cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Kultivasi
ISSN : 14124718     EISSN : 2581138X     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Kultivasi diterbitkan oleh Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Jurnal ini terbit tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Maret, Agustus, dan Desember. Kultivasi mempublikasikan hasil penelitian dan pemaparan ilmiah dari para dosen dan peneliti di bidang budidaya tanaman. Bidang kajian yang dipublikasikan jurnal ini diantaranya adalah agronomi, pemuliaan tanaman, ilmu gulma, teknologi benih, teknologi pasca panen, ilmu tanah, dan proteksi tanaman.
Arjuna Subject : -
Articles 495 Documents
Peningkatan pertumbuhan tunas kunyit putih pada perbanyakan in vitro melalui aplikasi berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin Murgayanti Murgayanti; Fatilla Nur Ramadhanti; Sumadi Sumadi
Kultivasi Vol 19, No 3 (2020): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v19i3.29469

Abstract

SariKunyit putih (Kaempferia rotunda L.) merupakan tanaman obat yang bermanfaat dan perlu dibudidayakan lebih luas, namun terkendala oleh penyediaan bibit bermutu yang terbatas sehingga menjadi langka. Perbanyakan tanaman dengan cara konvensional memerlukan bibit bermutu dalam jumlah dan waktu yang lama, sedangkan ketersediaan benih masih terbatas. Perbanyakan secara in vitro dapat mengatasi kelangkaan bibit kunyit putih yang bermutu tinggi dalam jumlah besar dan bebas patogen. Ketersediaan bibit unggul yang dihasilkan secara in vitro bergantung pada jenis dan konsentrasi sitokinin yang ditambahkan pada media kultur. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan jenis dan konsentrasi sitokinin yang paling baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan tunas kunyit putih secara in vitro. Percobaan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran yang berlangsung pada bulan Agustus 2019 – April 2020. Bahan tanam berasal dari tunas rimpang yang berukuran ±0,5 – 1,0 cm. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 10 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Media yang digunakan adalah Murashige and Skoog dengan 10 perlakuan yang diuji yaitu tanpa penambahan sitokinin, penambahan jenis sitokinin Benzil Amino Purine, 2-Isopenteniladenina  konsentrasi 1,5; 3,0; dan 4,5 ppm dan Thidiazuron  konsentrasi 0,15; 0,30; dan 0,45 ppm. Hasil percobaan menunjukkan terdapat pengaruh yang berbeda dalam memacu dan merangsang pemunculan jumlah tunas, tinggi tanaman, dan panjang akar pada tunas kunyit putih secara in vitro. Pemberian 0,45 ppm Thidiazuron memberikan pengaruh terbaik dalam menghasilkan jumlah tunas.Kata Kunci: Tunas Rimpang, Perbanyakan, Kaempferia rotunda, Sitokinin Abstract White turmeric (Kaempferia rotunda L.) is useful medicinal plant and need to be cultivated more widely, but is constrained by the supply of limited high quality seeds.  In vitro propagation can overcome the scarcity of high quality white turmeric seeds in large quantities and pathogens free. Availability of superior seeds produced in vitro depends on the type and concentration of cytokinin added to the culture media. The aim of this research was to determine type and concentration of cytokinins that give the best effect on the growth of white turmeric shoots in vitro culture. The experiment was conducted at Tissue Culture Laboratory of Agriculture, Universitas Padjadjaran from August 2019 to April 2020. The planting material was derived from rhizome buds measuring ±0.5 - 1.0 cm. The experimental design was Completely Randomized Design by 10 treatments with 3 replications. Medium used Murashige and Skoog with 10 treatments: no cytokinin addition, the addition of cytokinin Benzyl Amino Purine, 2-Isopenteniladenina  concentrations 1.5; 3.0; and 4.5 ppm and Thidiazuron  concentrations 0.15; 0.30; and 0.45 ppm. The results showed that there were different effect in stimulating the appearance number of shoots, plant height, and root length in multiplication of white turmeric in vitro. The treatment of Thidiazuron 0.45 ppm was the best treatment on number of shoots.Keywords : Rhizome buds, Multiplication, Kaempferia rotunda, Cytokinin
Evaluasi tiga sistem budidaya di lahan sempit pada budidaya dua kultivar bayam di Kota Bekasi Syariful Mubarok; Salsabila Dwi Ananda; Farida Farida; Ainun Fadilah; Rija Sudirja
Kultivasi Vol 20, No 2 (2021): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v20i2.32022

