cover
Contact Name
Riana Nurhayati
Contact Email
riana_nurhayati@uny.ac.id
Phone
+6282223111133
Journal Mail Official
herwin89@uny.ac.id
Editorial Address
Jalan Colombo No 1, Karangmalang, Sleman DI Yogyakarta
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
FOUNDASIA
ISSN : 14122316     EISSN : 27462307     DOI : https://doi.org/10.21831/foundasia
Core Subject : Education, Social,
FOUNDASIA is an open access, and peer-reviewed journal. FOUNDASIA will publish the selected articles under the Attribution-Share Alike 4.0 International Creative Commons license. The results of research and analysis contained in the journal accommodate manuscripts on foundations of education include: philosophy of education, socio-anthropology of education, educational psychology, educational economics, educational history, political education, and comparative education.
Articles 106 Documents
Teknologi dan masa depan otonomi manusia: Sebuah kajian filsafat manusia Shely Cathrin
FOUNDASIA Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v10i1.27311

Abstract

Penulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh fenomena relasi manusia dengan teknologi akibat pesatnya perkembangan teknologi, komunikasi, dan informasi pada abad ke-21. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk melakukan refleksi atas teknologi dalam kajian filsafat manusia untuk memperdalam pemahaman tentang diri manusia. Artikel ini merupakan kajian pustaka dengan objek material berupa fenomena penggunaan gadget yang dianalisis dari objek formal filsafat manusia. Hasil studi menunjukkan bahwa teknologi pada dasarnya bersifat material atau berdimensi material. Roh manusia-lah yang menentukan arah dari teknologi itu. Betapa pun gadget membawa kebaikan pada manusia, ia adalah perangkat yang membahayakan. Ia mempunyai logikanya sendiri; arah tujuannya ditentukan berdasarkan rutenya sendiri; dan ia meleburkan manusia pada sebuah sistem yang otonom. Kata kunci untuk tetap menjaga otonomi manusia atas teknologi adalah pada kesadaran manusia. Pertama, manusia harus sadar bahwa teknologi perlu diperlakukan layaknya subjek; dan kedua, manusia harus sadar bahwa teknologi ada untuk manusia, sebagai sarana atau media untuk me-material-kan ide-ide dan gagasan manusia. Semuanya mengarah pada satu tujuan: demi membuat dunia manusia sesuai dengan kebutuhan manusia. Dengan berpegang pada dua hal tersebut, maka otonomi manusia atas teknologi akan tetap ada. Manusia tidak boleh jatuh pada teknologi karena teknologi untuk manusia bukan sebaliknya. Kata kunci: Teknologi, Gadget, Manusia, Otonomi, Kesadaran
Tradisi masyarakat pasca gempa 2006 di sriharjo Maryani Maryani; Riana Nurhayati
FOUNDASIA Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v11i2.35238

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk untuk memperoleh pemahaman tentang terjadinya pergeseran tradisi masyarakat pasca gempa 2006 di Sriharjo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis studi kasus. penelitian ini dilaksanakan di desa Sriharjo, dusun Mojohuro yang terdiri dari 6 RT dengan jumlah penduduk 857 jiwa dan 264 kepala keluarga dengan menggunakan purposive sampling maka terpilih 1 informan kunci dan 3 informan pendukung.Penelitian ini mengunakan 2 jenis sumber data yakni data primer dan data sekunder, Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara observasi dan wawancara. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara mengkaji dokumen. Teknik analisis data menggunakan teori interaktif miles Huberman. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi yang berkembang dalam masyarakat Mojohuro, Sriharjo dapat di kelompokkan menjadi 3 hal yakni: 1) Tradisi yang terkait langsung dengan alam. 2) Tradisi yang terkait dengan tahap perkembangan kehidupan manusia. 3) Tradisi yang berasal dari lokal. 
PENDIDIKAN AGAMA DALAM MASYARAKAT MAJEMUK DWI K, SIGIT
FOUNDASIA Vol. 1 No. 9 (2008)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v1i9.5868

