Triska Susila Nindya
Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga

Published : 39 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 39 Documents
Search

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN KERUTINAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI: Relation between Nutritional Status and the Regularity of Exercise with the Incidence of Dysmenorrhea in Adolescent Girls Elvera Zundha Nurlaily; Triska Susila Nindya
Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal of Midwifery) Vol. 2 No. 2 (2016): JIKeb | September 2016
Publisher : LPPM - STIKES Pemkab Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.505 KB)

Abstract

Pendahuluan : Pada tahap pubertas remaja putri mengalami salah satu ciri yaitu menstruasi. Lebih dari setengah wanita yang sedang menstruasi mengalami kelainan menstruasi yang disebut dismenore. Dismenore merupakan gejala rasa sakit atau rasa tidak enak pada perut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari hubungan antara status gizi dan kerutinan olahraga dengan kejadian dismenore pada remaja putri. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dan data dikumpulkan secara cross sectional. Populasi penelitian adalah remaja putri kelas X, XI dan XII yang bersekolah di SMAK St. Stanislaus Surabaya sebanyak 123 siswa, sedangkan untuk sampel diambil 56 siswa secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan adalah karakteristik remaja putri, status gizi berdasarkan BMI for age, dan kerutinan olahraga. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner serta pengukuran status gizi IMT/U. Hubungan antara status gizi dan kerutinan olahraga dengan kejadian dismenore dianalisis dengan menggunakan Chi Square Test. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi status gizi lebih pada responden relatif besar (>30%), sebagian besar responden tidak melakukan olahraga secara rutin (80,4%). Terdapat hubungan antara status gizi (p=0,027) dan kerutinan olahraga (p=0,045) dengan kejadian dismenore pada remaja putri. Pembahasan : Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa status gizi dan kerutinan olahraga berhubungan dengan kejadian dismenore pada remaja putri. Dengan demikian perlu adanya penyuluhan mengenai gaya hidup sehat pada remaja untuk mencapai status gizi yang optimal serta penyuluhan terkait kesehatan reproduksi khususnya dismenore. Kata Kunci: Dismenore, Remaja Putri, Status Gizi, Kerutinan Olahraga
Perbedaan Asupan Energi, Protein, Zink, dan Perkembangan pada Balita Stunting dan non Stunting Farahiyah Yusni Adani; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 2 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (724.26 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i2.2017.46-51

Abstract

 Background: Stunting is a nutritional problem caused by inadequate nutrition intake for  a long time and/or recurrent infectious diseases. The impacts of stunting are increase mortality,  morbidity,  health costs, decrease cognitive development, motor, and language development.There are nutrients that important to linear growth as energy, protein, and zinc. Objectives: The purpose of this study was to analyze the differences of intake of the energy, protein, Zinc, development in stunting and non-stunting toddler. Methods: The research was a cross sectional study with quantitative approach. The sample size was 64 toddler in Manyar Sabrangan Sub-district, Surabaya, 32 toddler each stunting and non-stunting were taken by simple random sampling. The data were collected by measuring height, structure questionnaire, food recall 2x24 hours, questionnaire for screening development (KPSP). The data were analyzed using Chi Square Test. Results: Non-stunting toddlers have an adequate intake of energy, protein, zinc respectively 71,9%, 93,7%, 71,9%, meanwhile appropriate development was 75%. Stunting toddlers have an inadequate intake of energy, zinc respectively 68,7%, 65,6% and adequate intake of protein was 68,7%, meanwhile deviance development was 62,5%. The results of this study showed that the comparison of differences between stunting and non-stunting toddler were significant (≤0,05) in energy, protein, Zinc, and development. Conclusion: Non-stunting toddler have a higher intake of the energy, protein, Zinc, and development rather than stunting toddler. Mother of toddler should to increase intake of energy, protein, Zinc to prevent stunting and achieve appropriate development.ABSTRAK Latar belakang: Stunting adalah permasalahan gizi yang disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang dalam waktu lama dan/atau penyakit infeksi yang berulang. Terdapat beberapa zat gizi yang berperan dalam pertumbuhan linier. Salah satu zat gizi tersebut adalah energi, protein, dan zink. Dampak stunting dapat meningkatkan mortalitas, morbiditas, biaya kesehatan, menurunkan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan asupan energi, protein, Zink, dan perkembangan pada balita stunting dan non stunting.Metode: Penelian ini menggunakan studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel terdiri dari 64 balita yang di Kelurahan Manyar Sabrangan Surabaya, balita stunting dan non-stunting masing-masing berjumlah 32. Pengumpulan data menggunakan pengukuran tinggi badan, food recall 2x24 jam, kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) ,dan kuesioner. Data dianalisis menggunakan chi square Tets.Hasil: Balita non-stunting mempunyai asupan energi, protein, zink adekuat yaitu 71,9%, 93,7%, dan 71,9% serta perkembangan sesuai yaitu 75%. Balita stunting mempunyai asupan energi, zink inadekuat yaitu 68,7%, 65,6% dan protein adekuat yaitu 68,7% serta perkembangan menyimpang yaitu 62,5%. Hasil dari penelitian menunjukkan perbandingan balita stunting dan non stunting adalah ada perbedaan signifikan (p≤0,05) pada energi, protein, Zink, dan perkembangan.Kesimpulan: Balita non-stunting mempunyai asupan energi, protein, Fe, Zink yang tinggi dan stimulasi psikososial serta perkembangan yang baik daripada balita stunting. Ibu balita harus meningkatkan asupan energi, protein, Zink agar dapat mencegah terjadinya stunting dan dapat mencapai perkembangan yang sesuai.
Hubungan Ketahanan Pangan dan Penyakit Diare dengan Stunting pada Balita 13-48 Bulan di Kelurahan Manyar Sabrangan, Surabaya Chovinda Ayu Safitri; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 2 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (745.748 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i2.2017.52-61

