Yusmein Uyun
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta

Published : 69 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Henti Jantung pada Seksio Sesarea Septica, Rafidya Indah; Uyun, Yusmein
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 3 No 1 (2015): Volume 3 Number 1 (2015)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v3i1.7229

Abstract

Emboli air ketuban merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil. Patofi siologinya belum dimengerti penuh. Biasa terjadi selama masa persalinan, kelahiran, atau postpartum. Secara karakteristik ditandai dengan trias klasik, gangguan respirasi, kolaps kardiovaskuler mendadak, dan koagulopati. Diagnosa emboli air ketuban adalah diagnosa klinis dengan menyingkirkan diagnosa lain. Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus tersedia untuk mengkonfi rmasi diagnosa. Manajemen konvensional emboli air ketuban dapat dibagi menjadi tipe suportif dan tipe etiopatogenetik. Terapi suportif bergantung dari kecurigaan awal dan bantuan hemodinamik yang agresif. Oksigenasi (manajemen jalan napas), bantuan sirkulasi (manajemen vaskuler, penggantian cairan, dan pemberian agen antisyok/vasopressor), dan koreksi koagulopati dengan produk darah, penggunaan rekombinan faktor pembekuan, dan manajemen perdarahan uterus, lebih sering dengan prosedur histerektomi, selanjutnya harus dilakukan dan merupakan terapi andalan. Manajemen etiopatogenik meliputi aksi yang beroritentasi pada inhibisi 2 rute komplikasi: jalur disseminated intravascular coagulation (DIC) dan jalur leukotriene. Heparin adalah antikoagulan terpilih untuk emboli air ketuban, karena onset yang cepat, efi kasi yang baik, dan yang terpenting adalah menghambat jalur DIC. Walaupun demikian, koagulopati pada emboli air ketuban biasanya berkembang cepat dan menyebabkan perdarahan hebat, sehingga penggunaan heparin menjadi kontroversial bahkan diperdebatkan untuk tidak direkomendasikan. Dilaporkan satu kasus henti jantung perioperatif pada seksio sesarea emergensi. Setelah pengeluaran plasenta, pasien hilang kesadaran, kolaps kardiovaskuler, dan hentijantung. Dilakukan resusitasi jantung paru dan dilanjutkan dengan pemberian heparin. Pasien berlanjut mengalami perdarahan hebat. Intervensi segera dan agresif adalah penting saat diagnosa ditegakkan dan menentukan hasil akhir yang positip.
Kadar Albumin Darah sebagai Prediktor Risiko Kematian di ICU RSUP Dr Sardjito Tahun 2014 Perbatasari, Inggita Dyah; Suryono, Bambang; Uyun, Yusmein
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 3 No 2 (2016): Volume 3 Number 2 (2016)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v3i2.7238

Abstract

Latar Belakang: hipoalbuminemia sangat berhubungan dengan mortalitas. Hipoalbuminemia dapat disebabkan karena kondisi yang bervariasi dan sebagian besar kasus terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit baik karena penyakit akut maupun kronis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh kadar albumin darah terhadap mortalitas pasien di ICU RSUP Dr. Sardjito.Metode : sebanyak 420 pasien dewasa yang dirawat di ICU RSUP Dr Sardjito dan memenuhi kriteria inklusi dari Januari sampai Desember 2014 dilibatkan dalam penelitian retrospektif ini. Seluruh pasien dianalisis resiko kematiannya berdasarkan pemeriksaan albumin dan pemeriksaan penunjang yang lain dengan ujibivariat dan multivariat.Hasil: mortalitas di ICU adalah sebesar 26,2%. Karakteristik pasien yang hidup dan meninggal tidak berbeda bermakna pada jenis kelamin, tingkat pendidikan dan indeks massa tubuh, tetapi berbeda bermakna pada umur dan lama rawat di ICU. Dari pemeriksaan kadar albumin darah, pasien dengan albumin kurang dari 2,5 g/dl mengalami mortalitas 36% dengan uji chi-square p=0,008 dibandingkan albumin >3,5 g/dl, dengan nilai risk ratio 1,87. Dengan uji multivariat didapatkan bahwa albumin merupakan salah satu prediktor risiko kematian pasien di ICU dengan Odds Ratio 2,36 (1,06-5,26) (Indeks Kepercayaan/IK 95%). Selain itu, prediktor risiko yang lain adalah natrium, BUN, dan pH.Kesimpulan: kadar albumin darah <2,5 g/dl merupakan salah satu prediktor risiko kematian pasien sakit kritis yang dirawat di ICU RSUP Dr. Sardjito dengan Odds Ratio 2,36 (1,06-5,26) (Indeks Kepercayaan/IK 95%).
Perbandingan Insidensi Batuk akibat Pemberian Fentanil 2 µG/ KGBB IV dengan Perlakuan Huffing Manoeuvre dan tanpa Perlakuan Fitri, Lillah; Uyun, Yusmein; Sudadi
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 3 No 3 (2016): Volume 3 Number 3 (2016)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v3i3.7258

