Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Parlemen Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Haeruman Jayadi; AD Basniwati; Lalu Guna Nugraha
Unizar Law Review (ULR) Vol 4 No 2 (2021): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana keberadaan Lembaga DPD dalam penyelenggaraan ketatanegaraan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative, yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dengan menggunakan pendekatan ini ditemukan bahwa berdasarkan UUD 1945, Secara struktural kelembagaan, DPD merupakan lembaga parlemen sedangkan secara fungsional, DPD tidak dapat dikatakan memiliki fungsi legislasi oleh karena kewenangan yang dimiliki dalam pembentukan undang-undang tidak sampai pada memberikan persetujuan melainkan hanya ikut membahas saja. Sebagai lembaga parlemen, secara stuktural kelembagaan, DPD merupakan lembaga negara utama, namun secara fungsional tidak menunjukkan adanya fungsi yang sepenuhnya sebagai lembaga legislatif, sehingga dapat dikatakan sebagai lembaga parlemen yang memiliki kewenangan yang sangat lemah dalam pembentukan undang-undang. Oleh karena itu secara fungsional dapat dikatakan sebagai lembaga penunjang kekuasaan legislatif (DPR). DPD sebagai salah satu bagian dari lembaga parlemen, secara kelembagaan memiliki kedudukan yang sederajat dengan lembaga parlemen yang lain yaitu dengan DPR dan MPR.
Model Pendelegasian Materi Muatan Peraturan Lembaga Negara Setingkat Presiden Haeruman Jayadi; Sarkawi; Agung Setiawan
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 9 No. 2 (2024): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v9i2.195

Abstract

Dalam sistem hukum Indonesia, terdapat beragam jenis peraturan perundang-undangan yang memiliki hierarki dan perbedaan dalam bentuk serta materinya. Undang-Undang Dasar 1945 mengatur pembentukan berbagai jenis peraturan, di antaranya Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Daerah (Perda), dan lainnya. Salah satu peraturan yang menjadi sorotan dalam penelitian ini adalah Peraturan Lembaga Negara setingkat Presiden yang tidak secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) dan perubahannya. Pasal 8 ayat (1) UUP3 memberikan ruang bagi peraturan yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga negara setingkat Presiden, namun tidak mengatur secara rinci mengenai materi muatan peraturan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis delegasi pengaturan materi muatan dalam Peraturan Lembaga Negara setingkat Presiden dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia serta mengidentifikasi materi muatan yang terkandung dalamnya. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih jelas mengenai posisi dan substansi Peraturan Lembaga Negara setingkat Presiden dalam konteks sistem peraturan perundang-undangan Indonesia serta dampaknya terhadap kepastian hukum.
Tantangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Dalam Mewujudkan Kemandirian Desa Haeruman Jayadi; Sarkawi; Rachman Maulana Kafrawi; Agung Setiawan; Rahmadani
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 9 No. 2 (2024): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v9i2.196

Abstract

Pembangunan desa sebagai bagian dari otonomi desa memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, di mana desa tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek pembangunan. Salah satu upaya pemerintah untuk mengoptimalkan otonomi desa adalah melalui pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, BUMDes dibentuk untuk memperkuat perekonomian desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BUMDes berfungsi sebagai lembaga yang memiliki peran ganda, yakni sebagai lembaga sosial yang bertujuan untuk kepentingan masyarakat dan sebagai lembaga komersial yang mencari keuntungan. Namun, dalam implementasinya, BUMDes sering menghadapi berbagai tantangan, seperti kerancuan posisi antara institusi sosial dan komersial, rendahnya partisipasi masyarakat, kurangnya pemahaman perangkat desa mengenai pengelolaan BUMDes, serta masalah kepemimpinan dan manajerial. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh BUMDes dalam mewujudkan kemandirian desa serta mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai peran BUMDes dalam membangun desa yang mandiri dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Urgensi Pembentukan Undang-Undang Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi Ditinjau dari Perspektif Kepastian Hukum Rikiandi Sopian Maulana; Chrisdianto Eko Purnomo; Haeruman Jayadi; Rachman Maulana Kafrawi
Jurnal Diskresi Vol. 3 No. 1 (2024): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v3i1.5072

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dasar pertimbangan dan urgensi pembentukan Undang-Undang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa belum adanya regulasi setingkat undang-undang yang mengatur secara detail mengenai Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi. Dengan adanya regulasi Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi yang jelas, maka pelaksanaan hak prerogatif Presiden dapat dilaksanakan secara optimal dalam pemberian keadilan kepada masyarakat. Sudah ada arahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada rapat kerja dengan Dewan Perwakilaan Rakyat yang akan segera menyusun perubahan Undang-Undang tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi sebagai pelaksanaan dari Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD 1945 agar payung hukum pelaksanaan Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi menjadi lebih jelas dan terang ke depannya. Kata Kunci: Urgensi, Grasi, Abolisi, Kepastian Hukum
Hubungan Fungsional antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden dalam Bidang Pengawasan di Indonesia menurut UUD 1945 Satria Budi Kusuma; Haeruman Jayadi; AD. Basniwati; Muh. Alfian Fallahiyan
Jurnal Diskresi Vol. 3 No. 1 (2024): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v3i1.5085

