Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT DALAM RANGKA EDUKASI DAN SKRINING KADAR GULA DARAH PUASA DAN KAITANNYA DENGAN KADAR SEBUM DAN AIR PADA POPULASI LANJUT USIA Moniaga, Catharina Sagita; Santoso, Alexander Halim; Nathaniel, Fernando; Kurniawan, Joshua; Wijaya, Dean Ascha; Jap, Ayleen Nathalie; Mashadi, Fladys Jashinta
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 5 (2023): Volume 4 Nomor 5 Tahun 2023
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/cdj.v4i5.21440

Abstract

Kulit kering adalah masalah umum pada orang lanjut usia (lansia) dengan dampak signifikan pada kualitas hidup. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain penuaan alami, paparan sinar matahari, dan penyakit kronis penyerta. Diabetes adalah salah satu penyakit kronis yang terkait erat dengan kulit kering. Tingkat gula darah yang tinggi dan HbA1c yang tidak terkendali dapat menimbulkan pruritus kronis dan masalah neuropati yang mengurangi produksi sebum, dan selanjutnya mengganggu fungsi kulit. Tingkat hidrasi kulit adalah faktor penting dalam mengatasi kulit kering, terutama pada lansia. Pengabdian kesehatan di Panti Lanjut Usia Santa Anna diikuti sebanyak 30 peserta dengan rerata usia 73,7 tahun. Kadar sebum yang menunjukan kulit kering terdapat pada 23 responden (76,7%) sementara kadar air yang menunjukan kulit kering didapatkan pada 23 responden (76,7%). Kadar gula darah puasa menunjukan kondisi diabetes pada 2 responden dan prediabetes sebanyak 6 responden. Melalui kegiatan ini, diharapkan peserta dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelembaban kulit pada kondisi peningkatan kadar gula darah.
Program Edukasi Masyarakat Dengan Edukasi Beserta Skrining Kadar Vitamin D Untuk Kesehatan Rambut Pada Lanjut Usia Moniaga, Catharina Sagita; Sugiharto, Hans; Febriastuti, Abebi; Gunaidi, Farell Christian; Destra, Edwin; Firmansyah, Yohanes
jurnal ABDIMAS Indonesia Vol. 2 No. 2 (2024): Juni : Jurnal ABDIMAS Indonesia
Publisher : STIKes Ibnu Sina Ajibarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59841/jurai.v2i2.1396

Abstract

Hair is an important aspect of a person's appearance. Hair in the elderly experiences a decline in quality which is often characterized by thinning, brittleness and loss. Vitamin D plays an important role in this condition because it affects the growth cycle of hair follicles. A deficiency can cause hair to become brittle and fall out easily. In this community service activity, education is provided to explain the importance of vitamin D and how to get it through a healthy diet and lifestyle. Screening using a hair analyzer shows problems with hair loss and low hair density as well as lots of dead skin cells. Effective education and nutritional interventions, including vitamin D supplementation, are essential to improve hair health and ultimately the quality of life of elderly. Treating vitamin D deficiency, including hair and scalp care, must be an integral part of the elderly's health program. Keywords: education, hair health, elderly, community service, vitamin D
Kegiatan Skrining Intensitas Gatal pada Populasi Lanjut Usia di Panti Lansia St. Anna Ruslim, Welly Hartono; Firmansyah, Yohanes; Moniaga, Catharina Sagita; Mashadi, Fladys Jashinta; Gunaidi, Farell Christian; Gracieene Gracienne; Nathaniel, Fernando
Jurnal Suara Pengabdian 45 Vol. 3 No. 2 (2024): Juni Jurnal Suara Pengabdian 45
Publisher : LPPM Universitas 17 Agustus 1945 Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/pengabdian45.v3i2.1622

Abstract

Pruritus, or itching, is a common symptom in seniors that has a significant impact on their quality of life. Primary skin disorders such as xerosis, atopic dermatitis, and scabies, as well as systemic diseases such as cancer, chronic renal failure, cholestasis, hyperthyroidism, diabetes mellitus, iron deficiency anemia, and certain medications, can cause this condition. Chronic pruritus, which is common in individuals over 60 years of age, can cause discomfort, sleep disturbances, and psychological stress. This activity uses the PDCA (Plan-Do-Check-Act) methodology to screen for pruritus intensity in the elderly in St. Anna. One individual (2.4%) reported mild pruritus, while 12 individuals (29.3%) reported severe pruritus. Routine assessment using the 12-PSS provides important information for managing pruritus in the elderly, meeting clinical and research needs, and improving patient care and quality of life.
HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD TERHADAP KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA MAHASISWA ANGKATAN 2023 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA Pramesti, Iftita Adri; Moniaga, Catharina Sagita
Ebers Papyrus Vol. 30 No. 2 (2024): EBERS PAPYRUS
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/ep.v30i2.32992