Abstract

Latar Belakang: Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia sering dan umum dilakukan untuk menumpulkan respon hemodinamik pada saat intubasi trakea. Tetapi fentanil dapat menyebabkan batuk dapat menggangu. Salah satu usaha pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara memberikan perlakuan huffing manoeuvre. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek fentanil intravena 2 μg/kgbb dengan perlakuan manuver huffing dibandingkan dengan fentanil intravena 2 μg/kgbb tanpa perlakuan dalam mencegah batuk.Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain Uji klinis acak terkontrol yang mengikutsertakan 94 sampel ASA I-II, yang menjalani prosedur operasi bedah elektif dengan anestesi umum. Setelah dilakukan randomisasi, subyek penelitian dikelompokkan menjadi dua. Masing – masing kelompok mendapat fentanil 2 μg/kg. Kelompok 1 sampel mendapat perlakuan manuver huffing dan kelompok 2 sampel tidak dapat perlakuan. Insiden batuk dinilai dalam 120 detik setelah injeksi fentanil yang dibagi dalam menit pertama dan menit kedua. Derajat keparahan batuk dibagi atas batuk ringan (1-2), sedang (3-5), berat (> 5). Data hasil penelitian dianalisis dengan uji statistik yaitu uji t test dan uji chi kuadrat, di mana nilai p<0,05 dianggap bermakna.Hasil: Pemberian fentanil 2 ug/kgbb iv dengan huffing manoeuvre dapat mencegah batuk dibanding pemberian fentanil 2 ug/kgbb iv tanpa huffing manoeuvre. Secara statistik ada perbedaan bermakna (p <0,05) insiden batuk pada kedua kelompok. Kelompok dengan huffing manoeuvre dapat mencegah batuk dari insidensi batuk 4,3% menit pertama dan pada menit kedua 8,5%, sedangkan kelompok tanpa huffing manoeuvre yaitu insidensi batuk 19,2% menit pertama dan 12,8% pada menit kedua.Simpulan: Insidensi batuk pada pemberian fentanil 2µg/kgBB IV dengan perlakuan huffing manoeuvre lebih sedikit dibandingkan pemberian fentanil 2µg/kgBB IV tanpa perlakuan dengan beda tidak bermakna.
Hipertensi Berat Disertai Edema Pulmo pada Pasien Trauma Mata Anak-Anak yang Diberikan Fenlyefrine Tetes Mata Mahmud; Uyun, Yusmein; Gutama, Bayu Satria
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 3 No 3 (2016): Volume 3 Number 3 (2016)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v3i3.7261

Abstract

Telah dilakukan tindakan anestesi pada seorang anak laki-laki 13 tahun dengan diagnosa ruptur bulbi dilakukan repair bulbi. Pasien dengan status fisik asa 2 asma. Dilakukan anestesi dengan teknik anestesiumum intubasi semi clossed ET no 6,5 level di bibir 20 nafas kendali. Monitoring dilakukan dengan NIBP, EKG, SpO2. Operasi berlangsung 2 jam durante operasi hemodinamik TDS 90-220mmHg, TDD 50-130mmHg, HR 50-160x/menit, saturasi 70-99%, Beberapa menit setelah pemberian dua tetes phenylephrine 10% didapatkan rhonki di seluruh paru dan didapatkan cairan berbusa kemerahan yang kami suction dari trakea dengan kemungkinan adanya edema paru akut berlangsung selama 15 menit. Pasca operasi dilakukan ekstubasi sadar. Pasien dipulangkan dari unit perawatan pasca anestesi 4 jam setelah operasi dengan pernapasan spontan, SpO2 99% pada ruang udara, tekanan darah normal dan auskultasi paru yang bersih.
Anestesi Bedah Saraf (Trauma) Uyun, Yusmein; Rahardjo, Sri; Sunartejo, Bayu
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 3 No 3 (2016): Volume 3 Number 3 (2016)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v3i3.7263

