Yusmein Uyun
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta

Published : 69 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Penggunaan Skor Indeks Plasenta Akreta (IPA) sebagai Prediktor Manajemen Perioperatif Seksio Sesarea Pasien dengan Plasenta Previa Totalis Suspek Akreta Dadik Wahyu Wijaya; Yusmein Uyun; Sri Rahardjo
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 2 (2020): September
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i2.47

Abstract

Plasenta akreta adalah suatu kondisi kehamilan yang serius yang disebabkan oleh kelainan perlekatan plasenta yang membutuhkan perhatian khusus secara perioperatif. Kasus ini menggambarkan manajemen anestesi yang sesuai untuk seksio sesarea dan total abdominal histerektomi karena plasenta previa totalis dugaan akreta. Seorang wanita berusia 33 tahun dipersiapkan untuk menjalani seksio sesarea elektif dan histerektomi total akibat plasenta previa totalis dengan kecurigaan tinggi terhadap akreta berdasarkan Indeks Skor Plasenta Akreta (IPA). Pemeriksaan penunjang dilakukan oleh dokter kandungan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pada pasien ini dilakukan tindakan anestesi umum untuk prosedur operasinya. Kadar hemoglobin pasien sebelum operasi adalah 9,1 g / dl. Dengan total perdarahan selama operasi adalah 2000 mL. Estimasi kehilangan darah yang ditolerir untuk pasien ini adalah 633 ml. Pasien menerima transfusi 2(dua) kantong darah PRC dan 1(satu) kantong darah WB. Kadar hemoglobin setelah transfusi adalah 8,9 g / dL Pasien dipulangkan dari rumah sakit dalam kondisi stabil setelah dirawat selama 3 hari diruangan. Sebagai kesimpulan, evaluasi dan persiapan perioperatif dan kolaborasi multidisiplin adalah kunci keberhasilan manajemen pasien dengan plasenta previa suspek akreta. The Use of Placenta Acreta Index (PAI) Score as Perioperative Management Predictor of Sectio Caesarean Patient with Total Placenta Previa Suspected Acreta Placenta accreta is a serious pregnancy condition caused by disorder of placenta attachment that needs a special consideration perioperatively. This case was described the propriate anesthesia management for Cesarean Section and Total Abdominal Hysterectomy due to Total Placenta Previa suspected Accreta. A 33 years old woman considered for elective cesarean section and hysterectomy due to Total Placenta Previa with high suspicion of Accreta according to Placenta Accreta Index (PAI) Score. Supportive examination was done by the obstetrician to confirm the diagnosis. She underwent general anesthesia for the surgery. Patient’s hemoglobin level before surgery was 9.1 g/dL. With total bleeding during the surgery is 2000 mL. The allowable blood loss for the patient is 633 mL. Patient was transfused with 2 bags of PRC and 1 bag of Whole Blood. The hemoglobin level after transfusion was 8.9 g/dL She was discharged from the hospital in stable condition after being treated for 3 days at normal ward. As conclusion, perioperative evaluation and preparations and multidiscipline collaboration are the key for successful management for patient with Placenta previa/accreta
Anestesi untuk Seksio Sesarea pada Pasien dengan Ventrikel Septal Defek Dwiana Sulistyanti; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 4 No 1 (2021): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v4i1.58

