Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Seleksi Jenis Bunga untuk Produksi Mutu Minyak Mawar Yulianingsih, -; Amiarsih, Dwi; Tahir, Ridwan; Diharjo, Sabari Sosro
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 4 (2006): Desember 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Mawar yang banyak ditanam petani mempunyai potensi sebagai bahan baku pembuatan minyak bunga yang dapat meningkatkan manfaat dan nilai tambah bunga, yang selama ini hanya digunakan sebagai bunga segar dan bunga tabur. Penelitian ini bertujuan mendapatkan jenis mawar yang tepat dalam upaya mendapatkan concrete dan minyak mawar berkadar tinggi dengan mutu prima. Bunga mawar diekstraksi dengan pelarut heksan, perendaman, dan pengadukan. Perbandingan bunga dan pelarut 1:2 dengan lama ekstraksi 12 jam. Pengambilan filtrat melalui penyaringan dan pemerasan. Ekstrak dievaporasi vakum untuk mendapatkan concrete. Concrete yang diperoleh diekstrak dengan etanol 96% dan diuapkan kembali untuk mendapatkan minyak. Rancangan penelitian menggunakan acak lengkap pola faktorial dengan 3 ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap rendemen concrete, minyak, indeks bias, dan komposisi kimiawi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mawar Americana Beauty menghasilkan rendemen concrete dan absolut tertinggi, yaitu 0,14% dan 0,06%. Nilai indeks bias tertinggi dimiliki jenis mawar putih tabur (1,45-1,47). Komponen utama penyusun absolut mawar adalah fenil etil alkohol, sitronellol, dan geraniol. Pada mawar Americana Beauty didominasi senyawa metil eugenol.ABSTRACT. Yulianingsih, D. Amiarsi, R. Tahir, and Sabari S.D. 2006. Selection of roses for producing good quality of rose oil. Roses flower is potential for producing rose oil for product diversivication and for increasing its value added which usually just used as cutflower and grave yard flower. The objective of this research was to determine kinds of rose varieties (Local Red Rose, Local White Rose, Americana Beauty, and Holland Red Rose) for producing good quality and quantity of concrete/absolute. Rose flowers were extracted by dipping flower in to hexane solution for 12 hours. Ratio of flower and solvent was 1:2. Solution was harvested by filtering and manual pressing. Solution was vacuum evaporated to produce concrete, from which absolute would be produced by dissolving in ethanol 96% followed by vacuum evaporation. Observations were done on rendemen of concrete and absolutes, refraction index, and chemical composition of absolutes. The experiment was arranged in a factorial completely randomized design with 3 replications. The results showed that Americana Beauty variety gave the highest rendemen of concrete and absolutes of rose i.e. 0.14% and 0.06% respectively. The highest refraction index was found in Local White Rose (1.45-1.47). The specific components in absolute rose oil were fenyl ethyl alcohol, citronellol, and geraniol. While methyl eugenol was a dominantly found in absolute oil of Americana Beauty roses.
THE URGENCY OF THE CRIMINAL POLICY IN CRIME MITIGATION POLICE PROFESSION Tahir, Ridwan
Tadulako Law Review Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article aims to reveal the characteristics of the crimes committed by the police in general, and then continued by asserting the main orientation of the criminal policy in crime prevention. Next, will be discussed more specifically about the urgency of the criminal policy in the prevention of the crimes committed by the police. This paper, presented using data and information from literature sources, then analyzed qualitatively with decomposition descriptive and prescriptive analytics. The focus of the discussion of this article will be directed to the issue of urgency criminal policy in relation to the role of agency compensation and rehabilitation for the abuses of power that are criminogen in the investigation process established through pretrial agencies that the results are only set compensation and rehabilitation as a result of misuse of the police profession. To that end, the weakness of the criminal law policy, need to be updated, ie, by adding the authority to institute pretrial may also recommend its findings to be prosecuted and criminal sanctions
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN DAN PENCABUTAN PERKARA TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI WILAYAH POLRES SIGI) MAHMUD, APRISAL; TAHIR, RIDWAN; AWALIAH, AWALIAH
Legal Opinion Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Law Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPenelitian ini membahas tentang perbedaan pelaporan dan pengaduan yakni pengaduan hanya dapat dilakukan oleh orang orang tertentu yang disebut dalam UU dan dalam kejahatan tertentu, sementara laporan dapat dilakukan oleh siapa saja dapat melaporkan, dan semua tindak kejahatan atau tindak pidana, melihat fenomena pengaduan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang banyak terjadi khususnya di wilayah kabupaten sigi penulis mengumpulkan data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif yakni menguraikan fakta-fakta lapangan serta kajian-kajian teoritis, yang kemudian disimpulkan secara induktif. data kasus pengaduan KDRT di polres sigi  yang terjadi di wilayah kab.sigi ( data tahun 2015 – 2016) cenderung dan di dominasi dengan kesepakatan damai antara korban dan pelaku. dimana seringkali proses hukum tidak dilanjutkan keproses penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan( dalam pasal 51 dan 52 UU 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT jelas di sebutkan merupakan delik aduan. Kesepakatan damai atau pencabutan pengaduan KDRT antara korban dan pelaku seringkali didasari atas kesadaran bahwa mereka masih dalam hubungan perkawinan dan akibat yang ditimbulkan dari proses hukum yang dilanjutkan hingga ke pengadilan dapat melahirkan perceraian, serta membahas akibat hukum  pencabutan pengaduan kasus KDRT.