Abstract

Traumatic brain injury (TBI) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama dan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Sekitar 1,7 juta orang dengan TBI setiap tahun di Amerika Serikat, yang mengarah ke 275.000 rawat inap dan 52.000 kematian. TBI adalah 30,5% dari semua kematian terkait cedera di Amerika Serikat. TBI terjadi paling sering pada anak usia 0-4 tahun, remaja berusia 15-19 tahun dan lansia berusia 65 tahun dan lebih. Dalam semua kelompok umur, laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi dibandingkan perempuan. Terjatuh dan cedera lalu-lintas adalah penyebab utama dari TBI di Amerika Serikat. TBI adalah suatu kondisi yang kompleks yang mempengaruhi bukan hanya encephalon, tetapi juga fungsi sistem tubuh lainnya dengan beberapa presentasi klinis. Dari 20% pasien yang tiba di rumah sakit meninggal akibat TBI. Saat mengikuti algoritma ABC (Airway Breating Circulation) dari resusitasi, ahli anestesi harus memastikan mekanisme dan luasnya cedera. Cidera cervical harus dicurigai sampai benar-benar bisa disingkirkan. Tujuan anestesi untuk prosedur intrakranial adalah meliputi hipnosis, amnesia, imobilitas,kontrol ICP dan CPP, dan “relaxed brain” (yaitu, optimal untuk kondisi bedah).
Uji Banding Respon Tekanan Darah dan Laju Jantung pada Intubasi Endotrakealantara Premedikasi MgSO4 30 mg/kgBB Intravena dengan Fentanil 1 mg/kgBB Intravena Liza, Helda; Uyun, Yusmein; Rahardjo, Sri
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 4 No 1 (2016): Volume 4 Number 1 (2016)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v4i1.7275

Abstract

Pendahuluan: Tindakan intubasi endotrakea sering menimbulkan respon kardiovaskuler yang berlebihan berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan laju jantung dan aritmia Hal ini terjadi karena timbulnya refleks simpatis dan simpatoadrenal yang berlebihan akibat rangsangan nyeri maupun stimulus mekanikpada daerah supraglotis. Penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan premedikasi MgSO4 30 mg/kgBB intravena dengan fentanyl 1 mg/kgbb intravena terhadap respon tekanan darah dan laju jantung pada tindakan intubasi endotrakea.Metode: Sebuah penelitian prospektif, uji klinis acak tersamar ganda, telah dilakukan pada 56 pasien ASA I-II yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum intubasi endotrakea di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok masing–masing 28 pasien. Kelompok A menerima MgSO4 30mg/kgBB intravena 15 menit sebelum intubasi dan kelompok B menerima Fentanyl 1 µg/KgBB intravena 3 menit sebelum intubasi. Semua pasien diinduksi dengan propofol 2 mg/kgbb intravena dan fasilitas intubasi dengan Rocuronium 0.6 mg/kgBB intravena, pemeliharaan dengan O2 : N2 O = 50: 50 dan isoflurane 1 vol %. Respon perubahan TDS, TDD dan LJ setelah induksi, menit ke-1, ke-3, ke-5 dan ke-10 setelah intubasi dibandingkan antara kedua kelompok.Hasil: Pada kelompok MgSO4 terjadi peningkatan bermakna (p<0,05) TDS 9,68 mmHg (+8%), TDD 6,64 mmHg (+9%), TAR 7,50 mmHg (8,5%) dan LJ 9,96 x/mnt ( + 11%) pada menit ke-1 setelah intubasi dan kelompok fentanil terjadi peningkatan bermakna (p<0,05) TDS 23,11 mmHg (+18%), TDD 18,04 mmHg (+25%), TAR 19,75 mmHg (21,6%) dan LJ 23,89 x/mnt (+29%) pada menit ke-1 setelah intubasi. Berdasarkan statistik, terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada nilai rerata TDS menit ke-1 dan ke-3 setelah intubasi antara kelompok magnesium dibandingkan fentanil. Sedangkan perbedaan bermakna nilai rerata TDD danTAR terjadi pada menit ke-1, ke-3 dan ke-10 setelah intubasi. untuk nilai rerata LJ perbedaan bermakna terjadi pada pengukuran setelah induksi dan pada menit ke-1 setelah intubasi.Kesimpulan: Premedikasi MgSO4 30 mg/kgbb intravena menghasilkana respon tekanan darah (TD) dan laju jantung (LJ) lebih minimal dibandingkan dengan premedikasi fentanil 1 mg/kgbb intravena pada tindakan intubasi endotrakea.
Epidural Labour Anagesia (ELA) Mahisa, Orizanov; Uyun, Yusmein; Suryono, Bambang
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 4 No 1 (2016): Volume 4 Number 1 (2016)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v4i1.7278