Abstract

Pasien hamil yang memiliki penyakit jantung kongenital merupakan tantangan untuk dokter kandungan dan dokter anestesi ketika pasien akan menjalani operasi sesarea mergensi. Dalam penanganan pasien hamil yang beresiko tinggi dibutuhkan pemahaman yang baik tentang perubahan hemodinamik saat kehamilan, dan efek perubahan tersebut terhadap pasien dan fisiologi jantung abnormal. Penyakit jantung kongenital merupakan penyebab paling banyak masalah jantung pada pasien hamil tetapi pasien dengan defek yang tidak dikoreksi merupakan kasus yang jarang pada bagian kandungan. Pada populasi dewasa, lesi jantung kongenital kronik yang tidak diperbaiki merupakan situasi yang sulit bagi dokter anestesi karena tingginya resiko anestesi obstetrik. Laporan kasus ini menjelaskan tentang keberhasilan operasi sesar pada pasien penyakit jantung kongenital dalam kondisi emergensi. Wanita umur 28 tahun, G1P0A0 dengan umur kehamilan 38–39 minggu datang ke rumah sakit untuk melahirkan. Wanita ini memiliki riwayat penyakit jantung kongenital ventrikel septal defek (VSD). Kemudian dilakukan operasi sesar dengan anestesi umum dengan gas inhalasi dan obat intravena. Cefotaxim dan gentamisin diberikan untuk propilaksis endokarditis bakteri. Bayi lahir dengan skor APGAR 8 setelah menit ke 5. Pasca operasi pasien dibawa ke ruang ICU untuk monitoring ketat tanda vital dan perawatan pasca operasi. Laporan kasus ini menjelaskan tentang kondisi pasien pre-operasi, intra-operasi dan pasca-operasi. Anesthesia for a Cesarean Section in a Patient with Ventricular Septal Defect AbstractPregnant patient with congenital heart disease (CHD) make for a unique challenge to the obstetrician and anesthesiologist, when the patient has to undergo emergency cesarean section. Managing high-risk parturient requires a thorough understanding of the hemodynamic changes of pregnancy, its effect on the patient and physiology of the abnormal heart. CHD is becoming the most common source of cardiac problem in pregnant patient but non-corrected cardiac defect patient are rare cases in the obstetric departement. In adult population, chronic non-palliated congenital heart lession present new difficult situation for the anesthesiologist working with high-risk obstetric anesthesia. This case report makes a successful cesarean section in a CHD patient in emergency condition. A 28 year old female, gravida 1 at 38-39 weeks gestation age admitted to our hospital for delivery. She had a history of CHD with ventricular septal defect. She was prepared for cesarean section under general anesthesia with inhaled and intravenous anesthetic agents. Cefotaxim and gentamicin were administered for prophylaxis against bacterial endocarditis. The newborn was delivered quickly with APGAR score 8 after 5 minutes. Postoperatively, the patient was admitted to the intensive care unit (ICU) for close monitoring of vital signs and post-operative care. The case report will include details in pre-operative, intra-operative and post-operative outcome of the patient.
Peran Rotational Tromboelastometry pada Perdarahan Postpartum Fitri Hapsari Dewi; Yusmein Uyun; Bambang Suryono
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 5 No 1 (2022): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v5i1.77

Abstract

Perdarahan postpartum atau postpartum hemorhage (PPH) merupakan penyebab paling tinggi dari kematian wanita di seluruh dunia. Penyebab terbanyak pada PPH adalah atonia uteri. Langkah penatalaksanaan PPH adalah mengatasi penyebab utama disertai penggantian cairan yang hilang dengan kristaloid, koloid maupun transfusi komponen darah. Tatalaksana transfusi darah masif pada PPH meningkatkan resiko reaksi transfusi seperti alergi, edema paru, dan anafilaksis. Untuk mengurangi jumlah transfusi darah diperlukan pemeriksaan yang cepat dan tepat mengenai data faktor koagulasi. Metode baru dengan point of care viskoelastik menggunakan alat Rotational Tromboelastometry (ROTEM) memungkinkan untuk menilai profil viskoelastik koagulasi darah dalam waktu yang singkat. Transfusi diberikan sesuai dengan hasil analisis ROTEM yang akan memberikan informasi mengenai jumlah platelet, fungsi platelet, dan ketersediaan fibrinogen. Penggunaan ROTEM bertujuan untuk goal directed transfusion therapy sehingga dapat menurunkan jumlah transfusi yang diberikan dan menurunkan morbiditas akibat transfusi darah. Penggunaan ROTEM pada penatalaksanaan PPH diharapkan bisa menjadi alternatif dalam panduan transfusi darah.
Manajemen Anestesi pada Wanita Hamil dengan Acute Fatty Liver yang menjalani Seksio Sesarea Erna Fitriana A; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 5 No 1 (2022): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v5i1.87

