cover
Contact Name
Daniel Fajar Panuntun
Contact Email
niel398@gmail.com
Phone
+6285747332374
Journal Mail Official
masokan.iakntoraja@gmail.com
Editorial Address
Jalan Poros Makale - Makassar Km. 11,5, Kelurahan Rante Kalua', Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Indonesia (91871).
Location
Kab. tana toraja,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Masokan: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan
ISSN : 27981932     EISSN : 27982262     DOI : https://doi.org/10.34307/misp.v1i1
Jurnal ini diterbitkan oleh Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Toraja. Masokan dalam Bahasa Toraja artinya anugerah atau kemurahan, dapat juga diartikan sebagai kebaikan. Konsepnya, pengetahuan dimaknai sebagai anugerah atau kemurahan yang diberikan Allah kepada manusia, agar manusia dapat menggunakan pengetahuan untuk melakukan kebaikan kepada seluruh ciptaan Allah. Logo Masokan terdiri 3 bagian yaitu: tangan, buku dan pohon yang berbuah. 1. Tangan sebagai dasar utama, diartikan sebagai karya manusia. Melalui tangan, manusia berkarya, berpengaruh, membuat sesuatu, dan tangan warna biru merupakan kepercayaan dan profesionalisme. Lambang tangan berwana biru kemudian diartikan sebagai karya yang dapat dipercaya dan dibuat secara professional. 2. Buku yang terdiri dari 3 warna, diartikan sebagai buku sebagai sumber informasi, pengetahuan. Warna hijau identik dengan warna alam yang memberikan efek rileks, selain itu warna hijau juga identif dengan kehidupan, harapan, dan harmoni. Warna hijau mewakili ilmu psikologi dan ilmu kesehatan. Warna biru identik sebagai lambang pengetahuan dan kecerdasan. Lambang biru mewakili ilmu pendidikan. Warna kuning sebagai lambang kebijaksanaan, cahaya, keceriaan dan cinta yang mewakili hubungan sosial manusia mewakili ilmu sosial. 3. Lambang Pohon diartikan sebagai keberadaan pohon memberikan manfaat bagi manusia yang menggunakan atau memanfaatkannya. Pohon juga menjadi simbol kehidupan. Pohon dengan bunga pohon warna kuning diartikan sebagai pembawa kabar baik, harapan baik, dan kebahagiaan. Sehingga logo Masokan, diharapkan sebagai hasil karya yang professional, yang berasal dari bidang keilmuan sosial dan ilmu pendidikan yang menghasilkan manfaat, kabar baik, dan kebahagiaan bagi manusia yang membutuhkannya. Pada konteks inilah, jurnal Masokan muncul, memuat artikel dan penelitian pada cendekia (dosen, peneliti, maupun mahasiswa) sehingga karya tulisan dapat menjadi pengetahuan yang dibagikan untuk kebaikan manusia. Focus and Scope: 1. Digital learning in education 2. Education and e-learning invention 3. Psychology and humanities practice 4. Education of languages 5. Child and family health
Articles 45 Documents
RELASI MASYARAKAT MARGINAL SEBAGAI LIYAN DALAM KONFLIK AGRARIA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF LIYAN SEBAGAI ORANG KETIGA ARMADA RIYANTO Rex Firenze Tonta
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 3 No. 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v3i2.123

Abstract

This article aims to identify patterns of relations between marginalized communities (indigenous communities, farmers, etc.) and the state (government, regulations, officials) in agrarian conflicts in Indonesia. This article uses Armada Riyanto's thinking about "others as third people" as a basis for analyzing relations in agrarian conflicts between society and the state. The finding in this article is that the other as a third person in the agrarian conflict in Indonesia, which is occupied by marginalized communities, is not something natural, but is produced either from historical deposits or hegemonic residue in the discriminatory Dutch colonial agrarian policies in the domain verklaring. Or through formalization in language grammar and everyday experience which creates an isolating zone for others, so that the possibility of participation disappears. The state has more authority because it has many instruments, such as regulating regulations and enforcing them, which have the potential to formalize and perpetuate discrimination. Although regulations are still needed as a guarantee and legality to protect citizens' rights to their land, they can be a means of recognizing land for communities that have been marginalized. So whatever development program is carried out by the government based on the aim of improving the welfare of society and the environment needs to be supported. However, on the other hand, it must still consider or be sensitive to marginalized community groups who often become "victims" in the name of development. Tujuan artikel ini untuk mengidentifikasi pola relasi antara masyarakat marginal (masyarakat adat, petani dll.) dan negara (pemerintah, regulasi, aparat) dalam konflik agraria di Indonesia. Artikel ini menggunakan pemikiran Armada Riyanto tentang “liyan sebagai orang ketiga” sebagai landasan untuk menganalisis relasi dalam konflik agraria antara masyarakat dan negara. Temuan dalam artikel ini adalah liyan sebagai orang ketiga dalam konflik agraria di Indonesia yang ditempati oleh masyarakat marginal, bukanlah sesuatu yang kodrati, melainkan dihasilkan baik dari endapan historis atau residu hegemonik dalam kebijakan diskriminatif agraria kolonial Belanda dalam domein verklaring. Maupun melalui formalisasi dalam gramatika bahasa dan pengalaman sehari-hari yang menciptakan zona isolatif bagi liyan, sehingga kemungkinan partisipasinya lenyap. Kewenangan lebih yang dimiliki negara karena punya banyak instrumen seperti mengatur regulasi juga penegakannya berpotensi untuk melakukan formalisasi dan melanggengkan diskriminasi. Walaupun regulasi tetap dibutuhkan sebagai jaminan dan legalitas untuk melindungi hak warga negara atas tanahnya, hal itu dapat menjadi sarana pengakuan atas tanah bagi masyarakat yang selama ini termarginalkan. Jadi apapun program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang didasarkan pada tujuan ingin menyejahterakan masyarakat dan lingkungannya perlu didukung, namun di lain pihak tetap harus mempertimbangkan atau memiliki kepekaan terhadap kelompok masyarakat marginal yang seringkali menjadi “korban” atas nama pembangunan.
TREN PEMBERIAN BUKET HADIAH MAHASISWA PADA MOMEN SPESIAL AKADEMIK: SEBUAH TRANSFORMASI DAN MOTIF Masnawati Masnawati; Sinrayanti Ewanan
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 1 (2024): Juni 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i1.124