Abstract

Konflik yang berbau SARA (suku antar golongan ras dan agama) dan kepentingan politik sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia; Aceh, Papua, Kalimantan, Ambon, Tantena, Poso, dan Situbondo. Potensi konflik memungkinkan terjadi secara masif dimana-mana, karena kondisi yang kondusif dari masyarakat untuk memperjuangkan kepentingannya sendirl-sendiri yang tidak direspon dengan baik oleh wakil-wakil rakyat maupun pemerintah. Demokrasi fundamentalis dikembangkan oleh kelompok-kelompok komunitas tertentu yang tidak mengedepankan dialog, tetapi mengedepankan kekerasan dan eksklusifisme. Ruang dialog dapat dikatakan tidak ada, pintu komunikasi ditutup rapat-rapat, sehingga amarah menjadi model psikologis dalam penyelesaian setiap masalah dan kekerasan menjadi strategi politik dalam mencapai setiap tujuan. Dalam kondisi di atas perlu adanya dialog dan pengembangan demokrasi multikultural yang didukung oleh demokrasi kultural yang memadai dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi, keterbukaan, dialogis dan inklusifisme. Nilai-nilai diatas dapat terwujud dalam kehidupan berbangsa, jika pendidikan agama berhasil dilaksanakan dengan tepat sehingga mampu mengeliminasi segala permasalahan yang berbau SARA dan pada gilirannya terjadi integrasi nasional. Pendidikan agama yang berhasil adalah pendidikan yang membangun ruang dialog antar umat, toleransi, komunikasi yang cerdas produktif dan sinergis antar umat beragama.
PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN NASIONALISME: Tantangan Menuju Masyarakat Madani di Era Global ASTUTI DWININGRUM, SITI IRENE
FOUNDASIA Vol. 1 No. 6 (2005)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v1i6.6326

Abstract

Democratic education is an initial step to make a more democratic society majerialize, because the foundation of a civil society is democratic life in social, economic. and political fields. To maintain the nations existence and identity, it is necessary to inculcate learners with nationalism values Plurality principles based on curiul reproduction need to be taught integrated, in the educational process
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SENSITIF BUDAYA Suyato, Suyato
FOUNDASIA Vol. 9 No. 1 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v9i1.26157

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menggagas model Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang sensitif terhadap keberagaman budaya sebagai alternatif model mainstream yang banyak dianut saat ini, yang dicirikan oleh pendekatan top-down, one-size-fits-all. Penulis berargumentasi bahwa pengembangan model PKn sensitif budaya diperlukan dalam rangka mengakomodasi tuntutan perkembangan masyarakat di era global, dimana seiring dengan proses globalisasi muncul gerakan berupa penyadaran kembali ke budaya asli atau proses yang lebih dikenal sebagai glocalization. Permasalahan yang dibahas dibatasi pada teori-teori yang bisa digunakan sebagai landasan pengembangan model Pendidikan Kewarganegaraan yang dapat menghasilkan warga negara yang locally embedded, globally connected. Berdasarkan kajian pustaka, ada dua kelompok besar teori yang dibahas, yaitu teori yang dikemukakan Cheng (2005) tentang pemberdayaan pengetahuan lokal dalam rangka menghadapi arus globalisasi dan Teori-teori tentang cosmopolitanism. Berdasarkan dua kelompok teori tersebut, disajikan saran praktis berkaitan dengan model Pendidikan Kewarganegaraan.Kata kunci: Kepekaan lintas budaya, Pendidikan kewarganegaraan
Pengaruh self efficacy dan pengasuhan orang tua terhadap kepercayaan diri siswa Chairunnisa Pangestu; Hieronimus Sujati; Herwin Herwin
FOUNDASIA Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v11i1.32600

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara parsial pengaruh self efficacy terhadap sikap percaya diri, mengetahui secara parsial pengaruh pengasuhan orang tua terhadap sikap percaya diri, serta mengetahui secara simultan pengaruh self efficacy dan pengasuhan orang tua terhadap sikap percaya diri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode ex-post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD se-Kecamatan Kotagede, Yogyakarta yang berjumlah 3941 siswa dengan sampel penelitian berjumlah 363 siswa yang ditentukan dengan Metode Slovin. Teknik pengumpulan data menggunakan skala kepercayaan diri, skala self efficacy, dan skala pengasuhan orang tua. Uji prasyarat analisis menggunakan uji normalitas, uji linearitas dan uji multikolinearitas. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi parsial dan regresi ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self efficacy secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan diri siswa, pengasuhan orang tua secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap kepercayaan diri siswa, serta self efficacy dan pengasuhan orang tua secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan diri siswa dengan sumbangan sebesar 35,5%.Kata kunci: self efficacy, pengasuhan orang tua, percaya diri
LANDASAN FILSAFAT MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN DI INDONESIA YATI, RUKI
FOUNDASIA Vol. 2 No. 10 (2010)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v2i10.5840

