Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Studi Pemodelan Tipomorfologi Kampung Sunda: Studi Kasus Kampung Sehati Desa Nagrog Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung Sela Renika; Weishaguna; Saraswati
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.232 KB) | DOI: 10.29313/bcsurp.v2i2.3193

Abstract

Abstract. This study was preceded by the existence of phenomena that exist in the Sehati village, namely the interest in the Bandung district policy of applying 1000 Sundanese cultural preservation villages, the interest of exposing the uniqueness of the Kendan Tatar culture in the physical form of the Sundanese village and the existence of Sundanese village embryos in the Nagrog village but not yet conceptualized according to the theme of cultural preservation. So this study focuses on the question "How is the typomorphological model of a representative Sundanese village?". The purpose of this study is "Creating a model of a healthy village that represents the cosmology of Sundanese cultural space". This study uses a qualitative approach and a hermenitic approach with comparative analysis methods being solved including the variables of zoning, Sundanese land use, Sundanese village physical elements and Sundanese village cultural activities. Analyzed with the criteria of the tri tangtu concept, the opinion of rina priyani, nurhamsah and the ancient manuscript, namely siksakandang karesian which divides the land into weak malaning and weak nir malaning. The conclusion of this study is that the division of zones includes Buana nyuncung, Buana Panca Tengah and Buana Larang. The land use for Sunda includes Cultivation Areas and Conservation Areas. Furthermore, the application of the model in the physical elements of the Sundanese village includes the alun-alun, imah stage model, bale nyuncung, bale motekar, bale puhun, buruan, leuit, saung lisung, gardens, cages and balloons with representations of educational culture with modern and Islamic values. Abstrak. Studi ini didahului karena adanya fenomena yang ada dikampung sehati yaitu adanya kepentingan kebijakan kabupaten bandung terapkan 1000 kampung pelestarian budaya sunda, kepentingan mengekspos kekhasan budaya tatar kendan dalam wujud fisik kampung sunda dan sudah adanya embrio kampung sunda di desa nagrog namun belum terkonsep sesuai tema pelestarian budaya. Sehingga studi ini terfokus pada pertanyaan “Bagaimana model tipomorfologi kampung sunda yang representatif?”. Tujuan studi ini yaitu “Membuat model kampung sehati yang merepresentasikan kosmologi ruang budaya sunda”. Studi ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan pendekatan hermenitik dengan dipecahkan metode analisis komparasi meliputi variabel pembagian zona, peruntukan lahan sunda, elemen fisik kampung sunda dan aktivitas budaya kampung sunda. Di analisis dengan kriteria konsep tri tangtu, pendapat rina priyani, nurhamsah serta naskah kuno yaitu siksakandang karesian yang membagi lahan menjadi malaning lemah dan nir malaning lemah. Kesimpulan dari studi ini yaitu pada pembagian zona meliputi buana nyuncung, buana panca tengah dan buana larang. Untuk peruntukan lahan sunda meliputi Kawasan budidaya dan Kawasan konservasi. Selanjutnya penerapan model dalam elemen fisik kampung sunda meliputi model alun-alun, imah panggung, bale nyuncung, bale motekar, bale puhun, buruan, leuit, saung lisung, kebon, kandang dan balong dengan representasi budaya edukasi yang bernilai modern dan islami.
Studi Konfigurasi Massa dan Ruang Simpang Lima Kota Bandung Wanda Nurrizka; Weishaguna
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1176.516 KB) | DOI: 10.29313/bcsurp.v2i2.3219

