Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

Perubahan Karakteristik Umbi Bawang Merah (Allium Ascalonicum L) Akibat Proses Curing Selama Penyimpanan Muhamad Djali; Ridwan Rachmat
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 1 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v10n1.2013.50-64

Abstract

Penelitian bertujuan mempelajari perubahan karakteristik fisik dan kimia umbi bawang merah (Allium ascalonicum L) selama penyimpanan sebagai dampak proses curing. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan analisis deskriptif dilanjutkan dengan analisis regresi dan korelasi. Perlakukan yang dicoba adalah lama waktu proses curing dalam cabinet dryer yang divariasikan sebagai berikut; 80 jam, 92 jam, dan 104 jam. Penyimpanan umbi hasil curing dilakukan selama 6 minggu pada suhu dan RH ruang dengan kemasan kantung jala plastik. Setiap minggu dilakukan pengamatan kadar air umbi, kadar air kulit terluar, kadar VRS, kadar total padatan terlarut, kekerasan umbi, diameter leher, diameter umbi, susut bobot, warna kulit terluar, karakteristik inderawi umbi, leher umbi, dan kulit terluar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umbi bawang merah hasil curing 80 jam dan 92 jam menghasilkan umbi dengan kualitas baik selama penyimpanan 6 minggu dalam suhu kamar tanpa terjadi kerusakan umbi. Pada kondisi ini nilai rata-rata karaketeristik adalah: Kadar air umbi: 74.8% V/B; kekerasan umbi: 4,5 Kg/m2; ukuran diameter umbi: 35,25 mm; kadar padatan terlarut: 17,95%; Sukrosa, intensitas warna merah kulit umbi (a*): 28,75; kadar VRS: 31.50 ?grek/g; dengan susut bobot: 12,03 % bb. Dengan demikian bawang merah dengan kadar air umbi: 80% - 81%, kadar air kulit terluar : 58% - 62%, dan diameter leher umbi: 2,0 mm - 5,0 mm menghasilkan umbi dengan kualitas yang baik selama penyimpanan 6 minggu dalam RH dan suhu ruang 24,1oC - 25,0oC dan 50,5% - 64,0%.
Characteristics and Postharvest Technology of Fresh-Cut Fruits and Vegetables nFN Qanytah; Ridwan Rachmat; Irpan Badrul Jamal
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 9, No 1 (2013): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The increasing demand for ready to eat fresh fruits and vegetables, has increased demand for fresh cut fruits and vegetables. Supply for fresh cut fruits and vegetables is still facing many problems due to their short shelf life and changes in nutritional composition and taste. This is because plant tissue is a living tissue that can isolate many reactions and substrates. Plant tissues of fresh cut products may be wounded plant tissue during grading, sorting, washing, trimming, slicing, packaging, transporting, and loading processes. Physical, physiological, and chemical processes may occur as a result of tissue wounding. Understandiing of these characteristics would help select appropriate technologies to maintain the product quality and to prolong their shelf life. The effects of physiological, chemical, and microbiological processes on fresh cut product could be minimized by treatment such as acidification, edible coating, natural antimicrobial, firming agents, modified atmosphere packaging, low temprature, and heat treatments. Abstrak Versi IndonesiaKarakteristik Dan Teknologi Penanganan Produk Buah Dan Sayuran Terolah Minimal (Fresh Cut)Meningkatnya permintaan buah dan sayuran segar yang dapat dikonsumsi secara langsung berdampak pada peningkatan permintaan terhadap produk buah dan sayuran terolah minimal (fresh cut). Penyediaan produk buah dan sayuran terolah minimal masih banyak menghadapi kendala terkait umur simpannya yang pendek dan mudah mengalami perubahan komposisi kandungan gizi dan rasa. Hal ini terjadi karena jaringan tumbuhan merupakan jaringan hidup yang dapat mengisolasi berbagai reaksi dan substrat. Dalam proses penanganan produk terolah minimal terjadi luka pada jaringan tanaman, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Luka dapat terjadi dalam proses grading, sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, pengemasan, transportasi, dan proses bongkar muat. Pada jaringan tanaman yang mengalami luka tersebut, Pengetahuan tentang perubahan karakteristik tersebut diperlukan sebagai dasar pemilihan teknologi yang tepat untuk mempertahankan mutu dan penggunaan edible coating, anti mikroba alami Firming Agent, Modified Atmosphere Packaging. perlakuan dingin, dan perlakuan panas.
Aplikasi Ultrasonik untuk Pendugaan Kerusakan Serangan Lalat Buah pada Mangga Arumanis Rokhani Hasbullah; Ridwan Rachmat; Dondy A Setyabudi; nFN Warji