Abstract

 Background: Stunting is an acute malnutrition that is one of the leading causes of death in under-five children in the world and can impact on low quality of life in the future. Household food security and infectious diseases especially diarrhea in under-five children are indicated to be factors that cause the stunting state. Toddlers 13-48 months old are likely have a high risk for disease and its effects. Stunting in under-five children is closely related to food insecurity of the family and diarrheal diseases by the children.Objectives: The purpose of this study was to analyze the association of food security of the family and diarrheal diseases to stunting. Methods: This research was an observational analytic with cross sectional design. The sample was 68 children under-five age 13-48 months in Manyar Sabrangan, Mulyorejo Sub-district, Surabaya. Selection of sample was using simple random sampling with lottery technique. The data were collected by interview method with questionnaire. Food security was accessed by US-HFSSM questionnaire. Spearman correlation test was used in the statistical analysis (α=0.05). Results: The data showed that the percentage of stunting, diarrhea, and household insecurity respectively 30.9%, 19.1%, and 61.8%. There was an association between food insecurity with stunting (p<0.05). There was not an association between diarrhea with stunting (p>0.05). Conclusions: It is necessary for family to have a coping strategy to avoid long-term food insecurity. There is another factor such as a history of food intake that may be able to affect stunting in addition to diarrhea.ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan keadaan kekurangan gizi akut yang menjadi salah satu penyebab kematian pada balita di dunia dan dapat berdampak pada kualitas kehidupan yang rendah di masa depan. Ketahanan pangan keluarga dan kejadian penyakit infeksi yang dialami balita terutama diare diindikasikan menjadi faktor yang dapat menyebabkan keadaan stunting. Balita usia 13-48 bulan merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit dan dampaknya. Keadaan stunting erat kaitannya dengan kerawanan pangan keluarga dan penyakit infeksi seperti diare yang dialami balita.Tujuan: Untuk menganalisis hubungan ketahanan pangan keluarga dan penyakit diare dengan keadaan stunting balita.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancang cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 68 balita usia 13-48 bulan di Kelurahan Manyar Sabrangan Kecamatan Mulyorejo Kota Surabaya. Pemilihan sampel menggunakan simple random sampling dengan teknik lotre. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara dengan kuesioner. Ketahanan pangan diukur dengan menggunakan kuesioner United Stated-Household Food Security Survey Module (US-HFSSM). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji korelasi spearman (α=0,05).Hasil: Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 30,9% balita mengalami stunting, 19,1% mengalami diare, dan 61,8% berada pada keadaan rawan pangan. Ketahanan pangan keluarga dan keadaan stunting menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p<0,05). Penyakit diare balita dan keadaan stunting tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p>0,05).Kesimpulan: Dibutuhkan coping strategi dalam keluarga untuk mengatasi masalah kerawanan pangan yang terus-menerus. Terdapat faktor lain seperti riwayat asupan makanan yang dapat mempengaruhi stunting selain penyakit diare.
Asupan Energi dan Protein Berhubungan dengan Gizi Kurang pada Anak Usia 6-24 Bulan Dewi Kencono Jati; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 2 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (858.724 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i2.2017.124-132

