cover
Contact Name
Sutikno Wijaya
Contact Email
sutiknowijaya777@gmail.com
Phone
+628985035222
Journal Mail Official
sutiknowijaya777@gmail.com
Editorial Address
Jl. Aer Terang No.4, Lingkungan VI, Malalayang Satu Timur, Kec. Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
ISSN : 27981797     EISSN : 27980642     DOI : https://doi.org/10.53674/teleios
Core Subject : Religion, Education,
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, merupakan wadah publikasi ilmiah dari hasil penelitian Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Transfromasi Indonesia dengan nomor ISSN 2798-0642 (Online) 2798-1797 (Print), serta telah memiliki DOI 10.53674, dan diperuntukkan bagi semua dosen maupun para peneliti di kalangan STT Transformasi dan Institusi lainnya. Jurnal Teleios terbit dua kali dalam setahun (Juni dan Desember). Jurnal Teleios menggunakan sistem double-blind review. Adapun yang menjadi Fokus dan Ruang Lingkup dalam Jurnal Teleios adalah: 1. Teologi Biblika 2. Teologi Historika 3. Teologi Sistematika 4. Teologi Praktika 5. Teologi Kharismatik 6. Pendidikan Agama Kristen
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani" : 10 Documents clear
Menilik Makna Rohani dalam Budaya Makan Bersama dengan Pola Kunu di Suku Lani ditinjau dari Markus 6:39-40 Samosir, Verawati Dosmaria; Toh, Alfred Melkianus
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.88

Abstract

The Lani Tribe (Aap Lani) is one of the tribes inhabiting Lanny Jaya Regency in the Papua Highlands province. The Lani Tribe still strongly holds onto its traditions and culture, even though they are scattered across several regencies and even provinces on the island of Papua. They continue to uphold important values in their culture. One of the most notable aspects of the Aap Lani's heritage is the communal eating culture known as Kunu, where they gather to eat in groups consisting of men, women (mothers), children, as well as groups of young men and women. These groups can also include individuals from various backgrounds, such as government officials, servants of God, and other community leaders.The Kunu pattern in the Lani Tribe's culture emphasizes positive spiritual values, highlighting togetherness, the meaning of justice and mutual respect, the significance of simplicity, and the meaning of peace after conflict. In an increasingly modern era where people tend to live egocentric lives, lacking time for communal interactions, maintaining the tradition of communal eating through the Kunu pattern is expected to lead the modern generation to live within the cultural heritage. Surprisingly, the Kunu pattern is a practice that Jesus used when feeding 5000 people, as mentioned in the Gospel of Mark 6:39-40. Jesus blessed 5 loaves and 2 fish to feed 5000 people who were seated in groups of one hundred and fifty. Reflecting on the spiritual meaning of the pattern used by Jesus teaches the concept of togetherness, simplicity in service, and for the servants of God serving in the Lani Tribe, this is still highly relevant. Based on this research, communal eating through the Kunu pattern is a local wisdom of the Papua Pegunungan that needs to be preserved and maintained in community life, especially among the Aap Lani (Lani people). Thus, the positive values it contains can be passed down through generations.AbstrakSuku Lani (Aap Lani) adalah salah satu suku yang mendiami Kabupaten Lanny Jaya di provinsi Papua Pegunungan. Suku Lani merupakan suku yang masih memegang kuat tradisi dan budayanya, meskipun mereka tersebar di beberapa Kabupaten bahkan Provinsi yang ada di Pulau Papua. Mereka masih menerapkan nilai-nilai penting dalam budaya mereka. Salah satu hal terbaik dari warisan nenek moyang Aap Lani  adalah budaya makan bersama dalam pola Kunu yaitu, makan bersama dengan pola duduk berkelompok-kelompok yang terdiri dari kelompok para pria, para wanita (mama-mama), anak-anak dan juga kelompok para pemuda dan pemudi. Dalam kelompok bisa juga terdiri dari berbagai kalangan baik dari kalangan para aparat pemerintah, kalangan hamba-hamba Tuhan, maupun para tokoh masyarakat lainnya. Pola Kunu  dalam budaya suku Lani menekankan nilai-nilai positif yang bermakna rohani yaitu menekankan kebersamaan, makna keadilan dan saling menghargai, makna kesederhanaan dan makna perdamaian selesai perang. Di era yang semakin modern kecenderungan manusia hidup dalam egosentris (berpusat pada diri sendiri), tidak memiliki banyak waktu kebersamaan dengan orang lain, dengan masih menerapkan makan bersama dalam pola kunu tentu akan membawa generasi moderen untuk hidup dalam warisan budaya. Makan bersama dengan pola Kunu ternyata adalah pola yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ketika memberi makan 5000 orang dalam Injil Markus 6:39-40. Tuhan Yesus memberkati 5 roti dan 2 ikan memberi makan 5000 orang yang duduk dalam kelompok seratus dan limapuluh. Dengan menilik makna rohani dari pola yang dipakai Tuhan Yesus mengajarkan konsep kebersamaan, kesederhanaan dalam melayani dan bagi hamba-hamba Tuhan yang melayani di Suku Lani hal ini masih sangat relevan untuk diterapkan. Berdasarkan penelitian ini makan bersama dengan pola kunu  merupakan suatu kearifan lokal dari Papua Pegunungan yang harus dijaga dan dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di kalangan Aap Lani (orang Lani). Dengan demikian nilai-nilai positif yang terkandung didalamnya dapat diwariskan secara turun-temurun.
Faktor Keteladanan Paulus dan Implementasinya Bagi Orang Percaya: Studi Eksegesis Dalam Filipi 4:9 Pattinaja, Aska Aprilano; Liling, Sifera Sampe; Harahap, Firdaus Rinto
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.106