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 5, No 1 (2009): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kerusakan akibat lalat buah biasanya terlihat jika buahnya dibuka. Metode gelombang ultrasonik dapat digunakan untuk mengetahui mutu buah bagian dalam tanpa merusak. Tujuan penelitian adalah pendugaan kerusakan mangga Arumanis yang diakibatkan lalat buah dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Karakteristik gelombang ultrasonik yang diaplikasikan untuk pendugaan kerusakan mangga Arumanis adalah atenuasi, kecepatan, dan zero moment power (Mo). Koefisien atenuasi mangga tidak rusak adalah 36,45 Np/M, dengan kecepatan gelombang ultrasonik 518,19 m/detik, dan zero moment power (Mo) 4,58. Dalam aplikasinya pendugaan kerusakan mangga Arumanis menggunakan gelombang ultrasonik dapat digunakan pada batas koefisien atenuasi sebesar 34,76 Np/M dan zero moment power (Mo) 5,60. Pada bentuk pendugaan koefisien atenuasi lebih dari 34,76 Np/M mangga dinyatakan normal/tidak terinfeksi lalat buah, sedangkan pada koefisien atenuasi kurang atau sama dengan 34,76 Np/M diindikasikan telah terinfeksi lalat buah. Pada Zero moment power (Mo) lebih dari 5,60 mangga Arumanis diindikasikan normal/tidak terinfeksi lalat buah, sedangkan kurang dari atau sama 5,60 dapat diindikasikan sebagai telah terinfeksi lalat buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien atenuasi rata-rata mangga Arumanis sebesar 30,67 Np/m, kecepatan rata-rata gelombang ultrasonik 731,72 m/detik, dan zero moment power (Mo) 6,40.
Model Penggilingan Padi Terpadu Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Ridwan Rachmat
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 8, No 2 (2012): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penggilingan padi merupakan titik sentral dari agroindustri padi. Penggilingan padi yang berkembang saat ini belum dirancang dengan pendekatan sistem agribisnis yang terpadu. Lebih dari itu, peralatan penggilingan sudah berumur lebih dari 15 tahun menyebabkan mutu dan rendemen beras yang diperoleh juga rendah. Peningkatan mutu dan rendemen beras dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan kapasitas terpasang, mengurangi biaya, meningkatkan nilai tambah produk, dan memantapkan kelembagaan. Sehubungan dengan hal ini, perlu strategi usaha penggilingan padi secara terpadu yaitu beras menjadi bentuk keuntungan dan pendapatan dari hasil samping serta limbah dapat menutup biaya operasional proses produksi. Penerapan sistem manajemen mutu diperlukan untuk menjaga konsistensi produksi, kualitas dan efisiensi proses penggilingan beras. Untuk membangun sistem penggilingan padi terpadu diperlukan fasilitas yang memadai untuk memproduksi beras berkualitas dan mengolah hasil samping menjadi produk bernilai komersial. Fasilitas untuk penggilingan padi terpadu dapat dikelompokkan sesuai skala usaha untuk memproduksi beras premium, hasil samping berupa tepung beras, produk bihun, pakan ternak, dan briket arang sekam. Penanganan dan pengolahan padi dengan limbahnya secara terpadu dan komersial berpotensi meningkatkan nilai tambah berkisar Rp 6,4 juta hingga Rp16,6 juta per hektarnya.
Efek Pengeringan Infrared Terhadap Perubahan Mikrostruktur, Sifat Fisik Dan Kapasitas Rehidrasi Bahan Pangan Resa Setia Adiandri; Eka Rahayu; Ridwan Rachmat
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 9, No 1 (2013): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengeringan infrared memberikan beberapa keuntungan dibandingkan dengan pengeringan konvesional pada kondisi pengeringan yang sama. Beberapa keuntungan dari pemanfaaatan infrared yaitu laju pengeringannya cukup tinggi, hemat energi, dan distribusi suhu yang seragam sehingga menghasilkan mutu produk yang lebih baik. Dalam perkembangannya, radiasi infrared tidak hanya diapalikasikan secara tunggal tetapi dikombinasikan dengan metode pengeringan lainnya untuk memperbaiki karakteristik mutu produk akhir. Kondisi proses dan intensitas radiasi infrared yang diaplikasikan pada pengeringan bahan pangan berpengaruh terhadap karakterisitik produk akhir. Makalah ini membahas efek pengeringan infrared (tekstur, porositas, warna) dan kapasitas rehidrasi bahan pangan. Dari sejumlah literatur diketahui bahwa radiasi infrared memberikan efek terhadap dan kapasitas rehidrasi. Dengan radiasi infrared, mikrostruktur produk kering menjadi lebih berongga dan poros sehingga porositas dan kapasitas rehidrasinya lebih tinggi dan tekstur yang dihasilkan lebih renyah namun terjadi penyusutan pada produk kering. Laju pengeringan radiasi infrared yang cukup tinggi menyebabkan penguapan berlangsung cepat, kontak suhu panas dengan bahan relatif singkat sehingga degradasi warna pada produk akhir dapat diminimalisasi.
Karakteristik Mutu Fisikokimia Jamur Merang (Volvarella Volvacea) Selama Penyimpanan Dalam Berbagai Jenis Larutan Dan Kemasan Resa Setia Adiandri; Sigit Nugraha; Ridwan Rachmat
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 2 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v9n2.2012.77-87

