proporsi defisiensi besi dan anemia defisiensi besi pada remaja obes dan non obes usia 15 – 17 tahun. Tidak terdapat perbedaan rerata asupan zat besi remaja obes dan non-obes usia 15 – 17 tahun.
Hubungan antara Ukuran Lingkar Pinggang dengan Masa Lemak Tubuh, Profil Lipid, dan Gula Darah Puasa pada Remaja Obese Aryono Hendarto; Cut Nurul Hafifah; Damayanti Rusli Sjarif; Ali Khomaini Alhadar
Sari Pediatri Vol 20, No 4 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.382 KB) | DOI: 10.14238/sp20.4.2018.237-41

Abstract

Latar belakang. Obesitas pada anak masih menjadi masalah dunia, termasuk Indonesia. Obesitas abdominal, yang ditandai dengan besarnya ukuran lingkar pinggang, dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, metabolik, dan kematian.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran ukuran lingkar pinggang pada anak obes, serta hubungannya dengan masa lemak tubuh, profil lipid, dan kadar gula darah puasa.Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Subjek penelitian adalah anak usia 14-18 tahun dengan obesitas. Pemeriksaan tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar pinggang, dan bioelectric impedance analyzer (BIA) dilakukan untuk memperoleh gambaran antropometri subjek. Pemeriksaan darah puasa dilakukan untuk memperoleh data profil lipid dan gula darah puasa. Hasil. Sebanyak 69 subjek terlibat dalam penelitian ini. Semua subjek mempunyai lingkar pinggang ≥P80, dengan lingkar pinggang terlebar adalah 138 cm. Ukuran lingkar pinggang mempunyai korelasi yang bermakna dengan kolesterol high density lipoprotein (HDL), sedangkan korelasi dengan masa lemak tubuh, profil lipid lainnya, dan kadar gula darah puasa tidak bermakna.Kesimpulan. Obesitas pada anak umumnya disertai dengan ukuran lingkar pinggang yang melebihi P80. Ukuran lingkar pinggang mempunyai korelasi yang bermakna dengan kadar kolesterol HDL. Ukuran lingkar pinggang tidak boleh digunakan secara tunggal untuk memperkirakan masa lemak tubuh, profil lipid di luar kolesterol HDL, dan gula darah puasa.
Nutrisi dan Kesehatan Gigi-Mulut pada Anak Aryono Hendarto
Sari Pediatri Vol 17, No 1 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (59.009 KB) | DOI: 10.14238/sp17.1.2015.71-5

Abstract

Nutrisi dan kesehatan gigi dan mulut memiliki kaitan yang erat terutama pada anak yang memiliki fase tumbuh kembang. Nutrisiyang baik dan tepat penting untuk menunjang kesehatan gigi dan mulut. Sebaliknya, kesehatan gigi dan mulut juga penting untukasupan nutrisi yang adekuat. Karies gigi merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang paling sering terjadi pada anak danmemiliki kaitan erat dengan nutrisi. Berdasarkan sifatnya dalam memicu karies, bahan makanan dibagi menjadi tiga kelompok,yaitu anti-kariogenik, kariogenik, dan kariostatik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI tidak terbukti memicukaries. Sebaliknya, kebiasaan konsumsi makanan/minuman berkadar gula tinggi, makanan cepat saji, dan makanan ringan diantarawaktu makan meningkatkan risiko karies pada anak. Anak dengan gizi lebih dan obesitas juga memiliki risiko karies yang lebih tinggi.Peran suplemen fluoride dan silitol dalam pencegahan karies masih kontroversial. Sementara itu, konsumsi probiotik terbukti mampumencegah karies dentis. Pencegahan karies dengan mengurangi kebiasaan konsumsi makanan manis, makanan cepat saji, makananringan, minuman soda, mencegah obesitas pada anak, serta didukung oleh kebiasaan menyikat gigi dengan teratur sangat pentingdalam menjaga kesehatan gigi dan mulut anak.
Hubungan Asupan Kalori Total dan Makronutrien dengan Derajat Obesitas pada Remaja Obesitas Usia 14-18 Tahun di Jakarta Rumaisha Hasnah Ibrahim; Aryono Hendarto; Saptawati Bardosono; Ali Khomaini Alhadar
Sari Pediatri Vol 21, No 3 (2019)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp21.3.2019.159-63

