Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Legislatif Siagian, Afny Azzahra; Julianda, Adela; Y, Dista Aulia; Dian, Ratu; Hafizah, Desi
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah prinsip penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan adil, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pembatasan hak politik PNS dalam konteks netralitas dan implikasinya terhadap prinsip-prinsip demokrasi serta hak asasi manusia. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pembatasan hak politik bertujuan untuk menjaga integritas birokrasi dan mencegah konflik kepentingan, hal ini dapat menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan antara netralitas dan hak politik PNS. Penelitian ini juga menyarankan perlunya reformasi kebijakan yang dapat menjaga netralitas birokrasi tanpa mengabaikan hak politik PNS sebagai warga negara.
PENYALAHGUNAAN HAK KEKEBALAN OLEH DIPLOMAT DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1961 (STUDI KASUS PENYELUNDUPAN EMAS OLEH PEJABAT DIPLOMATIK AFGHANISTAN DI MUMBAI) Siagian, Afny Azzahra; Julianda, Adela; Fauzi, Rizka Amanda; Septaria, Ema; Adepio, Ilham
Judge : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 01 (2025): Judge : Jurnal Hukum
Publisher : Cattleya Darmaya Fortuna

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54209/judge.v6i01.1226

Abstract

Hubungan antarnegara yang semakin kompleks, karena hal itu diplomasi memainkan peran penting dalam membangun hubungan internasional. Namun, kekebalan diplomatik yang diberikan oleh Konvensi Wina 1961 sering kali menimbulkan pertanyaan tentang batasannya, terutama ketika ada potensi penyalahgunaan. Kasus diplomat Afghanistan, Zakia Wardak, yang terlibat dalam penyelundupan emas di Mumbai pada tahun 2024, meskipun Wardak memiliki kekebalan diplomatik, hal ini memunculkan pertanyaan mengenai konsekuensi hukum bagi negara penerima (India) dan negara pengirim (Afghanistan). Penelitian ini menggunakan Pendekatan normatif yang digunakan untuk menganalisis aturan hukum yang relevan, termasuk Konvensi Wina 1961. Hasil dari penelitian ini berdasarkan pasal 36 ayat 2 Konvensi Wina 1961, India berhak memeriksa barang bawaan diplomat, tetapi tidak dapat menahan atau menuntutnya kecuali Afghanistan mencabut kekebalan tersebut Kekebalan diplomatik yang diberikan untuk melindungi tugas diplomatik tetap memiliki batasan, terutama ketika menyangkut penyalahgunaan hak tersebut. Meskipun India tidak dapat menuntut Zakia Wardak karena kekebalan diplomatiknya, Afghanistan tetap bertanggung jawab atas penyalahgunaan kekebalan tersebut. Tindakan hukum hanya dapat diambil jika Afghanistan mencabut kekebalan diplomatnya kemudian baik melalui pengakuan kesalahan, penyitaan barang, pengambilan tindakan penyelesaian atau tindakan diplomatik lainnya untuk menjaga hubungan bilateral yang baik.
Dampak Hukum Ketidakpatuhan Terhadap Kewajiban Mediasi Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Julianda, Adela; Wijaya, Ano Dwi; Fadhilah, Amanda Fathonah; Susanti, Pipi; Yamani, M.
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 10 No. 1 (2025): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v10i1.224

Abstract

Artikel ini membahas urgensi dan konsekuensi hukum dari pelaksanaan mediasi sebagai prosedur wajib dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Namun, dalam praktiknya sering kali terdapat ketidaksesuaian dalam proses mediasi yang dapat menghambat kelanjutan proses hukum, seperti yang terjadi dalam Kasus Nomor 38/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Smg, di mana Tergugat menyatakan bahwa ia tidak pernah dilibatkan dalam proses mediasi yang dilakukan oleh Penggugat. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mediasi bukan sekadar mekanisme alternatif, tetapi merupakan syarat formal yang harus dipenuhi sebelum gugatan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 6 ayat (1), serta ditekankan dalam Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang PPHI yang mengharuskan adanya laporan mediasi atau konsiliasi sebagai lampiran dalam gugatan. Kegagalan untuk mematuhi ketentuan ini, baik oleh Penggugat maupun petugas yang gagal memverifikasi kelengkapan administrasi, dapat mengakibatkan gugatan dianggap prematur, tidak diterima, dan menyebabkan cacat prosedural yang memengaruhi keabsahan proses peradilan. Kegagalan untuk melaksanakan mediasi juga mengganggu prinsip keadilan prosedural, memperlebar kesenjangan kekuatan tawar antara pekerja dan pengusaha, serta merusak kredibilitas lembaga peradilan karena lemahnya pengawasan internal. Oleh karena itu, pelaksanaan mediasi secara sah dan benar tidak hanya penting secara administratif, tetapi juga merupakan instrumen utama untuk memastikan proses hukum yang adil, cepat, dan murah yang berorientasi pada perlindungan hak pekerja dan terciptanya hubungan industrial yang harmonis.
ANALISIS SENGKETA ANTARA SELANDIA BARU DAN KANADA DALAM KERANGKA PERJANJIAN COMPREHENSIVE AND PROGRESSIVE AGREEMENT FOR TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (CPTPP) DAN KONVENSI WINA 1969 Julianda, Adela; Indramsyah, Saroza; Turedo, Jonatan Yogi; Septaria, Ema; Adepio, M. Ilham
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 12 No. 1 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v12i1.12623