Abstract

AbstrakBudidaya sayuran pada lahan sempit di daerah perkotaan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem budidaya tanaman bayam yang paling baik untuk diterapkan pada lahan sempit pekarangan di Kota Bekasi. Percobaan ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2020 di areal pemukiman yang berlokasi di Jalan Caringin Raya, Kota Bekasi. Percobaan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK). Dua kultivar bayam, ‘Maestro’ dan ‘Mira’, dibudidayakan pada tiga sistem budidaya berbeda, yaitu konvensional, vertikultur, dan hidroponik rakit apung yang diulang sebanyak empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman bayam pada sistem hidroponik rakit apung menghasilkan pertumbuhan, hasil, kualitas hasil, serta pendapatan yang paling baik dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional dan vertikultur.Kata kunci: Hidroponik, hortikultura, sayuran, vertikultur Abstract Vegetable cultivation on limited areas in urban is one of the government's efforts to obtain food security. The purpose of this study was to determine the best amaranth cultivation system to be applied in urban farming system likewise on limited areas in Bekasi City. This experiment was carried out from August to September 2020 in a densely inhabited living area located on Caringin Raya Street, Bekasi. The experiment used a Randomized Block Design. Two cultivars amaranth, ‘Maestro’ and ‘Mira’ were cultivated under treatment of three different cultivation. There were conventional system, verticulture system, and hydroponic floating raft, that repeated four times. The results showed that amaranth cultivation on the floating raft hydroponic produced the best growth, yield, yield quality, and revenue, compared to conventional and verticulture cultivation systems. Keywords: Hydroponic, horticulture, vegetables, verticulture.
Pertumbuhan tunas kunyit tinggi kurkumin pada berbagai jenis sitokinin dan auksin secara in vitro Erni Suminar; Denny Sobardini Sobarna; Syariful Mubarok; Sulistyaningsih Sulistyaningsih; Ade Setiawan
Kultivasi Vol 20, No 1 (2021): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v20i1.30705

Abstract

Abstrak. Kunyit merupakan salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku obat tradisional, bumbu dapur, serta zat pewarna alami, sehingga kebutuhannya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penyediaan bibit yang memiliki produktivitas tinggi dalam jumlah banyak dapat dilakukan dengan metode kultur in vitro, namun perlu optimasi media yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk mencari komposisi zat pengatur tumbuh yang dapat memberikan pertumbuhan planlet yang lebih vigor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan terdiri dari penggunaan sitokinin dan auksin pada eksplan kunyit yang diulang tiga kali. Media Murashige and Skoog (MS) digunakan sebagai media dasar dengan perlakuan kombinasi antara tipe dan konsentrasi sitokinin (9  mg L-1 benzyl amino purine; 1,0  mg L-1 Thidiazuron; 0,1 mg L-1 Zeatin) dengan auksin (0,01 mg L-1 dan 1  mg L-1  Naphthalene Acetic Acid). Pengamatan dilakukan terhadap perubah jumlah tunas, tinggi tunas, dan jumlah daun pada 12 minggu setelah tanam. Hasil percobaan menunjukkan bahwa 9 mg L-1 benzyl amino purine + 0,1 mg L-1 Naphthalene Acetic Acid berpengaruh terhadap tinggi tunas dan jumlah daun.  Media dengan penambahan 1,0 mg L-1 Thidiazuron + 0,1 mg L-1 Naphthalene Acetic Acid menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak, dan plantlet dari media 1,0 mg L-1 Thidiazuron + 0,01 mg L-1 Naphthalene Acetic Acid memiliki jumlah stomata yang tertinggi.Kata Kunci: BAP, In vitro, Kunyit, NAA, TDZ, Zeatin Abstract. Turmeric is a plant that is widely used as raw material for traditional medicines, spices, and natural dye, so that their needs increased every year. Supply of high productivity seedlings in large quantities can use in vitro culture, but it is necessary to optimize the appropriate media. This study aims to find the composition of plant growth regulators that can provide vigorous plantlet growth. The experimental design used completely randomized design. The treatments consisted of cytokinins and auxins in turmeric explants which were repeated three times. Murashige and Skoog (MS) media were used as base media. The treatments were combination of cytokinin types and concentrations (9 mg L-1 benzyl amino purine; 1.0 mg L-1 Thidiazuron; 0.1 mg L-1 Zeatin) with auxin concentrations (0.01 mg L-1 and 1 mg L-1 Naphthalene Acetic Acid). Observations were made on changes in the number of shoots, shoot height, and number of leaves at 12 weeks after planting. The results showed that 9 mg L-1 benzyl amino purine + 0.1 mg L-1 Naphthalene Acetic Acid affected shoot height and leaves number. Media with the addition of 1.0 mg L-1 Thidiazuron + 0.1 mg L-1 Naphthalene Acetic Acid produced a higher number of shoots. Media of 1.0 mg L-1 Thidiazuron + 0.01 mg L-1 Naphthalene Acetic Acid  gave the highest planlet stomata.Keywords: BAP, In vitro, NAA, TDZ, Turmeric
Studi ekofisiologis tanaman teh guna meningkatkan pertumbuhan, hasil, dan kualitas teh Intan Ratna Dewi Anjarsari; Mira Ariyanti; Santi Rosniawaty
Kultivasi Vol 19, No 3 (2020): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v19i3.26623

