Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Pengabdian Kepada Masyarakat Dengan Metode Penyusunan Peraturan Desa Partisipatif Di Kabupaten Timor Tengah Utara Benediktus Peter lay; Stefanus Don Rade; Maria Theresia Geme; Ernesta Uba Wohon; Ferdinandus Lobo; Yohanes Leonardus Ngompat
Journal Of Human And Education (JAHE) Vol. 3 No. 4 (2023): Journal Of Human And Education (JAHE)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jh.v3i4.443

Abstract

Peraturan desa menjadi salah satu peroblema hukum dibidang ketatanegaraan karena dalam pembuatan/penyusunan peraturan desa banyak pihak terkait yang harus berperan dan bekerjasama untuk bersama-sama menyusun peraturan desa terutama pemerintah desa beserta perangkat desa lainnya serta warga masyarakat desa. Peraturan desa yang dibuat/diterbitkan tanpa melibatkan warga desa setempat pada dasarnya tetap memunyai kekuatan hukum yang kuat, namun terkadang sulit diterima oleh masyarakat akibatnya pelaksanaan peraturan desa tidak terlaksana secara efektif dan terkadang mengundang protes dari masyarakat desa setempat. Fenomena terkait peraturan desa yang tidak melibatkan masyarakat desa setempat dalam proses penyusunannya seringkali menjadi suatu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat desa khususnya di Desa Bitefa Kabupaten Timor Tengah Utara. Oleh karena itu peran tim pelaksana pengabdian kepada masyarakat diperlukan agar dapat memberikan sosialisasi/pelatihan terkait pembuatan peraturan desa sebagai produk hukum desa yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Tujuan pengabdian kepada masyarakat ini adalah mensosialisasikan tentang pembuatan peraturan desa kepada perangkat desa dan masyarakat desa agar tidak terjadi kekeliruan dalam pembuatannya. Metode pengabdian kepada masyarakat yang digunakan adalah dengan 2 tahapan yakni sosialisasi dan pelatihan pembuatan peraturan desa. Luaran pengabdian kepada masyarakat adalah publikasi pada jurnal nasional.
LEGAL DEVELOPMENT AND URGENCY OF PERSONAL DATA PROTECTION IN INDONESIA Ngompat, Yohanes Leonardus; Mary Grace Megumi Maran
JILPR Journal Indonesia Law and Policy Review Vol 5 No 3 (2024): Journal Indonesia Law and Policy Review (JILPR), June 2024
Publisher : International Peneliti Ekonomi, Sosial dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56371/jirpl.v5i3.284

Abstract

This research aims to know and analyze the development of personal data protection law and to know and analyze the urgency of personal data protection in Indonesia. This research is normative juridical research using secondary data. The approaches used are legislative and historical approaches. The data collected is then analyzed qualitatively. Based on the results of the research, it is known that the laws and regulations on personal data protection continue to develop from time to time. The regulation begins with the inclusion of Article 28 G Paragraph (1) in the 1945 Constitution which becomes the legal basis in guaranteeing the rights of every person or owner of personal data and reaches the peak where a special regulation has been formed that specifically regulates the protection of personal data, namely in Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection (PDP Law). Previously, the regulation on personal data protection was regulated partially and sectorally, so with the enactment of the PDP Law, there is a special regulation related to personal data protection. In relation to the urgency of personal data protection, personal data is important to protect because along with the development of technology and information, it is easier for violations to occur, including the misuse of personal data. Violations of personal data should be prevented and handled seriously because personal data is very important data related to one's privacy. Protection of personal data can ultimately increase public confidence in providing personal data to support government policies in fulfilling public interests without violating people's personal rights.
Penyuluhan Hukum tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap untuk Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat di Kelurahan Manulai II Kota Kupang Mary Grace Megumi Maran; Benediktus Peter Lay; Stefanus Don Rade; Petrus Faot; Jacinta Da Reissureicao do Carmo; Yohanes Leonardus Ngompat; Maria Theresia Geme; Yustinus Pedo; Dwityas Witarti Rabawati; Finsensius Samara; Ferdinandus Ngau Lobo; Ernesta Uba Wohon; Yohanes Arman; Maria Fransiska Owa da Santo
Journal Of Human And Education (JAHE) Vol. 4 No. 6 (2024): Journal of Human And Education (JAHE)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jh.v4i6.1818