Abstract

Abstract: There are two controversial interpretations of Philippians 4:9: one is the discussion of strengthening the spiritual stability of the church, and the other is exemplification as the main factor of Paul's emphasis. If so, what exactly is Paul's main emphasis in this verse? The purpose of this study is to examine the meaning and context of this verse in order to provide a correct understanding based on the author's intention. For this reason, based on the descriptive qualitative method, with a hermeneutic approach to exegesis studies, this study found that Paul's main focus is to emphasize the importance of maintaining a living example and paying attention to the principles of exemplary, namely, first, exemplary begins with what is learned; second, exemplary is closely related to what is received, heard, and seen; third, exemplary speaks of application not knowledge; and fourth, exemplary is very involved with God's participation. This research will be a reference and input for every believer about Christian example, so that his life remains a blessing and not a stumbling block.Abstrak: Terdapat dua interpretasi yang menjadi perdebatan dalam membahas Filipi 4:9, yakni pertama, pembahasan mengenai penguatan kestabilan rohani jemaat dan kedua, mengenai faktor keteladanan. Jika demikian apakah sebenarnya penekanan utama dari Paulus mengenai ayat ini? Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji makna dan konteks ayat ini sehingga bisa memberikan pemahaman yang tepat berdasarkan maksud penulis. Untuk itulah berdasarkan metode kualitatif deskriptif, dengan pendekatan hermeneutik studi eksegesis, maka penelitian ini menemukan, bahwa fokus utama Paulus adalah menekankan pentingnya menjaga teladan hidup serta memperhatikan prinsip-prinsip keteladanan, yakni pertama keteladanan dimulai dengan apa yang dipelajari; kedua, keteladanan sangat berhubungan dengan apa yang diterima, didengar dan dilihat; ketiga keteladanan berbicara tentang penerapan bukan pengetahuan; dan keempat, keteladanan sangat berimplikasi kepada penyertaan Tuhan. Penelitian ini akan menjadi rujukan dan masukan bagi setiap orang percaya tentang keteladanan Kristen, agar kehidupannya tetap menjadi berkat dan bukan menjadi batu sandungan.
Peran Gembala Menghadapi Deviasi Alkitab terkait Kultur di Era Abad ke-21: Analisis teks 1 Timotius 1:3-5 Tanani, Stefany Sabrina; Gultom, Mawar Juwita; Sugiono, Sugiono
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.103

