cover
Contact Name
Elsi Dwi Hapsari
Contact Email
elsidhapsari2@gmail.com
Phone
+6287839259788
Journal Mail Official
elsidhapsari2@gmail.com
Editorial Address
Sekretariat DPP PPNI Graha PPNI Jl. Lenteng Agung Raya No 64, Kec. Jagakarsa, RT 006 RW O8, Jakarta Selatan
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)
ISSN : 25031376     EISSN : 25498576     DOI : http://dx.doi.org/10.32419/jppni.v4i3
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI) merupakan jurnal resmi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia ini merupakan jurnal dengan peer-review yang diterbitkan secara berkala setiap 4 bulan sekali (April, Agustus, Desember), berfokus pada pengembangan keperawatan di Indonesia. Tujuan diterbitkan JPPNI adalah untuk mewujudkan keperawatan sebagai suatu profesi yang ditandai oleh kegiatan ilmiah yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan oleh perawat di Indonesia, dikomunikasikan melalui media jurnal yang dikelola oleh organisasi profesi, dan didistribusikan ke kalangan perawat, pemangku kepentingan, dan masyarakat.
Articles 205 Documents
The Correlation between Self-esteem and Self-diagnosis Behavior Regarding Mental Health among Adolescents at Senior High School X in Jakarta Hia, Panca Sinar Prapenta; Pasaribu, Jesika
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI) Vol 10, No 2 (2025)
Publisher : Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32419/jppni.v10i2.706

Abstract

Research objective: Currently, adolescents tend to self-diagnose due to the influence of their environment and a lack of knowledge about mental health. A key driver factor for adolescents to engage in self-diagnosis is that they are still in the stage of understanding self-concept. The purpose of this study was to determine the relationship between self-esteem and self-diagnosis behaviour regarding mental health in adolescents. Method: The research method used was descriptive correlation. The inclusion criteria for this study were students in grades XI and XII at SMA X Jakarta. Data collection was conducted from October to December 2024. The research instruments used were the Rosenberg Self-Esteem Scale, which had a Cronbach's alpha (ɑ=0.86), and the Self-Identification of Having Mental Illness (SELF-I), which had a Cronbach's alpha (ɑ=0.90). Univariate analysis was conducted by processing central tendency data for self-esteem and self-diagnosis, while bivariate analysis was performed using Kendall's tau-b correlation test. Results: The bivariate test showed a significant relationship between self-esteem and self-diagnosis behaviour (p-value 0.001). Discussion: The study's results indicate the importance of adolescents having high self-esteem to reduce the risk of self-diagnosis behavior. Adolescents need to have good self-esteem to maintain mental health in the future. Conclusion: Respondents are advised to increase their mental health awareness, be more discerning when filtering information from unofficial sources to avoid misinformation and seek professional help immediately. Schools need to implement mental health literacy programs that cover the dangers of self-diagnosis and how to access professional help.Keywords: adolescent, mental health, self-diagnosis, self-esteem
Hubungan Kelekatan Orang Tua-Anak dengan Regulasi Emosi pada Remaja di Jakarta Amellia, Najwa; Putri, Yossie Susanti Eka
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI) Vol 10, No 2 (2025)
Publisher : Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32419/jppni.v10i2.700