Abstract

Artikel ini membahas Sengketa antara Selandia Baru dan Kanada dalam perjanjian CPTPP terkait pembatasan kuota tarif susu yang menunjukkan konflik antara kepentingan domestik dan kewajiban internasional. Penelitian ini mengidentifikasi prinsip pacta sunt servanda dan kewajiban menjalankan perjanjian dengan itikad baik dalam Konvensi Wina 1969 yang dapat digunakan untuk menilai apakah tindakan Kanada membatasi impor susu dari Selandia Baru melanggar aturan CPTPP dan konsekuensi terhadap ketidakpatuhan negara anggota CPTPP terhadap keputusan penyelesaian sengketa, yang ditinjau dari Konvensi Wina 1969 dan Perjanjian CPTPP. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji norma hukum perjanjian internasional, khususnya Konvensi Wina 1969 dan Perjanjian CPTPP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tindakan diskriminatif Kanada dalam alokasi kuota tarif produk susu melanggar prinsip pacta sunt servanda dan kewajiban pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik menurut Konvensi Wina 1969, Pasal 26 Kovensi Wina 1969 yang mengatur kewajiban negara untuk melaksanakan perjanjian internasional dengan itikad baik. Pasal 27 Konvensi Wina 1969 yang menegaskan bahwa hukum domestik tidak dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan kewajiban internasional. Konsekuensi ketidakpatuhan putusan CPTPP itu merujuk pada Pasal 28 CPTPP. Tindakan ini bertujuan untuk memulihkan keseimbangan hak dan kewajiban, bukan untuk balas dendam. Pasal 60 Konvensi Wina 1969 memungkinkan penangguhan atau penghentian perjanjian jika terjadi pelanggaran berat, yang juga relevan dalam konteks perjanjian CPTPP.
Pelanggaran Prinsip Hukum Keuangan Negara Dalam Kasus Penyelewengan Anggaran Dana Pendidikan Julianda, Adela; Siagian, Afny Azzahra; Yolandari, Yolandari; Fauz, Rizka Amanda; Hafizah, Desi
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 6 No. 1 (2025): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v6i1.313

Abstract

Abstrak Dana pendidikan merupakan dana yang diberikan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan di seluruh indonesia, pendanaan harus di alokasi dengan jelas sesuai dengan fungsinya, namun di daerah Nusa Tenggara Barat jadi bahan korupsi. Selain itu, proyek pengadaan Smart Class senilai Rp49miliar juga menyisakan banyak tanda tanya. Dugaannya, proyek yang dibiayai dari DAK 2024 ini, mengalami penggelembungan anggaran dan kuat dugaan adanya permainan yang melibatkan Pejabat Pembuat Kebijakan (PPK). Di satu sisi, masyarakat kesulitan mengakses pendidikan, banyak anak tidak punya ijazah. Sementara di sisi lain, pejabat sibuk ‘bermain’ dengan proyek miliaran rupiah. Ini bukan hanya ketimpangan, tapi kejahatan. Dana besar yang seharusnya menjadi investasi untuk generasi masa depan justru lebih banyak mengalir ke kantong segelintir elit. Maka dengan itu merupakan pelanggaran prinsip hukum keuangan negara yang tidak sesuai dengan Asas-asas baru sebagai pencerminan best practices dalam pengelolaan keuangan negara Akuntabilitas berorientasi pada hasil Profesionalitas, Proporsionalitas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, serta pelanggaran dalam beberapa Undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara. Kata kunci: Anggaran pendidikan, Korupsi, Penyalahgunaan wewenang