Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

CRIMINAL ACTS OF CORRUPTION (BRIBE) BY PRIVATE HOSPITAL AGAINST A MIDWIFE IN REWARD FOR SERVICES FOR PATIENT REFERRAL sutrisno, achmad; Soekorini, Noenik
Jurnal Independent Vol. 11 No. 1 (2023): Jurnal Independent
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/ji.v11i1.185

Abstract

The term bribe in corruption cases is a bribe or money given to another party to facilitate certain goals. People in Indonesia refer to bribes as facilitation payments. Cases of bribery have been going on for a long time in Indonesia. Bribes are usually given to officials in the government bureaucracy who have important roles, law enforcers, as well as customs and tax officials. Ironically, cases of bribery are still considered common in Indonesia.The results of a survey at the "MM" Hospital  in November 2022 showed that midwives get a caesarean patient referral fee with BPJS of Rp. II in the amount of Rp. 600,000, - ; Class I Rp.700.000,-; VIP class Rp.800.000,-. Whereas there was an incident at the hospital where the patient could not pay off the payment, the patient was advised to be referred to the hospital by the midwife, and it was known that the midwife received a fee from the hospital.From the interview, there was a criminal act of bribery between the midwife and the hospital, which is referred to as bribery according to RI Law Number 11 of 1980 concerning the crime of bribery, article 1 which reads "Whoever receives or gets something from someone with the intention of persuading that person to do something or not. doing something in their duties, contrary to their authority or obligation which concerns the public interest, shall be punished for giving bribes with imprisonment for a maximum of 5 (five) years and a maximum fine of Rp. 15,000,000.- (fifteen million rupiahs).Legal responsibility for midwives and doctors, namely in the form of administrative sanctions based on Minister of Health Regulation No.58 of 2016 concerning sponsorship for health workers in the form of verbal warnings, revocation of licenses and also criminal sanctions based on the Corruption Crime Act, namely fines and imprisonment  Keywords: Bribery, midwife referral
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK HAK MERK SKINCARE AKIBAT PELANGGARAN MERK Idrina, Mustika; Astutik, Sri; Soekorini, Noenik; Cornelis, Vieta Imelda
COURT REVIEW Vol 4 No 01 (2024): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v4i01.1491

Abstract

Dengan berkembangan zaman dan semakin berkembangnya kesadaran diri untuk menjaga kesehatan maka produk–produk kosmetik kesehatan menjadi beragam macam jenisnya baik produk-produk kosmetik skincare lokal ataupun internasional yang beredar dimedia online. Sistem Hukum HAKI harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha eksploitasi dan komersialisasi karya-karya atau aset intelektual yang bermuatan HAKI Merek merupakan salah satu jenis atau bentuk perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang berguna sebagai tanda untuk mengidentifikasikan dan membedakan produk antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum yang sifatnya normatif (normative legal research), Penelitian ini bercondong kepada Pendekatan Undang-Undang dan Pendekatan Konseptual. Serta Bahan Hukum yang peneliti pakai adalah Sumber bahan hukum yang sifatnya primer, bersifat tersier, dan bersifat sekunder biasa digunakan dalam penelitian dengan sifat normatif. Hak Merek yang digunakan sebagai hak yang bersifat khusus. Hak khusus tersebut pada dasarnya bersifat ekslusif dan monopoli yang hanya dilaksanakan oleh pemilik hak, sedangkan orang lain tidak boleh untuk menggunakan tanpa seizin pemiliknya.
EFEKTIFITAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO PADA BANK JATIM CABANG TULUNGAGUNG Sholichah, Sayidati; Cornelis, Vieta Imelda; Astutik, Sri; Soekorini, Noenik
COURT REVIEW Vol 3 No 05 (2023): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v3i05.1496