Abstract

Abstract: Heresies are teachings that deviate from the Bible. This teaching has appeared since the first century until now. As time goes by and the church develops, the problem of Bible deviations related to culture in the 21st century era becomes increasingly complex. In fact, some of these deviations are already integrated into the cultural traditions of the congregation's neighborhood. The aim of this scientific work is to discover the role of the pastor in dealing with Biblical deviations related to culture according to Paul's teachings and apply it to shepherd in the 21st century era. This scientific work will be prepared by applying qualitative research methods with a hermeneutic and literary study approach. The results obtained in the research were the discovery of the right attitude in facing heretical teachings according to 1 Timothy 1:3-5, namely that a community must have one leader (verse 3), must have the courage to make apologetics with heretical teachers (verse 4), face it with love that arises. from a pure conscience and sincere faith (verse 5). Meanwhile, the recommended implication is that the pastor is able to guide the congregation so that it does not fall deeper into a deviant culture, is able to direct the congregation to a life style of salvation given by God in faith, and is able to collaborate with the congregation to develop a good culture. Abstrak: Ajaran sesat merupakan ajaran yang menyimpang dari Alkitab. Ajaran ini sudah muncul sejak abad pertama sampai sekarang ini. Seiring berjalannya masa dan berkembangnya gereja, masalah deviasi Alkitab terkait kultur di era abad ke-21menjadi semakin kompleks. Bahkan beberapa dari penyimpangan tersebut sudah ada yang menyatu dengan tradisi budaya di lingkungan tinggal jemaat. Tujuan dari  Penelitian ini ialah menemukan peran gembala dalam menghadapi deviasi Alkitab terkait dengan kultur menurut ajaran Paulus dan menerapkannya kepada gembala di era abad ke-21.  Penelitian ini akan disusun dengan menerapkan metode penelitian kualitatif dengan suatu pendekatan studi hermeneutik dan leteratur. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ialah ditemukanya sikap yang tepat dalam menghadapi ajaran sesat menurut 1 timotius 1:3-5 yakni satu komunitas harus memiliki satu pemimpin (ayat 3), harus berani berapologetika dengan pengajar sesat (ayat 4), menghadapi dengan kasih yang timbul dari hati nurani yang murnidan iman yang ikhlas (ayat 5). Sedangkan implikasi yang direkomendasikan ialah gembala mampu memandu jemaat agar tidak jatuh lebih dalam ke kultur yang menyimpang, mampu mengarahkan jemaat kepada tata hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman, dan mampu berkolaborasi dengan jemaat untuk mengembangkan kultur yang baik.  
Keberadaan Manusia dari Perspektif Roma 7:14: Sebuah Studi Antropologis-Teologis Purwonugroho, Daniel Pesah
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.99

Abstract

Abstract: Anthropology is a study of how humans understand and evaluate various aspects of life. From a Christian perspective, anthropology needs to be seen from the standpoint of the Bible. The intersection between the science of anthropology and theology is evident in the writings of Paul. Paul elucidates the anthropological aspect in his letter to the Romans. Romans 7:14 is a rather challenging verse, and it explicates about humans. Humans experience tension between their old human life and their new life resulting from Christ's sacrifice in response to the Law of Moses. Although the Law of Moses is spiritual, humans are entrenched in the existence of sin, causing them to fail to obey the Law of Moses perfectly. Jesus is the divine human who can perfectly obey all the demands of the Law of Moses. Through a descriptive qualitative approach, it can be concluded that human anthropology from the perspective of Romans 7:14 leads humans to place their faith in Jesus Christ.Abstrak: Antropologi adalah sebuah studi tentang bagaimana manusia memahami dan menilai berbagai aspek kehidupan. Dalam perspektif Kristianitas, antropologi perlu dilihat dari sisi Alkitab. Persinggungan antara ilmu antropologi dan juga ilmu teologi terlihat jelas dalam tulisan Paulus. Paulus menjelaskan sisi antropologi dalam tulisannya kepada jemaat di Roma. Roma 7:14 adalah ayat yang cukup sukar dan ayat tersebut menjelaskan tentang manusia. Manusia memiliki ketegangan antara kehidupan lama manusia dan juga kehidupan manusia yang baru akibat dari pengorbanan Kristus dalam merespon Hukum Taurat. Meskipun Hukum Taurat bersifat rohani, namun manusia ada di dalam keberadaan dosa yang membuat manusia gagal mentaati Hukum Taurat secara sempurna. Yesus adalah manusia illahi yang dapat mentaati segala tuntutan Hukum Taurat secara sempurna. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, dapat disimpulkan bahwa antropologi manusia dalam perspektif Roma 7:14 membawa manusia untuk menaruh iman di dalam Yesus Kristus.
Kualitas Kedewasaan Rohani serta Implementasinya bagi Jemaat di Abad ke 21: Kajian 2 Petrus 1:3-11 Baskoro, Paulus Kunto; Hutapea, Orlando
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.97

