cover
Contact Name
Fariz Al-Hasni
Contact Email
al.ihkam@uinmataram.ac.id
Phone
+6285934327883
Journal Mail Official
al.ihkam@uinmataram.ac.id
Editorial Address
Berugak Journal, Jln. Pendidikan No. 35, Kota Mataram Nusa Tenggara Barat 83125
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Al-Ihkam: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram
ISSN : 20881169     EISSN : 27146391     DOI : https://doi.org/10.20414/alihkam
Core Subject : Religion, Social,
Al-Ihkam Journal is one of the Faculty Sharia journals of the Departement Islamic Family Law (Ahwal Syakhshiyyah) Universitas Islam Negeri Mataram, which intensely tries to respond, criticize, and comprehensively analyze related issues in contemporary Islamic Family Law from various scientific perspectives.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 122 Documents
PRAKTIK NIKAH TANPA PACARAN DI LINGKUNGAN ANGGOTA PELOPOR PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARMONI RUMAH TANGGA Muhannan Mu'min Mushonnaf
Al-IHKAM: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 14 No. 1 (2022): Juni
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v14i1.6583

Abstract

In Indonesia, one of the communities that practice the concept of marriage without dating is the institution or congregation of the Prosperous Justice Party (PKS). PKS in practice, is often identified with the grouping of their cadres in choosing a mate. In its application, there is no term dating between men and women, but to get to a marriage is called ta'aruf. Furthermore, what is interesting to study is the extent to which the process or practice of marriage without dating affects the household harmony of the PKS pioneer cadres. In other words, the practice of marriage in the ta'aruf way, without a personal relationship between the prospective bride and groom, will affect the quality of the marriage of the PKS members. This research was conducted using a qualitative approach. Qualitative research aims to obtain an authentic understanding of people, as perceived by the people concerned. Qualitative methods are used to reveal the nature of one's experience with certain phenomena. In addition, qualitative methods can also be used to reveal something in batik that is a little and unknown phenomenon. This method can also be used to gain insight into something little known. The focus of this research is the harmony of individual marriages, in this case the pioneer members of the Prosperous Justice Party (PKS) of East Lombok Regency, who married without dating. The conclusion from the discussion above is that there is a practice of marriage without dating among the pioneer members of the PKS in East Lombok Regency. The pioneer members of the PKS East Lombok Regency married through an institution owned by PKS, namely the Marriage Institution, which aimed to carry out the ta'aruf process as wasilah for the meeting of prospective brides and grooms. This affects the household harmony of PKS members. In general, interviews conducted with PKS members and the community who interact with PKS members show that PKS cadre households are harmonious households.
TINJAUAN MASLAHAH ATAS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERMOHONAN DISPENSASI PERKAWINAN PADA MASA COVID-19 DI PENGADILAN AGAMA GIRI MENANG LOMBOK BARAT Imron Hadi
Al-IHKAM: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 14 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v14i2.6924

Abstract

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ditinjau dari hukum positif, usia merupakan prasyarat utama dalam perkawinan, sebab untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia diperlukan kematangan usia dan kedewasaan pasangan suami istri baik secara fisik maupun psikis. Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur19 tahun. Namun, jika seseorang ingin melangsungkan pernikahan namun belum mencapai umur yang sudah ditentukan oleh Undang-undang, diperbolehkan mengajukan dispensasi perkawinan kepada Pengadilan Agama. Secara umum tulisan ini memfokuskan pembahasan pada permasalahan prosedur pengajuan dispensasi pada masa pandemi Covid-19 dan apa faktor yang melatar belakangi maraknya pengajuan dispensasi perkawinan pada masa pandemi Covid-19, dan apa pertimbangan hakim Pengadilan Agama Giri Menang dalam memberikan dispensasi perkawinan pada masa pandemi Covid-19. Adapun temuan dalam tulisan ini diketahui bahwa majelis hakim Pengadilan Agama Giri Menang Lombok Barat banyak mengabulkan permohonan dispensasi Perkawinan pada masa pandemi Covid-19 dengan menggunakan pertimbangan maslahah yang bersifat daruriyah terhadap beberapa perkara permohonan dispensasi perkawinan yang disebabkan karena hamil di luar nikah, lamanya pacaran, dan kawin lari (selarian).
IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 4 AYAT 1 PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2020 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN USIA ANAK DI DESA TIRTANADI LOMBOK TIMUR Iklima Dae Ropita; Masnun; Nuruddin
Al-IHKAM: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 14 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v14i2.6925

