Cancel culture merupakan hal yang menakutkan bagi tokoh publik karena dapat menjadi ancaman bagi karir selebriti. Di Korea Selatan terdapat sebuah media yang seringkali mengungkap skandal tokoh publiknya, yaitu bernama Dispatch. Sedangkan di Indonesia, praktik cancel culture juga telah menjangkau kalangan remaja dan Kpopers. Kpopers merupakan julukan bagi penggemar K-pop atau Korean Pop. Ketika terjadi cancel culture terhadap salah satu idola Kpopers, maka media akan sibuk meliput berbagai opini publik hingga menimbulkan disonansi kognitif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui disonansi kognitif yang diakibatkan oleh “Dispatch” terhadap penggemar Seungri saat idolanya mengalami cancel culture, serta untuk mengetahui cara mengurangi kondisi disonan penggemar Seungri di Twitter. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara di Twitter serta dokumentasi berupa tangkapan layer tweet yang menggambarkan keadaan disonan. Dalam penelitian ini mewawancarai tiga Kpopers Indonesia di Twitter sebagai informan terutama penggemar Seungri. Hasilnya terjadi perbedaan antara rumor media dengan fakta pengadilan yang menyebabkan disonansi kognitif dimana secara perlahan fakta tersebut bisa mengurangi kondisi disonan penggemar Seungri.