Abstract

  Background: Children under two years of age are susceptible to nutritional problems. Nutrient intake are needed for optimal growth and mental development. Inadequate energy intake in the long run can lead to protein energy malnutrition.Objectives: The purpose of this study was to analyze the association energy and protein intake with nutritional status of children aged 6 to 24 months. Methods: This research used cross sectional design aprroach.  The subjects of this study were 62 children under two years (aged 6-24 months). Selection of sample was using simple random sampling Data was collected through interviews using a structured questionnaire, nutrient intake using 2x24hours recall, and weight measurement. Data was analyzed using Chi-square test. Results: The results showed that majority of the children had inadequate energy intake, adequate protein intake, 24.2% were underweight. There was a correlation between energy intake (p=0.044) and protein intake (p=0.038) with nutritional status WAZ. Conclusion: The conclusion of this study is  energy and protein intake contribute to underweight incidences among children aged 6-24 months. Therefore, it could be advised to increase high energy and protein intake for optimum growth.ABSTRAK Latar belakang: Anak dengan usia di bawah dua tahun rentan mengalami masalah gizi. Asupan gizi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Asupan energi yang tidak mencukupi dalam waktu jangka panjang dapat menyebabkan gizi kurang yang berdampak pada kekurangan energi-protein. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan asupan energi dan protein dengan status gizi berdasarkan BB/U pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Klampis Ngasem, Surabaya.Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Subyek dari penelitian ini adalah 62 bayi di bawah dua tahun (baduta) berusia 6-24 bulan yang didapatkan dari metode simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, asupan gizi dengan recall 2x24hrs, dan pengukuran berat badan. Teknik analisis data dilakukan dengan uji statistik Chi-square. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar baduta memiliki asupan energi tidak adekuat, asupan protein adekuat, dan 24,2% mengalami underweight. Terdapat hubungan asupan energi (p=0,044) dan asupan protein (p=0,038) dengan status gizi BB/U.Kesimpulan: Energi dan protein berkontribusi terhadap kejadian underweight pada baduta. Oleh karena itu, disarankan selalu melakukan peningkatan konsumsi pangan dengan memberikan asupan makanan yang mengandung energi dan protein untuk pertumbuhan yang optimal.
Hubungan Konsumsi Camilan dan Durasi Waktu Tidur dengan Obesitas di Permukiman Padat Kelurahan Simolawang, Surabaya Azizah Ajeng Pratiwi; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 3 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (734.646 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i3.2017.153-161

