cover
Contact Name
Apriana Vinasyiam
Contact Email
akuakultur.indonesia@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
akuakultur.indonesia@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Akuakultur Indonesia
ISSN : 14125269     EISSN : 23546700     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Akuakultur Indonesia (JAI) merupakan salah satu sarana penyebarluasan informasi hasil-hasil penelitian serta kemajuan iptek dalam bidang akuakultur yang dikelola oleh Departemen Budidaya Perairan, FPIK–IPB. Sejak tahun 2005 penerbitan jurnal dilakukan 2 kali per tahun setiap bulan Januari dan Juli. Jumlah naskah yang diterbitkan per tahun relatif konsisten yaitu 23–30 naskah per tahun atau minimal 200 halaman.
Arjuna Subject : -
Articles 569 Documents
Oxygen Consumption of White Shrimp (Litopenaeus vannamei) and Model of Oxygen Management in Intensive Culture Pond Budiardi, T.; Batara, T.; Wahjuningrum, D.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 1 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.66 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.86-96

Abstract

This study was conducted to determine oxygen consumption level of white shrimp (Litopenaeus vannamei) and the model of oxygen management in intensive culture pond.   Shrimp in weight of 5 gram were maintained in 20 liter of water in density 6 tails/container.  Water quality was measured every 2 hours for 6 hours.  Other experiments were done using shrimp in weight of 8, 10, 12 and 15 gram per tail, in density 4 tails/container.  The results of study showed that oxygen consumption levels of white shrimp was higher after feeding than before feeding.  Oxygen consumption levels of smaller shrimp were higher than that of bigger shrimp.  Regression model of oxygen consumption levels before and after feeding were linear. Correlation between oxygen consumption and shrimp weight reached 92.5%.  Keywords: white shrimp, Litopenaeus vannamei, oxygen, respiration, intensive pond   ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat konsumsi oksigen udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan model pengelolaan oksigen pada tambak intensif.  Udang dengan bobot sekitar 5 gram dimasukkan ke dalam wadah tertutup berukuran 20 liter dengan kepadatan 6 ekor/wadah.  Kualitas air diukur setiap 2 jam selama 6 jam. Perlakuan tersebut juga dilakukan pada udang dengan kelompok berat 8, 10, 12 dan 15 gram, dengan kepadatan 4 ekor/wadah.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen udang vaname sesudah makan relatif lebih tinggi daripada sebelumnya.  Tingkat konsumsi oksigen udang ukuran kecil relatif lebih tinggi daripada yang berukuran lebih besar. Model persamaan regresi tingkat konsumsi oksigen pada udang yang tepat sebelum dan sesudah makan adalah linear. Korelasi antara konsumsi oksigen dengan bobot udang mencapai 92,5%.   Kata kunci: vaname, Litopenaeus vannamei, oksigen, respirasi, tambak intensif
Reusing of Organic Waste from Tubifex sp. Substrate in nature Shafruddin, D.; Efiyanti, W.; Widanarni, .
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.305 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.97-102