Abstract

Perkawinan adalah Suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan untuk mendapatkan keturunan, yang dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan hukum Syari'at Islam. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada Pasal 7 ayat (1) menyebutkan “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun”. Dari hal tersebut terdapat masalah antara kasus perkawinan usia anak dengan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan. Adapun Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak dalam Pasal 4 ayat 1 berbunyi “Pencegahan perkawinan usia anak dilakukan oleh: pemerintah desa, orang tua, anak, keluarga, masyarakat, dan pemangku kepentingan”.
TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SEMBEQ SENGGETENG DI DESA WANASABA DAYA KECAMATAN WANASABA KABUPATEN LOMBOK TIMUR Haerul Azmi; Moh. Asyiq Amrulloh; Abdullah
Al-IHKAM: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 14 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v14i2.6926

Abstract

Penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui praktik Sembeq Senggeteng sebagai pencegahan perkawinan pada usia anak di Desa Wanasaba Daya Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, sehingga peneliti terjun langsung ke masyarakat dan diperoleh data-data yang valid. Prosedur penelitian ini adalah mengumpulkan data, reduksi data, penyajian data dan tahap verifikasi atau penarikan kesimpulan. Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan normative sosiologi, dengan menilai fakta dan realita yang terjadi di masyarakat atau nilai-nilai yang menjadi pegangan dalam masyarakat, apakah praktik Sembeq Senggeteng ini sesuai dengan ajaran agama Islam atau bahkan menyimpang. Instrument yang digunakan yakni observasi, wawancara dan juga dokumentasi terkait dengan praktik Sembeq Senggeteng di Desa Wanasaba daya tersebut.
UPAYA PASANGAN SUAMI ISTRI TIDAK MEMILIKI KETURUNAN DALAM MEMPERTAHANKAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Desa Siru Kabupaten Manggarai Barat NTT) Taurat Afiati; Ani Wafiroh; Muhamad Saleh Sofyan
Al-IHKAM: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 14 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v14i2.6927

Abstract

Penelitian ini membahas tentang pasangan suami istri yang belum mempuyai keturunan dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangganya, keturunan memiliki arti penting dalam suatu perkawinan seperti yang terkandung dalam surat al-Kahfi ayat 46 yang artinya “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi sholeh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. Namun realitanya yang terjadi di masyarakat tidak semua pasangan suami istri yang menjalin hubungan rumah tangga diberikan amanah memiliki keturunan oleh Allah SWT, ada banyak pasangan yang kesulitan untuk mendapatkan keturunan hingga bertahun-tahun lamanya menikah, tetapi itu bukan suatu alasan untuk keluarga tersebut tidak harmonis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa pasangan keluarga yang belum memiliki keturunan tetap hidup harmonis di Desa Siru Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat NTT, dan untuk mengetahui bagaimana upaya pasangan suami istri mandul dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangganya di Desa Siru Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat NTT. Penelitian ini menemukan beberapa temuan antara lain: pertama, pasangan keluarga tidak memiliki keturunan di Desa Siru tetap hidup harmonis karena mereka menyerahkan semuanya kepada Allah SWT dan meyakini bahwa anak adalah titipan dari Allah. Kedua, upaya pasangan suami istri yang mandul dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangganya di Desa Siru adalah dengan cara yang sederhana yaitu saling mengerti, menyayangi, menerima kekurangan masing-masing, menonton TV, mengajak anak saudara menginap dan bermain di rumah, dan selalu berdo’a kepada Allah swt.
ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM KELUARGA ISLAM TERKAIT PRAKTIK PENYELESAIAN KASUS KDRT SECARA ADAT DI KELURAHAN TANGE KECAMATAN LEMBOR KABUPATEN MANGGARAI BARAT Ida Husna; Tuti Harwati; Ahmad Nurjihadi
Al-IHKAM: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 14 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v14i2.6928