Abstract

Latar belakang. Asupan kalori yang tinggi, terutama makronutrien, diduga merupakan salah satu etiologi obesitas. Penelitian pada remaja mengenai hal tersebut masih sangat jarang.Tujuan. Mengetahui hubungan antara asupan total kalori dan jenis makronutrien, terhadap IMT remaja obesitas usia 14-18 tahun.Metode. Studi potong lintang dengan menggunakan data sekunder. Kriteria subjek adalah usia 14-18 tahun, memenuhi kriteria obesitas menggunakan kurva CDC 2000, tidak menggunakan obat anti-obesitas atau anti-oksidan, serta informed consent telah diperoleh. Data asupan total kalori dan jenis makronutrien diperoleh menggunakan kuesioner 24-hour food recall. Hasil. Sebanyak 69 subjek masuk dalam penelitian ini. Nilai rerata IMT semua subjek adalah 33,76 kg/m2. Dengan menggunakan nilai tersebut sebagai cut-off, subjek dibagi dalam dua kelompok yakni kelompok derajat obesitas 1 (IMT kurang dari nilai rerata) sebanyak 35 subjek dan derajat obesitas 2 (IMT lebih dari nilai rerata) sebanyak 34 subjek. Tidak terdapat perbedaan rerata total asupan kalori yang signifikan antara kelompok derajat obesitas 1 (1950 ± 487,77) dan derajat obesitas 2 (2140 ± 2140,30), p=0,135. Jenis makronutrien yang dikonsumsi, baik itu karbohidrat, lemak, dan protein, juga tidak memengaruhi derajat obesitas secara signifikan.Kesimpulan. Asupan kalori total dan jenis makronutrien tidak berhubungan dengan derajat obesitas pada remaja usia 14-18 tahun.
Prevalens dan Faktor Prediktor dari Kemampuan Berjalan Pasien Palsi Serebral pada Masa Anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Primo Parmato; Luh Karunia Wahyuni; Aryono Hendarto
Sari Pediatri Vol 16, No 1 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.509 KB) | DOI: 10.14238/sp16.1.2014.22-8

Abstract

Latar belakang. Permasalahan palsi serebral (PS) yang menjadi perhatian bagi orangtua adalah kemampuan berjalan.Tujuan. Mengetahui prevalens kemampuan berjalan pasien PS dan faktor prediktor yang berhubungan terhadap kemampuan berjalan pasien PS pada masa anak.Metode. Dilakukan penelitian terhadap 102 pasien PS berusia 6 tahun ke atas dengan pengisian kuesioner melalui wawancara orang tua dan melihat rekam medis di RSCM dan YPAC.Hasil. Duapuluh tujuh (26,5%) pasien berjalan tanpa alat bantu, 13 (12,7%) pasien berjalan dengan alat bantu, dan 62 (60,8%) pasien tidak berjalan walau dengan alat bantu. Faktor prediktor yang bermakna secara statistik adalah mampu duduk tanpa topangan sebelum usia 2 tahun (p<0,001; OR=6,89; IK 95%=2,42-19,71) dan tipe PS spastik unilateral (OR=7,36; IK 95%=1,86-29,18).Kesimpulan. Prevalens kemampuan berjalan pasien PS di RSCM dan YPAC adalah 26,5% berjalan tanpa alat bantu, 12,7% berjalan dengan alat bantu, dan 60,8% tidak berjalan walaupun dengan alat bantu. Faktor prediktor yang berhubungan dengan kemampuan berjalan pada masa anak adalah mampu duduk tanpa topangan sebelum usia 2 tahun dan tipe spastik unilateral.
Massa Dan Fungsi Ventrikel Kiri Pada Malnutrisi Energi Protein Tipe Marasmus Herlina Dimiati; Sudigdo Sastroasmoro; Sukman Tulus Putra; Aryono Hendarto
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 32, No. 3 Juli - September 2011
Publisher : The Indonesian Heart Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30701/ijc.v32i3.91