Abstract

This study was conducted to determine whether organic waste from the substrate of Tubifex sp. can be used as inoculants to produce them through culture.   Substrate used was the mix of mud and chicken manure by ratio of 1:1, placed on the container 80×20×15 cm, water elevation 2 cm, and water debit 300 ml/min.  Inoculants number was ranged from 57 to 60 Tubifex sp. per container. The length of Tubifex sp. body was ranged from 0.9 to 3.5 cm and an individual mean weight of 2.78 mg.   Organic waste applied was 500 g, 1000 g, and 1500 g.  Rearing was performed for 50 days.  During experiment chicken manure of 0.075 g/m2 was added into culture every day.  The results of study showed that higher population of Tubifex sp. (174,227 tails/m2; 413.7 gram wet weight) was obtained by using 1000 g of organic waste.  Thus, organic waste derived from the substrate of Tubifex sp. from the nature can be reused to culture Tubifex sp. at the controlled container. Keywords: Tubifex, organic waste, population   ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah limbah organik sisa hasil penangkapan cacing sutera dari alam dapat digunakan sebagai inokulan untuk memproduksi cacing sutera melalui kegiatan budidaya.  Substrat yang digunakan berupa campuran lumpur dan kotoran ayam dengan perbandingan komposisi masing-masing 1:1, ditempatkan dalam wadah berukuran 80×20×15 cm, debit air 300 ml/menit/wadah, dan tinggi air 2 cm.   Jumlah cacing yang ditebar antara 57 - 60 ekor, panjang cacing 0,9 - 3,5 cm, dengan bobot individu rata-rata 2,78 mg. Limbah organik sebagai inokulan awal cacing sutera masing-masing seberat 500 g, 1.000 g dan 1.500 g. Pemeliharaan dilakukan selama 50 hari.  Selama pemeliharaan dilakukan pemupukan menggunakan kotoran ayam sebanyak 0,075 g/m2 setiap hari.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi cacing tertinggi diperoleh dengan menggunakan limbah organik sebanyak 1.000 gram (174.227 ekor/m2; 413,7 g).  Dengan demikian, limbah organik substrat cacing sutera dari alam dapat digunakan kembali untuk budidaya cacing di wadah terkontrol. Kata kunci: Tubifex, limbah organik, populasi
Spawning Induction System of Puntius javanicus using Common Carp as a Trigger Junior, M. Zairin; Sari, R.K.; Raswin, M.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.98 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.103-108

Abstract

This study was carried out to determine the effect of induction using common carp as a trigger on spawning of Puntius javanicus.  Mature male and female of Puntius javanicus were reared in outer of the hapa that contains mature male common carp, mature female common carp, or mature male and female common carp as a control.  Common carp broodstock was injected or not injected by ovaprim.  The result of study show that the use of male common carp injected or not injected by ovaprim could induced spawning of Puntius javanicus, without the release of sperm and eggs of common carp.   Fertilization rate of Puntius javanicus eggs was high, reached of 91.4%, by using ovaprim-injected male common carp as trigger. Keywords: Puntius javanicus, common carp, Cyprinus carpio, spawning, induction system   ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem imbas menggunakan ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai pemicu terhadap pemijahan ikan tawes (Puntius javanicus). Induk ikan tawes jantan dan betina yang telah matang gonad ditempatkan di luar hapa tempat ikan mas jantan matang gonad, ikan mas betina matang gonad, atau sepasang ikan mas matang gonad sebagai perlakuan kontrol. Induk ikan mas disuntik atau tidak dengan ovaprim.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ikan mas yang disuntik ovaprim maupun tidak, dapat mengimbas ikan tawes untuk memijah meskipun tidak terjadi pengeluaran sperma dan telur ikan mas. Derajat pembuahan telur ikan tawes cukup tinggi, mencapai 91,4%, pada perlakuan induksi ikan mas jantan yang disuntik ovaprim. Kata kunci: Puntius javanicus, common carp, Cyprinus carpio, pemijahan, sistem imbas
White Shrimp (Litopenaeus vannamei) Production on Different Rearing Densities in Biocrete Pond Budiardi, T.; Muzaki, A.; Utomo, N.B.P.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (114.676 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.109-113

Abstract

Study on white shrimp (Litopenaeus vannamei) production in biocrete pond in different density was performed at PT. Bimasena Segara, Citarate, Sukabumi, West Java. Six ponds were used and devided into 2 groups based the density levels, i.e., 72-73 shrimp/m2 and 93-105 shrimp/m2.  Experiment was done for 100 days, including pond preparation.  The results of study showed that mean weight of shrimp reared in biocrete pond was ranged from 9.64 to 12.34 gram, survival rate 26.97-99.58%, productivity 3,078-8,340.9 kg/ha, feed quantity 2,084.5-2,870.4 kg and FCR 1.19-2.60.  Ponds with lower rearing density had lower (P
Study on antifungal potency of Terminalia cattapa, Piper betle, Psidium guajava, and Andrographis peniculata on the growth of Aphanomyces in vitro Nuryati, Sri; Rahman, .; Taukhid, .
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.366 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.115-123