Abstract

Perlemakan hati akut pada kehamilan (acute fatty liver of pregnancy = AFLP) merupakan kasus yang jarang terjadi, tetapi dapat mengalami komplikasi yang mematikan. Hal tersebut dapat terjadi pada trimester ketiga kehamilan atau awal pasca persalinan. Insiden AFLP berkisar dari 1: 1,000 sampai 1: 20,000. Angka kematian ibu dengan AFLP rata-rata 12%. Kematian berkurang sampai dibawah 10% dengan terapi yang tepat. AFLP ditandai oleh penyusupan (infiltrasi) lemak mikrovesikuler sel hati (hepatosit) tanpa peradangan atau kematian jaringan (nekrosis). Penyebab penyakit AFLP secara tepat masih belum diketahui, diduga kekurangan mitochondrial trifunctional protein (MTP) dan long-chain 3-hydroxyacyl-coenzyme A dehydrogenase (LCHAD) mengakibatkan penumpukan asam lemak rantai sedang dan rantai panjang di hati. Kekurangan LCHAD merupakan kelainan otosom yang muncul (resesif) dan sering terjadi pada ibu memiliki kelainan gen heterozigot dengan janin homozigot, sehingga mengakibatkan kelebihan metabolit toksik. Seorang wanita 33 tahun G1P0A0 datang hamil 32 minggu dengan diagnosis AFLP mempunyai keluhan: nyeri kepala, lemah, mual dan muntah. Hasil laboratorium terjadi hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan gangguan koagulasi. Dilakukan seksio sesarea dengan anestesi umum. Intubasi dilakukan dengan rapid sequence induction dan setelah pipa endotrakheal masuk dijaga tanda vital supaya tetap stabil. Pasca operasi pasien masuk intensive care unit untuk pemantauan lebih lanjut. Kunci untuk bertahan hidup adalah diagnosis dini, persalinan segera, pengobatan segera hipoglikemia dan koagulopati, dan pencegahan komplikasi gagal hati.
Penatalaksanaan Anestesi pada Seksio Sesarea Penderita HIV/AIDS dengan Space Occupying Lession (SOL) Rose Mafiana; Yusmein Uyun
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16620.379 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol2i1.188

Abstract

Kehamilan mempunyai dampak terhadap perubahan anatomi, fisiologi, farmakologi dan psikis pada sang ibu sehingga seksio sesarea pada ibu hamil merupakan tantangan tersendiri untuk spesialis anestesiologi, karena pertimbangannya terhadap keselamatan ibu dan anak. Apabila kehamilan disertai dengan penyulit yang lain, maka kondisi ini akan semakin kompleks. Kasus ini mengemukakan ibu hamil penderita HIV/AIDS dengan penyulit Space Occupying Lession (SOL), pertimbangan seksio sesarea dilakukan sebagai terminasi kehamilan untuk mengurangi paparan Maternal to Child Transmission (MTCT) terhadap anak yang dilahirkan. Pertimbangan pemilihan tehnik anestesinya berdasarkan fisiologi kehamilan, patofisiologi HIV/AIDS, efek samping obat Anti Viral (ARV), interaksi obat ARV dengan obat anestesi, komplikasi HIV/AIDS pada otak berupa SOL yang berhubungan dengan peningkatan TIK, dampak infeksius penyakot ini kepada lingkungannya serta antisipasi terhadap medis/paramedic yang ikut menangani tindakan terminasi. Pada penderita ini kami lakukan tehnik anestesi edpidural dengan bupivacaine 0,5 % sebagai bfasilitas anestesi selama seksio sesarea. Pascaoperasi dilanjutkan nyeri melalui kateter epiduralnya.Anesthesia Management of Sectio Caesaria HIV/AIDS Patient with Space Occupying Lession (SOL)Sectio caesarea on prenatal vidual have challenge in anaesthesia because influence safety mothers and children. Pregnancy to changes anatomy, physiology, pharmacology and psychology on the mother moreover that’s can accompanied by another complications, and make change this increasingly complex. In this case was pregnant mothers HIV/AIDS sufferes with a  complication space occupying lesion (SOL). Sectio caesaria done to termination of pregnancy to reduce exposure transmission against children born gord loan-to- maternal child transmission (MCTC), Consideration of anestesinya technique based on pregnancy, physiology, pahtopfisiologi HIV/AIDS, adverse side effects anti retro viral (ARV) and interaction with medicine. Anaethetic complication SOL in HIV/AIDS in the brain associated with increased intracranial pressure. The impact of infectious disease that contaminate the environment and anticipations for medical paramedics / anaesthetic to prevent its. We did the patient  with ep[idural anaethetic technique and used bupivacaine 0.5 % as facilitate anesthesia during section caesaria. Postoperaive continued pain releave through her catheter epidural.
Patofisiologi Serebrovaskuler dan Implikasi Anestesi pada Preeklampsia/Eklampsia Rafidya Indah Septica; Yusmein Uyun; Bambang Suryono
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2701.862 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol2i2.118