Abstract

Sebagian besar wanita yang melahirkan akan merasakan nyeri yang sangat hebat, hampir sama dengan derajat nyeri regional yang kompleks. Meskipun nyeri hebat tidak mengancam nyawa wanita-sehat yang melahirkan, nyeri dapat memberikan dampak neurofisiologis. Meningkatnya penggunaan neuraxial analgesia untuk mengurangi rasa nyeri selama persalinan diikuti oleh perkembangan teknik aman dalam neuraxial analgesia. Epidural Labour Analgesia merupakan teknik analgesia yang didasarkan pada epidural anestesi. Analgesi yang optimal untuk persalinan dibutuhkan blok neural setinggi T10-L1 untuk kala I dan T10-S4 untuk kala II. Kala I persalinan tidak diperpanjang oleh epidural analgesia yang dapat menghindarkan kompresi aortocaval.
Neuroleptik Analgesia pada Operasi Direct Laringoscopy Purnomo, Dedi Pujo; Mahmud; Uyun, Yusmein
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 4 No 2 (2017): Volume 4 Number 2 (2017)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v4i2.7297

Abstract

Teknik anestesi neuroleptik merupakan modifikasi dari anestesi umum konvensional untuk mengeliminasi persepsi stimuli nosiseptif pada korteks serebral tanpa mempengaruhi fungsi kognitif. Karakteristik spesifik dari teknik ini termasuk modulasi respon endokrin, metabolik, dan otonom terhadap stimulasi nosiseptif. Beberapa prosedur yang minimal invasif juga membutuhkan neuroleptanalgesia, sehingga teknik ini ideal digunakan pada pasien beresiko tinggi apabila dilakukan anestesi umum. Pasien yang sadar dan mampu memberi respon merupakan monitor terbaik selama prosedur diagnostik berlangsung. Meskipun teknik ini tetap memiliki kekurangan yaitu bila terjadi unconsciousness sampai pada tingkat unrousable, gannguanventilasi akibat rigiditas otot dan eksitasi ekstrapiramidal paska operasi.
Perbandingan Efektivitas Penambahan Tramadol 0,125 Mg/Kgbb/Jam dengan Tramadol Bolus Intermitten 50mg Per 6 Jam pada Pasien yang Mendapatkan Fentanil 1 Μg/Kgbb/ Jam untuk Penanganan Nyeri Pasca Operasi Noegroho, Wahyu; Uyun, Yusmein; Widodo, Untung
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 5 No 1 (2017): Volume 5 Number 1 (2018)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v5i1.7315

Abstract

Background : The effectiveness of tramadol and fentanyl as multimodal pain theraphy after surgery. Objective : The aim of this study is to compare the effectiveness of the addition of a continuous drip of tramadol is 0,125mg/kgbw /hour on a continuous fentanyl 1 ug/kg/h after the addition of bolus tramadol 50mg given every 6 hours in patients with fentanyl 1 ug/kgbw/hour as analgesia post operation. Methods : Thirty two patients who underwent surgery (oncology, gynecology and laminectomy) under general anesthesia were enrolled.. Samples were randomly divided into 2 groups TB and TK, each group contained 16 patients. In TK group got tramadol 0,125mg/kgbw/hour on a continuous fentanyl 1μg/kgbw/hour. TB group got Bolus tramadol 50 mg per 6 hours on a continuous fentanyl 1μg/kgbw/hour. Results : No significant clinical difference between VAS score TK Group and TB Group on minute 0, hour 6th and hour 12th (p > 0.05, p<0.05). Frequencies of additional fentanyl rescue at first 6 hour in TB group was 6 patients (37.5%), (VAS 4, 3 patients),(VAS 5, 2 patients), in TK group was 3 patients (18.8%), (VAS 4, 1 Patient), (VAS 5, 1 patient), (VAS 6, 1 patient). Additional of fentanyl rescue at second 6 hours in TB Group were 2 patients (12.5%), (VAS 4, 2 patients), in TK Group was 3 patients (18,8%), (VAS 4 , 2 patients) , (VAS 5, 1 patient). Conclusion : The addition of tramadol 0.125 mg/kgbw/h give the same effectiveness in clinical analgesia than tramadol intermittent bolus of 50 mg/6 hours in patients who received fentanyl 1 ug/kgbw/h for the treatment of postoperative pain
Manajemen Preoperatif Kehamilan Ektopik Terganggu dengan Syok Hipovolemia Budianti, Nugrahaeni; Rahardjo, Sri; Uyun, Yusmein
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 5 No 1 (2017): Volume 5 Number 1 (2018)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v5i1.7320