Abstract

Pengutaraan ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyelesaian secara adat kasus kekerasan dalam rumah tangga ditinjau dari Analisis sosiologi Hukum keluarga islam (studi kasus di Kelurahan Tangge Kecematan Lembor Kabupaten Manggarai Barat) korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan harus mendapatkan perlindungan dari negara dan atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Kekerasan dalam rumah tangga khususnya kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik maupun penderitaan psikis. Oleh karena itu korban KDRT harus mendapatkan perlindungan secara maksimal. Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istrinya dikategorikan sebagai perbuatan pidana karena terdapat perlakuan yang dilarang dan bersifat melanggar hukum, sehingga perbuatan itu mengandung menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini berusaha membahas penyelesaian secara adat terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berikut: Pertama ketua adat di kelurahan Tangge melakukan penyelesaian KDRT dengan cara penyembelihan ayam hitam persembahan kepada nenek moyang yang bertujuan agar nenek moyang melindungi kelurga mereka, agar tidak terjadi hal-hal buruk lagi. Kedua yaitu: membuang sial dengan cara permandian suci bertujuan agar hal-hal buruk tidak terjadi lagi di keluarga pelaku KDRT. Ketiga yaitu: sumpah moyang yang dimana para pelaku KDRT bersumpah untuk tidak melakukan KDRT lagi.
PENYELESAIAN KASUS KDRT MENGGUNAKAN RESTORATIF JUSTICE PERSPEKTIF MAQASHID SYARI’AH (Studi Kasus di Kepolisian Resort Kota Mataram) Fahrurrozi; Apipuddin; Heru Sunardi
Al-IHKAM: Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 14 No. 2 (2022): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v14i2.6929

Abstract

Masalah kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah yang seringkali menyita perhatian banyak kalangan serta salah satu bentuk dari tindak pidana yang sifatnya delik aduan. Kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena beberapa sebab baik itu dari dalam diri pelaku maupun dari luar diri pelaku, kekerasan dalam rumah tangga bilamana berlanjut kepada proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan maka hubungan keluarga yang telah terjalin akan sulit seperti semula bahkan tidak bisa. Penyelesaian kasus pidana seringkali menggunakan pendekatan Retributive Justice sehingga tidak dapat mencapai aspek keadilan substansi yang diharapkan. Penyelesaian dengan pendekatan tersebut bukan membuat permasalahan menjadi selesai tetapi semakin membesar. Penelitian yang bersetting pada yurisdiksi POLRESTA Mataram mencoba menganalisis dan merekonstruksikan permasalahan serta penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh POLRESTA Mataram menggunakan metode normatif-empiris dengan pendekatan kasus, dalam hal ini menggunakan penyelesaian dengan menggunakan Surat Edaran Kapolri No.8/VII/2018 tentang penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga menggunakan Restoartif Justice. Penelitian ini menghasilkan temuan berupa bagaimana penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga menggunakan pendekatan Restoratif Justice yang dilihat melalui perspektif Maqashid Syariah dengan sedikit membandingkannya dengan penyelesaian Retributive Justice.
PARADIGMA HUKUM ISLAM (KLASIK DAN ALTERNATIF) Nunung Susfita
Al-IHKAM Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 15 No. 1 (2023): Juni
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v15i1.1142