Abstract

Preeklampsia adalah kelainan multisistim unik pada ibu hamil. Preeklampsia terjadi pada sekitar 3-8% kehamilan, dengan angka mortalitas akibat gangguan serebrovaskuler yang cukup tinggi (67%). Adanya 2 protein antiangiogenik yang diproduksi berlebihan oleh plasenta yang memberi akses masuk ke sirkulasi maternal merupakan molekul yang bertanggung jawab terhadap munculnya preeklampsia, yaitu soluble Fms-like tyrosine kinase, yang merupakan inhibitor endogen vascular endothelial growth factor dan placental growth factor, dan endoglin terlarut (sEng). Faktor-faktor tersebut menyebabkan disfungsi endotel sistemik yang berefek terutama ke hati, otak, dan ginjal. Disfungsi endotel pada otak diasumsikan berperan melalui 2 teori, yaitu sebagai respon terhadap hipertensi berat akut, sehingga regulasi berlebihan serebrovaskuler memicu terjadinya vasospasme; dihipotesakan aliran darah otak (ADO) hilang akibat iskemia, edema sitotoksik, infark dan terjadinya peningkatan mendadak tekanan darah sistemik melebihi kapasitas autoregulasi serebrovaskuler normal, sehingga terjadi kerusakan tekanan ujung kapiler yang menyebabkan kenaikan tekanan hidrostatik, hiperperfusi, ekstravasasi plasma dan sel darah merah melalui endothelial tight junctions yang terbuka mengakibatkan akumulasi edema vasogenik. Walaupun demikian perubahan serebrovaskuler tidak selalu menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Dengan bantuan teknologi yang lebih baik dan canggih, abnormalitas serebrovaskuler yang dipicu oleh preeklampsia-eklampsia, juga efek hipertensi pada perfusi serebral dapat dijelaskan dengan lebih baik. Pertimbangan khusus pemilihan teknik anestesi pada preeklampsia dimulai dengan persiapan preoperatif berupa penilaian preanestesi, pemilihan manajemen anestesi, teknik induksi pada anestesi umum, dan interaksi antara MgSO4 dan pelumpuh otot nondepolarisasi. Teknik anestesi sesuai kaidah neuroanestesi adalah teknik terpilih pada preeklampsia/eklampsia dengan kenaikan tekanan intrakranial Cerebrovascular Pathophysiology and Anesthetic Implication in Preeclampsia/EclamsiaPreeclampsia is a uniqe multisystem disorder in pregnant women. Preeclampsia affecting 3-8% of pregnancies, with high maternal mortality related to cerebrovascular accident (67%). The over produced two antiangiogenic proteins by placenta that gain access to the maternal circulation have become the main molecules responsible for phenotype of preeclampsia; which are soluble Fms-like tyrosine kinase, endogenous inhibitor of vascular endothelial growth factor and placental growth factor, and soluble endoglin (sEng). All these factors cause systemic endothelial dysfunction, mostly affected liver, brain, and kidney. Endothelial cell dysfunction may play role in two theories: as respon to acute severe hypertension thus cerebrovascular overregulation leads to vasospasm; as hypothesized,the diminished cerebral blood flow (CBF) resulted in ischaemia, cytotoxic edema, and infarct and a sudden elevation in systemic blood pressure exceeded the normal cerebrovascular autoregulatory capacity, and lead to disruption of the end-capillary pressure which causes increased hydrostatic pressure, hyperperfusion, and extravasation of plasma as well as red cells through disruption of the endothelial tight junctions leading to the accumulation of vasogenic edema. Nevertheless, cerebrovascular changes not always increase intracranial pressure. With the new and better technologies, the abnormal cerebrovascular related to preeclampsia-ecclampsia, and hypertension effect on cerebral perfusion can be more clearly explained. Special consideration for anesthesia technique in preeclampsia should be begin with preoperative preparation as pre-anesthestia assesment, choosing the anesthestia technique, induction technique and consideration of MgSO4 and nondepolarising muscle relaxant interaction when using general anesthesia. If intracranial pressure increased, neuroanesthesia technique is recommended. In preeclampsia/eclampsia cases.
Autoregulasi Serebral dalam Kehamilan Wulan Fadinie; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 5 No 3 (2022): November
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v5i3.107