Abstract

Background: Obesity in women with low socioeconomic status is easily found in slum area. Low socioeconomic status can have an impact on dietary changes, such as snacking that are known to be the cause of obesity. In addition to dietary changes, lifestyle changes such as sleep deprivation can also occur due to environmental conditions and job demands. Reduced bedtime will have an impact on health. Objectives: The purpose of this study was to analyze the association of sleep duration and snacking to obesity. Methods: This research was an observational analytical with cross sectional design. The sample was 70 married women aged 20-55 years in Simolawang, Simokerto Distict, Surabaya. Selection of smaple was using multistage random sampling. The data were collected by interview method with questionnaire to collect respondent characteristics data and sleep duration. Food Frequency Questionnaire (FFQ) was conducted to determine the snacking habits. Chi square test was used in the statistical analysis (a=0.05).Results: The data showed that  54.3% of respondents rarely consumed snack and 50% of them had sleep less time. The sleep duration had a significant association with obesity (p=0.009). In addition, snacking habits and obesity also showed a significant relationship (p=0.004).Conclusions: It is necessary to reduce the consumption of snacks and improve sleep time which is 7 hours per night to prevent obesity.ABSTRAK Latar Belakang: Obesitas pada wanita dengan status sosial ekonomi rendah banyak ditemui di permukiman padat. Rendahnya status sosial ekonomi dapat berdampak pada perubahan pola makan, seperti kebiasaan konsumsi camilan yang diketahui menjadi penyebab obesitas. Selain perubahan pola makan, perubahan gaya hidup seperti berkurangnya waktu tidur juga dapat terjadi karena kondisi lingkungan maupun tuntutan pekerjaan. Berkurangnya waktu tidur akan berdampak pada kesehatan.Tujuan: Untuk menganalisis hubungan kebiasaan konsumsi camilan dan durasi waktu tidur dengan obesitas pada ibu rumah tangga di permukiman padat penduduk. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian adalah 70 wanita yang sudah menikah berusia 20-55 tahun di Kelurahan Simolawang Kecamatan Simokerto, Surabaya. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan multistage random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data karakteristik responden dan durasi waktu tidur. Food Frequency Questionnaire (FFQ) dilakukan untuk mengetahui kebiasaan konsumsi camilan. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji chi square (a=0,05).Hasil: Hasil menunjukkan bahwa 54,3% responden jarang mengonsumsi camilan dan 50% responden memiliki waktu tidur yang kurang. Durasi waktu tidur memiliki hubungan yang signifikan dengan kondisi obesitas (p=0,009). Selain itu kebiasaan konsumsi camilan dan obesitas juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p=0,004).Kesimpulan: Diperlukan adanya pembatasan konsumsi camilan dan tidur dengan durasi waktu cukup, yaitu 7 jam per malam untuk mencegah terjadinya obesitas.
Tingkat Kecukupan Energi, Protein Dan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Usia 6-8 Tahun Rika Kusuma Nagari; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 3 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (834.258 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i3.2017.189-197

Abstract

Background: The nutritional status of elementary school children can be influence by many factors such as levels adequacy of energy and proteinand household food security status. Unbalanced levels adequacy of energy and protein possibility can cause nutritional problems in children. While the status of household food security has an impact on the household ability to access a good food. Objectives: aims of this study are to analyze the relationship between nutritional adequacy level and household food security status with nutritional status of children aged 6-8 years. Method: This study used cross sectional design with sample of 62 families with children aged 6-8 years enrolled in SDN 1 and 2 Sambirejo. Anthropometric measurement of height and weight is used to determine the nutritional status of children. The instruments used 2x24-hours food recall form (energy and protein adequacy level), and US-HFSSM (household food security status). While the statistical test used is spearman correlation test. Results: The results showed a correlation between levels of energy (p=0.000) and protein (p=0.000) adequacy and household food security status (p=0.010) with child nutritional status. Conclusion: Households with food insecurity had a higher proportion of nutritional problem than food secure family, so it is needed to children for having supplemental food, especially them who have nutritional problems and on food insecurity condition. It is intended to provide children with additional nutritious food to reduce the risk of nutritional problems.ABSTRAK Latar Belakang: Status gizi anak sekolah dasar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya tingkat kecukupan energi dan protein serta status ketahanan pangan rumah tangga. Ketidakseimbangan tingkat kecukupan energi dan protein, kemungkinan dapat menyebabkan masalah gizi pada anak. Status ketahanan pangan rumah tangga berdampak kepada kemampuan dalam mengakses pangan yang baik.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein serta status ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi anak usia 6-8 tahun.Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebanyak 62 keluarga yang memiliki anak usia 6-8 tahun yang terdaftar di SDN 1 dan 2 Sambirejo. Pengukuran antropometri tinggi badan dan berat badan digunakan untuk mengetahui status gizi anak. Selain itu, instrumen yang digunakan adalah  formulir 2x24-hours food recall (tingkat kecukupan energi dan protein), dan US-HFSSM (status ketahanan pangan rumah tangga). Statistik uji yang digunakan adalah uji korelasi spearman.Hasil: Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara tingkat kecukupan energi (p=0,000) dan protein (p=0,000) serta status ketahanan pangan rumah tangga (p=0,010) dengan status gizi anak.Kesimpulan: Rumah tangga yang rawan pangan akan memiliki risiko mengalami masalah gizi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan rumah tangga yang tahan pangan, sehingga perlu adanya pemberian makanan tambahan kepada anak, terutama kepada anak yang memiliki masalah gizi dan berada pada kondisi rawan pangan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan anak tambahan makanan yang bergizi agar menurunkan risiko masalah gizi.
Hubungan Kebiasaan Sarapan dan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi Siswi SMAN 3 Surabaya Whenny Irdiana; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 3 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (739.583 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i3.2017.227-235