Abstract

Abstract. Simpang Lima Bandung has a historical background during the colonial period by being part of Jalan Raya Pos Anyer Panaroekan. Being part of this history, Simpang Lima has historical buildings as traces of relics from the colonial period, which can give an interesting impression. However, several historic buildings in Bandung had undergone a building conversion. This phenomenon with several periods of years, shows that the shape of Simpang Lima is experiencing development, so this study was aim to determine changes in the mass and space configuration of Simpang Lima through a Morphological approach with a qualitative descriptive methodology. The analytical method used is the Figure Ground analysis method, and uses variables in the form of patterns, textures, and typologies of mass and space by using several year periods starting from 1825-2022. The results of this analysis show that Simpang Lima has a fixed concentric radial pattern, variable texture, and different solid and void typologies formed due to urban development. Abstrak. Simpang Lima Kota Bandung memiliki latar belakang sejarah masa kolonial dengan menjadi bagian dari jalan Raya Pos Anyer Panaroekan. Menjadi bagian dari sejarah tersebut, Simpang Lima ini memiliki bangunan-bangunan bersejarah sebagai jejak peninggalan dari masa kolonial, yang mampu memberikan suatu kesan yang menarik. Namun, beberapa bangunan bersejarah di Bandung sempat mengalami alih fungsi bangunan. Fenomena tersebut dengan beberapa periode tahun, menunjukan bahwa bentuk Simpang Lima ini mengalami perkembangan kota maka dilakukannya studi ini untuk mengetahui perubahan konfigurasi massa dan ruang Simpang Lima melalui pendekatan Morfologi dengan metodologi deskriptif kualitatif. Metode Analisis yang digunakan adalah metode analisis Figure Ground, dan menggunakan variable berupa pola, tekstur, serta tipologi massa dan ruang dengan menggunakan beberapa periode tahun mulai dari tahun 1825-2022. Hasil dari analisis ini, menunjukan Simpang Lima memiliki pola radial konsentrik yang tetap, tekstur yang berubah-ubah, serta tipologi solid dan void yang berbeda terbentuk karena perkembangan perkotaan.
Struktur Dayeuh Pakwan berdasarkan Pendekatan Morfologi Andi Maryam Kadir; Weishaguna
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1017.578 KB) | DOI: 10.29313/bcsurp.v2i2.3283

Abstract

Abstract. Dayeuh Pakwan Pajajaran is the capital of the Sunda kingdom which was born from the Hindu-Buddhist kingdom, the Tarumanegara Kingdom in the 4th century to the 7th century. As part of the Sunda Kingdom, various artifacts have been found but the spatial structure has not been well described. This study examines the structural form of Dayeuh Pakwan based on the findings of artifacts and four researchsources, namely (1) the results of previous studies, (2) the 15th century VOC map and VOC expedition reports, (3) the map of historian Nina Lubis, and (4) Results of observations and interviews. The analytical method used is the superimpose method with the analysis of (1) the land use of the palace, (2) the road network of the palace, and (3) the layout of the palace building. The results of this study are in the form of a map of the Pakwan Pajajaran dayeuh structure in the city of Bogor. Based on the results of the analysis, it can be concluded that: (1) Pakwan dayeuh land use is divided into 3 levels of sacredness based on the Tri Tangtu cosmology, (2) The structure of the palace road network is a well-organized and well-integrated main road lane, and (3) The results of the analysis of building layout with the Dayeuh Kawali concept divide the Dayeuh Pakwan area into 4 hierarchies. Abstrak. Dayeuh Pakwan Pajajaran merupakan ibukota dari kerajaan Sunda yang lahir dari kerajaan Hindu-Buddha yaitu Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-4 sampai abad ke-7. Sebagai bagian dari Kerajaan Sunda, berbagai artefak telah ditemukan namun struktur ruangnya belum tergambarkan dengan baik. Penelitian ini mengangkat bentuk struktur Dayeuh Pakwan berdasarkan temuan artefak dan empat sumber penelitian yaitu (1) Hasil studi terdahulu, (2) Peta VOC abad ke-15 dan laporan ekspedisi VOC, (3) Peta ahli sejarah Nina Lubis, serta (4) Hasil observasi dan wawancara. Metode analisis yang digunakan adalah metode superimpose dengan analisis (1) Tata guna lahan keraton, (2) Jaringan jalan keraton, dan (3) Tata bangunan keraton. Hasil studi ini berupa peta struktur Dayeuh Pakwan Pajajaran di Kota Bogor. Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Penggunaan lahan Dayeuh Pakwan terbagi atas 3 tingkatan kesakralan berdasarkan kosmologi Tri Tangtu, (2) Struktur jaringan jalan keraton merupakan satu jalur jalan utama yang teratur dan terintegrasi dengan baik, dan (3) Hasil analisis tata bangunan dengan konsep Dayeuh Kawali membagi wilayah Dayeuh Pakwan menjadi 4 hirarki.
Studi Faktor Pemulihan Pariwisata Budaya Kota Bandung Era Covid-19 Novanda Jessa Charda; Weishaguna
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.422 KB) | DOI: 10.29313/bcsurp.v2i2.3408