Abstract

Jamur merang merupakan komoditas sayuran yang bernilai ekonomi tinggi dan prospektif. Tetapi dalam keadaan segar daya simpannya sangat terbatas karena kadar airnya cukup tinggi dan setelah panen masih mengalami respirasi menghasilkan senyawa kimia yang dapat mempercepat kerusakan jamur merang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mutu fisikokimia jamur merang selama penyimpanan dalam berbagai jenis larutan dan kemasan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah jenis larutan yang terdiri dari: A1 (asam askorbat 0,05%); A2 (asam sitrat 1% ), A3 (garam dapur 2%), A4 (asam askorbat 0,05% + asam sitrat 1 % + garam dapur 2%), A5 (natrium metabisulfit 0,1% + garam dapur 0,2% + asam askorbat 0,1% + asam sitrat 0,1% + kalium karbonat 0,1%), dan A6 (kontrol). Sedangkan faktor kedua adalah jenis kemasan yaitu B1 (standing pouch) dan B2 (gelas plastik). Suhu penyimpanan untuk semua perlakuan sekitar 16 ± 5oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan cenderung mengalami perubahan mutu fisikokimia selama penyimpanan yang berpengaruh terhadap daya simpannya. Perlakuan dalam kemasan standing pouch dengan penambahan larutan asam askorbat 0.05% + asam sitrat 1% + garam 2% menunjukkan perlakuan dengan daya simpan terlama yaitu 9 hari (10 hari setelah panen) dengan karakteristik mutu fisikokimia sebagai berikut: indeks browning 157,89, tekstur 865,67 gram, konsentrasi CO2 10,49 %, nilai kejernihan larutan 25,60%, pH 4,24, dan hasil uji hedonik untuk warna 4,67, tekstur 4,41 dan aroma 4,45.
Penentuan Umur Simpan Menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) pada Bubuk Minuman Instan Stroberi Foam-Mat Drying Sandi Darniadi; Ridwan Rachmat; Prima Luna; Winda Purwani; Diny Agustini Sandrasari
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 9, No 4 (2020): November 2020
Publisher : Faculty of Animal and Agricultural Sciences, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17728/jatp.7539

Abstract

Pengolahan buah stroberi dengan teknik pengeringan lazimnya dilakukan untuk tujuan memperpanjang umur simpan. Pada penelitian ini, bubuk minuman instan stroberi dibuat melalui proses foam-mat drying pada suhu 50 oC melalui penambahan putih telur 10% (b/b) sebagai agen pembuih, maltodekstrin 12 % (b/b) dan Tween 80 0,1% (b/b) sebagai stabilizer buih pada sari buah stroberi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan bubuk minuman stroberi instan dengan menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) berdasarkan model persamaan Arrhenius. Bubuk minuman instan stroberi disimpan pada suhu penyimpanan 35, 45, dan 55 oC dengan waktu penyimpanan 15 hari. Kadar air, vitamin C dan skor mutu hedonik warna diamati tiap 3 hari. Hasil percobaan menunjukkan hubungan yang linier antara kenaikan kadar air, penurunan kadar vitamin C, dan penurunan skor mutu hedonik warna terhadap waktu penyimpanan pada masing-masing suhu penyimpanan. Umur simpan produk bubuk minuman instan stroberi yang disimpan pada suhu penyimpanan 35, 45, dan 55 oC, menunjukkan hasil berdasarkan kadar air (11, 10, dan 9 hari), vitamin C (779, 773, dan 766 hari) dan mutu hedonik warna (35, 30, dan 26 hari) secara berurutan. Kesimpulannya, umur simpan dapat ditentukan pada minuman instan stroberi dengan menghasilkan nilai yang spesifik tergantung pada parameter yang diteliti.Shelf-life Determination using Accelerated Shelf Life Test (ASLT) Method for Foam-Mat Drying Instant Drink Strawberry PowderAbstractProcessing of strawberry through drying method is designed to prolong its shelf life. This research used strawberry instant drink powder that was obtained using foam-mat drying method at 50 oC with the addition of foaming agent, i.e. 10 % (w/w/) of white egg, 12 % (w/w) of maltodextrin and 0.1 % (w/w) of Tween 80 as foam stabilizers, incorporated with strawberry juice. This study was aimed at determining the shelf life of strawberry instant drink powder using ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) based on Arrhenius Model. The strawberry powder sample was stored at 35, 45, and 55 oC for 15 days. Moisture content, vitamin C, and color hedonic score were measured per 3 days. The results showed that there was a linear relationship between the measurement parameters and storage time at those temperatures. The shelf life of strawberry powder at 35, 45, and 55 oC were found as follows: according to moisture content (11.6, 10.7, and 9.9 days), vitamin C (779, 773, and 766 days), and color hedonic score (35, 30, and 26 days), respectively. As conclusion, strawberry instant drink powder was identified its shelf life and showed specific value as observed parameters.
Model Perkiraan Kebutuhan Pasokan Beras untuk Program Raskin (Studi Kasus pada Perum BULOG Subdivisi Regional Cianjur) Models to EstimateRice SupplyNeededfor Raskin (Case Study at Perum BULOG ofRegional Subdivision Cianjur) Ria Sartika; Emmy Darmawati; Ridwan Rachmat
JURNAL PANGAN Vol. 23 No. 3 (2014): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v23i3.66

