Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

PERCEPATAN DEVOLUSI PENGELOLAAN HUTAN Didik Suharjito; Handian Purwawangsa
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Upaya-upaya membalik kondisi degradasi dan deforesasi harus segera dilakukan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari. Reforma agraria di bidang kehutanan dengan spirit sosialisme Indonesia menjadi jalan lurus menuju pengelolaan hutan yang lestari, keadilan sosial dan kemakmuran bangsa. Devolusi pengelolaan hutan menjadi bagian dari reforma agraria di bidang kehutanan.
PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI Handian Purwawangsa; Bramada Winiar Putera
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 2 (2014): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Karkas sapi lokal yang di potong di rumah pemotongan hewan yang termasuk ke dalam kategori gemuk hanya 15%, sehingga perlu dilakukan perbaikan pemberian pakan. Beberapa peternakan sapi besar (memiliki lebih dari 100 ekor sapi) khususnya yang berlokasi di Kabupaten Bogor, belum memiliki lahan khusus untuk memenuhi kebutuhan rumput/hijauan pakan ternak. Oleh karena itu para peternak tersebut kesulitan pakan terutama pada saat musim kemarau dan kesulitan untuk meningkatkan skala usahanya. Berdasarkan hasil kajian Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian, luas lahan non produktif di Kabupaten Bogor dan berpotensi untuk ditanami sekitar 9.667,6 ha. Sedangkan kebutuhan hijauan pakan ternak (HPT) berdasarkan survei terhadap 30 peternakan sapi dan domba di Kabupaten Bogor dan Sukabumi berdasarkan kapasitas kandang yang ada adalah sekitar 12.982 ton per bulan.
INSTRUMEN KEBIJAKAN UNTUK MENGATASI KONFLIK DI KAWASAN HUTAN KONSERVASI Handian Purwawangsa
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 4 No 1 (2017): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setiap taman nasional memiliki tipologi konflik yang berbeda-beda. Konflik di Taman Nasional (TN) Leuser khususnya yang berada di Kabupaten Langkat disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang mengizinkan perusahaan untuk melakukan pembinaan habitat dengan cara menebang pohon. Perambahan yang berujung konflik di Taman Nasional (TN) Tesso Nilo utamanya disebabkan oleh adanya kekosongan aktivitas rill dilapangan sebagai akibat dari adanya perpindahan pemegang hak konsesi. Penyebab konflik yang terjadi di Taman Nasional (TN) Bukit Duabelas, disebabkan karena aktivitas perladangan dan perkebunan masyarakat sudah berjalan sebelum Taman Nasional ditetapkan. Penyebab konflik di Taman Nasional (TN) Kutai adalah adanya deposit batubara yang ingin dikuasai oleh sekelompok oknum masyarakat dan penyebab konflik di Taman Nasional (TN) Halimun salak adalah adanya perbedaan persepsi antara para sesepuh adat dengan pemerintah dan adanya perluasan areal taman nasional yang sebelumnya merupakan areal hutan produksi milik perhutani. Masing-masing lokasi taman nasional memiliki akar permasalahan konflik yang berbeda, sehingga memerlukan instrumen kebijakan yang berbeda pula. Instrumen yang dapat digunakan diantaranya adalah instrumen regulasi, instrumen administrasi, instrumen fiskal, instumen ekonomi dan instrumen administrasi.
POTENSI LAHAN NON PRODUKTIF UNTUK USAHA HUTAN RAKYAT (Studi Kasus di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor) Faizal Mutaqin; Handian Purwawangsa
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 4 No 3 (2017): Desember
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan kajian dari Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian IPB tahun 2013, di Kabupaten Bogor terdapat sekitar 9.000 ha lahan non produktif yang berpotensi dikembangkan untuk usaha dibidang pertanian dan kehutanan. Lahan merupakan salah satu modal utama pembangunan, karena dengan mengelola lahan secara optimal dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis karakteristik lahan non produktif dan mengetahui potensi lahan-lahan tersebut untuk usaha hutan rakyat.  Keberadaan lahan non produktif yang berada di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng disebabkan banyak faktor, yaitu ketidaktahuan pemilik terhadap potensi lahan yang dimilikinya, tidak memiliki modal yang cukup dalam upaya pengelolaan lahan non produktif serta mengalami kebangkrutan dalam usaha yang telah dijalankan sebelumnya. Upaya pengelolaan lahan non produktif sangat dibutuhkan untuk mengurangi anomali jumlah lahan yang tidak diberdayakan. Lahan non produktif yang berada di wilayah Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng sangat berpotensi untuk usaha hutan rakyat dan dipadukan dengan agroforestry.
DISTRIBUSI DAN STRATEGI UMUM PEMANFAATAN LAHAN NON PRODUKTIF DI KABUPATEN BOGOR Handian Purwawangsa
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 4 No 3 (2017): Desember
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan hasil pemetaan Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian IPB tahun 2013, dengan menggunakan pendekatan citra satelit di Kabupaten Bogor terdapat 9.667 ha lahan non produktif yang berpotensi untuk usaha dibidang pertanian. Sebagian besar lahan potensial pertanian yang tidak produktif di wilayah kecamatan Sukamakmur (19,8%), Leuwiliang (7,1%), Cigudeg (7,0%), Nanggung dan Cigombong masing-masing (5,1%), dan Jonggol (4,9%). Keenam wilayah ini merupakan wilayah dengan luas lahan diatas 450 hektar lahan yang tidak produktif. Strategi umum untuk meningkatkan lahan non produktif di Kabupaten Bogor adalah melakukan survey detail atau lanjutan, menentukan jenis produk yang akan dikembangkan, membuat demplot dan membuat instumen kebijakan ekonomi, administrasi, informasi dan instrument kebijakan regulasi.
The Public Perception of Early Warning System in Forest Fire Prevention Efforts Perum Perhutani KPH Pasuruan East Java Ati Dwi Nurhayati; Haridha Anindita; Handian Purwawangsa
Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 3 No. 3 (2012): Jurnal Silvikultur Tropika
Publisher : Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/j-siltrop.3.3.%p