Abstract

Keterlibatan sektor pemerintah serta swasta melahirkan suatu lembaga keuangan yang pada dasarnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengembangkan perekonomian suatu bangsa dan negara, lembaga keuangan tersebut dapat berbentuk Lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama dari bank sebagai tempat yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien. Bank berfungsi sebagai “financial intermeditary” (perantara keuangan) dengan kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan uang dari penabung kepada peminjam. Usaha mikro kecil menengah atau yang sering disebut dengan UMKM adalah bisnis atau usaha yang dijalankan secara individu atau perorangan yang merujuk pada usaha ekonomi produktif sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh UU NO 20 Tahun 2008, para pengusaha atau pelaku usaha UMKM mayoritas masih mengalami kesulitan dalam pembiayaan atau modal dalam melakukan usaha seperti yang kita ketahui, Kredit Usaha Rakyat merupakan salah satu bentuk dari fasilitas kredit pembiayaan UMKM yang bertujuan untuk membantu usaha rakyat kecil yang menjalankan usahanya secara individu dengan cara memberi kemudahan dalam pinjaman untuk mendirikan usahanya. Dengan adanya pengajuan peminjaman kredit, maka tentu saja harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak bank/kreditur pemohon harus mengetahui hak dan kewajiban antara pihak debitur dan kreditur dengan adanya perjanjian kredit usaha rakyat. Penelitian ini menitikberatkan perlindungan ini kepada pihak kreditur karena diluar sana mayoritas melakukan penelitian mengenai perlindungan terhadap debitur, dan hanya beberapa saja yang melakukan penelitian pada pihak kreditur, sehingga penelitian ini meneliti tentang apa perlindungan terhadap pihak kreditur, yang bertujuan agar semua orang tahu bahwa perlindungan bukan hanya kepada pihak debitur saja melainkan kepada pihak kreditur juga.
TINJAUAN YURIDIS PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH SECARA ELEKTRONIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA Koerniawan, Joenus; Astutik, Sri; Cornelis, Vieta Imelda; Soekorini, Noenik
COURT REVIEW Vol 3 No 05 (2023): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v3i05.1497

Abstract

Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik merupakan suatu terobosan dalam bidang hukum. Dasar hukumnya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hal-hal teknis lainnya diatur melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Kontruksi hukum pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang mengadopsi asas-asas hukum perdata. Penulis merumuskan masalah, yaitu bagaimana tinjauan yuridis pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan secara elektronik dalam perspektif hukum perdata. Penulis dalam mengkaji rumusan masalah tersebut menggunakan metode penelitian sebagai berikut; tipe penelitian yaitu penelitian hukum normatif, dengan menganalisis bahan-bahan hukum secara kualitatif, Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan perlu disusunnya peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus tentang pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. Selain itu, dalam pengadaan barang/jasa pemerintah terdapat asas-asas hukum perdata yang tersirat.
PENEGAKAN HUKUM KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS PENYALAHGUNAAN NARKOBA Wahyudi, Mohammad Arif; Astutik, Sri; Soekorini, Noenik; Cornelis, Vieta Imelda
COURT REVIEW Vol 3 No 06 (2023): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v3i06.1512

