Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

PERAN GEN Z DALAM MENGUATKAN DEMOKRASI DAN KEWARGAAN AKTIF Jihan Rafeyfa Syafitri; Tengku Camelia Handriansyahri; Raifa Meiliza Dwi Harianti; Geby Trisnawati Br. Manalu; Selvia Imelda Sitohang; Najwa Chantika; Ria Manurung; Silvia Annisa
JURNAL MULTIDISIPLIN ILMU AKADEMIK Vol. 2 No. 5 (2025): Oktober
Publisher : CV. KAMPUS AKADEMIK PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61722/jmia.v2i5.6660

Abstract

As an age group born and raised in the digital era, Gen Z holds a strategic opportunity to help strengthen democracy in Indonesia. Gen Z are digital natives who not only rely on formal political participation through elections but are also actively involved in non-formal spaces such as communities, social media, and advocacy movements. The purpose of this study is to explain the role of Gen Z in strengthening democracy and active citizenship by employing Karl Mannheim’s generational theory and Carole Pateman’s participatory democracy theory. The literature review method was applied in this study by examining journals relevant to the research topic. The literature used includes national and international journal articles published between 2015–2025, focusing on participatory democracy, active citizenship, political participation among Gen Z, and digital literacy. The discussion results show that Gen Z are more politically aware and engaged in society through public involvement, thereby fostering an inclusive, transparent, and participatory democracy. Although they face several challenges, including political apathy, elite domination, and digital disinformation, Gen Z still plays a vital role in improving the governance of Indonesian democracy. The conclusion of this study emphasizes that Gen Z actively participates in both national and global life and serves as a crucial foundation for the sustainability of democracy.  
DOMINASI LAKI-LAKI DALAM POLITIK INDONESIA: HAMBATAN MENUJU KETERCAPAIAN REPRESENTASI SUBSTANTIF PEREMPUAN DI PARLEMEN Hizkia Sitompul; Bintang Caroline Ginting; Eileen Regina Anggita Br Pelawi; Ibnu Umar Ramadhan; Sahru Azkiya Putra Ramadhan; Siti Anadea; Ria Manurung; Silvia Annisa
JURNAL ILMIAH PENELITIAN MAHASISWA Vol 3 No 5 (2025): Oktober
Publisher : Kampus Akademik Publiser