Abstract

Background: Eating habit in adolescence will give an impact on health, especially nutritional problems in the next phase of life that is in adulthood and old age. Many teenagers are still skipping meals and eating imbalance foods. Objectives: This study is aimed to determine the relationship between breakfast habit and nutrient intake with nutritional status of female students in SMAN 3 Surabaya. Method: Research design used was cross sectional. Population of this research is all female students of class X and XI SMAN 3 Surabaya as many as 444 people. Eighty students was choosen using simple random sampling method. The data that had been collected included breakfast habits which gained by direct interview using questionnaire, nutrient intake that was obtained by 2x24 hours food recall method, and nutritional status was determined based on BMI for Age measurement. Results: It is known that most of the respondents do not have daily breakfast habit and macronutrient intake on the average of respondent still not in accordance with the suggestion. In addition, there were respondents with overweight dan underweight, although most of them had normal nutritional status. Results of Spearman correlation test showed no significant relationship between breakfast habit and nutritional status (p=0.402), but female students who skipped breakfast tend to be overweight. The result of this research showed that no correlation between nutrient intake of energy (p=0.811), carbohydrates (p=0.696), protein (p=0.970) and fat (p=0.816) with nutritional status. Conclusion: The unsignificant results between breakfast habit and macronutrient intake with nutritional status could be caused by several factors, such as the number of family members, income and health issue.ABSTRAK Latar Belakang: Kebiasaan makan pada masa remaja dapat berdampak pada kesehatan terutama masalah gizi pada fase kehidupan yang akan datang yaitu saat dewasa dan berusia lanjut. Banyak remaja masih melewatkan waktu makan dan mengkonsumsi makanan yang tidak seimbang.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan status gizi pada siswi SMAN 3 Surabaya.Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas X dan XI SMAN 3 Surabaya yang berjumlah 444 orang. Sebanyak 80 siswi dipilih menjadi sampel dengan menggunakan Simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi kebiasaan sarapan dengan wawancara langsung menggunakan kuisioner, asupan zat gizi diperoleh dengan metode food recall 2x24 jam, dan status gizi ditentukan berdasarkan pengukuran IMT/U.Hasil: berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar dari responden belum memiliki kebiasaan sarapan setiap hari dan asupan gizi makro pada responden rata-rata masih belum sesuai dengan anjuran. Selain itu, terdapat responden dengan gizi lebih dan gizi kurang meskipun sebagai besar dari mereka memiliki status gizi normal. Hasil dari uji korelasi Spearman, menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi (p=0,402), namun siswi yang tidak sarapan cenderung memiliki gizi lebih. Hasil pada penelitian ini juga menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi energi (p=0,811), karbohidrat (p=0,696), protein (p=0,970) dan lemak (p=0,816) dengan status gizi.Kesimpulan: Tidak adanya hubungan antara kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan status gizi dapat disebabkan oleh faktor lain seperti jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan penyakit.  
Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik Higiene dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya Chamilia Desyanti; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 3 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (759.91 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i3.2017.243-251