Abstract

Most of forest and land fire in Indonesia caused by human activities therefore it is imfortant to prevent it by conducting researh to identify the factor based on perception level of people. To have know ledge about  forest and  land  fire  factors, can help to determine fire danger rating of one specific area. As a result, we can design effective early warning system in preventing forest & land fire. The study shows that the perception level of  people early warning system is at low degree. Kunjoro Wesi and Wotanmas Jedong Village have 93,30% and Sumberrejo Village has 63,30% of respondent with no knowledge on EWS. While Tambalsari village considered to have middle level of perception, with 50% of respondent have know ledge on EWS. According to Spearmen formal education has a positive correlation with perception level of EWS on all four village. So the level of formal education has a significant contibution for people knowledge.
The Analysis of Private Timber Marketing in Bogor District ‪Handian Purwawangsa; Maulida Oktaviarini; Faizal Mutaqin
Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 12 No. 2 (2021): Jurnal Silvikutur Tropika
Publisher : Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/j-siltrop.12.2.51-59

Abstract

The private forest is one of alternatives that played an important role in fulfillment of a need raw materials management industry wood and the needs of wood. Development of private forest can improve the people and land revenue increase productivity. Research conducted in sub-district Leuwisadeng, Cigudeg, and Jasinga shows that there are some marketing actors involved in marketing wood of the private forest of them are farmers, traders, and sawmill industries. The marketing of the three actors formed four marketing channels are grouped based marketing actors and average skidding distance. Channels that most efficient among fourth the channels is a channels II with the percentage of farmer’s share as 46.93 % and the ratio of K/B by 5.45. Types of plants most favored by farmers and consumers is the type of sengon it because sengon having a short, the age of harvest readily grows, and easy cultivation. The consumer likes kind of plant is because sengon have reachable prices, sengon not easily bad condition wood and widely available in market. Key words: bogor, farmer’s share, marketing efficiency rasio, private forest
Effect of Wood Species and Layer Structure on Physical and Mechanical Properties of Strand Board wahyu Hidayat; Mohamad I Sya'bani; Handian Purwawangsa; Apri H Iswanto; Fauzi Febrianto
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol 9, No 2 (2011): Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
Publisher : Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.83 KB) | DOI: 10.51850/jitkt.v9i2.134