Abstract

Acne vulgaris adalah kondisi kulit yang umum dialami oleh remaja dan dewasa muda, yang dapat berdampak negatif pada kepercayaan diri seseorang. Kondisi ini disebabkan oleh kelainan kelenjar sebaseus, termasuk peningkatan produksi sebum. Fast food merupakan makanan cepat saji yang mengandung banyak gula, garam, olahan susu, lemak, bahan pengawet, dan pemanis, yang dapat berperan dalam pembentukan Acne vulgaris. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan signifikan antara konsumsi fast food dan kejadian Acne vulgaris, sementara penelitian lain tidak menemukan hubungan yang signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dan kejadian Acne vulgaris pada mahasiswa angkatan tahun 2023 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Data frekuensi konsumsi fast food dikumpulkan menggunakan Food Frequency Questionnaire, dengan kategori “Jarang (tidak pernah hingga 2 kali/minggu)” dan “Sering (lebih dari 2 kali/minggu).” Penilaian Acne vulgaris dilakukan melalui pemeriksaan fisik wajah menggunakan skala Investigator Global Assessment of Acne, dengan derajat 0-4 (derajat 0: “Tidak menderita Acne vulgaris”; derajat 1-4: “Menderita Acne vulgaris”). Dari 128 responden, 91% menderita Acne vulgaris, sedangkan 9% tidak menderita. Responden yang jarang mengonsumsi fast food sebanyak 65 orang (51%), sementara yang sering mengonsumsi 63 orang (49%). Penelitian menemukan hubungan signifikan antara seringnya konsumsi fast food tertentu dan kejadian Acne vulgaris. Dengan demikian konsumsi fast food (burger, fried chicken, french fries, pizza, sandwich, atau es krim) lebih dari dua kali seminggu akan meningkatkan risiko Acne vulgaris.
Hubungan Persepsi Stres dengan Kerontokan Rambut pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kumalasari, Tesalonika Priska; Moniaga, Catharina Sagita
Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO) Vol. 7 No. 1 (2025): Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO)
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jsi.v7i01.173

Abstract

Kerontokan rambut menjadi masalah yang mengkhawatirkan bagi banyak orang, karena rambut berperan penting dalam penampilan. Faktor-faktor seperti genetik, hormon, diet, konsumsi obat tertentu, penyakit, dan stres dapat memicu kerontokan rambut. Stres, sebagai respons tubuh terhadap tekanan, diyakini mempengaruhi kerontokan rambut, meskipun hasil penelitian mengenai hubungan keduanya masih beragam. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai hubungan antara persepsi stres dengan kerontokan rambut pada mahasiswa tingkat pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan metode potong lintang dengan 131 responden. Responden yang didapat melakukan pengisian kuesioner Perceived Stress Scale (PSS-10) sebagai instrumen untuk menilai persepsi stres dan dilakukan pemeriksaan hair pull test untuk menilai kerontokan rambut yang sedang terjadi. Lepasnya rambut >2 helai pada setiap tarikan menandakan hair pull test positif. Delapan puluh empat koma tujuh persen responden mengalami stres sedang dan 61.8% ini mengalami kerontokan rambut. Jumlah subjek yang memiliki persepsi stres sedang dan berat yang mengalami kerontokan rambut sebanyak 77 orang (67,0%). Setelah dilakukan uji chi-square didapatkan bahwa persepsi stres sedang dan berat memiliki hubungan yang bermakna dengan kerontokan rambut (p = 0.001). Penelitian ini mendapatkan nilai prevalence risk ratio sebesar 2.678 yang menunjukkan risiko seseorang yang memiliki persepsi stres sedang – berat untuk mengalami kerontokan rambut lebih tinggi 2.678 kali dari seseorang yang memiliki persepsi stres ringan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa seseorang yang memiliki persepsi stres sedang dan berat dapat meningkatkan risiko kerontokan rambut.
Kortikosteroid Oral Jangka Pendek sebagai Tata Laksana Psoriasis Vulgaris: Sebuah Laporan Kasus Linus, Ariel; Moniaga, Catharina Sagita; Sutedja, Gina Triana
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 31 No 3 (2025): MEI
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v31i3.3670