Abstract

SariTeh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu sebagai sumber pendapatan dan devisa serta penyedia lapangan kerja bagi masyarakat. Teh di Indonesia sebagian besar berasal dari Jawa Barat dengan kontribusi produksi (rata-rata lima tahun terakhir) sebesar 66,93%, sedangkan provinsi lainnya hanya berkontribusi kurang dari 10%. Produksi teh di Indonesia padatahun 2017 sebesar 146,17 ton, selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, hingga diperkirakan tahun 2021 menurun dengan produksi sebesar 141,63 ton. Seperti halnya komoditas perkebunan yang lain, tanaman teh dalam perkembangannya mengalami fluktuasi produksi pucuk sebagai bahan baku olahan teh. Produktivitas teh sangat dipengaruhi oleh faktor internal (tanaman), maupun eksternal (lingkungan) .  Pengembangan tanaman teh saat ini dan masa mendatang akan dihadapkan pada berbagai kendala, diantaranya kondisi tanaman yang semakin tua sehingga perlu dimaksimalkan proses metabolismenya melalui pemeliharaan tanaman teh. Ancaman perubahan iklim berdampak besar  pada pertumbuhan dan hasil tanaman teh. Peningkatan suhu dan penurunan curah hujan akibat pemanasan global dapat mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan perkebunan teh di masa depan. Ekofisiologi pada tanaman teh bisa dioptimalkan dengan memaksimalkan beberapa faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, kuantitas, dan kualitas teh.Kata Kunci :  ekofisiologi,  pertumbuhan, produktivitas, perubahan iklim AbstractTea is one of the plantation commodities that plays an important role in the Indonesian economy, that is a source of income and foreign exchange and a provider of employment for the community. Tea in Indonesia is mostly from West Java with a production contribution (an average of the last five years) of 66.93% while other provinces only contribute less than 10%. Tea production in Indonesia in 2017 amounted to 146.17 tons, fluctuated year to year, until it was estimated that in 2021 tea production will decrease to 141.63 tons. Like other plantation commodities, in its development, the tea plant fluctuates in shoot production as a raw material for processing tea. Tea productivity is strongly influenced by internal (plant) and external (environmental) factors. The development of tea plants at present and in the future will be faced with various problems. The condition of the older plants needs to be maximized through the maintenance of tea plants. The threat of climate change has a significant impact on the growth and yield of the tea plant. Temperature increase and rainfall decrease due to global warming can affect the productivity and sustainability of tea plantations in the future. The ecophysiology of the tea plant can be optimized by maximizing several internal and external factors that affect the growth, quantity and quality of tea.Key words : ecophysiology, growth, productivity, climate change
Respons pertumbuhan bibit kelapa sawit terhadap bioherbisida saliara di pembibitan awal Vira Irma Sari; Apriandi Bintang Tambunan; Sylvia Madusari
Kultivasi Vol 20, No 2 (2021): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v20i2.32512