Abstract

The objectives of this research were to evaluate the effect of wood species and layer structure on physical and mechanical properties of strand board made from Paraserianthes falcataria, Maesopsis eminii and Acacia mangium woods collected from planted forest in Bogor district, Indonesia. The densities of P. falcataria, M. eminii and A. mangium woods were 0.36, 0.41 and 0.46 g cm-3, respectively. Three types of layer structures namely perpendicular, parallel, and random orientation were applied. Methylene diisocyanate (MDI) resin with 7% resin amount (w/w) was used. The physical and mechanical properties of strand board were evaluated based on CSA 0437.0 standard. The results indicated that strand board manufactured from wood with lower density (P. falcataria) had higher mechanical properties (modulus of rupture, modulus of elasticity and internal bond) and lower dimensional stability (water absorption and thickness swelling) compared to strand board manufactured from higher density (A. mangium), vice versa. Strand orientation strongly affected the physical and mechanical properties of board with perpendicular orientation showed superior performance as compared to parallel and random orientation. Physical and mechanical properties of oriented strand board (OSB) made from fast growing tree species met the requirement of CSA 0437.0 standard for grade O-1 OSB panels.Key words: layer structure, methylene diisocyanate resin, strand board, tropical wood species,
The Potential of Land Abandonment in Bogor Regency for Community Forest Enterprises Handian Purwawangsa; Hariadi Kartodihardjo; Dodik Ridho Nurrochmat; Ernan Rustiadi
Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 27 (2021): Thematics Edition: Forestry Land Reform in Indonesia: The Paradoxes
Publisher : Institut Pertanian Bogor (IPB University)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.7226/jtfm.27.te.32

Abstract

The abandoned land and indicated abandoned land are considered critical land or land that is less productive. Those lands covered about 13,000 ha of Bogor Regency area, with the critical land area of around ​​93,467.51 ha (32%). To reduce the area of critical land and increase land productivity in Bogor can be done by optimizing the abandoned land for private forest use. This study aimed to analyze the potential and opportunities for private forest use in abandoned land. The method used was an investigative approach with quantitative and qualitative descriptive analysis. This study showed that in terms of land characteristics and biophysical conditions, the abandoned land could be developed for private forest business, especially to cultivate forest business, such as sengon (Albizia chinensis), kayu afrika (Maesopsis eminii), jabon (Neolamarckia cadamba), mahoni (Swietenia mahagoni), and kayu manis (Cinnamomum verum). The majority of respondents (65%) were willing to do partnerships in private forests. However, several factors are needed to support this business, i.e., regulations in the form of incentives and disincentives from local governments, investors, facilitators, and market access.
Assessing Integration of Science in Policy-Making Process of the Utilization of Abandoned Lands in Indonesia: Case of Bogor Regency Purwawangsa, Handian; Nurrochmat, Dodik Ridho; Kartodihardjo, Hariadi; Rustiadi, Ernan
Forest and Society Vol. 6 No. 2 (2022): NOVEMBER
Publisher : Forestry Faculty, Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24259/fs.v6i2.19295

Abstract

Science cannot directly influence policy without a process of knowledge transfer and integration into policy-making called the science-policy interface. On the other hand, not all scientists intend to use their knowledge and findings to influence policy-makers. This condition causes a gap between science and policy. The main objective of this study is to identify various "knowledge products" that have varying amounts of policy space, understand the power relations between actors, and identify and analyze the process of integrating knowledge products into the policy-making process for abandoned land in Bogor Regency. The primary method used in this study is the RAPID (Research and Policy in Development) analytical framework. The study indicates that policy-makers will adopt the scientific evidence if they follow their organization's Main Performance Indicators (KPI) or gain political or economic benefits. The role of the lower-level bureaucracy as the implementing agency is crucial in the policy adoption process. The people "behind the organization" and "policy intrapreneurs" have an essential role in integrating scientific knowledge and policy. Scientific products, such as modeling, are often more effective in convincing policy-makers. The scientific evidence will become good advice and have a more significant impact when they meet policy-makers' interests. The study concludes that it is challenging to integrate science into policy-making without mutual trust amongst formal and informal network actors who have access to policy-makers to utilize abandoned lands in Bogor Regency.