Abstract

Abstrack. The Wold Health Organization has determined that Covid-19 is a pandemic that is dangerous to human life due to its very fast and massive transmission, in the city of Bandung as one of the most cases of transmission, causing problems for the tourism destination sector which cannot operate because it is temporarily closed because it belongs to the non-essential sector, so the purpose of this study is to find out in what quadrant the tourism recovery is and the key factors for its recovery. The qualitative approach is the concentration of the study, using the method of analyzing strengths, weaknesses, opportunities, and threats to program planning variables to reduce risk, preparation of standby programs, response preparation programs, and programs to return to their original conditions on the criteria of crisis awareness indicators, security awareness, standards operational procedures, crisis management, tourism planning, health and safety measures, emergency response procedures, investigations, assistance and communication, tourism continuation, human resource-debriefing. From the results of the analysis, this study finds that the position of tourism in Bandung is in quadrant I, namely supporting aggressive steps, meaning being optimistic internally and externally as a guide in affirming the direction of improving recovery, while assessing the position of key factors owned by tourism objects and the relevant government towards recovery. met at the indicators of crisis awareness and communication assistance that had been adaptive and responsive was carried out in the Covid-19 pandemic situation. Abstrak. Wold Health Organization menetapkan Covid-19 menjadi sebuah pandemi yang membahayakan bagi kehidupan umat manusia disebabkan penularanya yang sangat cepat dan masif, di Kota Bandung sebagai salah satu kasus penularan terbanyak memberi masalah pada sektor destinasi pariwisata yang tidak dapat beroprasi sebab di tutup sementara karena tergolong pada sektor non-esensial, sehingga tujuan studi ini guna menemukan pada posisi kuadran apa pemulihan pariwisata beserta faktor kunci pemulihanya. Pendekatan kualitatif menjadi konsentrasi studi, dengan menggunakan metode analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kepada variabel perencanaan program untuk mengurangi risiko, persiapan program siaga, program persiapan respons, dan program pengembalian ke kondisi semula terhadap kareteria indikator kesadaran krisis, kesadaran keamanan, standar oprasional procedure, manajemen krisisi, perencanaan pariwisata, tindakan kesehatan dan keselamatan, prosedur tanggap darurat, investigasi, bantuan dan komunikasi, kelanjutan pariwisata, sdm-pembekalan. Dari hasil analisis, studi ini menemukan posisi kepariwisataan Kota Bandung berada di kuadran I yakni mendukung pada langkah agresif, artinya optimis secara internal dan eksternal sebagai petunjuk dalam mempertegas arah meningkatkan pemulihan, sementara penilaian kedudukan faktor kunci yang di miliki objek pariwisata dan pemerintah terkait menuju pemulihan bertemu pada kareteria indikator kesadaran krisis dan bantuan komunikasi yang telah adaptif serta responsif di laksanakan dalam situasi pandemi Covid-19.
Pengembangan Wisata Religi Banten Lama Riza Subban Alhakimi; Weishaguna
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.194 KB) | DOI: 10.29313/bcsurp.v2i2.3618