Abstract

Permintaan distribusi beras yang tidak beraturan dan tidak dapat diprediksi menjadi unsur ketidakpastian pada rantai pasokan beras untuk Program Raskin. Hal ini menyebabkan beberapa wilayah kerja BULOG tidak dapat menentukan kebutuhan pasokan secara pasti di setiap bulannya, salah satunya adalah Subdivre Cianjur. Tujuan penelitian ini adalah membuat perkiraan kebutuhan pasokan pada kondisi ketidakpastian permintaan distribusi menggunakan pendekatan metode simulasi Monte Carlo. Hasil simulasi membuktikanbahwa semakin terlambat waktu dalam penerbitan SPA Raskin Kabupaten/Kota dan semakin besar jumlah tunggakan dalam pembayaran HP-Raskin cenderung akan meningkatkan ketidakpastian penyediaan dan semakin besar jumlah pasokan. Kondisi ketidakpastian permintaan distribusi terendah membutuhkan pasokan minimal sebesar 194.308 ton per tahun, sedangkan kondisi ketidakpastian permintaan distribusi tertinggi membutuhkan pasokan sebesar 319.025 ton per tahun atau sebesar 1,6 kali dari rencana Pagu Raskin Kabupaten/Kota tahun 2012.Demand distribution ofrice for Raskin Program is irregularand unpredictable and it causes uncertainty to rice supply chain for Raskin Program. This obstacle make some BULOG regional areas cannot determine the adequate amount of rice to meet the distribution need every month. One of this area is Subdivre Cianjur. This research is aimed to estimate rice supply need under the uncertainty demand condition using Monte Carlo simulation. Simulation results prove that the late time of the issuance of SPA Raskin and the greater the amount ofpayment arrears of the HP-Raskin tend to increase the amount of rice supply needs. Estimated minimum supply is 194.308 tons per year, while the amount of stock required is 319.025 tons per year, or 1,6 times the plan of Pagu Raskin in 2012 that is needed to anticipate uncertainty at rice supply chain for Raskin Program. 
Penerapan Model Pengembangan Teknologi Tepung Sukun Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Komersial (Application of Development Model of Breadfruit Flour Technology to Increase the Commercial Added Value) Ridwan Rachmat; Sri Widowati
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.76

