Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara

REVIEW ARTIKEL: ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN GENUS Syzygium MENGGUNAKAN METODE DPPH Manahan Situmorang; Devina Chandra; Dumartina Hutauruk; Widia Sari; Aufa Azkia; Theesyah R Sianturi; Eva Diansari Marbun
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 2 No. 3 (2025): JUNI-JULI 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Genus Syzygium telah banyak diteliti karena potensinya dalam menetralkan radikal bebas yang diketahui berperan dalam perkembangan penyakit degeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau dan membandingkan aktivitas antioksidan dari berbagai spesies Syzygium dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Kajian dilakukan dengan cara pendekatan deskriptif melalui telaah literatur terhadap sepuluh artikel ilmiah. Berdasarkan hasil kajian, ekstrak daun Syzygium zollingerianum menunjukkan potensi antioksidan tertinggi dengan nilai IC₅₀ sebesar 0,57 μg/mL, melampaui efektivitas vitamin C sebagai pembanding. Aktivitas tinggi juga ditunjukkan oleh ekstrak biji S. polycephalum (IC₅₀ = 5,246 ppm) dan kulit batang S. guineense (IC₅₀ = 5,62 ppm). Beberapa studi menunjukkan bahwa daun S. polyanthum memiliki aktivitas sangat kuat dengan nilai IC₅₀ antara 13–15 ppm. Aktivitas kuat juga ditemukan pada buah Lobi-lobi (IC₅₀ = 50,01 ppm) dan daging buah kupa (IC₅₀ = 58,08 ppm). Sementara itu, aktivitas sedang hingga lemah ditemukan pada daun pucuk merah (IC₅₀ = 337 ppm), daun jamblang (IC₅₀ = 162,2 ppm), dan kulit batang jamblang (IC₅₀ = 164,3 ppm), sedangkan fraksi n-heksan menunjukkan aktivitas sangat lemah (IC₅₀ = 5235,6 ppm). Variasi aktivitas ini dipengaruhi oleh bagian tanaman, jenis pelarut, dan kandungan senyawa bioaktif seperti fenolik dan flavonoid. Kesimpulannya, spesies seperti S. zollingerianum, S. polycephalum, dan S. guineense memiliki potensi tertinggi, dengan bagian daun, biji, dan kulit batang sebagai sumber antioksidan paling efektif untuk aplikasi kesehatan preventif.
STANDARISASI PARAMETER SPESIFIK DAN NON SPESIFIK SIMPILISIA RIMPANG TEMU MANGGA (Curcuma mangga Val.) Evifani Theresia Br Torong; Widia Sari; Divia Azahra; Chrisma Yana Purba; Emiada Lestari Purba; Intan Natasya Sabila; Natanael Priltius; Eva Dian Sari Marbun
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 2 No. 3 (2025): JUNI-JULI 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Curcuma mangga Val., atau yang lebih dikenal sebagai temu mangga, merupakan salah satu jenis tanaman obat yang diketahui memiliki berbagai khasiat bagi kesehatan. Manfaat ini sebagian besar berasal dari keberadaan metabolit sekunder dalam tanaman tersebut. Beberapa senyawa bioaktif yang terkandung di bagian rimpang antara lain flavonoid, tanin, serta saponin. Ketiga senyawa ini telah diketahui memiliki peran sebagai agen antimikroba, antioksidan, dan penurun kadar lipid dalam darah. Oleh karena itu, rimpang temu mangga dianggap memiliki potensi tinggi sebagai bahan utama dalam formulasi obat tradisional. Agar kualitas dan keamanannya dapat terjamin, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menetapkan parameter standar, baik yang bersifat spesifik maupun nonspesifik, terhadap simplisia dari rimpang temu mangga. Studi ini dilakukan dengan berbagai metode, termasuk analisis makroskopis dan mikroskopis guna menilai karakteristik fisik serta struktur jaringan simplisia. Di samping itu, dilakukan pula analisis fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa aktif dalam bahan tersebut. Parameter spesifik yang dianalisis mencakup kandungan sari yang dapat larut dalam pelarut air maupun etanol. Sedangkan parameter nonspesifik meliputi berbagai aspek, seperti susut pengeringan, tingkat kelembaban, kadar abu total, serta kandungan abu yang tidak larut dalam asam. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa secara visual dan mikroskopis, simplisia memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan. Dalam uji fitokimia, flavonoid, tanin, dan saponin berhasil terdeteksi dengan jelas. Pada analisis parameter spesifik, kandungan sari larut dalam etanol telah mencapai nilai yang sesuai dengan syarat minimal. Namun, hasil untuk sari larut dalam air hanya mencapai 15%, yang masih lebih rendah dibandingkan batas minimum 18,8% sebagaimana tercantum dalam Farmakope Herbal Indonesia. Sementara itu, dari parameter nonspesifik, hanya kadar abu total sebesar 0,5% yang masih berada dalam rentang toleransi. Nilai susut pengeringan sebesar 10,006%, kadar air 10,01%, serta abu tidak larut dalam asam sebesar 4,70% semuanya melampaui batas maksimum yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kualitas simplisia rimpang temu mangga belum sepenuhnya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Oleh sebab itu, diperlukan perbaikan terutama pada proses pencucian, pengeringan, dan penyimpanan, agar bahan tersebut memenuhi persyaratan mutu dalam Farmakope Herbal Indonesia serta aman digunakan sebagai bahan baku jamu.