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61722/jipm.v3i5.1485

Abstract

This research analyzes the failure of women's substantive representation in the Indonesian parliament, focusing on the 2019 post-election period. It uses a multi-method qualitative method that includes literature study, content analysis, and critical discourse analysis. The sources of this research study include news articles from national online media for the 2019-2023 period, and relevant scientific journals. Among the important indicators analyzed, there is a significant difference between the level of women's representation in the legislature (20.9% in the House of Representatives) and the 30% quota target, the strategic placement of female candidates in elections, and the priority of legislation that considers a gender perspective. More specific findings show that structural male dominance and cultural patriarchy within political parties systematically hinder affirmative policies. The results of the discourse analysis also show that media discourse consistently reproduces gender stereotypes, positioning female politicians as symbolic or passive actors through certain lexical and framing choices. This is seen in the placement of women in symbolic roles, marginalization in non-strategic commissions, and lack of attention to important policies such as equal pay and gender-based violence, indicating that the transition from descriptive to substantive representation is still fundamentally hampered.    
OLIGARKI  DAN KEMUNDURAN DEMOKRASI DI INDONESIA: ANALISIS TINJAUAN LITERATUR Yehezkiel D Ambarita; Keisyah Adelia Riadi; Inayasha Inayasha; Dwi Octarianda Sari; Salome Susihati Gulo; Permata Dara Sari; Ria Manurung; Silvia Annisa
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 2 No. 4 (2025): AGUSTUS - SEPTEMBER 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini menelaah tantangan demokrasi Indonesia dengan menekankan dua persoalan utama:, yaitu dominasi oligarki dan kemunduran kualitas demokrasi. Dengan metode tinjauan literatur dari sumber nasional dan internasional, ditemukan bahwa oligarki memainkan peran dominan dalam politik elektoral melalui pendanaan, jaringan elit, dan kontrol atas sumber daya ekonomi. Kondisi ini menjadikan demokrasi prosedural rentan terhadap kooptasi elit minoritas. Selain itu, laporan institusional dan studi akademik mengindikasikan degradasi kualitas demokrasi, ditandai dengan pembatasan kebebasan sipil, melemahnya integritas pemilu, dan konsolidasi kekuasaan eksekutif. Dengan menggunakan kerangka teori Mosca, Habermas, dan Marx, artikel ini menyimpulkan bahwa demokrasi Indonesia bersifat rapuh secara substansial. Rekomendasi utama mencakup reformasi hukum, penguatan partisipasi publik, dan pengawasan ketat terhadap pendanaan politik sebagai prasyarat bagi demokrasi yang inklusif dan representatif.
EMANSIPASI ATAU DINASTI? ANALISIS KRITIS PUAN MAHARANI DALAM POLITIK INDONESIA Ira Nurhidayah; Anita Louis Br Tumeang; Rizkyna Halyza; Oktunem Silitonga; Zuhra Al-Husna; Jonathan Marpaung; Ria Manurung; Silvia Annisa
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 2 No. 4 (2025): AGUSTUS - SEPTEMBER 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena politik Indonesia tidak bisa dilepaskan dari praktik dinasti politik yang masih mengakar kuat dan menempatkan keluarga elite sebagai aktor dominan dalam perebutan kekuasaan. Di sisi lain, meningkatnya keterlibatan perempuan dalam politik sering dipandang sebagai capaian emansipasi gender. Paradoks ini terlihat jelas pada sosok Puan Maharani, cucu Soekarno dan putri Megawati Soekarnoputri, yang berhasil menduduki posisi strategis sebagai Ketua DPR RI perempuan pertama. Artikel ini bertujuan menganalisis secara kritis apakah pencapaian politik Puan lebih merepresentasikan emansipasi perempuan atau reproduksi dinasti politik. Penelitian menggunakan metode studi literatur dengan pendekatan kualitatif deskriptif, berdasarkan sumber-sumber akademik terkini (2016–2025) terkait politik perempuan, dinasti politik, dan profil Puan Maharani. Analisis menunjukkan bahwa keberhasilan Puan dapat dipandang sebagai simbol emansipasi politik perempuan karena mampu menembus dominasi laki-laki di parlemen serta menginspirasi partisipasi politik perempuan lainnya. Namun, pencapaian tersebut juga tidak terlepas dari legitimasi genealogis sebagai bagian dari “Trah Soekarno” yang memberikan akses terhadap modal sosial, simbolik, dan politik. Kesimpulannya, Puan Maharani menjadi simbol ganda: di satu sisi inspirasi emansipasi perempuan, tetapi di sisi lain representasi kuatnya dinasti politik yang berpotensi membatasi demokrasi substantif dan akses politik bagi perempuan di luar lingkaran elite.