Abstract

Komoditas sumber karbohidrat non-serealia, seperti aneka umbi dan buah khususnya sukun, dalam bentuk segar umumnya mudah rusak karena tingginya kadar air (60-80 persen). Upaya penggalian sumberdaya pangan lokal untuk meningkatkan ketersediaan dan ketahanan pangan dan mengubah citra inferior menjadi superior dapat dilakukan dengan proses pengolahan produk setengah jadi, diantaranya menjadi tepung. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian telah berhasil mengembangkan teknologi proses produksi tepung sukun dengan palatabilitas tinggi. Inovasi teknologi tepung sukun tersebut telah diimplementasikan dalam suatu model kelembagaan melalui kerjasama dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap dan telah menunjukkan peningkatan nilai tambah khususnya dari segi ekonomi. Berdasarkan perhitungan B/C rasio, disimpulkan bahwa pada usaha skala 100 kg sukun segar dengan harga Rp 650/kg, maka harga jual tepung sukun Rp 12.000/kg. Sedangkan untuk skala usaha 1.000 kg sukun segar, dengan harga Rp 1.000/kg dan harga jual tepungnya Rp 10.000/kg. Harga tersebut dapat memberikan keuntungan pada petani. Nilai tambah ekonomi yang diperoleh dari usaha dengan model kelembagaan yang diintroduksikan lebih tinggi (Rp 1.811/kg), dibandingkan dengan model usaha skala petani yang ada yaitu sebesar Rp 1.233/kg.In general, non-cereals-based carbohydrates such as tubers and fruits, especially breadfruit as local food bio-resources, are perishable at high moisture content (60 - 80 percent). The effort in exploring and processing the commodities to produce flouras intermediate products will support the food availability and food security, and also improve the commodities image from inferior to the superior ones. The Indonesian Center forAgricultural Postharvest Research and Development (ICAPRD) has developed the production technology of highpalatability breadfruit's flour. This innovation has been implemented in a household level business model at farmerlevel through a collaborative work program on product development with the agricultural and animal husbandry extension service of Cilacap District, Central Java, and this resulted in lifting up the economic added value. Based on B/C ratio analyses, it is concluded that the feasible business at 100 kg of rawbreadfruit with Rp 650/kg, the flour's price is Rp 12,000/kg. While at 1,000 kg, the flour's prices is Rp 10,000/kg. The added valueof breadfruit's flour business at an introduced institutional model is higher (Rp 1,8117kg) than the existing farmer's business scale (Rp 1,233/kg).  
Kajian Model Agroindustri Padi Berbasis Klaster (Study of Cluster-Based Rice Agroindustry Models) Suismono Suismono; Ridwan Rachmat; Agus Supriatna Somantri; Rudy Tjahjohutomo
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 2 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i2.80

Abstract

Penerapan Model Agroindustri Padi berbasis klaster bertujuan untuk menghasilkan beras berkualitas dalam skala besar secara kontinyu. Selama ini kualitas beras yang ada di pasaran sangat beragam, dan secara kuantitatif jumlah beras yang berkualitas masih terbatas, terutama di luar Jawa. Hal ini disebabkan beras yang ada di pasaran disuplai oleh penggilingan skala kecil, menengah dan besar yang beragam kualitasnya, serta adanya manipulasi mutu beras di tingkat penggilingan padi dan pedagang beras. Model agroindustri berbasis klaster dimaksudkan adanya kerjasama antara penggilingan padi skala kecil dan menengah (sebagai klaster) dengan penggilingan padi skala besar (sebagai inti). Pada tahap awal kerjasama difokuskan pada aspek prosesing karena teknologi penggilingan padi skala kecil menengah masih terbatas. Pola kerjasama ini akan menghasilkan beras berkualitas sedang, kemudian diproses lagi oleh penggilingan padi skala besar agar menghasilkan beras berkualitas. Pada tahap selanjutnya, bila penggilingan padi skala kecil-menengah telah mampu menghasilkan beras berkualitas, kerjasama dengan penggilingan padi skala besar dilanjutkan pada aspek pemasaran beras. Kajian penerapan model agroindustri padi berbasis klaster dilakukan di Sulawesi Selatan dan non Klaster di Sulawesi Tenggara. Hasil penerapan model penggilingan padi berbasis klaster pada tahap awal perbaikan teknologi penggilingan padi dapat menghasilkan beras berkualitas premium dalam skala besar.The application of Rice Agroindustry Models-based clusters to produce the quality rice in a large-scale continuously. Rice quality on the market are very diverse, and the quantitative amount of quality rice is still limited, especially outside Java. This is due to the existing of rice in the market is supplied by small-scale, medium and large that produced various quality of rice, as well as the manipulation of the quality rice in rice milling and rice traders. Rice Agroindustry Models-based clusters meant the cooperation between small-scale rice mills and medium (as a cluster) with a large-scale rice milling (the core). In the early stages of cooperation, it is focused on technological aspects of rice processing for small and medium scale rice milling to produce resulting the medium quality rice, then re-processed by the large-scale rice milling that produce the high quality rice. At a later stage, when small-scale rice milling have been able to produce high quality rice, the cooperation with large-scale rice milling is expanded in the rice marketing aspects. Study of the Rice Agroindustry Models-based clusters performed in South Sulawesi and Southeast Sulawesi for non cluster. The results of the application the Rice Agroindustry Models-based clusters in the early stages show that improvement of rice milling technology can produce premium quality rice on a large scale.