Abstract

AbstrakKeberadaan gulma pada pembibitan kelapa sawit dapat menurunkan kualitas bibit. Pengendalian gulma di pembibitan awal harus dilakukan secara dengan tangan (hand weeding), karena bibit dapat mati akibat aplikasi herbisida. Aplikasi bioherbisida saliara (Lantana camara) pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dapat menjadi alternatif pengendalian gulma yang ramah lingkungan dan mengurangi tenaga kerja. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan 1 Politeknik CWE, pada November 2019 sampai Februari 2020. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok, dengan perlakuan: kontrol (tanpa aplikasi bioherbisida), Ekstrak Lantana camara 1%, 2%, dan 3%. Setiap perlakuan diulangi sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bioherbisida Lantana camara mengandung senyawa alelokimia yaitu Saponin (2,07%), Tanin (3,28%), dan Flavonoid (1,83%). Gulma Lantana camara dapat dijadikan bahan alternatif bioherbisida pra tumbuh karena berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh gulma. Meskipun bioherbisida menurunkan tinggi bibit pada 3 bulan setelah tanam (BST) dan diameter batang bibit pada 1 BST, namun bioherbisida tidak mempengaruhi jumlah daun, kehijauan daun, dan biomassa bibit. Bioherbisida Lantana camara dengan konsentrasi 1% menunjukkan hasil terbaik dalam menekan laju pertumbuhan gulma.Kata Kunci: Bibit, Bioherbisida, Fisiologi, Gulma, Morfologi Abstract. The presence of weeds in oil palm nurseries can reduce the quality of the seedlings. Usually, mechanical weeding by hand is needed in pre-nursery because the use of chemical treatment caused the oil palm seeeling died. Bioherbicide application of Lantana camara to oil palm seedling (Elaeis guineensis Jacq.) can be alternative weed control that is environmental friendly and reduces labor. This research conducted at Teaching Farm Politeknik CWE, from November 2019 to Februari 2020. Experiment was arranged in Randomized Block Design, with treatments are Control (without bioherbicide application), Bioherbicide Lantana camara 1%, 2% and 3%. Every treatments was repeated three times. The results showed that Lantana camara bioherbicide contained allelochemical compounds, namely saponins (2.07%), tannins (3.28%), and flavonoids (1.83%). Lantana camara weed can be used as an alternative material for pre-growing herbicides because it has a significant effect on reduced weed population. Although bioherbicides decreased seedling height at 3 months after planting (MAP) and stem diameter at 1 MAP, bioherbicides did not affect leaf number, leaf greenness, and seedling biomass. Bioherbicide Lantana camara with concentration 1% showed the best treatment for controlling weeds in oil palm pre nursery.Keywords: Bioherbicide, Morphology, Physiology, Seedlings, Weed
Pengaruh berbagai sistem tanam terhadap fisiologi, pertumbuhan, dan hasil tiga kultivar tanaman padi di dataran medium Fadhillah, Farhan; Yuwariah, Yuyun; Irwan, Aep Wawan; Wahyudin, Agus
Kultivasi Vol 20, No 1 (2021): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v20i1.31532