Abstract

Objectives. To determine the left ventricular mass, the left ventricular systolic anddiastolic function of children suffering protein energy malnutrion marasmic type. Material.Pediatric patients suffering protein energy malnutrion marasmic type who came for treatment in Division of Pediatric Metabolic Nutrition, Departement of Child Health, Medical Faculty, Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta between June to August 2007.Methods. A cross-sectional study was conducted to evaluate left ventricular systolic function (EF and FS), left ventricular diastolic function (E, A, ratio E/A and IVRT) and left ventricular mass (LVDDi, LVDSi, LVMi) by Ultrasonography Sonos 4500. The student t-test was used, statistical significant was assumed with a< 0.05 with program SPSS 15.0 version. Results. Out of 25 subjects examined (9 male and 16 female), the left ventricular mass in marasmic patients was lower compared to control. Mean of LVMi (g/m2) marasmic and control each 22.5 (SD 17.7) and 39.1 (SD 41.1); p < 0.02. Systolic and diastolic function in marasmic were lower than the control and the difference was statistically significant. Mean EF in marasmic and control each 56.4% (SD 7.2) and 73.2% (SD 7,7) ; p = 0.001. Mean FS 28.6% (SD 4,9) and 40.4% (SD 8.7) ; p = 0.001. Mean ratio E/A in marasmic and control each 1.79 (SD 0.5) and 1.54 (SD 0.2); p = 0.04Conclusions. The left ventricular mass in marasmic was lower than a child with good nutrition. The left ventricular systolic and diastolic function of marasmic patients were disturbed. The left ventricular diastolic function seen in restrictive pattern.
Vitamin D levels in epileptic children on long-term anticonvulsant therapy Fathy Pohan; Aryono Hendarto; Irawan Mangunatmadja; Hartono Gunardi
Paediatrica Indonesiana Vol 55 No 3 (2015): May 2015
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.149 KB) | DOI: 10.14238/pi55.3.2015.164-70

Abstract

Background Long-term anticonvulsant therapy, especially with enzyme inducers, has been associated with low 25-hydroxyvitamin D [25(OH)D] levels and high prevalence of vitamin D deficiency. However, there have been inconsistent results in studies on the effect of long-term, non-enzyme inducer anticonvulsant use on vitamin D levels.Objective To compare 25(OH)D levels in epileptic children on long-term anticonvulsant therapy and non-epileptic children. We also assessed for factors potentially associated with vitamin D deficiency/insufficiency in epileptic children.Methods This cross-sectional study was conducted at two pediatric neurology outpatient clinics in Jakarta, from March to June 2013. Subjects in the case group were epileptic children, aged 6-11 years who had used valproic acid, carbamazepine, phenobarbital, phenytoin, or oxcarbazepine, as a single or combination therapy, for at least 1 year. Control subjects were non-epileptic, had not consumed anticonvulsants, and were matched for age and gender to the case group. All subjects’ 25(OH)D levels were measured by enzyme immunoassay.Results There were 31 epileptic children and 31 non-epileptic control children. Their mean age was 9.1 (SD 1.8) years. Most subjects in the case group were treated with valproic acid (25/31), administered as a monotherapy (21/31). The mean duration of anticonvulsant consumption was 41.9 (SD 20) months. The mean 25(OH)D level of the epileptic group was 41.1 (SD 16) ng/mL, lower than the control group with a mean difference of 9.7 (95%CI 1.6 to 17.9) ng/mL. No vitamin D deficiency was found in this study. The prevalence of vitamin D insufficiency in the epileptic group was higher than in the control group (12/31 vs. 4/31; P=0.020). No identified risk factors were associated with low 25(OH)D levels in epileptic children.Conclusion Vitamin D levels in epileptic children with long-term anticonvulsant therapy are lower than that of non-epileptic children, but none had vitamin D deficiency.
Iron profiles of preterm infants at two months of chronological age Henny Adriani Puspitasari; Endang Windiastuti; Aryono Hendarto
Paediatrica Indonesiana Vol 56 No 5 (2016): September 2016
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.931 KB) | DOI: 10.14238/pi56.5.2016.277-84