Abstract

Kelekatan orang tua-anak merujuk pada kualitas hubungan emosional yang dibangun melalui interaksi yang hangat, responsif, dan konsisten yang berperan penting dalam perkembangan kemampuan regulasi emosi remaja. Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan kelekatan orang tua-anak dengan regulasi emosi pada remaja di Jakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik. Pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling dengan metode cluster sampling, melibatkan 428 responden berusia 13–19 tahun di beberapa sekolah menengah di Jakarta. Instrumen yang digunakan mencakup Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) dan Emotion Regulation Questionnaire for Children and Adolescents (ERQ-CA). Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner selama bulan Februari–Maret 2025, dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil: Rata-rata skor kelekatan orang tua-anak adalah 55,34. Sebanyak 239 remaja (55,8%) memiliki tingkat kelekatan yang tinggi, sementara 189 remaja (44,2%) memiliki tingkat kelekatan yang rendah. Dimensi kelekatan yang paling dominan dimiliki responden ialah kepercayaan (56,8%), diikuti keterasingan (24,4%), dan komunikasi (18,8%). Terdapat hubungan yang signifikan antara kelekatan orang tua-anak dan regulasi emosi pada remaja dengan arah korelasi negatif (p-value = 0,036; r = –0,101). Diskusi: Kelekatan yang tinggi tidak secara otomatis menyebabkan rendahnya regulasi emosi, melainkan mencerminkan ketidakseimbangan dimensi kelekatan, khususnya tingginya keterasingan dan rendahnya komunikasi, yang menghambat remaja dalam mengelola emosi secara adaptif. Simpulan: Perawat perlu melakukan skrining keterasingan emosional pada remaja dan mengembangkan intervensi berbasis keluarga yang berfokus pada peningkatan komunikasi dan pengurangan keterasingan. Integrasi materi kelekatan dalam kurikulum sekolah serta kampanye digital diperlukan sebagai upaya promotif kesehatan mental remaja.Kata Kunci: kelekatan orang tua-anak, regulasi emosi, remaja Correlation Between Parent–Child Attachment and Emotion Regulation Among Adolescents in Jakarta ABSTRACTParent–child attachment refers to the quality of the emotional bond developed through warm, responsive, and consistent interactions, which plays a crucial role in the development of adolescents’ emotional regulation abilities. Objective: This research aims to examine the correlation between parent–child attachment and emotion regulation among adolescents in Jakarta. Methods: This was an analytical cross-sectional research. The sample was selected using probability sampling through a cluster sampling technique, involving 428 adolescents aged 13–19 years from several secondary schools in Jakarta. Data were collected using the Inventory of Parent and Peer Attachment–Revised (IPPA-R) and the Emotion Regulation Questionnaire for Children and Adolescents (ERQ-CA). The survey was conducted between February and March 2025, and bivariate analysis was performed using Pearson correlation tests. Results: The average parent–child attachment score was 55.34. A total of 239 adolescents (55.8%) had high attachment levels, while 189 adolescents (44.2%) had low levels of attachment. The most dominant attachment dimension was trust (56.8%), followed by alienation (24.4%) and communication (18.8%). A significant negative correlation was found between parent–child attachment and emotion regulation (p = 0.036; r = –0.101). Discussion: High attachment levels do not automatically lead to better emotional regulation; rather, the imbalance among attachment dimensions—particularly high alienation and low communication—may hinder adolescents’ ability to regulate emotions adaptively. Conclusion: Nurses are encouraged to conduct emotional alienation screening among adolescents and develop family-based interventions focusing on enhancing communication and reducing alienation. Integration of attachment-focused content into school curricula and digital campaigns is recommended as part of adolescent mental health promotion efforts.Keywords: parent–child attachment, emotion regulation, adolescents
Literature Review: Identitas Profesional Perawat bagi Mahasiswa Sarjana Keperawatan Mediawati, Ati Surya; Aulia, Syifa Nurul; Agustina, Hana Rizmadewi; Dheandra, Putri Vidahlia
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI) Vol 10, No 2 (2025)
Publisher : Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32419/jppni.v10i2.627

Abstract

Undang-Undang No 17 tahun 2023 menjelaskan bahwa yang dibutuhkan untuk membangun kesehatan masyarakat adalah sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. Hal tersebut bisa didapatkan dari identitas profesional perawat yang baik. Identitas profesional perlu ditanamkan sejak mahasiswa karena akan berpengaruh pada identitas profesional saat ia menjadi perawat sehingga mempengaruhi pemberian layanan keperawatan, kinerja perawat, dan kolaborasi perawat dengan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan: Studi literatur ini bertujuanmengetahui bagaimana identitas profesional perawat bagi mahasiswa sarjana keperawatan. Metode: Metodepada penelitian ini adalah literature review dari database elektronik yaitu PubMed, Scopus, dan Ebsco yang dipublikasikan tahun 2020-2024. Pencarian artikel menggunakan pendekatan Population, Concept, dan Context (PCC) yaitu Population: Mahasiswa Tingkat Sarjana Keperawatan; Concept: Identitas Profesional Perawat; dan Context: Pendidikan Keperawatan Tingkat Sarjana. Hasil: Analisis dari 8 Artikel menunjukan sebagian besar mahasiswa tingkat sarjana keperawatan memiliki identitas profesional yang rendah. Diskusi: Identitas profesional dapat meningkat saat adanya kondisi tanggap darurat seperti pada pandemi Covid-19. Setelah menjalani perkuliahan selama 3 tahun identitas profesional juga dapat meningkat. Lingkungan akademik, sistem dan model pembelajaran dari kampus, perencanaan karir, pengalaman magang, jenis kelamin, usia, kepedulian, tekanan kerja, dan dukungan sosial dari masyarakat berpengaruh pada pembentukan identitas profesional. Kesimpulan: Identitas profesional pada mahasiswa keperawatan menunjukkan hasil yang berbeda. Oleh karena itu, institusi pendidikan perlu melakukan upaya untuk menumbuhkan identitas profesional yang kuat pada mahasiswanya.
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN MOTIVASI KADER POSYANDU LANSIA DALAM MELENGKAPI PENGISIAN KARTU MENUJU SEHAT Alifah, Yosiana Nur; Iskandar, Asep; Kusumawardani, Lita Heni
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI) Vol 10, No 2 (2025)
Publisher : Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32419/jppni.v10i2.640