Abstract

Autoregulasi merupakan suatu proses penting untuk menjaga sirkulasi saat terjadi peningkatan maupun penurunan tekanan arteri secara mendadak. Batas autoregulasi otak ini memiliki rentang fisiologi pada 50–150 mmHg. Cerebral Blood Flow (CBF) dipengaruhi oleh volume dan kekentalan darah, tekanan perfusi, dan tekanan intrakranial. Adaptasi sirkulasi serebral dalam kehamilan berfungsi untuk mempertahankan oksigenasi dan pengiriman nutrisi terhadap janin serta fungsi ekskresi yang sama seperti dalam keadaan tidak hamil, terutama dalam menghadapi perubahan hemodinamik sistemik yang luar biasa terkait dengan kehamilan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi autoregulasi, salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi adalah salah satu komplikasi medis yang paling sering dijumpai dalam kehamilan, dan menjadi penyebab kematian ibu. Hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi beberapa organ, tetapi pengaruh paling besar adalah terhadap organ serebrovaskular karena dapat menyebabkan kematian atau morbiditas jangka panjang. Meskipun begitu perubahan serebrovaskuler di otak, tidak selalu diiringi dengan kenaikan tekanan intrakranial yang menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan tindakan dan obat yang dipakai dalam anestesi.
Serial Kasus: Perdarahan dan Transfusi Masif pada Plasenta Akreta Wulan Fadinie; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.123

Abstract

Placenta Accreta Spectrum (PAS) adalah gangguan pertumbuhan plasenta yang menyimpang di dinding rahim, penyebab utama perdarahan peripartum dan kematian ibu. Anestesi neuraksial paling sering digunakan, tetapi bila invasinya sudah tinggi dinilai dari Placenta Accreta Index Score (PAIS), maka anestesi umum adalah pilihan yang lebih baik. Plasenta akreta memiliki risiko tinggi untuk pendarahan intraoperatif oleh karena itu persiapan darah dan protokol transfusi masif sangat penting. Empat pasien dengan plasenta akreta menjalani seksio sesarea, terjadi perdarahan masif dan dilakukan protokol transfusi masif. Histerektomi intraoperatif dilakukan pada tiga pasien, sedangkan pada satu pasien lainnya terjadi adhesi plasenta ke abdomen karena kehamilan intraabdominal. Pembiusan dilakukan dengan teknik anestesi umum pada satu pasien, tetapi pada tiga pasien lainnya dimulai dengan anestesi epidural dengan perubahan menjadi anestesi umum intraoperatif karena hemodinamik tidak stabil akibat perdarahan dan pada keempat pasien dipasang alat monitoring invasif. Pascaoperasi dipindahkan ke Surgical Intensive Care Unit (SICU), tidak ada reaksi transfusi ataupun kematian ibu. Protokol transfusi masif penting dalam penanganan perdarahan masif, persiapan darah serta perhitungan jumlah perdarahan intraoperatif menjadi faktor yang penting. Kapan dilakukan histerektomi juga membuat perbedaan untuk jumlah perdarahan. Perubahan teknik anestesi dari regional ke umum harus dilakukan untuk menjaga kestabilan hemodinamik dan menjamin oksigenasi agar memberikan hasil yang baik serta masa rawatan pascaoperasi di SICU yang lebih singkat. Keberhasilan penatalaksanaan plasenta akreta dengan perdarahan masif merupakan hasil dari manajemen perioperatif yang tepat, persiapan yang matang dan kerja sama antar disiplin ilmu yang baik.
Tatalaksana Sindroma Hiperstimulasi Ovarium (SHO) Yusmalinda Yusmalinda; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.125

Abstract

Sindroma hiperstimulasi ovarium merupakan kondisi iatrogenik akibat stimulasi ovarium suprafisiologis pada tatalaksana fertilitas. Gangguan ini ditandai dengan pembesaran ovarium disertai perpindahan cairan ke rongga ketiga dan dehidrasi intravaskuler. Eksudasi masif ke ruang ekstravaskuler dapat menyebabkan asites, efusi pleura dan efusi perikardium, syok hipovolemi, oliguria, gangguan keseimbangan elektrolit dan hemokonsentrasi yang menyebabkan hiperkoagulasi dengan risiko komplikasi tromboemboli yang mengancam nyawa. Pada beberapa kasus jarang pasien dapat mengalami kegagalan multi-organ dan kematian. Dengan meningkatnya jumlah pasien yang menjalani assisted reproduction therapy (ART), sindroma ini semakin sering kita jumpai pada unit perawatan intensif dan membutuhkan tatalaksana multidisiplin. Pemahaman tentang patofisiologi sindroma ini dapat membantu identifikasi dan mencegah berkembangnya gejala.
Penggunaan Delta C-Reactive Protein dan SOFA Score Sebagai Prediktor Kematian Pasien Sepsis Nova Maryani; Akhmad Yun Jufan; Yusmein Uyun; Calcarina Fitriani Retno Wisudarti; Untung Widodo
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 11, No 1 (2023)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v11n1.2955