Abstract

Background Preterm infants are vulnerable to iron deficiency (ID) due to lack of maternal iron stores, repeated phlebotomy, and the body’s increased demand for iron during growth. The risk of ID increases at 2 months of age, when hemoglobin (Hb) levels start to decrease. Adequacy of body iron level is assessed by ferritin, serum iron (SI), transferrin saturation (Tfsat), total iron-binding capacity (TIBC), and Hb measurements. Objective To describe iron profiles in preterm infants at 2 months of chronological age (CA). Methods This cross-sectional study was conducted in 2-month-old infants, born at 32-36 weeks of gestational age, and who visited the Growth and Development Clinics at Cipto Mangunkusumo, Fatmawati, or Budi Kemuliaan Hospitals. Parental interviews and medical record reviews were done during the clinic visits. Complete blood count, blood smear, SI, TIBC, Tfsat, and ferritin level tests were performed. Results Eighty-three subjects were enrolled in this study. Most subjects were male (51%) and born to mothers >20 years of age (93%). Subjects’ birth weights ranged from 1,180 g to 2,550 g. The prevalence of iron deficiency anemia (IDA) was 6% and that of ID was 10%. The lowest Hb level found in IDA infants was 6.8 g/dL, while the lowest ferritin level was 8.6 ng/mL. Median values for the other tests were as follows: SI 48 µg/dL, TIBC 329µg/dL, and Tfsat 17%. Subjects with IDA were all male (5/5), mostly achieved more than twice their birth weight (4/5), were non-iron supplemented (3/5), born to mothers with low educational background (3/5), and of low socioeconomic status (3/5). Conclusion The prevalence of IDA is 6% and that of ID is 10%. Most subjects with ID and IDA have low SI, high TIBC, low Tfsat, and low ferritin level. Most of the all-male IDA subjects weigh more than twice their birth weight, are non-iron supplemented, and born to mothers with low educational background and low socioeconomic status.
Co-Authors Abdul Latief Alan R Tumbelaka Ali Khomaini Alhadar Ali Khomaini Alhadar Aman B Pulungan Anggia Widyasari Anjar Setiani Annang Giri Moelyo Antonius H. Pudjiadi Ardi Findyartini, Ardi Aria Kekalih Arwin A. P. Akib Atut Vebriasa Bambang Tridjaja AAP, Bambang Tridjaja Cut Nurul Hafifah Dadi Suyoko Dahlan Ali Musa Dalima Ari Wahono Astrawinata Damayanti Rusli Sjarif Darmawan B Setyanto Dilawar, Ismail Djajadiman Gatot Endang Windiastuti Fathy Pohan Frieda Handayani Kawanto Hartono Gunardi Henny Adriani Puspitasari Heri Wibowo Herlina Dimiati I Dewa Gede Ariputra Irawan Mangunatmadja Irma Annisa Jeanne Vidianty Kemas Firman Lisnawati Rachmadi Ludi Dhyani Rahmartani Luh Karunia Wahyuni, Luh Karunia Marsubrin, Putri Maharani Tristanita Merry Angeline Halim Mulya Rahma Karyanti, Mulya Rahma Mulyadi M. Djer Murni, Indah K. Muzal Kadim Najib Advani Najib Advani Ni Ketut Prami Rukmini Nia Kurniati Nina Dwi Putri Novie Amelia Chozie Partini P Trihono Piprim B. Yanuarso, Piprim B. Pramita Gayatri Primo Parmato Reni Fahriani Rhyno Febriyanto Riki Alkamdani Rinawati Rohsiswatmo Risma K. Kaban RR Putri Zatalini Sabila Rubiana Sukardi, Rubiana Rumaisha Hasnah Ibrahim Santoso, Dara Ninggar Saptawati Bardosono Soedjatmiko Sondang Sidabutar Sri S Nasar Sri Sudaryati Nasar Stanislaus Djokomuljanto Stephen Diah Iskandar Sudigdo Sastroasmoro Sudigdo Sastroasmoro Sudung O. Pardede Sukman Tulus Putra Sukman Tulus Putra Supriatna, Novianti Susanti, Dhama S. Tania Paramita Teny Tjitra Sari Tety Nidiawati Velanie Frida Batubara Yessi Yuniarti Yogi Prawira, Yogi Zakiudin Munasir