Abstract

Pada era globalisasi masyarakat lambat laun berkembang, Masyarakat berusaha mengadakan pembaharuan-pembaharuan di segala bidang, Namun kemajuan teknologi tidak selalu berdampak positif, bahkan ada kalanya berdampak negative khususnya pada penyalahgunaan Narkoba Jenis penelitian yang peneliti gunakan yaitu penelitian hukum empiris, yaitu suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan Masyarakat Hasil penelitian bahwa Kendala yang dihadapi Penyidik Narkotika Kepolisian dalam upaya pemberantasan penyalahgunaan Narkoba, antara lain biasanya penyidik jarang menerapkan pasal dengan dakwaan tunggal karena alasan keamanan dan kurangnya kesadaran masyarakat yang beranggapan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika harus dihukum. Pemenuhan hak-hak penyalahguna narkoba dilaksanakan melalui :Perlakuan atas pelaku secara menusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak pelaku, Penyediaan Petugas Pendamping sejak dini, Penyediaan sarana dan prasarana khusus, Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi pelaku, Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan pelaku yang berhadapan dengan hukum, Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan keluarga dan Perlindungan dari pemberian identitas melalui media masa untuk menghindari labelisasi.
KARAKTERISTIK PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DANA DESA MELALUI RESTORATIVE JUSTICE Al Khasyi', Muchammad Akmal; Sidarta, Dudik Djaja; Soekorini, Noenik
COURT REVIEW Vol 4 No 02 (2024): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang cukup besar yang di hadapi oleh bangsa Indonesia, perkara tindak pidana korupsi tidak hanya berada di tingkatan instansi atau lembaga paling atas tapi juga banyak di temukan di tingkat yang paling bawah yaitu desa, dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik tindak pidana korupsi dana desa melalui modus operandi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tindak pidana korupsi dana desa, serta menganalisis bentuk penyelesaian tindak pidana korupsi dana desa mealulu mekanisme restoratif justice, Keadilan Restoratif (restorative justice) di artikan sebagai cara alternatif penyelesain perkara suatu tindak pidana atau bisa di artikan dengan penyelesaian di luar persidangan, cara alternatif ini layak di terapkan di tindak pidana korupsi dana desa yang nilai kerugian keungan negara lebih kecil di banding nilai perkaranya, dengan mempertimbangkan cost and benefit dan asset recovery, meskipun belum ada payung hukum yang kuat dalam penerapa restorative justice di perkara tindak pidana korupsi dana desa tetapi ada surat edaran yang di keluarkan oleh Kejaksaan Agung yaitu surat No. B-1113/F/Fd.1/05/2010 dan surat No. B-765/F/Fd.1/04/2018 terkait dengan upaya pencegahan dan upaya penyelesaian tindak pidana korupsi melalu pendekatan kemanfaatan, yang menjadikanya sebagai landasan yuridis dalam penerapanya, selain menggunakan landasan yurudis penelitian ini juga menggunakan landasan teoritis dan filosofis, peneletian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekaran perundang-undangan, konsep dan presepsi.
PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA STUDI KASUS PERKARA NOMOR: 2057/PID.SUS/2023/PN.SBY Kurniawan, Yohan Dwi; Sidarta, Dudik Djaja; Soekorini, Noenik
COURT REVIEW Vol 3 No 04 (2023): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v4i05.1717

Abstract

Penelitian ini mengkaji alat bukti tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pengadilan dalam memutus perkara pidana nomor 2057/Pid.Sus/2023/PN.Sby. Penelitian ini memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat tentang bagaimana hakim dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan semua alat bukti yang diajukan selama persidangan dan membandingkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metodologi pendekatan yang menggabungkan pendekatan kasus, pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan, dan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian ini menegaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga mencakup bentuk kekerasan baik psikis maupun fisik. Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, kekerasan psikis diartikan sebagai setiap perbuatan yang mengakibatkan seseorang mengalami ketakutan, penderitaan psikis berat, kehilangan kepercayaan diri, ketidakberdayaan, atau gabungan dari semuanya itu. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur tentang ruang lingkup penemuan hukum yang tersedia bagi hakim. Disebutkan bahwa hakim dan hakim konstitusi memiliki kewajiban untuk menyelidiki, menaati, dan memahami nilai-nilai hukum serta rasa keadilan masyarakat. Kajian ini menegaskan betapa pentingnya bagi penegak hukum untuk memahami bahwa, selain dasar hukum dan alat bukti yang kuat, hakim harus mengkualifikasi peristiwa yang dianggapnya terbukti untuk mencapai suatu kesimpulan dalam perkara pidana. Ketika suatu peristiwa hukum dikualifikasi untuk diadili, hakim mendasarkan putusannya pada penentuan secara objektif keadaan sebenarnya dari perkara tersebut daripada membuat penentuan a priori ketika mempertimbangkan perkara dan kemudian menyusunnya kembali. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, pengadilan akan mengetahui kejadian yang sebenarnya.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGUSAHA TIDAK MEMBAYAR HAK ATAS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PASAL 156 UNDANG-UNDANG NO 6 TAHUN 2023 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2022 TENTANG CIPTA KERJA MENJADI UNDANG-UNDANG Anam, Hoiril; Soekorini, Noenik; Astutik, Sri; Cornelis, Vieta Imelda
COURT REVIEW Vol 4 No 01 (2024): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v4i06.1724