Abstract

Pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) merupakan kegiatan yang penting bagi masyarakat untuk memperoleh sertifikat ha katas tanah dengan cara yang terjangkau. Namun dalam kenyataannya masih ada masyarakat di Kelurahan Manulai II yang belum sadar dan belum mendaftarkan tanahnya. Oleh karena itu Permasalahan yang ditangani dalam kegiatan ini terkait permasalahan kesadaran hukum dan pengetahuan masyarakat terkait pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Berdasarkan permasalahan tersebut maka diselenggarakan kegiatan penyuluhan hukum tentang PTSL di Kelurahan Manulai II. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait PTSL. Dalam kegiatan tersebut tim pengabdian kepada masyarakat menyampaikan informasi-informasi terkait PTSL yakni pengertian yuridis mengenai pendaftaran tanah dan PTSL, dasar hukum PTSL, objek PTSL, manfaat masyarakat mengikuti PTSL, pembiayaan dalam PTSL, dan tahapan pelaksanaan PTSL yang terdiri dari 12 tahapan. Kegiatan ini disambut baik oleh masyarakat Kelurahan Manulai II dengan turut hadir dan berpartisipasi dalam diskusi.
Illegal Logging Eradication in the Perspective of National Criminal Law and Local Wisdom of Manggarai Community Yohanes Leonardus Ngompat; Finsensius Samara; Dwityas Witarti Rabawati
JUSTISI Vol. 10 No. 3 (2024): JUSTISI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sorong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33506/js.v10i3.3308

Abstract

This study discusses illegal logging as an environmental problem, especially in forestry. Illegal logging is a criminal offence, especially in violation of Law Number 41 of 1999 on Forestry and Law Number 18 of 2013 on Prevention and Eradication of Forest Destruction. Illegal logging is also prohibited based on the Manggarai community's local wisdom. The prohibition is motivated by the tradition of the Manggarai community, which utilizes the forest and recognizes the roko molas poco customary ritual. The ritual aims to inform the Manggarai people that anyone who wants to take a tree in the forest must bring a new tree seedling in exchange. This ritual also shows the responsibility to preserve the forest so it is not damaged. However, there are still people who commit illegal logging. This study aims to analyze and find regulations and concepts for eradicating illegal logging from the perspective of national criminal law and the local wisdom of the Manggarai community. The type of study used is empirical legal research. This study is a novelty because previous researchers should have specifically reviewed the role of local wisdom, especially the Manggarai community, in eradicating illegal logging. The results show that the role of criminal law and the local wisdom of the Manggarai community is significant in eradicating illegal logging crimes. Criminal law regulates the provision of criminal sanctions against individuals and groups who commit illegal logging. The same thing also applies to the local wisdom of the Manggarai community, namely the roko molas poco ritual that the taking or utilization of timber forest products must not conflict with the ritual; if it conflicts, then it will be subject to customary fines. Based on this explanation, not only national law has a role in combating illegal logging, but local wisdom law also has a role.
PKM METODE PENYUSUNAN PERATURAN DESA DI DESA SUNSEA KECAMATAN NAIBENU KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA Rade, Stefanus Don; Maran, Mary Grace Megumi; Ngompat, Yohanes Leonardus
Devote : Jurnal Pengabdian Masyarakat Global Vol. 4 No. 2 (2025): Devote : Jurnal Pengabdian Masyarakat Global, Juni 2025
Publisher : LPPM Institut Pendidikan Nusantara Global

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/devote.v4i2.4004

Abstract

Village Regulations play an important role in regulating the lives of village communities so that they are more directed, fair, and in accordance with local needs. However, many village governments still experience obstacles in its preparation, especially in terms of legal procedures and community participation. This community service activity was carried out in Sunsea Village with the aim of providing training and technical assistance to village officials, BPD, and community leaders regarding methods of drafting Village Regulations in accordance with laws and regulations. Activities were carried out through a participatory approach with lecture methods, group discussions, and simulations of drafting Perdes. The results of the activity showed an increase in participants' understanding of the formal and technical procedures for drafting Perdes. This activity is expected to improve the quality of village legal products in Sunsea Village.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSISTENSI KAIN TENUN SONGKE MANGGARAI SEBAGAI INDIKASI GEOGRAFIS Ngompat, Yohanes Leonardus
Justitia et Pax Vol. 41 No. 1 (2025): Justitia et Pax Volume 41 Nomor 1 Tahun 2025
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/jep.v41i1.8369

Abstract

Songke woven fabric is one form of geographical indication as well as a form of local wisdom that has important meaning for the lives of the Manggarai people. Although de facto, songke weaving is an inseparable part of the life of the Manggarai people. However, in reality there are still many violations of the existence of songke weaving itself and harm the rights of weaving activists and the community. Therefore, this research has examined and analyzed the existence of songke woven fabric as a geographical indication and examined and analyzed the legal protection of Manggarai songke woven fabric as a geographical indication. This research is a type of empirical legal research that uses qualitative data analysis methods. Based on the results of the research, it is known that the existence of songke woven fabric in Manggarai is still maintained and preserved by the community. This is indicated by the use of songke cloth both in traditional rites and used in more modern things. Songke woven fabric is also one example of a geographical indication that characterizes the Manggarai region. In addition, based on the results of the research, it is known that the legal protection of the songke woven fabric of Manggarai is still not optimal. This is because in general, songke woven fabric as a geographical indication has indeed been accommodated in the law. However, it is unfortunate that until now there has been no government effort to register or facilitate the community in registering songke weaving as a geographical indication right and there are no local regulations governing the protection of songke weaving. Therefore, to realize optimal legal protection, the Manggarai regional government must be actively involved in registering songke weaving as a geographical indication right.
Netralitas Dan Objektivitas Penyidik Sebagai Saksi Fakta Ditinjau Dari Aspek Yuridis Ngompat, Yohanes Leonardus
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 3 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i3.1540