Abstract

Background: Stunting among children is a chronic impact of a long-term low quality dietary intake accompanied by infectious diseases and environmental issues. Bad hygiene practices can lead to diarrheal disease that can make children loss some essential nutrients for body growth. Objectives: This research aimed to analyze the relations between history of diarrheal disease and hygiene practices with stunting incidences among children aged 24-59 months. Methods: This research was designed with case control. The case was stunting children and the control was non-stunting children in the work area of Puskesmas Simolawang with sample of 33 children each. The relation between variables was tested using Chi Square and Odd Ratio. Results: The majority of children in stunting group had the diarrheal disease frequently (72.7%), whereas children in non stunting group had the diarrheal disease rarely (57.6%). Most of children caretaker in stunting group had bad hygiene practices (75.8%), whereas children caretaker in non stunting group had good hygiene practices (60.6%). The history of diarrheal disease (p=0.025, OR=3.619) and hygiene practices (p=0.006, OR=4.808) had significant relation with stunting. Conclusion: The frequent diarrheal diseases and poor hygiene practices increase the risk of stunting 3.619 and 4.808 times among children aged 24-59 months. It can be recommended that there should be a monitoring of infectious disease among children held by Intergrated Health Post and should be held an education related to parenting styles, especially hygiene practices, because a good parenting styles could lead to a better nutritional status.ABSTRAK Latar belakang: Stunting pada anak merupakan dampak yang bersifat kronis dari konsumsi diet berkualitas rendah yang terus menerus dan didukung oleh penyakit infeksi dan masalah lingkungan. Praktik higiene yang buruk dapat menyebabkan balita terserang penyakit diare yang nantinya dapat menyebabkan anak kehilangan zat-zat gizi yang penting bagi pertumbuhan.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan riwayat penyakit diare dan praktik higiene dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan.Metode: Penelitian menggunakan desain kasus kontrol. Sampel kasus adalah balita stunting dan sampel kontrol adalah balita tidak stunting di wilayah kerja Puskesmas Simolawang dengan jumlah masing-masing 33. Hubungan dan besar risiko antara variabel diuji menggunakan Chi Square dan Odd Ratio.Hasil: Sebagian besar anak pada kelompok stunting sering mengalami diare (72,7%) sedangkan pada kelompok tidak stunting jarang mengalami diare (57,6%). Sebagian besar pengasuh pada kelompok stunting memiliki praktik higiene yang buruk (75,8%), sedangkan pada kelompok tidak stunting memiliki praktik higiene yang baik (60,6%). Riwayat penyakit diare (p=0,025, OR=3,619) dan praktik higiene (p=0,006, OR=4,808) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting. Kesimpulan: Riwayat diare yang terjadi secara sering dalam 3 bulan terakhir dan praktik higiene yang buruk meningkatkan risiko sebesar 3,619 dan 4,808 kali terhadap kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. Hal yang dapat disarankan adalah adanya pemantauan terkait riwayat penyakit infeksi pada balita oleh posyandu setempat dan diadakan penyuluhan terkait dengan pola asuh pada anak, khususnya praktik higiene, karena pola asuh yang baik dapat berdampak kepada status gizi yang lebih baik.
Hubungan Penerapan Perilaku Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan Status Gizi Balita di Kabupaten Tulungagung Santik Wijayanti; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 4 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (763.769 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i4.2017.379-388