Abstract

An effort to prevent aquatic fungi  Aphanomyces sp. infection on fish using natural material can be an economically way, easy to find the materials, easy to apply and safe for environment.  The antifungal potency and efficacy of scalded-leaf extract of Terminalia cattapa, Piper betle, Psidium guajava and Andrographis peniculata on prevention of Aphanomyces sp. growth in vitro in GYA medium.  Scalding was performed in the water at 50°C. Concentration of leaf extracts tested was 0, 10, 20, 40 and 80 g/L.  The results of study showed that Terminalia cattapa in a dosage of 40 g/L had the best prevention activity, followed by Piper betle in the same dosage.  Psidium guajava and Andrographis peniculata had no prevention activity on growth of Aphanomyces sp. Keywords: antifungal, Terminalia cattapa, Piper betle, Psidium guajava, Andrographis peniculata growth, Aohanomyces sp.   ABSTRAK Upaya penanggulangan infeksi cendawan akuatik Aphanomyces sp. pada ikan menggunakan bahan alami dapat menjadi cara yang ekonomis ekonomis, bahan mudah didapat, mudah diterapkan dan aman bagi lingkungan. Potensi antifungi dan efektivitas ekstrak seduh daun ketapang (Terminalia cattapa), sirih (Piper betle), jambu biji (Psidium guajava) dan sambiloto (Andrographis peniculata) terhadap penghambatan pertumbuhan Aphanomyces sp. dilakukan secara in vitro dalam media biakan GYA. Penyeduhan dilakukan menggunakan pelarut air dengan suhu 50°C. Konsentrasi yang diuji adalah 0, 10, 20, 40 dan 80 gr/L untuk masing-masing bahan. Aktivitas penghambatan paling baik terhadap cendawan diperoleh dari ekstrak seduh daun ketapang 40 g/L dan diikuti oleh ekstrak seduh daun sirih dengan konsentrasi yang sama.  Jambu biji dan sambiloto tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan Aphanomyces sp. Kata kunci: antifungi, ketapang, sirih, jambu biji, sambiloto dan Aphanomyces sp.
THE EFFECT OF DIFFERENT LEVELS OF VITAMIN E ON THE REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ZEBRAFISH (Danio rerio) Utomo, N.B.P; Junior, M. Zairin; Yusuf, T.L.; Mokoginta, I.; Bintang, M.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (131.367 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.125-129

Abstract

This experiment was conducted to determine the dietary Vitamin E requirement for reproduction of broodstock zebrafish Danio rerio.  Four isonitrogenous (39% crude protein) and isocaloric (3,260 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of Vitamin E were fed to zebrafish broodstock.  The broodstock were cultivated in aquaria.  Diet A contained low dosage of Vitamin E (5 mg Vitamin E /kg diet), while diets B (62 mg Vitamin E /kg diet), C (125 mg Vitamin E /kg diet), and diet D (187 mg Vitamin E /kg diet), combined respectively with 1% n-3 fatty acids and 2% n-6 fatty acids.  Fish were fed ad satiation for 60 days using these diets.  During feeding period, gonad maturation stages were examined.  The dietary with different level of Vitamin E affected egg size, chemical content, total number of larvae, normal larvae, and survival rate of larvae produced, fecundity, fertilization rate, and hatching rate.  On the other hand, fish fed on experimental diets did not show any significance differences in the gonad somatic index, fecundity, fertilization rate, and hatching rate.  Fish fed on diet D produced the highest fecundity (633.65 ± 71.86 eggs/grams of fish), fertilization rate (92.3 ± 7.7%), and hatching rate (80.31 ± 9.8%).  The total lipid content of eggs were significant, ranging from D (39.7%), C (33.5%), B (32.1%), and A (29.5%).  At a dosage of 1% of dietary n-3 fatty acids and 2% n-6 fatty acids, zebrafish require 187 mg Vitamin E/kg feed in the diet for reproduction.  . Keywords:  vitamin E, reproductive performance, Danio rerio   ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kebutuhan Vitamin E pada pakan induk ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi.  Empat pakan perlakuan yang iso-protein (39%) dan iso-kalori (3.260 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan Vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra.  Induk ikan dipelihara pada akuarium.  Pakan A mengandung Vitamin E terendah (5 mg Vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung Vitamin E 62 mg Vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung Vitamin E 125 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung Vitamin E 187 mg /kg pakan.  Semua pakan perlakuan mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2.  Ikan diberi pakan secara ad satiation selama 60 hari pemeliharaan.  Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur.  Perbedaan kandungan vitamin E dalam pakan mempengaruhi fekunditas, derajat pembuahan telur, serta derajat penetasan telur.  Pakan perlakuan tidak mempengaruhi nilai gonad somatik indeks dan kelangsungan hidup larva umur 3 hari.  Pemberian pakan D menghasilkan fekunditas (633.65 ± 71.86  telur/gram induk), derajat pembuahan telur (92.3 ± 7.7%), serta derajat penetasan telur (80.31 ± 9,8%) terbaik.  Total kandungan lemak pada telur berbeda nyata, yaitu pada pakan D (39.7%), C(33.5%), B(32.1%), dan pakan A(29.5%).  Pada kandungan 1% asam lemak n-3 dan 2% asam lemak n-6, ikan zebra membutuhkan 187 mg Vitamin E/kg pakan untuk reproduksi yang normal.  Kata kunci:  Vitamin E, penampilan reproduksi, Danio rerio
Effect of Orally Administrated Acriflavine to larval of Red Tilapia (Oreochromis sp.) on Their Sex Ratio Junior, M. Zairin; Nurlestiyoningrum, D.; Raswin, M.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (635.072 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.131-137