Abstract

Penelitian ini berfokus pada penggunaan skor DELTA CRP dan SOFA dalam memprediksi prognosis pada pasien ICU. Penelitian observasional kohort digunakan sebagai desain. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Sardjito periode Februari–Juli 2019. Sampel dipilih menggunakan teknik pengambilan sampel berturut-turut. Para peneliti mengumpulkan 32 responden dengan sepsis dan syok sepsis yang dirawat di ICU berdasarkan kondisi ini. Skor area under curve (AUC) delta CRP menunjukkan >0,7 (0,780;CI 95%: 0,58–0,97) dengan cut-off 3 (sensitivitas=53,8%, spesifisitas=91%), menyiratkan bahwa CRP delta dapat menunjukkan keadaan pasien sepsis dan syok septik yang memburuk, tetapi kurang sensitif untuk memprediksi kematian. Sementara itu, skor AUC of SOFA >0,7 (0,787; 95% CI: 0,58–0,98) pada hari ke-0 dengan cut-off 8,5 (sensitivitas=76,9%, spesifisitas=81,8%), dan 0,836 (CI 95%: 0,67–0,99) pada hari ke-2 dengan cut-off 6 (sensitivitas=84,6%, spesifisitas=72,7%). Hal ini menunjukkan bahwa skor SOFA dapat memprediksi tingkat kematian prognostik pada pasien yang didiagnosis sepsis dan syok septik di ICU. Baik skor delta CRP dan SOFA memiliki nilai AUC lebih besar dari 0,7, tetapi hanya delta CRP yang memiliki sensitivitas rendah sebagai prognostik kematian.
Co-Authors . Mujahidin Adi Hidayat Adi, Danis Woro Kuncoro Adrin, Olga Elenska Akhmad Yun Jufan Annemarie Chrysantia Melati Ardi Pramono Arief Hariyadi Santoso Arif Ikhwandi Arif Supriyono Artika, I Gusti Ngurah Rai Ayu Rosema Sari Bambang Suryono Bambang Suryono Bambang Suryono Bambang Suryono, Bambang Bhirowo Yudo Pratomo Budianti, Nugrahaeni Calcarina Fitriani Retno Wisudarti Dadik Wahyu Wijaya Daniswara Dewi Yulianti Bisri Djoko Wahyono Djoko Wahyono Djoko Wahyono Dwiana Sulistyanti Ekuarianto, Donny Erna Fitriana A Fadinie, Wulan Fitri Hapsari Dewi Fitri, Lillah Fitriana A, Erna Gutama, Bayu Satria Hartono, Pinter Hayati, Farida Helmina Wati Hendra, Maijoni Hernawan, Agung Diky Hidayat, Nopian Isngadi Isngadi Isngadi Juni Kurniawaty Muhdar Abubakar Djayanti Sari Liza, Helda Mahisa, Orizanov Mahmud Mahmud Muhammad Iqbal Noegroho, Wahyu Nopian Hidayat Nova Maryani Nugroho, Alfan Mahdi Nurul Ulfah Hayatunnisa Perbatasari, Inggita Dyah Perwira, Rendra Prakosa, Nur Hamam Prihatna, Hendi Purnomo, Dedi Pujo Rafidya Indah Septica Rahma, Aulia Zuhria Ratih Kumala Fajar Apsari Redhy Sindharta Rizqi Adhelia Rose Mafiana RTH Supraptomo Ruddi Hartono Sandi, Dita Ayulia Dwi Sandi, Dita Ayulia Dwi Santoso, Arief Hariyadi Satrio Adi Wicaksono SATRIYAS ILYAS Septica, Rafidya Indah Septica, Rafidya Indah Septika, Rafidya Indah Siti Helmyati Sri Rahardjo Sri Rahardjo Sri Rahardjo Sudadi Suharso, Pamungkas Hary Sunartejo, Bayu Supraptomo Suryasaputra, Wahyu Untung Widodo Untung Widodo, Untung Utomo, F uad Cipto Wicaksono, Galih Sahid Wirawan, Angga Aditya Yunita Widyastuti Yusmalinda Yusmalinda