Abstract

Abstract: Spiritual maturity is an important part of a believer's spiritual life. There are quite a few Christians who have been going to church for a long time but their spiritual condition is still childish, and there are even quite a few church administrators or church servants who, even though they are actively involved in the church, are still often disappointed and hurt. A healthy spiritual life must also experience healthy growth. Spiritual maturity should be an important point since a person experiences repentance and new birth. So that you become a Christian who has the maximum quality of spiritual maturity. This will be studied based on 2 Peter 1:3-11. This research uses descriptive qualitative methods. The aim of this research is First, to find the principles of the quality of spiritual maturity in 2 Peter 1:3-11. Second, the principles of the quality of spiritual maturity can be implemented in the lives of believers today. Third, the quality of maturity of believers grows rapidly and becomes an important part of the process of spiritual life. So, everything experienced by every believer can have a greater impact on personal life and God's church, so that the character of Christ becomes real.Abstrak: Kedewasaan rohani menjadi bagian penting dalam kehidupan spiritual orang percaya. Tidak sedikit orang Kristen, yang sudah lama ke gereja tetapi keadaan rohaninya masih kekanak-kanakan bahkan tidak sedikit pengurus gereja atau pelayan gereja yang meskipun terlibat aktif di dalam gereja namun masih sering kecewa dan sakit hati. Kehidupan rohani yang sehat haruslah mengalami pertumbuhan yang sehat pula. Kedewasaan rohani hendaknya menjadi point penting sejak seseorang mengalami pertobatan dan kelahiran baru. Sehingga menjadi orang Kristen yang memiliki kualitas kedewasaan rohani yang maksimal. Hal ini akan dikaji berdasarkan 2 Petrus 1:3-11. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah Pertama, menemukan prinsip-prinsip kualitas kedewasaan rohani dalam 2 Petrus 1:3-11. Kedua, prinsip-prinsip kualitas kedewasaan rohani dapat diimplementasikan dalam kehidupan orang percaya masa kini. Ketiga, kualitas kedewasaan orang percaya menjadi bertumbuh pesat dan menjadi bagian penting dalam proses kehidupan rohani. Jadi dari semua dialami oleh setiap orang percaya dapat lebih berdampak bagi kehidupan secara pribadi dan gereja Tuhan, sehingga karakter Kristus menjadi nyata.
Kasih Allah yang Universal: Suatu Tafsir Naratif Yunus 3:1-10 dalam Membangun Moderasi Beragama di Indonesia Tumangger, Roby Hendra; Purba, Fredi Ardo; Ginting, Moresd Cio
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.109