17+8 TUNTUTAN RAKYAT: KRISIS KEPERCAYAAN DAN REFORMASI DPR PADA ERA PRESIDEN PRABOWO Keiza Azzahra Salsabila; Nazwa Anastasya; Zahtza Saritza; Aurelia Christina Simanjuntak; Mufidin Nafis; Kartini R Situmorang; Ria Manurung; Silvia Annisa
Jurnal Intelek Insan Cendikia Vol. 2 No. 9 (2025): September 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kebijakan pemerintah tentang lembaga DPR untuk di menaikkan gaji dan tunjangan lembaga DPR itu sendiri, memicu gerakan sosial yang didasari oleh ketimpangan sosial antara pejabat dan masyarakat, dimana adanya fenomena rakyat indonesia yang sedang mengalami kemiskinan dimana mana dan disisi lain para pejabat daerah nya berjoget joget menggambarkan senang di atas penderitaan bangsanya sendiri, hal ini menyebabkan emosi kemarahan masyarakat untuk menuntut kebijakan yang tidak sepatutnya itu serta tanggapan pejabat yang semena mena membuat situasi semakin memanas, oleh karena itu di penelitian ini kami akan membahas dinamika yang telah terjadi saat ini dalam sudut pandang sosiologi dan akan membandingkan nya dengan hal serupa pada Demonstrasi 1998 bagaimana untuk membuktikan semua orang bahwasannya kekuasaan atas rakyat dipegang oleh rakyat itu sendiri.
MEDIA SOSIAL DAN OPINI PUBLIK: AGENDA SETTING, FRAMING, DAN HEGEMONI DI ERA DIGITAL Wisnu Ardhana; Astini Sihombing; Putri Napitupulu; Dwi Rahayu Br Ginting; Nailah Salwa Harahap; Ester Melvin Yansria Mandrofa; Ria Manurung; Silvia Annisa
Jurnal Intelek Insan Cendikia Vol. 2 No. 9 (2025): September 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di zaman yang super canggih dan digital, manusia sering menggunakan media sosial sebagai sarana dalam membantu mereka menjalani kehidupan sehari-hari, media sosial juga telah menjadi sebuah arena yang berperan dalam membentuk suatu opini publik melalui interaksi-interaksi manusia dalam berkomunikasi instan tanpa melakukan suatu kontak fisik tetapi cepat dan dinamis. Penelitian ini bermaksud agar memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menciptakan opini publik di media sosial. Generasi muda menjadi perhatian utama dalam melihat bagaimana mereka berpikir dan bertindak di media sosial dengan cara penekanan pada literasi digital, identitas politik, serta pengaruh algoritma dan pembingkaian. Metode yang terdapat pada penelitian ini merupakan sebuah kajian yang bernama literatur sistematis dengan menggabungkan tiga teori klasik yaitu pembingkaian, hegemoni, dan penetapan agenda. Suatu penemuan memperlihatkan kepada suatu hal tentang literasi digital yang ahli kemungkinan meningkatkan analisis kritis terhadap suatu konten, sementara kecerundungan validasi dan dampak dari algoritma dapat menguatkan pembagian arah.  Maksud dibuatnya penelitian ini di pertunjukkan menunjang pandamgan politik yang lebih kritis dan stabil beserta menjadikan kegunaan media sosial menjadi insfratruktur pemberdayaan masyarakat dan pendidikan politik sehat.
KONTROVERSI UU CIPTA KERJA: “DEREGULASI EKONOMI ATAU PENOLAKAN PUBLIK” Fatimah Az-Zahra; Joya Amanda Pinem; Zainul Abidin; Muhammad Sabil Haq; Sekar Aulia Rambe; Jeremia Steven Tambunan; Rizal Sugiarto Situmorang; Ria Manurung; Silvia Annisa
Jurnal Intelek Insan Cendikia Vol. 2 No. 10 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Deregulasi menjadi alasan diusulkan dan disahkannya undangan-undangan Cipta Kerja atau Omnibus law. Dengan tantangan ekonomi global, Indonesia memerlukan upaya untuk menguatkan daya ekonomi baik dalam maupun luar negeri. Namun di sisi lain masyarakat merasa dirugikan dengan hadirnya UU Cipta Kerja. Dengan menggunakan empat teori yaitu, konflik, partisipasi politik, gerakan sosial, dan deregulasi ekonomi, tulianini mengkaji bagaimana UU Cipta Kerja dapat berfungsi sebagai deregulasi ekonomi dan mengapa undang-undangan tersebut mendapatkan respon penolakan oleh masyarakat. Selain itu, penulisan ini juga menggunakan metode studi literatur dan analisis wacana kritis. Di mana dara yang didapatkan berasal dari beberapa jurnal, artikel ilmiah, buku, dan web berita terpercaya seperti media berita CNN Indonesia dan detik.com sebagai media analisis wacana kritis dengan model Teun A. van Dijk. Berdasarkan analisis yang dilakukan pada tulisan ini terdapat bahwa, walaupun UU Cipta Kerja bertujuan untuk memudahkan investasi dan perizinan usaha, tetapi terdapat kekurangan dalam terbentuknya undang-undang ini. UU Cipta Kerja dinilai merugikan dan mengkhawatirkan hak-hak para pekerja, partisipasi masyarakat, dan mengabaikan lingkungan alam. Akibatnya muncul penolakan seperti demo yang terjadi pada 20 Oktober 2020 yang lalu. Sehingga diperlukan peninjauan yang mendalam dan transparan terhadap UU Cipta Kerja