Abstract

Abstract. The issue which states that there are indications that Banten Lama religious tourism cannot develop from now on because stakeholders have not made efforts to develop religious tourism and have not paid more attention to its development. Then find out the problem. The problem covers two aspects, namely aspects of tourist attraction and aspects of management and service. Based on the above background, the formulation of the problem arises, whether religious tourism in Banten Lama can be more developed. With the aim of knowing whether or not the Old Banten religious tourism could be more developed. The analysis used in this research is descriptive analysis of the scale range. The analyzed aspect is the aspect of tourist attraction with the factors assessed are, tourist attraction, accessibility, tourism support facilities, tourism support services, conditions around the area and accommodation. Aspects of management and service with assessed factors are management and service, organizational structure, master plan, “Collaborative Management” of cross-sectoral agencies and Sapta Pesona. Answering from the problem formulation that says whether Banten Lama religious tourism can be more developed. Based on the results of the analysis and discussion in the previous chapter, it was concluded that the Old Banten religious tourism "Can Develop". For tourist attractions and management and services that are not yet developed, reviewing a development can be a must. The proposal is aimed at factors with criteria that are sufficiently developed and not developed, namely tourist attraction, conditions around the area, management and services, master plan and accommodation. Abstrak. Isu yang menyatakan bahwa ada indikasi wisata religi Banten Lama tidak dapat berkembang dari sekarang karena pemangku kepentingan belum berupaya dalam mengembangkan wisata religi serta kurang perhatian lebih terhadap pengembangannya. Kemudian diketahuilah permasalahannya. Permasalahannya mencakup kepada dua aspek, yaitu aspek daya tarik wisata dan aspek pengelolaan dan pelayanan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbulah rumusan masalah, apakah wisata religi Banten Lama dapat lebih berkembang. Dengan tujuan, mengetahui wisata religi Banten Lama dapat tidaknya lebih berkembang. Analisis yang digunakan pada peneliatian ini adalah, analisis deskriptif rentang skala. Aspek yang dianalisis yaitu aspek daya tarik wisata dengan faktor yang dinilai adalah, daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas pendukung wisata, layanan pendukung wisata, kondisi sekitar kawasan dan akomodasi. Aspek pengelolaan dan pelayanan dengan faktor yang dinilai adalah pengelolaan dan pelayanan, struktur organisasi, induk pengembangan (master plan), “Collaborative Management” instansi lintas sektor dan sapta pesona. Menjawab dari rumusan masalah yang mengatakan apakah wisata religi Banten Lama dapat lebih berkembang. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya diambil kesimpulan bahwasannya wisata religi Banten Lama “Dapat Berkembang”. Terhadap daya tarik wisata dan pengelolaan dan pelayanan yang belum berkembang, meninjau suatu pengembangan bisa menjadi keharusan. Usulan dituju pada faktor-faktor dengan kriteria cukup berkembang dan tidak berkembang yaitu daya tarik wisata, kondisi sekitar kawasan, pengelolaan dan pelayanan, induk pengembangan (master plan) dan akomodasi.
Kajian Tri Tangtu di Buana Konservasi Air Situ Sipatahunan: Studi Kasus: Situ Sipatahunan, Kabupaten Bandung Tresna Fuji Ilahi; Weishaguna
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (450.805 KB) | DOI: 10.29313/bcsurp.v2i2.3752