Abstract

Introduction: While oral corticosteroids are not included in the psoriasis systemic therapy algorithm, they are still utilized in certain cases because of their anti-inflammatory and immunosuppressive properties. This case report describes a case of psoriasis vulgaris treated with oral corticosteroids as replacement therapy for first-line drugs. Case Illustration: A 53-year-old male presented to Ciawi Regional Hospital with a complaint of a red, scaly rash that had been itchy on his back for a year, which was spreading to his entire body and worsening over the last 3 months. The physical examination revealed erythematous papules and plaques with thick, silver scales throughout his body. He was diagnosed with psoriasis vulgaris, with a Psoriasis Area Severity Index (PASI) score of 32.6. The patient utilized National Health Insurance, which did not cover the first-line drugs; therefore, he was prescribed oral methylprednisolone instead. After two weeks of medication, his clinical manifestations improved, resulting in a PASI score of 5.5. Discussion: The oral corticosteroid provided a significant improvement in skin lesions for this patient. This improvement may be due to its anti-inflammatory and immunosuppressive effects. Close monitoring after treatment is crucial, as flare-ups and side effects may occur after treatment with oral corticosteroids. Conclusion: The use of oral corticosteroids in the treatment of psoriasis vulgaris is an option when first-line drugs are not available, followed by post-treatment observation
KORELASI KOMPOSISI LEMAK TUBUH, KOMPOSISI OTOT TUBUH, KEKUATAN GENGGAMAN TANGAN, HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT, GULA DARAH, KOLESTEROL, DAN ASAM URAT DENGAN PORFIRIN KULIT PADA KELOMPOK LANJUT USIA Julianti, Linda; Moniaga, Catharina Sagita; Gunaidi, Farell Christian; Herdiman, Alicia; Setia, Nicholas; Firmansyah, Yohanes
Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis Vol. 4 No. 1 (2024): Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmmpk.v4i1.34315

Abstract

Latar Belakang: Penuaan menyebabkan perubahan fisiologis yang memengaruhi komposisi tubuh, metabolisme, dan kesehatan kulit. Salah satu aspek penting dalam kesehatan kulit adalah mikrobiota, terutama Cutibacterium acnes (C. acnes), yang menghasilkan porfirin sebagai bagian dari metabolismenya. Produksi porfirin dapat dipengaruhi oleh faktor metabolik, seperti komposisi lemak dan otot tubuh, kadar hemoglobin, hematokrit, gula darah, kolesterol, dan asam urat. Telah diketahui bahwa disregulasi metabolik dapat mempengaruhi kadar porfirin kulit, terutama melalui lingkungan mikrobiota kulit. Namun, penelitian mengenai hal tersebut masih belum banyak dilakukan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara komposisi lemak tubuh, komposisi otot tubuh, kekuatan genggaman tangan (KGT), kadar hemoglobin, hematokrit, gula darah puasa, kolesterol, dan asam urat dengan kadar porfirin kulit pada kelompok lanjut usia. Metode: Studi ini menggunakan desain penelitian potong lintang (cross-sectional), melibatkan 22 lansia dengan pengukuran parameter metabolik melalui pemeriksaan laboratorium dan kadar porfirin kulit menggunakan analisa kulit wajah. Analisis korelasi Spearman digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara variabel independen dengan kadar porfirin kulit. Hasil dan Pembahasan: Kadar gula darah puasa dan kadar asam urat menunjukkan korelasi negatif sedang yang signifikan terhadap kadar porfirin kulit (p < 0,05). Sementara itu, variabel lain seperti komposisi tubuh, kekuatan genggaman tangan, hemoglobin, hematokrit, dan kolesterol tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Kesimpulan: Disregulasi metabolik dapat mempengaruhi lingkungan mikrobiota kulit yang mempengaruhi kadar porfirin kulit.
Peningkatan Kesadaran Akan Pentingnya Kelembaban Kulit Melalui Skrining Hidrasi Kulit Pada Masyarakat Kelurahan Tanjung Duren Selatan Moniaga, Catharina Sagita; Santoso, Alexander Halim; Gunaidi, Farell Christian; Zhalila, Zhillan; Marcella, Agnes
jurnal ABDIMAS Indonesia Vol. 3 No. 2 (2025): Jurnal ABDIMAS Indonesia
Publisher : STIKes Ibnu Sina Ajibarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59841/jurai.v3i2.2870