Abstract

Abstrak. Terdapat permasalahan dan kendala produksi padi (Oryza sativa L.) seperti luas lahan yang semakin sempit juga sistem budidaya yang masih tradisional. Sawah dataran medium dapat dijadikan perluasan lahan meskipun suhu lebih rendah dibandingkan dataran rendah yang menyebabkan pertumbuhan dan hasil rendah. Perlakuan sistem tanam Legowo dengan penggunaan kultivar unggul diharapkan mampu meningkatkan hasil padi di dataran medium. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari interaksi dari sistem tanam Legowodengan benih padi kultivar unggul (Ciherang, IR64, dan Mekongga). Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2019 – Mei 2020 di lahan persawahan Bojongsoang, Kab. Bandung, Jawa Barat dengan ketinggian 662 meter di atas permukaan laut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan penelitian adalah rancangan petak terbagi, yang terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu kultivar padi (Ciherang, IR64, dan Mekongga) sebagai petak utama, sementara faktor kedua yaitu sistem tanam (tegel, Legowo 2:1, Legowo 4:1 tipe 1, dan Legowo 4:1 tipe 2) sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan sistem jajar Legowo dan kultivar unggul padi terhadap konduktan stomata dan tinggi tanaman pada umur 6 minggu setelah tanam. Kombinasi sistem Legowo 2:1 dengan kultivar unggul Ciherang memiliki hasil paling tinggi 11,63 kg per petak atau setara dengan 9,69 ton per hektar.Kata Kunci: Ciherang, IR64, Kultivar unggul, Mekongga, Padi, Sistem tanam jajar Legowo Abstract. There are problems on rice production (Oryza sativa L.) such as decreasing land area and the traditional cultivation system. Medium land rice fields can be used as land expansion even though its temperature is lower than the lowlands which causes low growth and yields. The treatment of the row systems with the use of superior cultivars was expected to increase rice yields in medium land. This study aims to study the interaction of the row system with superior cultivar rice seeds (Ciherang, IR64, and Mekongga). The research was conducted in December 2019 - May 2020 in the Bojongsoang rice fields, Bandung, West Java with an altitude of 662 meters above sea level. The method used experimental whose design was a split plot design. The treatment consisted of two factors and three replications. The first factor was rice cultivars (Ciherang, IR64, and Mekongga) as the main plot, while the second factor was the row systems (squares, Legowo 2:1, Legowo 4:1 type 1, and Legowo 4:1 type 2) as subplots. The results showed that there was an interaction between the Legowo row system treatment and superior rice cultivars on the stomatal conductance and plant height at 6 weeks after planting. The combination of the Legowo 2:1 system with the superior cultivar of Ciherang had the best yield of 11.63 kg per plot or the equivalent of 9.69 tonnes per hectare.Keywords: Ciherang, High-yield cultivars, IR64, Jajar Legowo row system, Mekongga, Rice
Pertumbuhan dan hasil benih kentang G0 kultivar medians pada berbagai komposisi media tanam dan interval pemberian air di dataran medium Jajang Sauman Hamdani; Sumadi Sumadi; Kusumiyati Kusumiyati; Haifa Ruwaidah
Kultivasi Vol 19, No 3 (2020): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v19i3.30583

Abstract

SariBenih merupakan kunci sukses budidaya kentang. Salah satu faktor yang mempengaruhi dan menjadi kendala produksi kentang di Indonesia  adalah ketersediaan benih kentang yang memiliki kualitas dan kuantitas baik serta belum memenuhi kebutuhan permintaan benih petani kentang. Permasalahan produksi benih kentang generasi ke-0 (G0) adalah rendahnya jumlah ubi benih yang dihasilkan. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara komposisi media tanam dengan interval pemberian air terhadap produksi benih kentang G0 di dataran medium. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Split Plot. Petak utama adalah komposisi media tanam yang terdiri dari campuran tanah:kompos:arang sekam:cocopeat  (2:1:1:1, 3:1:1:1, dan 4:1:1:1) ), dan anak petak adalah interval pemberian air (1, 2, dan 3 hari sekali). Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara komposisi media tanam dan interval pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil benih kentang G0 kultivar Medians di dataran medium. Komposisi media tanah:kompos:arang sekam:cocopeat (3:1:1:1) memberikan nilai rata-rata tertinggi terhadap konduktansi stomata, tinggi tanaman, luas daun, bobot kering tanaman, jumlah  stolon, persentase stolon membentuk ubi, jumlah ubi,  (6,55 knol/ tanaman) dan bobot ubi G0 (31,72 g/tanaman)  yang lebih  tinggi bila dibandingkan dengan komposisi lainnya. Interval pemberian air dua hari sekali menunjukkan  nilai tertinggi terhadap tinggi tanaman, luas daun, bobot kering tanaman, jumlah ubi G0  yang lebih  banyak yaitu (5,67 knol/tan) dan bobot  ubi yang lebih tinggi  (29,39 g/tan)  dibandingkan dengan  interval pemberian 1 dan 3 hari sekali.Kata Kunci: benih kentang G0, komposisi media, interval pemberian air, dataran medium AbstractSeeds are the key to successful potato cultivation. One of the factors that affect and become a problem production potato in Indonesia is the lack of availability of good potato seeds in quality and quantity,that way it does not supply requirement. Among the problems in potato seed production of the 0th generation (G0) were low number of tuber produced. In connection with this, it is necessary to carry out an integrated study between the environmental engineering of the planting media and the water supply interval. This study aimed to know interaction between composition of planting medium with  watering interval to production potato seeds G0 in medium land.The experiment was carried out at the experimental field, Faculty of Agriculture, Padjadjaran University, Sumedang. The experiment used Split plot  Design.  The main plot was the growing media compositions, composed by soil:compost:husk charcoal:cocopeat (2:1:1:1, 3:1:1:1, and 4:1:1:1).  The sub plot was interval of watering (1, 2, and 3 day). The experimental results showed that there was no interaction effect of the growing media compositions and interval of watering. Compositions of soil:compost:husk charcoal:cocopeat (3:1:1:1) showed the  plant height, leaf area, dry weight, number of stolons, the percentage of stolon becomes tuber, number of tubers (6.55 knol/plant), and weight of tuber per plant (31.72 g/plant) were higher than others. The interval of  watering 2  day showed the  plant height, leaf area, dry weight, produce numbers of tubers ( 5.67 knol/plant),  and weight of tubers per plant (29.39 g/plant) were higher than interval 1 and 3 days.Keywords: G0  potato seed,  media compositions,  watering interval,  medium lands
Evaluasi kegenjahan dan daya hasil jagung manis hibrida Indonesia menggunakan analisis GGE biplot pada lingkungan yang berbeda Dedi Ruswandi; Jajang Supriatna; Edi Suryadi; Nyimas Poppi Indriani; Noladhi Wicaksana; Muhammad Syafii
Kultivasi Vol 20, No 2 (2021): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v20i2.32748