Abstract

Ilmu pendidikan dan pendidikan di Indonesia memang menunjukkan perkembangan yang tidak selalu seiring sejalan. Dapat dikatakan bahwa praktik pendidikan yang dilakukan berjalan dalam keadaan "business as usual". Secara filosofis, pendidikan di Indonesia berdasarkan filsafat Pancasila Faktanya, pendidikan dilndonesia berlangsung selama ini tanpa pernah dipersoalkan landasan teoritiknya. Artinya, ilmu pendidikan kurang dikembangkan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia dijalankan dengan lebih banyak meminjam (borrowing) atau mencangkok ide-ide (teori) dan praktik pendidikan dari luar tanpa memperhatikan konteks sosio-kultural masyarakat Indonesia dan nilai-nilai khas Indonesia Pendidikan dengan cara mencangkok tampaknya lebih disukai oleh para pengambil kebijakan clan praktisi pendidikan di Indonesia. Sebenarnya, fenomena pencangkokan sistem, metode, model pendidikan merupakan gejala umum yang terjadi di mana-mana, bukan hanya Indonesia. Tetapi, bila tidak ditindaklanjuti dengan upaya "pribumisasi" berbagai teori dan praktik yang diambil tersebut, maka praktik pendidikan berjalan tanpa arah yang jelas. Oleh sebab itu ilmu pendidikan yang berciri khas Indonesia perlu dikembangkan terus.
PENDIDIKAN, HOMINISASI DAN HUMANISASI DARDIRI, ACHMAD
FOUNDASIA Vol. 1 No. 6 (2005)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v1i6.6320

Abstract

Theoritically and ideally, education is an attempt to humanize human beings. This implies that teachers, lectures, tutors or instructors have to realize it when they are dealing with children (or learners. However. in practice, the opposite sometimes, or even rr/ten, takes place. The dehumanization of children or learners occurs through ways of teaching rhea are authoritarian, distressing, frightening and through other ways not conducive to attempts to develop humanistic potencials. In the context of rduuuion, (in attempt to humanize human beings can be culled the humanization of children or learners. The meaning of humanism in this context can be seen, explicitly or implicitly, as the views from some figures that this article talks about.
Pemetaan kultur sekolah untuk mendiseminasikan keunggulan: Model gugus dari sekolah inti ke sekolah imbas Joko Sri Sukardi; Ariefa Efianingrum; Dwi Siswoyo
FOUNDASIA Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v10i1.27555

Abstract

Belum meratanya capaian kualitas pendidikan di sekolah dapat berimplikasi pada ketimpangan kualitas pendidikan antarsekolah. Pada era otonomi daerah, Pemerintah Daerah khususnya Dinas Pendidikan memiliki keleluasaan dan kewenangan dalam memajukan kualitas pendidikan di daerahnya. Pemetaan kultur sekolah yang efektif dengan model gugus penting dilakukan untuk mendapatkan gambaran kualitas serta mengetahui keunggulan dan kelemahan sekolah. Keunggulan sekolah inti dapat didiseminasikan kepada sekolah imbas. Keunggulan yang dimaksud meliputi kualitas akademik maupun non akademik. Praktik yang baik di sekolah inti dapat menjadi rujukan dan inspirasi bagi sekolah imbas. Sekolah imbas dapat mengadopsi dan mengadaptasinya untuk meningkatkan keunggulan sekolah. Sekolah imbas dapat menentukan keunggulan yang sesuai dengan konteks sekolah dan wilayahnya masing-masing. Dengan demikian, semua sekolah berpeluang untuk berkembang dalam memajukan sekolahnya dan ketimpangan kualitas pendidikan antarsekolah dapat diminimalisir. Kata kunci: Diseminasi, Kultur Sekolah, Model Gugus
Pesantren lansia: Telaah pada pendidikan spiritual santri lansia di Pondok Sepuh Payaman Magelang Dwi Agustina
FOUNDASIA Vol 10, No 2 (2019)
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v10i2.27925

Abstract

Artikel ini membahas tentang pendidikan spiritual santri lansia di Pondok Sepuh Payaman Magelang. Secara kultural, pendidikan telah dimulai dari lahir hingga meninggal dunia. Usaha sadar akan sebuah pendidikan tidak hanya pada usia dini tetapi sampai pada usia lanjut. Perhatian tersebut ada karena perlunya pegangan lansia akan kebutuhan agama sebagai bekal di akhirat. Metode dalam penelitian ini menggunakan kualitatif studi kasus. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan pengamatan. Temuan dalam penelitian menunjukkan bahwa motivasi lansia menjadi santri di pondok sepuh karena keinginan mereka sendiri dan keinginan dari keluarga untuk belajar ilmu agama dan meninggal dalam keadaan husnul khotimah. Kehidupan santri lansia selama di pondok, dihabiskan untuk beribadah secara ritual maupun sosial selama lebih dari 12 jam. Tujuan, metode, dan materi pembelajaran menjadi komponen utama dalam pelaksanaan pendidikan spiritual di pondok sepuh. Tidak ada hukuman dalam membina santri lansia. Namun, sangsi sosial berlaku bagi santri lansia yang tidak mengikuti pembelajaran. Kata kunci: Pendidikan, lansia, pesantren

Page 6 of 11 | Total Record : 106