Abstract

Dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan Presiden Tanpa pengawasan, kewenangan yang besar tersebut berpotensi diselewengkan. Undang-Undang Dasar memberikan kewenangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengawasi Presiden. Namun, anggota DPR kerap kali merepresentasikan kepentingan partai politik. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan metode pendekatan Pendekatan Perundang-Undangan (Statute approach) dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) dengan didasarkan pada penalaran deduktif, yakni pengambilan simpulan dari uraian umum tentang Mahkamah Konstitusi ke uraian khusus. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa Hubungan fungsional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden didasarkan pada distribusi kekuasaan dimana eksekutif terpisah dan independen dari kekuasaan legislatif. Presiden memiliki berbagai tanggung jawab dan wewenang yang diberikan oleh konstitusi. Dalam konteks sistem presidensial Indonesia yang diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945, Presiden berperan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintah serta penanggjung jawab krisis dan bencana alam. Antara DPR dan Presiden terdapat hubungan fungsional yang secara garis besar dapat nyatakan dalam dua hal, yaitu hubungan yang bersifat kerjasama, dan hubungan yang bersifat pengawasan. Hubungan itu memungkinkan terciptanya Checks and balances atau perimbangan kekuasaan. Kata kunci: Presiden, DPR, Kewenangan
PERS MAHASISWA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS M. Zahiruddin; Haeruman Jayadi; Abdul Khair; Ashari
Jurnal Diskresi Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v4i1.7385

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana pers mahasiswa dipandang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers baik dari segi kedudukan dan perlindungan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu dengan melakukan pendekatan kepustakaan, perundang-undangan, dan konseptual. Pers mahasiswa belum mendapat pengaturan secara eksplisit dalam Undang-Undang Pers, namun untuk mendapatkan perlindungan hukum pers mahasiswa sudah memenuhi syarat materiil pada Pasal 2, 3, 4, 5 dan 6 dalam Undang-Undang Pers. Karena bentuk kelembagaannya yang tidak berbadan hukum sebagai pemenuhan syarat formil berdasarkan Pasal 1 ayat 2 juncto Pasal 9 ayat 2, mengakibatkan pers mahasiswa rentan terkena tindakan represif serta ancaman berupa pembatasan kebebasan akademik dan pers. Bahkan karena hal tersebut kelembagaan pers mahasiswa bisa terkena pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta) sesuai ketentuan Pasal 18 ayat 3. Padahal peranannya sama dengan pers secara nasional bahkan dianggap lebih mampu menjaga independensi dan idealisme pers dengan idealisme mahasiswanya. Peranan yang dimaksud diantaranya sebagai media kontrol sosial, informasi, edukasi, dan hiburan.
PELAKSANAAN KEWENANGAN KOMISI INFORMASI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK Anggara Aryandhana; Kaharudin; Haeruman Jayadi; Riska Ari Amalia
Jurnal Diskresi Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v4i1.7391

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan kewenangan Komisi Informasi Provinsi NTB dalam penyelesaian sengketa informasi publik serta mengidentifikasi hambatan dan solusi Komisi Informasi Provinsi NTB dalam pelaksanaan kewenangannya dalam menyelesaikan sengketa informasi publik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif-empiris. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pelaksanaan kewenangan Komisi Informasi Provinsi NTB dalam penyelesaian sengketa informasi publik sudah berjalan dengan baik, hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan jumlah kasus yang berhasil diselesaikan oleh Komisi Informasi Provinsi NTB sesuai dengan prosedur sehingga proses penyelesaian berjalan efektif. Namun demikian, bukan berarti Komisi Informasi Provinsi NTB tidak mempunyai hambatan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut. Adapun faktor-faktor yang menjadi hambatan yang dihadapi oleh Komisi Informasi Provinsi NTB seperti, kurangnya sosialisasi, minimnya sumber daya manusia, keterbatasan sarana dan prasarana, serta anggaran yang terbatas. Walaupun demikian, hal tersebut tidak menghalangi Komisi Informasi NTB untuk terus menjaga transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan kepada masyarakat.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN JUDICIAL ACTIVISM Nelly Liswana; Rusnan; Haeruman Jayadi; Umam, Khairul
Jurnal Diskresi Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v4i1.7426

Abstract

Judicial activism oleh Mahkamah Konstitusi (selanjutnya MK) identik dengan kehadiran ‘norma baru’ sehingga MK sering kali dianggap melampaui batas kewenangannya. Kondisi ini melahirkan pertanyaan sejauh mana MK berwenang melakukan judicial activism. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan mahkamah atau faktor pendorong penerapan judicial activism oleh MK di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan historis, dan pendekatan komparatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan Hakim Konstitusi menerapkan judicial activism yaitu dipengaruhi faktor internal hakim konstitusi (personalitas hakim) dan faktor eksternal hakim konstitusi.
KETIDAKPATUHAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 91/PUU-XVIII/2020 TENTANG UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA) Aris Munandar; Chrisdianto Eko Purnomo; Haeruman Jayadi; Riska Ari Amalia
Jurnal Diskresi Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v4i1.7430

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji ketidakpatuhan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII 2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja. mengenai kepastian hukum didalamnya terkait pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi. Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1). Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), 2). Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Sumber bahan hukum yang diperoleh dari kepustakaan (research document) Jenis bahan hukum adalah hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis bahan hukum menggunakan penelitian normatif, sehingga peneliti akan melakukan suatu penafsiran-penafsiran dan kajian-kajian untuk menelaah bahan hukum yang diperoleh untuk menghasilkan uraian sistematis dan terstruktur, serta menjawab rumusan masalah. Adapun hasil penelitian antara lain 1). Ketidakpatuhan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 didasarkan pada kelemahan dalam mekanisme pengawasan serta kecenderungan politik legislasi yang mengutamakan kepentingan tertentu. DPR tidak sepenuhnya menjalankan perintah Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki prosedur pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja sesuai prinsip partisipasi publik yang bermakna. 2). Akibat dari ketidakpatuhan ini, secara hukum, Undang-Undang Cipta Kerja tetap berlaku tetapi berpotensi digugat kembali, menciptakan ketidakpastian hukum bagi investor dan masyarakat. Selain itu, legitimasi DPR dalam proses legislasi semakin dipertanyakan, yang dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan demokrasi di Indonesia.