Abstract

Kehadiran penyidik dalam sistem peradilan pidana memainkan peran strategis dalam proses penegakan hukum, khususnya pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Namun, praktik di lapangan menunjukkan adanya kecenderungan penyidik berperan ganda sebagai saksi fakta dalam persidangan, yang menimbulkan persoalan yuridis dan etis karena dapat melanggar prinsip netralitas dan objektivitas yang melekat pada profesinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan penyidik dalam sistem peradilan pidana serta menelaah keterlibatan penyidik sebagai saksi fakta ditinjau dari perspektif hukum acara pidana. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun KUHAP dan UU KPK memberikan kewenangan penyidikan kepada penyidik, tidak terdapat ketentuan eksplisit yang membolehkan mereka menjadi saksi fakta. Keterlibatan penyidik sebagai saksi fakta berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, menyimpang dari prinsip fair trial, dan mencederai integritas proses peradilan. Oleh karena itu, peran penyidik sebaiknya dibatasi sebagai saksi verbalisan guna menjaga obyektivitas pembuktian dan kredibilitas proses hukum
Sistem Lelen (Perjanjian Bagi Hasil) di Kabupaten Sikka: Tinjauan Hukum Adat dan Perbandingannya dengan Hukum Nasional Maran, Mary Grace Megumi; Ngompat, Yohanes Leonardus
UNES Journal of Swara Justisia Vol 9 No 2 (2025): Unes Journal of Swara Justisia (Juli 2025)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/4e5mf116

Abstract

Perjanjian bagi hasil merupakan perjanjian antara pemilik tanah dengan penggarap untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik serta membagi hasil antara kedua pihak. Meskipun telah diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, namun masyarakat adat tertentu seperti masyarakat adat Desa Runut Kabupaten Sikka masih berpedoman pada hukum adat dalam melaksanakan perjanjian bagi hasil yang disebut lelen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan sistem lelen berdasarkan hukum adat di Desa Runut serta untuk mengetahui dan menganalisis perbandingannya dengan pengaturan perjanjian bagi hasil dalam peraturan hukum nasional. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat sistem lelen yang berpedoman pada hukum adat dan dilaksanakan di Desa Runut. Lelen dilaksanakan dengan beberapa tahapan yakni: penyampaian permohonan, survei lokasi, musyawarah perjanjian, pelaksanaan lelen, panen, dan pembagian hasil. Selain itu terdapat perbedaan mendasar antara sistem lelen berdasarkan hukum adat di Desa Runut dengan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Perbedaan tersebut mencakup: bentuk perjanjian, keterlibatan Kepala Desa dan para saksi, pengesahan perjanjian oleh Camat, jangka waktu perjanjian bagi hasil, pemutusan perjanjian bagi hasil, sistem pembagian hasil, jenis sanksi, dan pelaksanaan ritual hukum adat.
Lonto Leok (Sebagai Mekanisme Penyelesaian Tindak Pidana Pada Masyarakat Adat Manggarai) Ngompat, Yohanes Leonardus; Pedo, Yustinus; Rabawati, Dwityas Witarti
Jurnal Ilmiah Global Education Vol. 6 No. 3 (2025): JURNAL ILMIAH GLOBAL EDUCATION
Publisher : LPPM Institut Pendidikan Nusantara Global

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/jige.v6i3.4013

Abstract

Masyarakat Manggarai memiliki kearifan lokal dalam penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, yang dalam tradisi setempat dikenal dengan istilah Lonto Leok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan serta menganalisis pelaksanaan penyelesaian tindak pidana melalui mekanisme Lonto Leok oleh lembaga adat Manggarai, termasuk kedudukannya dalam kerangka hukum nasional. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum, peraturan perundang-undangan, dan sejarah hukum. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Lonto Leok merupakan mekanisme penyelesaian tindak pidana melalui peradilan adat yang mengedepankan nilai-nilai musyawarah dan mencerminkan kearifan lokal masyarakat Manggarai. Proses penyelesaian ini dilaksanakan oleh lembaga adat Manggarai yang terdiri dari para pemimpin adat atau tua adat yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan. Para tua adat yang terlibat dalam penyelesaian tindak pidana melalui Lonto Leok antara lain tu’a kilo, tu’a panga, dan tu’a gendang. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penyelesaian tindak pidana melalui mekanisme Lonto Leok memperoleh pengakuan dan penghormatan dalam kerangka hukum nasional.