Abstract

Abstract: Religious plurality in Indonesia is a reality that must be accepted and faced wisely by every citizen. In this context, the exclusivism of religious people and the claim that truth or salvation can only be found in one religion will only trigger conflicts and disputes. The attitude of exclusivism in the biblical narrative is owned by the Prophet of God, Jonah, who rejected God's attitude to save the Ninevites. In this paper, the author conducts a narrative interpretation of Jonah 3:1-10. The narrative interpretation of Jonah 3:1-10 shows that God revealed His love and forgiveness to all nations, including the Ninevites who were not considered among His chosen people. God's universal love in saving the Ninevites shows that God's salvation and love are not limited to one group or nation. The love that God gives breaks down the barriers that exist, namely religion. This is an important foundation for Christians to strive for harmony and harmony in the midst of religious plurality in Indonesia.Abstrak: Pluralitas agama di Indonesia adalah suatu realitas yang harus diterima dan dihadapi dengan bijaksana oleh setiap warga negara. Dalam konteks ini, sikap eksklusivisme umat beragama dan klaim bahwa kebenaran atau keselamatan hanya didapatkan pada satu agama, hanya akan menjadi pemicu terjadinya konflik dan pertikaian. Sikap eksklusivisme dalam narasi Alkitab dimiliki oleh Nabi Allah, yaitu Yunus yang menolak sikap Allah menyelamatkan bangsa Niniwe. Dalam tulisan ini, penulis melakukan sebuah tafsir naratif terhadap Yunus 3:1-10. Penafsiran naratif terhadap Yunus 3:1-10 menunjukkan bahwa Allah menyatakan kasih dan pengampunan-Nya kepada semua bangsa, termasuk bangsa Niniwe yang dipandang bukan termasuk umat pilihan-Nya. Kasih Allah yang universal dengan menyelamatkan bangsa Niniwe tersebut menunjukkan, bahwa keselamatan dan kasih Allah tidak terbatas pada satu kelompok atau bangsa saja. Kasih yang Allah berikan merubuhkan sekat pembatas yang ada, yaitu agama. Hal tersebut menjadi landasan penting bagi orang Kristen untuk mengupayakan terciptanya harmoni dan kerukunan di tengah-tengah pluralitas agama yang ada di Indonesia.
Model Pembelajaran Blended Learning: Implementasi pada Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Dosen Wohon, Frimsi; Sumual, Ferry Johnny Nicolaas; Rakim, Ristan
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.90

Abstract

Abstract: This article discusses the implementation of blended learning model to improve pedagogical competence and professional competence of lecturers. The formulation of this research problem is how the implementation of blended learning models can improve the pedagogical competence and professional competence of lecturers? The researcher used a qualitative research method with a descriptive approach that involved the participation of lecturers as research subjects. Data were collected through surveys, observations, interviews, and document analysis.  The main objective of this research is to investigate the impact of using blended learning model on improving the pedagogical competence and professionalism of lecturers. The application of the blended learning model had a positive impact on the pedagogical competence and professional competence of lecturers. On the improvement of lecturers pedagogical competence, Blended Learning helps lecturers improve their understanding of the learning process, mastery of learning technology and how to prepare effective learning by improving the ability to design interesting and relevant teaching materials, as well as the ability to deliver materials more interactively. The improvement of lecturers professional competence can also be reflected in the promotion of lecturers academic positions, lecturers publications in accredited national and even reputable international journals and extensive community service.Abstrak: Artikel ini membahas implementasi model pembelajaran blended learning untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dosen. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana implementasi model pembelajaran blended learning dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dosen? Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang melibatkan partisipasi dosen sebagai subjek penelitian. Data dikumpulkan melalui survei, observasi, wawancara, dan analisis dokumen.  Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menginvestigasi dampak penggunaan model pembelajaran blended learning terhadap peningkatan kompetensi pedagogik dan profesionalisme dosen. Dalam penerapan model pembelajaran Blended Learning memberi dampak positif pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dosen. Pada peningkatan kompetensi pedagogik dosen, Blended Learning membantu dosen meningkatkan pemahaman mereka tentang proses pembelajaran, penguasaan teknologi pembelajaran dan bagaimana mempersiapkan pembelajaran yang efektif dengan peningkatan kemampuan merancang bahan ajar yang menarik dan relevan, serta kemampuan menyampaikan materi dengan lebih interaktif. Peningkatan kompetensi profesional dosen dapat tergambar juga pada kenaikan pangkat jabatan akademik dosen, publikasi dosen pada jurnal nasional terakreditas bahkan internasional bereputasi serta pengabdian masyarakat secara luas.
Dekadensi Ibadah Israel di Kitab Hakim-Hakim: Refleksi pada Peribadatan Kristen di Era Digital Mendrofa, Feri Aman; Suhartono, Tony
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.113