Abstract

Abstract. This study focuses on the issue of the need to establish a water conservation zone based on the Sundanese landscape in the Situ Sipatahunan area. The urgency of this study is based on interests regarding the urgency of the environment, the urgency of heritage, and the urgency of the local community. This study focuses on the question of how to classify the tri tangtu water conservation zone in the Situ Sipatahunan area. Therefore, the purpose of this study is to identify the classification of water conservation zones in the Situ Sipatahunan area according to Tri tangtu di buana. The approach used to solve the problem is the tri tangtu di buana concept approach which includes buana nyungcung, buana panca tengah, and buana larang. Each zone was analyzed with four variables and criteria which include topography, land use, conservation elements according to the Sundanese landscape, and the presence of sites and culture. This study uses a qualitative hermeneutic method with a comparative analysis method that is focused on comparing the existing data with the tri tangtu criteria in the water conservation area and validated with other supporting theoretical foundations. Based on the results of the analysis, there were three land classifications in the delineation of the Situ Sipatahunan area, namely Buana nyungcung as an upstream zone which functioned as a water conservation or water catchment zone, Buana panca tengah as a middle zone functioned as a water cultivation zone, and Buana larang as a downstream zone functioned as a protection zone. local (buffer). Abstrak. Studi ini berfokus pada isu kebutuhan penetapan zona konservasi air berdasarkan tata buana sunda di Kawasan Situ Sipatahunan. Urgensi studi ini didasari kepentingan mengenai urgensi lingkungan, urgensi heritage, dan urgensi komunitas lokal setempat. Studi ini berfokus pada pertanyaan bagaimana klasifikasi tri tangtu zona konservasi air di Kawasan Situ Sipatahunan. Oleh karena itu, tujuan studi ini yakni mengidentifikasi klasifikasi zona konservasi air di kawasan Situ Sipatahunan menurut Tri tangtu di buana. Pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut dengan pendekatan konsep tri tangtu di buana yang meliputi buana nyungcung, buana panca tengah, dan buana larang. Masing-masing zona dianalisis dengan empat variable dan kriteria yang meliputi topografi, tata guna lahan, elemen konservasi menurut tata buana sunda, dan keberadaan situs dan kebudayaan. Studi ini menggunakan metode kualitatif hermeneutic dengan metode analisis komparasi yang difokuskan dengan cara membandingkan data eksisting dengan kriteria tri tangtu di buana konservasi air dan dilakukan validasi dengan landasan teori pendukung lainnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan tiga klasifikasi lahan pada deliniasi Kawasan Situ Sipatahunan yaitu Buana nyungcung sebagai zona hulu yang difungsikan sebagai zona konservasi air atau resapan air, Buana panca tengah sebagai zona tengah difungsikan sebagai zona budidaya air, dan Buana larang sebagai zona hilir difungsikan sebagai zona perlindungan setempat (buffer).
Kajian Tingkat Walkabilitas Kawasan Wisata Belanja Kain Cigondewah Kota Bandung Reffani Julianti; Weishaguna
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (559.201 KB) | DOI: 10.29313/bcsurp.v2i2.4300

Abstract

Abstract. Cigondewah tourist area is a textile shopping area and it officially reactivated as a tourist village in Bandung City after the Covid-19 pandemic. Cigondewah tourism village is located along the cigondewah corridor. Cigodewah tourist area has a position as a city strategy area with specifications as textile center in the RTRW of Bandung. Commercial areas such as Cigondewah tourist area have high potential to become the economic driving force for Bandung. It’s necessary to develop the area which can start with the development of pedestrian paths. The pedestrian path is important for this area because tourists in a commercial area like this need to move from one shop to another.The need for a special pedestrian path also arises because of the mixing of transportation modes in one lane with a road width approximately 4-6 meters. So, it’s necessary to hold a pedestrian path in Cigondewah tourist area to solve the problem, however, before carrying out development, a walkability study is needed. So, the level of walkability of Cigondewah tourist area needs to be the main focus as the first step. Walkability is the level of friendliness to walk in an area. To determine the walkability of an area, various methods can be used, including the Global Walkability Index developed by Krambeck, this study of the Global Walkability Index using observations and interviews from the field. After the calculations, the final results of this study showed that Cigondewah tourist area was not walkable with a walkability value less than 24. Abstrak. Kawasan Wisata Kain Cigondewah adalah sebuah area pertokoan kain yang secara resmi baru saja di aktifkan kembali sebagai salah satu kampung wisata di Kota Bandung setelah pandemi Covid-19 menyerang. Kampung Wisata Kain Cigondewah ini berada di sepanjang koridor cigondewah. Kawasan wisata kain cigodewah memiliki posisi sebagai Kawasan strategis kota dengan spesifikasi keunggulan sentra tekstilnya di dalam RTRW Kota Bandung. Kawasan komersil seperti Kawasan Wisata Kain Cigondewah memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi roda penggerak ekonomi Kota Bandung. Maka, perlu dilakukannya pengembangan Kawasan yang bisa dimulai dengan pengembangan jalur pejalan kakinya. Jalur pejalan kaki penting bagi Kawasan Wisata Kain Cigondewah karena pengunjung di area komersil seperti ini perlu berpindah dari toko satu ke toko yang lain. Kebutuhan akan jalur khusus pejalan kaki juga timbul karena bercampurnya antara setiap moda transportasi dalam 1 jalur yang lebar jalannya kisaran 4-6 meter ini. Sehingga, untuk menangani masalah tersebut, perlu diadakannya jalur pejalan kaki di Kawasan Wisata Kain Cigondewah, namun, sebelum melakukan pengembangan, diperlukan kajian walkabilitasnya terlebih dahulu sebagai Langkah pertama. Maka, tingkat walkabilitas Kawasan Wisata Kain Cigondewah perlu menjadi focus utama sebagai Langkah pertama. Walkabilitas adalah tingkat keramahan untuk berjalan kaki di suatu area. Untuk mengetahui walkabilitas suatu area bisa menggunakan berbagai cara termasuk Global Walkability Index yang dikembangkan oleh Krambeck, kajian Global Walkability Index ini menggunakan hasil observasi dan wawancara dari lapangan. Setelah peneliti melakukan perhitungan, didapatkan hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kawasan Wisata Kain Cigondewah tidak walkable dengan nilai walkabilitas kurang dari 24.
Kajian Kualitas Hutan Kota di Kota Bandung Kintan Annisa; Weishaguna
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsurp.v3i1.5742