Abstract

Pengusaha mempunyai kewajiban hukum untuk membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima dan menjadi Hak dari Pekerja, Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan merupakan suatu hal yang tidak dapat dicegah di dalam suatu hubungan kerja, bahwa tujuan pidana ketenagakerjaan mengamankan kepastian hukum pekerja terkait dengan pemutusan hubungan kerja, pada Pasal 156 dan Pasal 185 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dimaksudkan sebagai payung hukum dalam membangun hubungan industrial di Indonesia,bisa dikatakan belum berjalan sesuai harapan semua pihak karena beragam ketentuan di dalamnya belum mampu diimplementasikan dengan baik oleh berbagai pihak hal tersebut dikarenakan Undang-Undang tersebut beserta aturan pelaksanaannya belum mengatur secara rinci dan khusus bila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha yang menjadi kewajibannya khususnya terkait kewajiban hukum untuk membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada pekerjanya, kesimpulan dari penelitian ini adalah Undang-Undang pada Pasal 156 dan Pasal 185 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang menjadi payung hukum maksimal untuk pekerja yang mengalami pemurusan hubungan kerja, Rekomendasi untuk penelitian ini adalah perlu dilakukan penyempurnaan perlu dibentuknya peraturan pelaksanaan mengenai tata cara penyidikan khusus perkara pidana ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan KUHAP dan pembentukan Subdit Khusus Pidana Ketenagakerjaan dibentuk mulai tingkat Mabes Polri hingga unit khusus di tingkat Polres.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN CEK KOSONG BERDASARKAN PUTUSAN NOMOR 1698/Pid/2022/PN SURABAYA Dirgantoro, Balok; Soekorini, Noenik; Astutik, Sri; Cornelis, Vieta Imelda
COURT REVIEW Vol 5 No 01 (2025): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai salah satu bentuk tindak pidana, penipuan merupakan wujud tindakan yang berunsur rangkaian kebohongan untuk keuntungan diri pelaku, yang berakibat orang yang dibohongi, menjadi dirugikan. Kerugian ini terkait dengan telah memberikan atau menyerahkannya orang lain tersebut atas sesuatu kepada pelaku penipuan. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah Bagaimanakah proses penegakan hukum perkara tindak pidana penipuan dengan menggunakan cek kosong sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 1971 tentang pencabutan undang-undang no 17 tahun 1964 tentang larangan penarikan cek kosong? dan Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Cek Kosong Berdasarkan Putusan Nomor 1698/Pid.B/2022/PN Sby”. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (Case Approach) bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam peraktik hukum. peraturan Perundang-undangan (Statute Approach), di lakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Berdasarkan Hasil penelitian pahami bahwa Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan cek kosong di Pengadilan Negeri Surabaya Majelis Hakim menilai bahwa terdakwa adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, serta tidak ditemukan alasan pengecualian penuntutan, alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada dirinya, sehingga terdakwa tetap dinyatakan bersalah dan bertanggungjawab atas perbuatannya. Berdasarkan fakta-fakta dipersidangan majelis Hakim kemudian menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan Menetapkan lamanya masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Catcalling Sebagai Perilaku Pelecehan Seksual Secara Verbal Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana Khumairok, Mar 'atul; Soekorini, Noenik
UNES Law Review Vol. 7 No. 1 (2024): UNES LAW REVIEW (September 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v7i1.2228

Abstract

Catcalling merupakan bentuk pelecehan seksual di ruang publik yang melibatkan siulan, godaan dengan panggilan yang merendahkan, atau komentar terhadap penampilan fisik wanita yang tidak dikenal, yang cenderung berorientasi seksual dan merangsang secara visual. Permasalahan yang dibahas yaitu pengaturan hukum pidana terkait dengan catcalling sebagai pelecehan secara verbal di Indonesia dan perlindungan hukum bagi korban catcalling menurut Undang-Undang di Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian normatif yang bertujuan untuk mengumpulkan sumber bahan hukum tertulis serta menggunakan pendekatan konsep hukum dan pendekatan perundang-undangan. Penyelesaian perkara tindak pidana catcalling saat ini di Indonesia terdapat beberapa pasal yang dapat dijadikan dasar hukumnya yaitu UUD 1945, KUHP, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Walaupun penggunaan pasal tersebut dapat dijadikan dasar hukum perbuatan catcalling tetapi belum mampu menjamin kepastian hukum secara maksimal. Perlindungan hukum bagi korban catcalling diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat. Perlindungan hukum yang diberikan ini bertujuan untuk memastikan bahwa korban catcalling mendapatkan keadilan dan merasa aman selama proses hukum berlangsung.