Abstract

Paradigma merupakan suatu kumpulan asumsi, konsep dan proporsi yang disatukan secara logis dan berfungsi mengarahkan pemikiran dan pengkajian. Agama samawi sebelum Islam, mempunyai kapasitas jangkauan waktu dan tempat yang terbatas. Sifat temporer itu dibatasi dengan kehadiran Nabi setelahnya, seperti ajaran Musa a.s. Dead line-nya adalah ketika ajaran Isa a.s tiba. Berbeda dengan itu, agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, merupakan agama terakhir dan penutup. Al-qur’an pada hakekatnya adalah dukumen keagaman dan etika yang bertujuan praktis, menciptakan masyarakat yang bermoral baik dan adil. Doktrin kemerdekaan berkehendak manusia seperti dicanangkan oleh kaum Mu’tazillah menjadi bagian dari konsep teologi mengenai keadilan Tuhan dan mengalahkan segi aslinya yaitu kemerdekaan dan tanggung jawab manusia. Di antara kaum Ortodoks, kemerdekaan manusia ini berarti ketidak-merdekaan Tuhan. Mereka menuduh aliran Mu’tazilah sebagai humanisme yang ekstrim, mereka menegaskan bahwa Tuhan berada di luar konsep manusia tentang keadilan. Apa yang dipandang manusia sebagai keadilan Tuhan tidaklah berarti demikian bagiNya, tetapi apa yang diperbuatNya bagi manusia memang tampak adil dan rasional bagi manusia.
KONSEP DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK Nisfawati Laili Jalilah
Al-IHKAM Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 15 No. 1 (2023): Juni
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/alihkam.v15i1.1145

Abstract

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Terkait dengan hal tersebut, dalam menyelesaikan perkara pidana anak, maka dalam Undang-undang Peradilan Pidana Anak (UUPPA) menegaskan bahwa harus digunakan konsep Restorativ Justice atau Diversi, yaitu Yaitu pengalihan atau pemindahan dari proses peradilan ke dalam proses alternative penyelesaian perkara, yakni melalui musyawarah atau mediasi.Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah untuk menghindari anak dari penahanan, menghindari cap/label anak sebagai penjahat, mencegah pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, agar anak bertanggung jawab atas perbuatannya, melakukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi korban dan anak tanpa harus melalui proses formal Menghindari anak mengikuti proses sistem peradilan,dan menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan. Pelaksanaan atau penerapan diversi dalam sistem peradilan pidana anak dilakukan pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara di pengadilan negeri. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restorative. Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain; perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian, pengembalian kerugian dalam hal ada korban, rehabilitasi medis dan psikososial, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP IZIN LINGKUNGAN KEGIATAN PENAMBANGAN DAN PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN OLEH PT SEMEN INDONESIA DI REMBANG JAWA TENGAH (STUDI KASUS PUTUSAN PK MA NOMOR 99/PK/TUN/2016) Akhmad Zainuri
Al-IHKAM Jurnal Hukum Keluarga Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah IAIN Mataram Vol. 13 No. 2 (2021): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Guna mengetahui kekuasan kehakiman yang dilakukan oleh lembaga peradilan dibawahnya sesuai dengan amanat undang-undang. Makauntuk mengetahui dinamika dan efektvitas penerapan UU a quo, penting untuk mengkaji putusan-putusan dalam peradilan tata usahanegara. Selain sebagai refleksi normatif, juga dapat menjadi semacam preseden dalam hal praktik di peradilan. Salah satu putusan yangmenarik untuk dikaji adalah Putusan Peninjauan Kembali MA No. 99 PK/TUN/2016 terhadap izin lingkungan kegiatan penambangan danpembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah. Kepentingan hukum para Penggugat (legal standing)pada in casu a quo dapat dimengerti dengan mengacu dalam Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Selain itu juga, Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian lingkungan hidup dengan syarat (i) berbentuk badan hukum, (ii) menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan (iii) telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat dua tahun.

Page 5 of 13 | Total Record : 122