Abstract

Abstract. The existence of Green Open Spaces in the City of Bandung is decreasing from year to year, namely in the period 1996-2020. Where the amount of green open space that should have been 30% has not been reached, the data for 2020 is only 12.25% or the equivalent of 2,048.97 Ha. In this study, it is discussed about urban forests which have many functions and superiority compared to urban parks. A space should not only exist physically but also in quality so that the function of the space is achieved. The purpose of this study is to identify the quality of existing urban forests in the city of Bandung. The method used is qualitative comparison of theory with conditions in the field and quantitative includes calculations listed in Permen ATR/KBPN No. 14 of 2022. Where the results of the analysis found that the quality of urban forests in the city of Bandung is not yet or not of high quality. based on the results of an analysis where the area of urban forest is still below the standard, namely in Babakan Siliwangi, Eks TPA Cicabe, Eks Pasir Impun, Punclut Area, Cilaki Park, Tahura Ir. H. Djuanda (Curug Dago), Lalu Lintas Park, Maluku Park, and Pramuka Park. Then analyze the radius of urban forest services where all urban forests in the City of Bandung have fulfilled or have covered the City of Bandung. However, there are several parts of SWK Gedebage and SWK Ujung Berung which are not covered by this service radius. Then an analysis of green cover where the dominance of urban forests does not meet the criteria. Where those who met the criteria were Cilaki Park, which was 151% and Pramuka Park, which was 118%. While other urban forests do not meet the criteria taken in this study in terms of green cover. Abstrak. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung semakin berkurang dari tahun ke tahun yaitu dalam kurun waktu 1996-2020. Dimana RTH yang seharusnya 30% belum tercapai jumlahnya, data tahun 2020 hanya terdapat 12,25% atau setara dengan 2.048,97 Ha. Dalam studi ini dibahas mengenai hutan kota yang memiliki banyak fungsi dan keutamaannya yang lebih dibandingkan dengan taman kota. Sebuah ruang seharusnya tidak hadir secara fisik saja namun juga kualitas agar tercapai fungsi ruang tersebut. Tujuan dari studi ini yaitu mengidentifikasi kualitas hutan kota eksisting di Kota Bandung. Metode yang digunakan yaitu kualitatif perbandingan teori dengan kondisi di lapangan dan kuantitatif meliputi perhitungan yang tercantum dalam Permen ATR/KBPN No. 14 Tahun 2022. Dimana hasil analisis didapatkan bahwa kualitas hutan kota di Kota Bandung belum atau tidak berkualitas. berdasar hasil analisis dimana luasan hutan kota masih kurang dari standar yaitu pada Babakan Siliwangi, Eks TPA Cicabe, Eks TPA Pasir Impun, Kawasan Punclut, Taman Cilaki, Tahura Ir. H. Djuanda (Curug Dago), Taman Lalu Lintas, Taman Maluku, dan Taman Pramuka. Kemudian analisis radius pelayanan hutan kota dimana seluruh hutan kota Kota Bandung telah memenuhi atau telah melingkupi Kota Bandung. Namun ada beberapa bagian di SWK Gedebage dan SWK Ujung Berung yang tidak terlingkupi oleh radius pelayanan tersebut. Kemudian analisis tutupan hijau dimana dominasi hutan kota belum memenuhi kriteria. Dimana yang telah memenuhi kriteria yaitu pada Taman Cilaki yaitu sebesar 151% dan Taman Pramuka yaitu sebesar 118%. Sedangkan hutan kota yang lainnya belum memenuhi kriteria yang diambil dalam studi ini aspek tutupan hijau.
Kajian Kualitas Hutan Kota di Kota Bandung Kintan Annisa; Weishaguna
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 3, No. 1, Juli 2023, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrpwk.v3i1.1805