Abstract

AbstrakUji multilokasi merupakan fase yang penting dalam menyeleksi hibrida jagung yang stabil pada lingkungan yang luas dan menyeleksi hibrida superior untuk lokasi spesifik. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kegenjahan dan daya hasil hibrida Padjadjaran, serta menentukan interaksi genotip dengan lingkungan (G x E), stabilitas, dan adaptabilitas karakter kegenjahan hibrida Padjadjaran di tiga lokasi selama dua musim yang berbeda di Jawa Barat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan  delapan belas perlakuan yang terdiri dari enam belas hibrida Padjadjaran dan dua kultivar cek. Percobaan dilaksanakan selama dua tahun berturut- turut yaitu tahun ke-1 (Maret sampai Juli, 2014) dan tahun ke-2 (Maret sampai Juli, 2015) di tiga lokasi di Jawa Barat, yaitu: Jatinangor - Sumedang, Lembang - Kabupaten Bandung Barat, dan Wanayasa - Kabupaten Purwakarta. Uji lanjut yang digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai rerata kegenjahan dan daya hasil digunakan analisis Duncan Multiple Range Test (DMRT), sedangkan untuk menentukan interaksi G x E, stabilitas, dan adaptabilitas menggunakan Genotype plus Genotype x Environment (GGE) biplot. Hasil memperlihatkan bahwa analisis GGE dapat menentukan interaksi G x E, stabilitas, dan adaptabilitas jagung manis hibrida Indonesia di Jawa Barat secara akurat. Model GGE disarankan untuk dapat digunakan sebagai aplikasi analisis untuk perilisan hibrida unggul di Indonesia oleh Kementerian Pertanian.Kata Kunci: Adaptabilitas, Interaksi  G x E, kegenjahan, Stabilitas Abstract. Multi-environment testing is an important stage to select stable hybrid for broad environment and to select superior hybrid for a specific environment. To determined G x E (Genotype x Environment) interaction, stability and adaptability of Padjadjaran sweet corn in Indonesia, sixteen new Padjadjaran sweetcorn hybrids and two commercial hybrids were tested in three locations for two different seasons in West Java, Indonesia. Duncan multiple range was used to elaborate the difference between sweetcorn hybrids for short duration and yield, while Genotype plus Genotype x Environment (GGE) biplot analysis was used to determine G x E interaction, stability, and adaptability. Results showed that GGE analysis was accurately determined G x E interaction, stability, and adaptability of Indonesian sweet corn in West Java. The GGE model is suggested to implement as a tool for Ministry of Agriculture  to release superior hybrid in Indonesia.Keywords: Adaptability, G x E interaction, Short duration, Stability
Campuran herbisida IPA glifosat, imazetafir, dan karfentrazon-etil dalam mengendalikan gulma daun lebar, gulma daun sempit, dan teki Dedi Widayat; Uum Umiyati; Yayan Sumekar
Kultivasi Vol 20, No 1 (2021): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v20i1.29236