Abstract

Uncontrolled and excessive spawning of red tilapia (Oreochromis sp.) hinders fish growth to reach marketable size.  Several techniques have been developed to produce monosex population to overcome the problem, such as sex reversal by hormonal administration.  Androgen hormone is generally employed to meet the goal, although the use of this hormone had been restricted and its price is relatively high. Acriflavine is an alternative chemical and its effect on sex development toward male fish has been proved.  In this study, acriflavine at dose of 0, 15, 25 and 35 mg/kg feed were fed to 10-day-old larvae for 6 weeks.  Feeding of larvae by diet containing 17a-methyltestosterone (MT) at dose of 50 mg/kg was also observed as a comparison of acriflavin treatment.  The results indicated that feeding of larvae by diet containing acriflavine 25 mg/kg (78.3%) and 35 mg/kg (79.0%) produced significantly higher percentage of male fish compared to 15 mg/kg and control.  However, the result is still lower compared to that of MT treatment (99.2%).  Acriflavine treatment had no effect on survival of red tilapia and survival rate was similar among treatments, ranged from 91.7% to 95.0%. Keywords: red tilapia, Orechromis sp., monosex,  acriflavine   ABSTRAK Pemijahan tak terkontrol dan berlebih pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) menghambat pertumbuhan ikan untuk mencapai ukuran konsumsi. Beberapa teknik yang telah dikembangkan untuk menghasilkan ikan monosek sebagai solusi permasalahan tersebut antara lain dengan seks reversal menggunakan hormon. Secara umum, hormon golongan androgen digunakan untuk mencapai tujuan, namun penggunaannya mulai dibatasi dan harganya relatif mahal. Akriflavin merupakan bahan alternatif yang terbukti dapat mempengaruhi perkembangan kelamin ke arah jantan.  Pada penelitian ini dilakukan pemberian akriflavin dengan dosis 0, 15, 25 dan 35 mg/kg pakan ke larva umur 10 hari selama 6 minggu. Sebagai pembanding juga dilakukan pemberian pakan yang mengandung hormon 17a-metiltestosteron dosis 50 mg/kg pakan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung akriflavin 25 mg/kg pakan (78,3%) dan 35 mg/kg pakan (79,0%) menghasilkan ikan jantan dengan persentase lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan 15 mg/kg (72,46%) dan kontrol (58,37%).   Namun demikian, hasil tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan MT (99,2%).  Perlakuan akriflavin tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan nila merah dan tidak berbeda  nyata dengan kontrol, berkisar antara 91,7-95,0%. Kata kunci: Nila merah, Orechromis sp., monoseks, akriflavin
Potential of Chromolaena odorata Leaf as A Cure of Aeromonas hydrophila on Giant Gouramy (Osphronemus gouramy) Hadiroseyani, Y.; Hafifuddin, .; Alifuddin, M.; Supriyadi, H.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.232 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.139-144