Abstract

Abstract. The existence of Green Open Spaces in the City of Bandung is decreasing from year to year, namely in the period 1996-2020. Where the amount of green open space that should have been 30% has not been reached, the data for 2020 is only 12.25% or the equivalent of 2,048.97 Ha. In this study, it is discussed about urban forests which have many functions and superiority compared to urban parks. A space should not only exist physically but also in quality so that the function of the space is achieved. The purpose of this study is to identify the quality of existing urban forests in the city of Bandung. The method used is qualitative comparison of theory with conditions in the field and quantitative includes calculations listed in Permen ATR/KBPN No. 14 of 2022. Where the results of the analysis found that the quality of urban forests in the city of Bandung is not yet or not of high quality. based on the results of an analysis where the area of urban forest is still below the standard, namely in Babakan Siliwangi, Eks TPA Cicabe, Eks Pasir Impun, Punclut Area, Cilaki Park, Tahura Ir. H. Djuanda (Curug Dago), Lalu Lintas Park, Maluku Park, and Pramuka Park. Then analyze the radius of urban forest services where all urban forests in the City of Bandung have fulfilled or have covered the City of Bandung. However, there are several parts of SWK Gedebage and SWK Ujung Berung which are not covered by this service radius. Then an analysis of green cover where the dominance of urban forests does not meet the criteria. Where those who met the criteria were Cilaki Park, which was 151% and Pramuka Park, which was 118%. While other urban forests do not meet the criteria taken in this study in terms of green cover. Abstrak. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung semakin berkurang dari tahun ke tahun yaitu dalam kurun waktu 1996-2020. Dimana RTH yang seharusnya 30% belum tercapai jumlahnya, data tahun 2020 hanya terdapat 12,25% atau setara dengan 2.048,97 Ha. Dalam studi ini dibahas mengenai hutan kota yang memiliki banyak fungsi dan keutamaannya yang lebih dibandingkan dengan taman kota. Sebuah ruang seharusnya tidak hadir secara fisik saja namun juga kualitas agar tercapai fungsi ruang tersebut. Tujuan dari studi ini yaitu mengidentifikasi kualitas hutan kota eksisting di Kota Bandung. Metode yang digunakan yaitu kualitatif perbandingan teori dengan kondisi di lapangan dan kuantitatif meliputi perhitungan yang tercantum dalam Permen ATR/KBPN No. 14 Tahun 2022. Dimana hasil analisis didapatkan bahwa kualitas hutan kota di Kota Bandung belum atau tidak berkualitas. berdasar hasil analisis dimana luasan hutan kota masih kurang dari standar yaitu pada Babakan Siliwangi, Eks TPA Cicabe, Eks TPA Pasir Impun, Kawasan Punclut, Taman Cilaki, Tahura Ir. H. Djuanda (Curug Dago), Taman Lalu Lintas, Taman Maluku, dan Taman Pramuka. Kemudian analisis radius pelayanan hutan kota dimana seluruh hutan kota Kota Bandung telah memenuhi atau telah melingkupi Kota Bandung. Namun ada beberapa bagian di SWK Gedebage dan SWK Ujung Berung yang tidak terlingkupi oleh radius pelayanan tersebut. Kemudian analisis tutupan hijau dimana dominasi hutan kota belum memenuhi kriteria. Dimana yang telah memenuhi kriteria yaitu pada Taman Cilaki yaitu sebesar 151% dan Taman Pramuka yaitu sebesar 118%. Sedangkan hutan kota yang lainnya belum memenuhi kriteria yang diambil dalam studi ini aspek tutupan hijau.
Kajian Penyediaan Ruang Terbuka Hijau dalam Mewujudkan Kota Ramah Lingkungan di Kecamatan Gedebage Kota Bandung Sahda Aninda; Yulia Asyiawati; Weishaguna
Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsurp.v3i2.7916