Abstract

Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara persepsi dengan motivasi kader posyandu lansia dalam melengkapi pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS). Metode: Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Teknik sampling menggunakan total sampling dengan jumlah responden 103 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner persepsi dan motivasi yang menggunakan skala likert. Analisis menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji Somers’d. Hasil: Hasil univariat menunjukkan karakteristik responden mayoritas berusia 45 – 55 tahun. Mayoritas kader berpendidikan terakhir SMA ibu rumah tangga dengan pendapatan < UMK Banyumas tahun 2024. Mayoritas kader sudah menjabat ≥ 3 tahun. Kader sudah pernah mengikuti pelatihan mengenai tata cara pengisian KMS lansia. Selain itu, semua kader telah mendapatkan insentif dan mayoritas mendapatkan satu tahun sekali. Mayoritas kader memiliki persepsi dengan kategori sedang sebesar 85,4% dan motivasi dengan kategori rendah sebesar 56,3%. Analisis uji Somers’d diperoleh hasil nilai p-value = 0,001 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi dan motivasi kader dalam melengkapi pengisian KMS. Kekuatan hubungan termasuk dalam kategori sedang dengan nilai r = 0,429 dan menunjukkan arah hubungan positif. Diskusi: Motivasi kader posyandu lansia yang rendah dalam melengkapi pengisian KMS menghambat pemantauan kesehatan lansia. Motivasi ini dipengaruhi oleh persepsi keyakinan diri kader terhadap kemampuan yang dimiliki. Kesimpulan: Semakin baik persepsi kader, maka motivasi kader dalam melengkapi pengisian KMS cenderung meningkat.Kata Kunci: Kader, Kartu Menuju Sehat (KMS), motivasi, persepsi, posyandu lansia.
Pola Menyusui dan Permulaan Laktasi dengan Kejadian Hiperbilirubinemia Wardani, Eva Cahya; Aprilina, Happy Dwi; Elsanti, Devita; Ekawati, Endah
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI) Vol 10, No 2 (2025)
Publisher : Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32419/jppni.v10i2.679

Abstract

ABSTRAKHiperbilirubinemia merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir dan berisiko menimbulkan komplikasi neurologis. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian hiperbilirubinemia ialah pola menyusui dan permulaan laktasi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola menyusui dan permulaan laktasi dengan kejadian hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan metode cross-sectional. Sampel terdiri dari 54 ibu postpartum yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner pola menyusui, lembar observasi, dan pengukuran kadar bilirubin menggunakan alat transcutaneus bilirubin (TcB). Analisis data dilakukan menggunakan uji Fisher exact. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (74,1%) memiliki pola menyusui yang kurang baik, dan 87% mengalami permulaan laktasi pada hari kedua. Angka kejadian hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir mencapai 50%. Uji statistik menunjukkan hubungan signifikan antara pola menyusui dan kejadian hiperbilirubinemia (p = 0,028) serta antara permulaan laktasi dan kejadian hiperbilirubinemia (p = 0,010). Diskusi: Temuan ini menunjukkan bahwa keterlambatan dalam pemberian ASI dan pola menyusui yang tidak optimal dapat memperlambat proses eliminasi bilirubin pada bayi sehingga meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Hal ini menegaskan pentingnya inisiasi menyusui dini dan pendampingan menyusui yang efektif sejak awal kelahiran. Kesimpulan: Pola menyusui yang kurang baik dan permulaan laktasi yang terlambat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Oleh karena itu, edukasi laktasi bagi ibu postpartum perlu ditingkatkan untuk mencegah kejadian hiperbilirubinemia. Kata Kunci: ASI eksklusif,  bayi baru lahir, hiperbilirubinemia, permulaan laktasi, pola menyusui Breastfeeding Patterns and Initiation of Lactation in Relation to the Incidence of Hyperbilirubinemia ABSTRACTHyperbilirubinemia is a common health issue in newborns and poses a risk of neurological complications. Two contributing factors to the incidence of hyperbilirubinemia are breastfeeding patterns and the timing of lactation initiation. Objective: This research aims to analyze the correlation between breastfeeding patterns and the initiation of lactation with the incidence of hyperbilirubinemia in newborns at Prof. Dr. Margono Soekarjo Regional General Hospital. Methods: This research employed a quantitative design with a cross-sectional method. The sample consisted of 54 postpartum mothers selected through purposive sampling. Data were collected using a breastfeeding pattern questionnaire, observation sheets, and measurement of bilirubin levels using a Transcutaneous Bilirubinometer (TcB). Data analysis was conducted using the Fisher’s Exact Test. Results: The findings revealed that the majority of respondents (74.1%) exhibited poor breastfeeding patterns, and 87% initiated lactation on the second day postpartum. The incidence of hyperbilirubinemia in newborns reached 50%. Statistical analysis showed a significant correlation between breastfeeding patterns and the incidence of hyperbilirubinemia (p = 0.028), as well as between the timing of lactation initiation and hyperbilirubinemia (p = 0.010). Discussion: These results suggest that delayed breastfeeding initiation and suboptimal breastfeeding patterns may hinder the elimination of bilirubin in newborns, thereby increasing the risk of hyperbilirubinemia. This underscores the importance of early initiation of breastfeeding and effective lactation support from the beginning of birth. Conclusion: Inadequate breastfeeding patterns and delayed initiation of lactation elevate the risk of hyperbilirubinemia in newborns. Therefore, enhanced lactation education for postpartum mothers is essential to prevent the occurrence of hyperbilirubinemia.Keywords: exclusive breastfeeding, newborn, hyperbilirubinemia, initiation of lactation, breastfeeding pattern