Abstract

This study was conducted to examine the potency of Chromolaena odorata leaf extract as a medicine for skin eruption disease caused by  Aeromonas hydrophila in giant gouramy Osphronemus gouramy.  Leaf extract of Chromolaena odorata for in vitro test was 0 (as control), 13000, 15000, 17000, 19000 and 21000 ppm, poured onto TSA medium containing bacteria 103 cfu/ml, and then is incubated for 24 hours. In vivo test was performed by injecting bacteria 0.1 ml of 109 cfu/ml intramuscularly into giant gouramy (14 g weight), and then  fish were maintained in the water containing 15000 ppm of Chromolaena odorata leaf extract. In vitro study showed that prevention area of leaf extract against Aeromonas hydrophila was increase by increasing the concentration of leaf extract used, reached 9,33 mm.  Prevention zone of leaf extract by difusion tends to constant, reached 7,6 mm. By in vivo test, survival rate of giant gouramy infected by Aeromonas hydrophila was no significantly different between dosages of leaf extract.  All treated fish, excluded control died after 24 hours infection. Keywords: Aeromonas hydrophila, Osphronemus gouramy, Chromolaena odorata   ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi daun kirinyuh Chromolaena odorata sebagai obat untuk penyakit cacar yang diakibatkan oleh Aeromonas hydrophila pada ikan gurame Osphronemus gouramy. Konsentrasi ekstrak daun Chromolaena odorata untuk uji in vitro adalah 13000, 15000, 17000, 19000 dan 21000 serta 0 ppm sebagai kontrol, yang diletakkan di atas media TSA yang telah mengandung biakan bakteri 103 cfu/ml dan diinkubasi selama 24 jam. Uji in vivo dilakukan dengan menginjeksikan bakteri  sebanyak 0,1 ml (109 cfu/ml) secara intramuskular ke ikan gurame (berat 14 g) dan kemudian ikan dipelihara dalam air yang mengandung ekstrak daun kirinyuh 15000 ppm. Hasil uji in virto menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kirinyuh basah semakin efektif dalam menghambat perkembangan A. hydrophila dengan zona hambat tertinggi mencapai 9,33 mm. Zona hambat yang dihasilkan melalui metode difusi cenderung konstan, mencapai 7,6 mm. Melalui uji in vivo, tingkat kelangsungan hidup ikan gurame yang tidak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan, bahkan terjadi kematian total dalam 24 jam pada semua perlakuan, kecuali kontrol. Kata kunci: Aeromonas hydrophila, Osphronemus gouramy, Chromolaena odorata
Quality of sperm from cryopreserved semen of Tor soro in Dimethylsulfoxide and Glycerol 5, 10 and 15% Junior, M. Zairin; Handayani, S.; Supriatna, I.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.191 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.145-151