Abstract

Abstrak. Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida tunggal tidak dapat mengendalikan berbagai jenis gulma, oleh karena itu perlu dilakukan pencampuran herbisida. Campuran herbisida dengan dua atau lebih jenis bahan aktif dapat bersifat sinergis, aditif, atau antagonis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sifat campuran herbisida IPA glifosat,  imazetafir, dan karfentrazon-etil terhadap gulma daun lebar, gulma daun sempit, dan teki. Penelitian dilakukan pada Oktober 2018 sampai Januari 2019 di Laboratorium Kultur Terkendali Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Perlakuan terdiri dari empat jenis herbisida dengan enam dosis, yaitu herbisida campuran IPA glifosat 380 g/L  + imazetafir 40 g/L +  karfentrazon-etil 8 g/L (dosis  2,000 L/ha; 1,000 L/ha; 0,500 L/ha; 0,250 L/ha; 0,125 L/ha, dan tanpa herbisida),  herbisida tunggal IPA glifosat 380 g/L (dosis 3,000 L/ha; 1,500 L/ha; 0,750 L/ha; 0,375 L/ha; 0,188 L/ha, dan tanpa herbisida), herbisida tunggal imazetafir 40 g/L (dosis 3,000 L/ha; 1,500 L/ha; 0,750 L/ha; 0,375 L/ha; 0,1875 L/ha dan tanpa herbisida), herbisida tunggal karfentrazon-etil 8 g/L (dosis 3,000 L/ha; 1,500 L/ha; 0,750 L/ha; 0,375 L/ha; 0,188 L/ha dan tanpa herbisida) yang diulang empat kali. Gulma target terdiri  dari Ageratum conyzoides, Borreria alata, Ischaemum timorense, Ottochloa nodosa, dan Cyperus rotundus.  Data dianalisis dengan analisis regresi linier dan metode Multiplicative Survival Model untuk menentukan LD50 perlakuan dan LD50 harapan. Hasil penelitian  menunjukan bahwa persentase kerusakan yang disebabkan oleh herbisida campuran IPA glifosat, imazetafir, dan karfentrazon-etil lebih tinggi daripada masing-masing herbisida secara tunggal. Sifat campuran herbisida IPA glifosat dengan imazetafir atau imazetafir dengan karfentrazon-etil memiliki nilai ko-toksisitas lebih dari satu (>1) yang menunjukkan bahwa herbisida campuran bersifat sinergis pada gulma Ageratum conyzoides, Borreria alata, Ischaemum timorense, Ottochloa nodosa, dan Cyperus rotundus.Kata kunci : Herbisida campuran, Imazetafir, IPA Glifosat, Karfentrazon-etil. Abstract. Weed control using a single herbicide cannot control various types of weeds, therefore it is necessary to mix herbicides. Herbicide mixtures with two or more types can be synergistic, additive, or antagonistic. The research objective was to determine the properties of the herbicide mixture IPA glyphosate, imazetafir, and karfentrazone-ethyl against broad leaves weeds, grasses, and sedges. The research was conducted from October 2018 to January 2019 at the Laboratory of Controlled Culture, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. The treatments consisted of four types of herbicides with six doses. There were herbicide mixture of IPA glyphosate 380 g/L + imazetaphyr 40 g/L + carfentrazone-ethyl 8 g/L (dose 2.000 L/ha, 1.000 L/ha, 0.500 L/ha, 0.250 L/ha, 0.125 L/ha, and without herbicide), single herbicide IPA glyphosate 380 g/L (dose 3.000 L/ha, 1.500 L/ha, 0.750 L/ha, 0.375 L/ha, 0.188 L/ha, and without herbicide), single herbicide imazetaphyr 40 g/L (dose 3.000 L/ha, 1.500 L/ha, 0.750 L/ha, 0.375 L/ha, 0.1875 L/ha, and without herbicide), single herbicide carfentrazone-ethyl 8 g / L (dose 3.000 L/ha, 1.500 L/ha, 0.750 L/ha, 0.375 L/ha, 0.188 L/ha, and without herbicide) which was repeated four times. The target weeds consisted of Ageratum conyzoides, Borreria alata, Ischaemum timorense, Ottochloa nodosa, and Cyperus rotundus. Data were analyzed by linear regression and Multiplicative Survival Model to determine the LD50 treatment and LD50 expectations. The results showed that the percentage of damage caused by the herbicide mixture of IPA glyphosate, imazetaphyr, and carfentrazone-ethyl was higher than each herbicide. Mixture of IPA glyphosate with imazetaphyr or imazetaphyr with carfentrazone-ethyl had more than one (> 1) co-toxicity value which indicates that the mixed herbicide was synergistic in controlling of Ageratum conyzoides, Borreria alata, Ischaemum timorense, Ottochloa nodosa, and Cyperus rotundus.Keyword : Carfentrazone-ethyl, Herbicide mixture, Imazetaphyr, IPA Glyphosate.
Kompatibilitas persilangan interspesifik pada spesies cabai Iklillah Maulidiyah Warda; Budi Waluyo
Kultivasi Vol 19, No 3 (2020): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v19i3.29234