Abstract

Abstract: Various digital technologies in the digital era have made it easier for people to carry out their activities. However, despite the immense benefits of using digital technology, it is crucial to acknowledge the potential negative consequences if not used responsibly. In churches, the imprudent use of digital technology often diverts the primary focus of worshippers during worship. Worship focus is no longer centred on God but is switched to digital technology. This is a serious issue that can hinder spiritual growth. Building upon this problem, the author addresses the situation of worship decadence in Israel during the Judges and reflects on Christian worship in the digital era. Using literature studies and narrative interpretation methods, the author will delve into the life of Israel, which once lost its worship focus due to idol worship. This situation can be a reflection of the shifting worship focus due to the misplaced use of technology. This analogy is relevant because it reflects the same primary attention diversion away from God. From these research steps, the author finds that ministers must prepared to be unpopular among the congregation for daring to advise on using digital technology responsibly, Christians must educated not to disrupt the sanctity of worship, and parents must provide understanding and set an example of responsible digital technology use for their family members.Abstrak: Berbagai teknologi digital yang digunakan di era digital telah memberikan kemudahan kepada manusia melakukan aktivitasnya. Akan tetapi besarnya manfaat yang diperoleh dari penggunaan teknologi digital tidak menutup celah adanya dampak negatif apabila tidak digunakan secara bertanggung jawab. Di gereja, penggunaan teknologi digital yang tidak bijak sering mengalihkan fokus utama umat dalam beribadah. Fokus ibadah tidak lagi berpusat kepada Allah melainkan teralihkan pada teknologi digital. Hal ini merupakan masalah serius yang dapat menghambat pertumbuhan spiritual. Berangkat dari masalah tersebut penulis mengangkat situasi dekadensi ibadah Israel di masa para Hakim dan merefleksikannya pada peribadatan Kristen di era digital.  Menggunakan studi kepustakaan dan metode penafsiran naratif penulis akan menggali kehidupan Israel yang pernah mengalami kehilangan fokus beribadah akibat terjerumus pada penyembahan berhala. Situasi ini dapat menjadi refleksi pada beralihnya fokus penyembahan akibat penggunaan teknologi yang tidak pada tempatnya. Penganalogian ini relevant karena sama-sama mencerminkan pengalihan perhatian utama kepada Allah. Dari sejumlah langkah penelitian tersebut, penulis menemukan bahwa para pelayan harus siap tidak populer di kalangan umat karena berani menasehati dalam menggunakan teknologi digital secara bertanggung jawab, orang-orang Kristen harus diberikan pemahaman agar tidak merusak kesakralan peribadatan dan orang tua harus memberikan pemahaman dan keteladanan menggunakan teknologi digital yang bertanggung jawab kepada anggota keluarganya.
Eksplorasi Rohani sebagai Pertumbuhan Spiritualitas dalam Ruang Virtual: Misi Kekristenan di Era Digital Arifianto, Yonatan Alex; Suharijono, Jirmia Dofi; Sujaka, Adi
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.98