Abstract

Attempt to produce a lot number of Tor soro is difficult if only obtained by natural spawning since they often get mature in dissimilar time. Stock of sperm kept in enough number for fertilization in anytime is needed to overcome the problem.  Cryopreservation of semen is one of sperm cryopreservation methods using liquid nitrogen (-196oC) to quickly freeze the sperm. Several cryoprotectants can be utilized in cryopreservation.  In this study, quality by means of motility of cryopreserved sperm using dimethylsulfoxide or glycerol as cryoprotectant in the dose of 5, 10 and 15% were analyzed. The result of study show that percentage of sperm motile after cryopreservation using dimethylsulfoxide and glycerol was similar ranged from 76.7 to 83.3%.  Therefore, both cryoprotectant used in this study could be employed for cryopreservation of Tor soro sperm. Keywords: cryopreservation, dimethylsulfoxide, glycerol, sperm, Tor soro   ABSTRAK Upaya produksi ikan batak (Tor soro) dalam jumlah besar relatif sulit jika hanya mengandalkan hasil pemijahan secara alami karena kematangan gonad antara ikan jantan dan betina sering tidak bersamaan. Untuk mengatasinya diperlukan stok sperma yang disimpan dalam jumlah yang cukup banyak untuk pembuahan yang dapat dipakai setiap saat. Kriopreservasi semen merupakan salah satu cara penyimpanan sperma yang menggunakan larutan nitrogen cair (-196°C) untuk membekukan sperma secara cepat. Beberapa jenis protektan dapat digunakan dalam pembekuan sperma. Pada penelitian ini, dilakukan analisis kualitas dalam arti motilitas sperma hasil kriopreservasi menggunakan dimetilsulfoksida dan gliserol sebagai krioprotektan dengan dosis 5, 10 dan 15%.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase sperma motil setelah dilakukan kriopreservasi adalah sama, berkisar antara 76,7% hingga 83,35%.  Dengan demikian, kedua jenis krioprotektan yang digunakan dalam penelitian ini bisa dipakai dalam kriopreservasi sperma ikan batak. Kata kunci: kriopreservasi, dimetilsulfoksida, gliserol, sperma, Tor soro
Nursery of Penaeus monodon fry in Cage Culture of Intensive Pond at Different Rearing Densities Budiardi, T.; Salleng, R.D.; Utomo, N.B.P.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (116.023 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.153-158

Abstract

Black tiger shrimp (Penaeus monodon Fab.) culture is now frequently failed as the fault in pond construction and irrigation system, disease break, and younger fry is stocking into pond.  Nursery is a rearing of PL12 to be PL25 at a controlled environmental condition to quickly adapt them on pond condition.   Nursery experiment was conducted in cage culture (1x1x1 m) placed in an intensive pond at density of 250, 500, 750 and 1000 PL/m2, for 14 days rearing.  The results of study indicated that no different in survival and growth of PL was obtained.  Daily growth rate was ranged from 1.10% to 1.53%, while the survival rate was ranged from 86.72-95.60%.  Higher production of shrimp fry (867 PL25) was obtained by rearing PL12 at density of 1000 PL/m2. Keywords: black tiger shrimp, Penaeus monodon, fry, rearing density   ABSTRAK Usaha udang windu (Penaeus monodon Fab.) saat ini banyak mengalami kegagalan akibat konstruksi tambak dan sistem pengairan yang salah, serangan penyakit, dan umur benih yang terlalu muda untuk pemeliharaan ditambak.  Penokolan merupakan pemeliharaan benur pada stadia PL12 menjadi PL25 dalam lingkungan yang relatif terkontrol agar dapat beradaptasi dengan cepat pada lingkungan tambak. Percobaan penokolan dilakukan menggunakan hapa (1x1x1 m) yang dipasang di dalam kolam intensif dengan padat tebar 250, 500, 750 dan 1000 ekor PL/m2, selama 14 hari pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata dalam hal kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Laju pertumbuhan harian udang berkisar antara 1,10% sampai 1,53%, sementara tingkat kelangsungan hidup berkisar 86,72-95,60%.  Produksi benih udang (867 PL25) terbanyak diperoleh dengan memelihara PL12 pada kepadatan 1000 ekor PL/m2. Kata kunci: udang windu, Penaeus monodon, tokolan, kepadatan tebar

Page 8 of 57 | Total Record : 569


Filter by Year

2002 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 24 No. 2 (2025): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 24 No. 1 (2025): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 1 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 22 No. 2 (2023): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 22 No. 1 (2023): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 21 No. 2 (2022): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 21 No. 1 (2022): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 2 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 1 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 2 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 1 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 2 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 1 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 2 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 1 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 2 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 2 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 1 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 2 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 1 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 2 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 1 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 2 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 1 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 2 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 1 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 2 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 1 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 2 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 1 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 2 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 1 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 2 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 1 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 2 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 1 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 2 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 1 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 1 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 3 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 2 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 1 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 2 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 1 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia More Issue