Abstract

Abstract. This research study study aims to examine the provision of green open spaces in the Gedebage District area to create a green city based on the ecological function aspect which is the main function of green open spaces as a producer of oxygen to increase the availability of clean and cool quality air, improve the quality of life of urban residents by providing comfortable open spaces, and improve environmental sustainability. The background of this research is the unavailability of fulfilling 20% of public green open space in Gedebage District and based on the disaster aspects of floods and earthquakes that almost the entire area of Gedebage District is in a high disaster-prone area so that disaster mitigation is needed by providing green open spaces as disaster management which has an ecological function so that it will create a safe, comfortable and sustainable area. The research method used is descriptive quantitative with a green city approach, especially green open space indicators. Data collection was carried out through field observations and literature studies. The method of analysis carried out is an analysis of the calculation of the need for green open space based on the number of residents and the need for oxygen which is calculated using the geometric method to determine the amount of oxygen demand (O2) and produce recommendations for types of oxygen-producing plants based on typology of green open spaces adjusted to applicable standards and in accordance with the characteristics of the research study area. Abstrak. Kajian studi penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyediaan ruang terbuka hijau pada wilayah Kecamatan Gedebage untuk mewujudkan kota yang ramah lingkungan berdasarkan pada aspek fungsi ekologis yang merupakan fungsi utama ruang terbuka hijau sebagai penghasil oksigen untuk meningkatkan ketersediaan udara yang berkualitas bersih dan sejuk, meningkatkan kualitas hidup penduduk perkotaan dengan penyediaan ruang terbuka yang nyaman, serta memperbaiki keberlanjutan lingkungan. Latar belakang penelitian ini adalah belum tersedianya pemenuhan 20% ruang terbuka hijau publik di Kecamatan Gedebage serta berdasarkan aspek kebencanaan banjir dan gempa bumi yang hampir seluruh wilayah Kecamatan Gedebage berada pada wilayah rawan bencana tinggi sehingga diperlukan mitigasi bencana dengan penyediaan ruang terbuka hijau sebagai penanggulangan bencana yang memiliki fungsi ekologis sehingga akan menciptakan wilayah yang aman, nyaman dan berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan pendekatan kota hijau khususnya indikator green open space. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan dan studi pustaka. Metode analisis yang dilakukan yaitu analisis perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan pada jumlah Penduduk dan kebutuhan oksigen yang dihitung menggunakan metode gerarkis untuk mengetahui besaran kebutuhan oksigen (O2) dan menghasilkan rekomendasi jenis tanaman penghasil oksigen berdasarkan tipologi ruang terbuka hijau yang disesuaikan dengan standar yang berlaku dan sesuai dengan karakteristik wilayah studi penelitian.