PENERAPAN KODE ETIK PROFESI POLRI TERHADAP ANGGOTA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah) Hendrawan, Deni; Tahir, Ridwan; Itam Abu, Harun Nyak
Legal Opinion Vol 6, No 6 (2018)
Publisher : Faculty of Law Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan ini menjelaskan tentang bagaimana bentuk dan jenis pelanggaran kode etik profesi polri serta bagaimanakah penerapan sanksi kode etik profesi polri terhadap anggota yang melakukan tindak pidana di wilayah hukum kepolisian daerah sulawesi tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk dan jenis pelanggaran kode etik profesi polri dan untuk memahami penerapan sanksi kode etik profesi polri terhadap anggota yang melakukan tindak pidana di wilayah hukum kepolisian daerah sulawesi tengah.Untuk memperoleh data, penulis melakukan wawancara dengan Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan anggotanya serta penelusuran baik terhadap undang-undang maupun peraturan lainnya yang berhubungan dengan Kode Etik profesi Polri sebagai bahan hukum primer, dan menelusuri buku atau literatur serta pendapat para ahli dibidang etika profesi khususnya terkait Kode Etik Profesi Polri sebagai bahan hukum sekunder. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diperoleh beberapa simpulan seperti: penerapan kode etik profesi polri yang diatur dalam peraturan kapolri nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik profesi polri masih perlu ditingkatkan dalam hal penegakkan hukumnya oleh bidpropam kepolisian daerah sulawesi tengah terutama bagi anggota polri yang melakukan tindak pidana, peningkatan sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan tugas bidpropam polda sulawesi tengah serta menghilangkan kesan masyarakat terhadap penegakan hukum internal polri, sehingga masyarakat memperoleh informasi secara komprehensif atas penyelesaian kasus-kasus yang dilakukan oleh anggota polri.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANIAYAAN WASIT SAAT PERTANDINGAN SEPAK BOLA Firgiawan, Andry; Tahir, Ridwan; Itam Abu, Harun Nyak
Legal Opinion Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti penganiayaan adalah: “perlakuan yang sewenang-wenang”. Pengertian yang dimuat dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang menyangkut termasuk “perasaan” atau “bathiniah”. Sedangkan yang dimaksud penganiayaan dalam hukum pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Penganiayaan terbagi atas dua pengertian yaitu penganiayaan menurut doktrin ialah setiap perbuatan yang mengakibatkan perubahan fisik dan rasa sakit pada seseorang disebut penganiayaan dan penganiayaan menurut yurisprudensi ialah setiap perbuatan yang didasari terpaksa menimbulkan rasa sakit dan perubahan fisik pada seseorang tapi tunjuannya untuk mendidik atau untuk alasan medis itu tidak dapat dikatakan penganiayaan, contohnya guru memukul anak muridnya dan dokter menyuntik pasienya. Penganiayaan diatur dalam KUHP Bab XX tentang penganiayaan. Dalam sepak bola, tindak Pidana penganiayaan yang sering terjadi adalah penganiayaan terhadap wasit sepak bola. Metode yang digunakan untuk menulis adalah metode penelitian normatif.Penganiayaan terhadap wasit merupakan suatu tindakan sebagian/sekelompok oknum yang sengaja ingin mencelakai wasit selaku pemimpin/pengadil dalam pertandingan, dikarenakan tidak setuju dengan keputusan wasit yang merugikan tim yang mereka dukung. karena terlalu sering terjadi kasus seperti ini, hingga menjadi hal yang lumrah dalam dunia persepakbolaan di Indonesia. 
PERBANDINGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA WATERFALL SYSTEM DALAM UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 1982 DENGAN STAIR SYSTEM DALAM UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS A. Azis, Fadli; Tahir, Ridwan; Itam Abu, Harun Nyak
Legal Opinion Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pertanggungjawaban pidana penting menjadi pembahasan, ada dua sistem pertanggung jawaban pidana yang terdapat didalam Undang-undang Pers, yakni Waterfall system dan Stair system. Pertanggungjawaban pidana Waterfall system yang ada dalam UU No. 21 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pers ini maksudnya adalah, bahwa ketika seorang pimpinan pers yang dimintai pertanggungjawaban pidana dapat melimpahkan atau menurunkan tanggung jawab itu kepada bawahannya, begitu seterusnya sampai pada bagian yang paling bawah.Sedangkan Pertanggungjawaban pidana Stair system didalam UU No. 40 Tahun 1999 jika dalam suatu tindak pidana terlibat beberapa orang sekaligus, maka untuk menentukan hukuman masing-masing orang itu, harus dilihat lebih dahulu bagaimana dan sejauh mana keterlibatan mereka dalam tindakan itu.
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA (ZEEI) (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Palu No.127/Pid.Sus/2015/PN.Pal) Utama, Dio Alif; Tahir, Ridwan; Malaragan, Kartini
Legal Opinion Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Illegal fishing adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu Negara tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari Negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan Negara itu.Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera salah satu Negara yang tergabung sebagai anggota organisasi pengelolaan regional, Regional Fisheries Management Organization (RFMO) tetapi pengoprasian kapal-kapalnya bertentangan dengan tindakan-tindakan konservasidan pengelolaan perikanan yang telah diadopsi oleh RFMO. Negara RFMO wajib mengikuti aturan yang di tetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan dengan hukum internasional.Illegal fishing dapat diartikan sebagai kegitan perikanan yang melanggar hukum. Walaupun sulit untuk memetakan dan mengestimasi tingkat illegal fishing yang terjadi di WPP-RI, namun dari hasil pengawasan yang dilakukan selama ini, (2005-2010) dapat disimpulkan bahwa illegal fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di ZEE ( Exlusive Ekonomi Zone ). Kegiatan illegl fishing juga dilakukan oleh kapal ikan Indonesia (KIA).Beberapa modus atau jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, anatar lain: Penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Periakan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI)), memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaiman ditetapkan (pelanggaran daerah  penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan), pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan,registrasi, dan perizinan kapal),transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang diwajibkan memasang transmitter), dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestrarikan sumberdaya ikan.
Seleksi Jenis Bunga untuk Produksi Mutu Minyak Mawar - Yulianingsih; Dwi Amiarsih; Ridwan Tahir; Sabari Sosro Diharjo
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 4 (2006): Desember 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v16n4.2006.p%p

Abstract

ABSTRAK. Mawar yang banyak ditanam petani mempunyai potensi sebagai bahan baku pembuatan minyak bunga yang dapat meningkatkan manfaat dan nilai tambah bunga, yang selama ini hanya digunakan sebagai bunga segar dan bunga tabur. Penelitian ini bertujuan mendapatkan jenis mawar yang tepat dalam upaya mendapatkan concrete dan minyak mawar berkadar tinggi dengan mutu prima. Bunga mawar diekstraksi dengan pelarut heksan, perendaman, dan pengadukan. Perbandingan bunga dan pelarut 1:2 dengan lama ekstraksi 12 jam. Pengambilan filtrat melalui penyaringan dan pemerasan. Ekstrak dievaporasi vakum untuk mendapatkan concrete. Concrete yang diperoleh diekstrak dengan etanol 96% dan diuapkan kembali untuk mendapatkan minyak. Rancangan penelitian menggunakan acak lengkap pola faktorial dengan 3 ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap rendemen concrete, minyak, indeks bias, dan komposisi kimiawi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mawar Americana Beauty menghasilkan rendemen concrete dan absolut tertinggi, yaitu 0,14% dan 0,06%. Nilai indeks bias tertinggi dimiliki jenis mawar putih tabur (1,45-1,47). Komponen utama penyusun absolut mawar adalah fenil etil alkohol, sitronellol, dan geraniol. Pada mawar Americana Beauty didominasi senyawa metil eugenol.ABSTRACT. Yulianingsih, D. Amiarsi, R. Tahir, and Sabari S.D. 2006. Selection of roses for producing good quality of rose oil. Roses flower is potential for producing rose oil for product diversivication and for increasing its value added which usually just used as cutflower and grave yard flower. The objective of this research was to determine kinds of rose varieties (Local Red Rose, Local White Rose, Americana Beauty, and Holland Red Rose) for producing good quality and quantity of concrete/absolute. Rose flowers were extracted by dipping flower in to hexane solution for 12 hours. Ratio of flower and solvent was 1:2. Solution was harvested by filtering and manual pressing. Solution was vacuum evaporated to produce concrete, from which absolute would be produced by dissolving in ethanol 96% followed by vacuum evaporation. Observations were done on rendemen of concrete and absolutes, refraction index, and chemical composition of absolutes. The experiment was arranged in a factorial completely randomized design with 3 replications. The results showed that Americana Beauty variety gave the highest rendemen of concrete and absolutes of rose i.e. 0.14% and 0.06% respectively. The highest refraction index was found in Local White Rose (1.45-1.47). The specific components in absolute rose oil were fenyl ethyl alcohol, citronellol, and geraniol. While methyl eugenol was a dominantly found in absolute oil of Americana Beauty roses.
Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Pengukuran Titie Yustisia Lestari; Ridwan Tahir; Andi Afdhalia Sri Hayati
Wajah Hukum Vol 3, No 2 (2019): Oktober
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (545.019 KB) | DOI: 10.33087/wjh.v3i2.63

Abstract

In trade traffic and buying and selling transactions, measuring instruments, measurements, and scales are one of the most vital and necessary facilities in supporting the realization of a transaction of goods and services. Its purpose is to determine the unit and weight of the goods and services which are the object of the trade and the transaction. For that reason, in every trade transaction, especially trade in goods, measurement tools, measurements and scales that meet legal metrology standards are needed. or legal metrology or legale metrology. This means that the measurement tools, measurements, and scales used in each transaction must have the legality and validity of the agency that is authorized to do so, namely from the Legal Metrology or Metrology Technical Implementation Unit (UPT) which carries out the metrological tasks residing in Provincial and Regency / City level. This research is an empirical study conducted in the city of Palu using the interview and questionnaire method. The results showed that there were still many violations committed by Legal Metrology starting from the need to guarantee fairness in trade, especially in the area of measurement and weighing. Legal metrology is mainly concerned with measurement tools regulated by law. Irregularities in legal metrology among traders often occur due to lack of legal awareness and ignorance of the laws governing legal metrology. Factors inhibiting law enforcement against legal metrology criminal acts include a lack of public awareness about the law itself and a lack of socialization about threats criminal offenses against legal metrology abuse.
Sosialisasi Hukum Tentang Pemahaman Kekerasan Seksual Pada Siswa MTs Alkhairaat Parigi Lestari, Titie Yustisia; Tahir, Ridwan; Friskanov. S, Irzha
BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 6 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jb.v6i1.11733

Abstract

Kekerasan seksual merupakan isu hangat yang terjadi di lingkungan pendidikan. Banyaknya kasus kekerasan seksual yang dialami pada anak menjadi konsentrasi dunia pendidikan untuk dapat tindakan khusus pemerintah baik melalui pencegahan maupun tindakan sanksi ringan hingga berat. Namun lemahnya sanksi hukum bagi pelaku kejahatan seksual masih menjadi perbincangan di akademisi maupun masyarakat awam. Pentingnya pengetahuan dasar tentang kekerasan seksual bagi pelajar menjadi pokok materi yang akan dilaksanakan pada kegiatan pengabdian pada masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan yang dihadiri 20 peserta di MTS Alkhairaat Parigi Kabupaten Parigi Moutong dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Bukan hanya itu, materi ini juga mengajak peserta untuk berpartisipasi dan berperan aktif dalam mengetahui tentang sadar hukum kekerasan seksual dan memberikan sikap pada tindakan yang tepat. Kekerasan seksual merupakan isu serius yang dapat memengaruhi perkembangan mental dan emosional siswa, terutama di kalangan remaja. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemahaman siswa tingkat menengah pertama mengenai kekerasan seksual, serta faktor-faktor yang memengaruhi kesadaran dan persepsi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang kekerasan seksual masih rendah, dengan perbedaan signifikan antara siswa perempuan dan laki-laki. Siswa perempuan cenderung lebih menyadari tanda-tanda kekerasan seksual, sementara siswa laki-laki menunjukkan ketidakpahaman mengenai bentuk-bentuk kekerasan non-fisik. Selain itu, pengaruh media sosial dan budaya tabu di masyarakat turut memperburuk situasi ini. Juga menekankan pentingnya peran guru dalam memberikan edukasi yang tepat dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi siswa. Diperlukan kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman siswa tentang kekerasan seksual. Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan siswa dapat lebih mengenali, mencegah, dan melaporkan kasus kekerasan seksual yang mereka hadapi atau saksikan