Abstract

Abstract: The church in using the sophistication of the digital era popular with social media can be used as a sacred space and a tool to present a church that networks, builds and fosters congregational relationships. And of course the church and digital activities in actualizing Christian education into virtual space is a church mission that must be packaged creatively in the digital era so that empirical congregations can grow spiritually and continue to the Christian mission. Using a descriptive qualitative method with a literature study approach, it can be concluded that spiritual exploration as a growth of spirituality in virtual space: the mission of Christianity in the digital age, requires Christianity and Christian leadership to provide a paradigm-shifting understanding of how Christianity and spirituality in a digital context must be echoed as part of technological advances that the church can use in building the spirituality of the congregation. Furthermore, the church can carry out Christian activities so that the people of God can carry out Spiritual Exploration, which can awaken the mission and answer the challenges of the digital era church. In the end, the church can properly actualize its life as a Christian Mission in the Digital Age so that it can bring spiritual change and can also grow the congregation to actualize itself as a perpetrator of the Great Commission.Abstrak: Gereja dalam menggunakan kecanggihan teknologi di era digital yang populer dengan media sosial dapat dijadikan sebagai ruang sakral dan alat untuk menghadirkan gereja yang berjejaring, membangun dan membina hubungan jemaat. Dan tentunya gereja dan kegiatan digital dalam mengaktualisasikan pendidikan Kristen kedalam ruang virtual merupakan misi gereja yang harus dikemas secara kreatif pada era digital supaya empiris jemaat dapat bertumbuh secara spiritual dan berlanjut kepada misi Kristen. Menggunakan metode kualitatif deskritif dengan pendekatan studi literature, maka dapat disimpulkan bahwa eksplorasi rohani sebagai pertumbuhan spritulitas dalam ruang virtual: misi kekristenan di era digital, mengharuskan kekristenan dan kepemimpinan Kristen haruslah memberikan pemahaman yang mengubah paradigma bagaimana kekristenan dan spritulitas dalam konteks digital haruslah di gaungkan sebagai bagian dari kemajuan teknologi yang dapat digunakan gereja dalam membangun spiritulitas kerohanian jemaat. Selanjutnya gereja dapat melakukan kegiatan kekristenan sehingga jemaat Tuhan dapat melakukan Eksplorasi Rohani, yang mana hal ini dapat membangkitkan misi dan menjawab tantangan gereja era digital. Pada akhirnya gereja dapat secara benar mengaaktualisasikan kehidupannya sebagai Misi Kristen dalam Era Digital supaya dapat membawa perubahan kerohanian dan juga dapat menumbuhkan jemaat untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pelaku dari Amanat Agung.
Arrabon: Roh Kudus Jaminan Keselamatan Berdasarkan Efesus 1: 14 dan Implikasinya bagi Orang Percaya Manafe, Ferdinan Samuel; Tindage, Temmy Myson; Mudak, Sherly
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.125

Abstract

Abstract: The purpose of this study is to explain the meaning of the word "arrabon" in Ephesians 1:14, and the implications of the meaning of the word "arrabon" in Ephesians 1:14 for believers, with descriptive qualitative research methods. The results found show that a correct understanding of assurance will help one to live in sanctification day by day. The Holy Spirit guarantees believers to actively live to glorify Christ together in fellowship in unity as the body of Christ. Because they have been born-again, they experience a change of mind that is shown through their actions every day. Understanding the meaning of the word “arrabon” in Ephesians 1:14 correctly will encourage a person to believe in the certainty of his eternal salvation and also live in the salvation that God gives day by day.Abstraksi: Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan makna kata “arrabon” dalam Efesus 1:14 dan implikasinya bagi orang percaya, dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan subjek yang menjamin itu ialah Roh Kudus sendiri, objek yang dijamin ialah orang percaya, yakni mereka yang telah satu kali percaya secara aktif dimeteraikan dan dijamin oleh Roh Kudus, sifat dari jaminan ialah kekal hingga orang percaya memperoleh keselamatan kekal, Allah adalah Penjamin bagi orang percaya, maka tujuan dari jaminan itu ialah pujian bagi kemuliaan Allah. Pemahaman yang benar akan jaminan akan menolong seseorang untuk hidup dalam pengudusan hari demi hari. Roh Kudus menjamin orang percaya agar secara aktif hidup memuliakan Kristus bersama dalam persekutuan di dalam kesatuan sebagai tubuh Kristus. Karena telah dilahirbarukan sehingga mengalami perubahan pikiran yang ditunjukkan melalui tindakan hidupnya setiap hari. Pemahaman akan makna kata arrabon dalam Efesus 1:14 secara benar akan mendorong seseorang untuk meyakini kepastian keselamatan kekalnya dan juga hidup dalam keselamatan yang Tuhan berikan.

Page 1 of 1 | Total Record : 10