Abstract

Had been reported a case of preoperative management for a woman 36 years old, G1P0A0, pregnant 11 weeks with ruptured ectopic pregnancy and run into hypovolemia shock. We assessed physic status patient as ASA (American Society of Anesthesia) 4E (emergency) with hypovolemia shock et causa internal bleeding and patient had been done relaparotomy. Patient had been refered from RSUD Wonosari and when she came to RSUP Sardjito, she feel pain and pale suspicious hypovolemia shock with internal bleeding then had been done laparatomy emergency surgery, dextra salphingectomy et causa ruptured ectopic pregnancy in IGD operation room for 2 hours and then she was observated in resusitation room for 6 hours and then she was transported to PACU. When in PACU, her condition compos mentis, she feel pain and the hemodynamic is blood pressure 90/ 60 mmHg, pulse 165 times/ minutes, respiration rate 32 times/ minutes on NRM 8 liters/ minutes, spO2 99 – 100 %, temperature 36,8 °C and VAS 3 – 4. In abdominal assessment, we found decreased of peristaltic, distended (+), tenderness (+), wound dressing blood seeped (-) and capilarry refill over 2 second and also radialis artery was not detected. We did evaluation to know internal bleeding, we did positive challange test with kristaloid 20 cc/ kg BB in 15 minutes and then in USG, we found free liquid intraabdomen and we planned emergency laparatomy in IGD operation room. Anesthetic technique that we used was general anesthesia. After surgery, patient was transported to ICU in sedation condition and was intubated.
Co-Authors . Mujahidin Adi Hidayat Adi, Danis Woro Kuncoro Adrin, Olga Elenska Akhmad Yun Jufan Annemarie Chrysantia Melati Ardi Pramono Arief Hariyadi Santoso Arif Ikhwandi Arif Supriyono Artika, I Gusti Ngurah Rai Ayu Rosema Sari Bambang Suryono Bambang Suryono Bambang Suryono Bambang Suryono, Bambang Bhirowo Yudo Pratomo Budianti, Nugrahaeni Calcarina Fitriani Retno Wisudarti Dadik Wahyu Wijaya Daniswara Dewi Yulianti Bisri Djoko Wahyono Djoko Wahyono Djoko Wahyono Dwiana Sulistyanti Ekuarianto, Donny Erna Fitriana A Fadinie, Wulan Fitri Hapsari Dewi Fitri, Lillah Fitriana A, Erna Gutama, Bayu Satria Hartono, Pinter Hayati, Farida Helmina Wati Hendra, Maijoni Hernawan, Agung Diky Hidayat, Nopian Isngadi Isngadi Isngadi Juni Kurniawaty Muhdar Abubakar Djayanti Sari Liza, Helda Mahisa, Orizanov Mahmud Mahmud Muhammad Iqbal Noegroho, Wahyu Nopian Hidayat Nova Maryani Nugroho, Alfan Mahdi Nurul Ulfah Hayatunnisa Perbatasari, Inggita Dyah Perwira, Rendra Prakosa, Nur Hamam Prihatna, Hendi Purnomo, Dedi Pujo Rafidya Indah Septica Rahma, Aulia Zuhria Ratih Kumala Fajar Apsari Redhy Sindharta Rizqi Adhelia Rose Mafiana RTH Supraptomo Ruddi Hartono Sandi, Dita Ayulia Dwi Sandi, Dita Ayulia Dwi Santoso, Arief Hariyadi Satrio Adi Wicaksono SATRIYAS ILYAS Septica, Rafidya Indah Septica, Rafidya Indah Septika, Rafidya Indah Siti Helmyati Sri Rahardjo Sri Rahardjo Sri Rahardjo Sudadi Suharso, Pamungkas Hary Sunartejo, Bayu Supraptomo Suryasaputra, Wahyu Untung Widodo Untung Widodo, Untung Utomo, F uad Cipto Wicaksono, Galih Sahid Wirawan, Angga Aditya Yunita Widyastuti Yusmalinda Yusmalinda