Abstract

SariPeningkatan produksi cabai (Capsicum sp.) dapat dilakukan dengan melakukan diversifikasi jenis baru dari hasil persilangan antar spesies. Tujuan penelitian ialah untuk mempelajari kompatibilitas pada penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang buatan interspesies. Penelitian dilaksanakan pada Januari 2020 – Juni 2020. Bahan yang digunakan ialah 4 spesies cabai. Persilangan disusun berdasarkan rancangan perkawinan dialil lengkap. Terdapat 16 kombinasi persilangan. Perbedaan karakter kuantitatif penyerbukan sendiri dan silang diuji menggunakan uji t 5%. Penyerbukan sendiri pada setiap spesies memiliki kompatibilitas penuh dengan persentase pembentukan buah yaitu 100%. Persilangan antara C. annuum Cann(B)-CYM2-151-3 x C. baccatum Cbac-09(S), C. frutescens Cfru-03(4) x C. annuum Cann(B)-CYM2-151-3 dan C. frutescens Cfru-03(4) x C. baccatum Cbac-09(S) memiliki kompatibilitas penuh dengan persentase 65%, 50% dan 85%. Persilangan antara C. annuum Cann(B)-CYM2-151-3 x C. frutescens Cfru-03(4), C. frutescens Cfru-03(4) x C. chinense (Cchi-01) memiliki kompatibilitas sebagian dengan persentase sebesar 48% dan 46%. Inkompatibilitas terjadi pada persilangan C. annuum (Cann(B)-CYM2-151-3) x C. chinense (Cchi-01), C. baccatum (Cbac-09(S)) x C. annuum (Cann(B)-CYM2-151-3), C. baccatum (Cbac-09(S)) x C. frutescens (Cfru-03(4), C. baccatum (Cbac-09(S)) x C. chinense (Cchi-01), C. chinense (Cchi-01) x C. annuum (Cann(B)-CYM2-151-3), C. chinense (Cchi-01) x C. frutescens (Cfru-03(4)), C. chinense (Cchi-01) x C. baccatum (Cbac-09(S)).Kata Kunci: C. annuum , C. baccatum, C. chinense, C. frutescens, persilangan. AbstractProduction of chili (Capsicum sp.) can be increased by diversifying new types of crosses between species. The research objective was to study the compatibility of self-pollination and cross-pollination between species. This research was conducted in Januari 2020 – Juni 2020. The materials were included 4 species of C. annuum sp. Crossing of 4 species Capsicum sp. using a dialel design. All selfing of each species showed that percentage of fruit set was 100%. Crosses of C. annuum (Cann (B)-CYM2-151-3) x C. baccatum (Cbac-09(S)), C. frutescens (Cfru-03(4)) x C. annuum (Cann (B)-CYM2-151-3) and C. frutescens (Cfru-03(4)) x C. baccatum (Cbac-09(S)) had full compatibility with percentages of 65%, 50%, and 85%, respectively. Crosses between C. annuum (Cann(B)-CYM2-151-3) x C. frutescens (Cfru-03(4)), C. frutescens (Cfru-03(4)) x C. chinense (Cchi-01) had partial compatibility with a percentage of 48% and 46%. Incompatibilities occured in C. annuum (Cann (B)-CYM2-151-3) x C. chinense (Cchi-01), C. baccatum (Cbac-09(S)) x C. annuum (Cann(B)-CYM2-151-3), C. baccatum (Cbac-09(S)) x C. frutescens (Cfru-03(4)), C. baccatum (Cbac-09(S) x C. chinense (Cchi-01), C. chinense (Cchi-01) x C. annuum (Cann(B)-CYM2-151-3), C. chinense (Cchi-01) x C. frutescens (Cfru-03(4)), C. chinense (Cchi-01) x C. baccatum (Cbac-09(S)).Keywords: C. annuum, C. baccatum, C. frutescens, C. chinense, hybridization.