Abstract

 Background: Family conscious nutrition (Kadarzi) is an Indonesia government program that aims to address the nutrition problem. The family expected to be able to independently giving the best nutrition to improve health. Each Kadarzi indicator has an important role to resolve and prevent the occurrence of utrition problem as indicator of vitamin A supplementation is used to resolve vitamin A deficiency.  Nutrition problems can be seen by using nutritional status. Children under five years are age-prone to experiencenutritional problem such as underweight, stunting, and wasting. Objective: The purpose of this study was to analyze the relationship between the application of Kadarzi behavior with the nutritional status of children under five (WAZ, HAZ, and WHZ). Method: The research was an analytic obsevation research, using cross sectional design. The sample consist of 72 toddlers in Salakkembang Village, Kalidawir Subdistrict, Tulungagung Regency. The data were collected by using weight and height measurement, also Kadarzi bahavior questionnaire. The data were analyzed using Fisher Exact test. Result: The results of the study showed that there was a correlation between Kadarzi behavior with nutitional status of toddlers based on WAZ (p=0.010), and HAZ (p=0.000) but not with WHZ (p=0.368). Conclusion: The better apllication of Kadarzi behavior, the better the nutritional status of toddlers WAZ and HAZ. Mothers should apply Kadarzi behavior to prevent toddlers from nutritional problems. ABSTRAK Latar belakang: Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) merupakan program pemerintah Indonesia yang bertujuan mengatasi masalah gizi. Keluarga diharapkan dapat secara mandiri mewujudkan keadaan gizi yang sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesehatan. Setiap indikator Kadarzi memiliki peran penting untuk mengatasi dan mencegah terjadinya masalah gizi seperti indikator pemberian suplemen vitamin A digunakan untuk mengatasi kekurangan vitamin A. Masalah gizi dapat dilihat salah satunya dengan menggunakan status gizi. Balita merupakan usia yang rawan mengalami masalah gizi seperti underweight, stunting, dan wasting.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara penerapan perilaku Kadarzi dengan status gizi balita (BB/U, TB/U, dan BB/TB).Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasinol analitik, dengan desain penelitian cross sectional. Sampel terdiri dari 72 balita di Desa Salakkembang, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Pengumpulan data menggunakan penimbangan berat badan, tinggi badan, dan kuesioner perilaku Kadarzi. Data dianalisis menggunakan Fisher Exact test. Hasil: Hasil dari penelitian menunjukkan terhadap hubungan antara perilaku Kadarzi dengan status gizi balita BB/U (p=0,010) dan TB/U (p=0,000) namun tidak dengan BB/TB (p=0,368).Kesimpulan: Semakin baik penerapan perilaku Kadarzi maka semakin baik status gizi balita BB/U dan TB/U. Ibu dan seluruh anggota keluarga seharusnya menerapkan perilaku Kadarzi agar balita terhindar dari masalah gizi.
Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-23 Bulan Enggar Kartika Dewi; Triska Susila Nindya
Amerta Nutrition Vol. 1 No. 4 (2017): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (751.54 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v1i4.2017.361-368

Abstract

Background: Stunting is a cronic malnutrition that affects linear growth. The main cause of malnutrition is the adequacy of micronutrients in the process of linear growth. Micronutrients that relate to stunting are iron and zinc, because both of that micronutrient have necessary role in linear growth of toddlers age 6 -23 months. Objectives: The purpose of this study was to analyze correlation between iron and zinc adequacy level with stunting incidence in toddlers age 6 -23 months. Methods:  This study was an analytical study with cross sectional design. The sample size were 55 children spread over 25 Posyandu in Suci Village. The data collected using of food recall 3x24 hours, height measurement with microtoice for stunting status, and the questionnaire characteristics of children and mothers. The data were analyzed by using Fisher's Exact test. Result: The results showed 14.5% of toddlers age 6 – 23 months were stunted. 33.3% of children were given inadequate iron intake and 35.7% of children were given inadequate zinc intake. The analysis test showed there was a significant correlation between levels of iron and zinc adequacy with the incidence of stunting with p=0.02 and p=0.018. Conclusion: The proportion of stunting will increase if the toddler were given inadequate of iron and zinc. Education about the adequacy levels of iron and zinc for toddler age 6-23 months were adjusted to reduce and avoid stunting.ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan masalah gizi akibat kekurangan gizi jangka panjang yang berdampak pada pertumbuhan linier. Salah satu zat gizi mikro yang erat kaitannya dengan stunting adalah zat besi dan seng, sebab kedua zat mikro tersebut memiliki peran penting dalam pertumbuhan linier balita 6-23 bulan.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat asupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting pada balita 6-23 Bulan.Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel terdiri dari 55 anak yang tersebar di 25 Posyandu di Desa Suci. Pengumpulan data menggunakan food recall 3x24 jam, pengukuran tinggi badan dengan mikrotoa untuk mengetahui status stunting, dan kuesioner karakteristik anak dan ibu. Data dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 14,5% balita usia 6-23 bulan mengalami stunting, 33,3% anak memilliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang dan 35,7% anak memiliki tingkat kecukupan seng yang kurang. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting dengan p=0,02 dan p=0,018.Kesimpulan: Proporsi stunting akan meningkat jika tingkat kecukupan zat besi dan seng inadekuat. Sebaiknya dilakukan peningkatan edukasi tentang tingkat kecukupan zat besi dan seng untuk balita usia 6-23 bulan yang bertujuan untuk mengurangi dan mencegah stunting.