Abstract

Adequate skin hydration is essential for maintaining skin elasticity, softness, and overall barrier function. Insufficient hydration can lead to various skin health issues, one of the most common being dry skin. This condition is more prone to irritation, itching, and cracking, which can increase the risk of infection. The Community Service Program (PKM) conducted in Tanjung Duren Selatan aimed to raise public awareness about the importance of maintaining skin moisture through educational activities and hydration level screening using a skin analyzer. This program was carried out using the Plan-Do-Check-Act (PDCA) approach, including skin hydration assessments and education on risk factors, the impact of skin dehydration, and appropriate skincare strategies. Of the 104 participants, 68 individuals (65.38%) were found to have low skin oil levels, and 82 individuals (78.85%) had low skin water content, indicating dry skin conditions. These results highlight the importance of skin hydration screening as an early detection tool for skin health risks and as a foundational step to promote preventive skincare awareness in support of overall health and quality of life.
Skrining Kesehatan Kulit Remaja Berbasis Sekolah: Analisis Kadar Minyak, Air, dan Hidrasi Kulit di SMA Tarakanita Citra Raya Moniaga, Catharina Sagita; Santoso, Alexander Halim; Gunaidi, Farell Christian; Abizar Rafi, Muhammad Adam; Dava Pratama, Muhammad Kevin
Jurnal Pengabdian West Science Vol 4 No 07 (2025): Jurnal Pengabdian West Science
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jpws.v4i07.2416

Abstract

Adolescence is a transitional period that is highly susceptible to various skin problems due to hormonal changes, environmental exposure, and suboptimal skincare habits. This community service activity aimed to assess the skin health status of adolescents through screening of skin oil, water, and hydration levels using a digital skin analyzer. The activity was conducted at SMA Tarakanita Citra Raya, involving 144 students as respondents. Skin assessments were performed on the forearm using a standardized tool, with results categorized into clinical classifications: dry, neutral, and oily for oil level; dry, neutral, and excessive for water level; and five hydration categories ranging from dry to moist. The findings indicated that the majority of respondents were 16 years old (55.6%), with females comprising a slightly higher proportion (54.2%). A total of 45.8% were classified as having dry skin based on oil levels, and 49.3% had low water content in their skin. However, hydration status was found to be optimal in 95.8% of the participants. These results suggest a physiological imbalance between sebum levels and skin moisture, underlining the need for continuous education on appropriate skincare practices. This screening activity demonstrates significant potential as a promotive and preventive intervention to support adolescent skin health within the school setting.
Hubungan Persepsi Stres dengan Kerontokan Rambut pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kumalasari, Tesalonika Priska; Moniaga, Catharina Sagita
Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO) Vol. 7 No. 1 (2025): Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO)
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jsi.v7i01.173

Abstract

Kerontokan rambut menjadi masalah yang mengkhawatirkan bagi banyak orang, karena rambut berperan penting dalam penampilan. Faktor-faktor seperti genetik, hormon, diet, konsumsi obat tertentu, penyakit, dan stres dapat memicu kerontokan rambut. Stres, sebagai respons tubuh terhadap tekanan, diyakini mempengaruhi kerontokan rambut, meskipun hasil penelitian mengenai hubungan keduanya masih beragam. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai hubungan antara persepsi stres dengan kerontokan rambut pada mahasiswa tingkat pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan metode potong lintang dengan 131 responden. Responden yang didapat melakukan pengisian kuesioner Perceived Stress Scale (PSS-10) sebagai instrumen untuk menilai persepsi stres dan dilakukan pemeriksaan hair pull test untuk menilai kerontokan rambut yang sedang terjadi. Lepasnya rambut >2 helai pada setiap tarikan menandakan hair pull test positif. Delapan puluh empat koma tujuh persen responden mengalami stres sedang dan 61.8% ini mengalami kerontokan rambut. Jumlah subjek yang memiliki persepsi stres sedang dan berat yang mengalami kerontokan rambut sebanyak 77 orang (67,0%). Setelah dilakukan uji chi-square didapatkan bahwa persepsi stres sedang dan berat memiliki hubungan yang bermakna dengan kerontokan rambut (p = 0.001). Penelitian ini mendapatkan nilai prevalence risk ratio sebesar 2.678 yang menunjukkan risiko seseorang yang memiliki persepsi stres sedang – berat untuk mengalami kerontokan rambut lebih tinggi 2.678 kali dari seseorang yang memiliki persepsi stres ringan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa seseorang yang memiliki persepsi stres sedang dan berat dapat meningkatkan risiko kerontokan rambut.