Abstract

Nowadays there is a trend emerging in academic events. Among students, it has become a communal tradition to give gift bouquets at special academic moments such as completion of proposal exams, results exams, final or thesis exams, and graduation. This also happened to IAKN Toraja students. This research aims to find patterns and motivations for giving gift bouquets among IAKN Toraja students because this tradition has never happened before. The research method used is a descriptive qualitative field study with data collection techniques, namely observation, interviews, and literature study. The results of data collection were validated, then analyzed using the stages of data reduction, data presentation, drawing conclusions, and verification. The research results show that the pattern of giving gifts is an old tradition but has emerged with a new face as a trend due to a series of social change processes supported by the power of social media. Motivation for giving gifts as a form of appreciation, sign of love, expression of happiness, joy, form of care, and memories. Giving gifts among students can be categorized as charity in the version stated by Mauss because students do not always expect to receive gifts in return, but most give sincerely on the basis of friendship. As for students who feel burdened to reply, this is more of a form of kindness, so they don't want a reply or want a reply basically to strengthen social relations. Dewasa ini muncul tren pada peristiwa akademik. Di kalangan mahasiswa telah menjadi tradisi komunal pemberian buket hadiah pada momen spesial akademik seperti selesai ujian proposal, ujian hasil, ujian akhir atau skripsi serta wisuda. Hal tersebut juga terjadi pada mahasiswa IAKN Toraja. Riset ini bertujuan untuk menemukan pola dan motivasi pemberian buket hadiah di kalangan mahasiswa IAKN Toraja dikarenakan tradisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif studi lapangan dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil pengumpulan data divalidasi, kemudian dianalisis dengan tahapan reduksi data penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan pola pemberian hadiah tersebut merupakan tradisi lama namun muncul dengan wajah yang baru sebagai tren dikarenakan adanya rangkaian proses perubahan sosial yang didukung oleh kekuatan sosial media. Motivasi pemberian hadiah sebagai bentuk Apresiasi, Penghargaan, Tanda Kasih, Ekspresi Kebahagiaan, suka cita, Bentuk Kepedulian, Kenangan. Pemberian hadiah di kalangan mahasiswa bisa dikategorikan charity dari versi yang dikatakan Mauss dikarenakan tak selamanya mahasiswa berharap dapat balasan hadiah tapi kebanyakan memberi ikhlas atas dasar pertemanan. Adapun mahasiswa yang merasa terbebani untuk membalas maka hal itu lebih ke bentuk kebaikan sehingga tak ingin balasan maupun ingin balasan pada dasarnya untuk memperkuat hubungan sosial.
RELEVANSI HOSPITALITAS GEREJA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN KASUS BUNUH DIRI Mariana Mariana; Henry Andreas Brya
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 1 (2024): Juni 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i1.127

Abstract

This paper addresses the ongoing dilemma of suicide, which remains a significant issue not only in Indonesia but also globally. Various factors contribute to the occurrence of suicide cases, including social-economic instability, poverty, unemployment, and the conflicting orientations of individualism and collectivism, which can lead individuals to take their own lives. Alarmingly, even churches, which are meant to teach love and compassion to their congregations, sometimes inadvertently foster environments that drive people toward suicide. In response to this reality, the paper employs a descriptive qualitative method to explore the relevance of church hospitality in suicide prevention efforts. The analysis yields three key points: first, love is the fundamental basis of hospitality, as sympathy is essential for fostering care and concern for others. Second, hospitality can serve as a form of social control within the church, where each individual can act as a social regulator in their community. Third, every individual in the church should view others as brothers and sisters, necessitating fair treatment for all. Tulisan ini membahas fenomena kasus bunuh diri yang masih menjadi dilema, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus ini, seperti ketidakstabilan kondisi sosial-ekonomi, kemiskinan, pengangguran, serta orientasi individualisme dan kolektivisme, yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Bahkan, gereja, yang seharusnya mengajarkan kasih kepada jemaatnya, sering kali justru menjadi komunitas yang secara tidak langsung mendorong individu untuk melakukan bunuh diri. Melihat realitas tersebut, tulisan ini, melalui metode kualitatif deskriptif, menawarkan relevansi sikap hospitalitas gereja dalam upaya pencegahan kasus bunuh diri. Ada tiga poin utama yang menjadi hasil analisis dalam tulisan ini. Pertama, cinta kasih adalah landasan utama dalam mengakui keramahtamahan. Tanpa simpati, tidak akan ada rasa kepedulian dan kasih sayang terhadap orang lain di sekitar kita. Kedua, sikap hospitalitas dapat berfungsi sebagai kontrol dalam gereja, di mana setiap individu dalam gereja dapat menjadi pengontrol sosial di komunitasnya. Ketiga, setiap individu dalam gereja harus melihat individu lainnya sebagai saudara, sehingga setiap anggota gereja wajib memperlakukan satu sama lain dengan adil.
URGENSI SELF-ACCEPTANCE MAHASISWA BROKEN HOME DALAM MENINGKATKAN PRESTASI AKADEMIK Pebe Untung; Natalia Natalia; Jumintor Samsi
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 1 (2024): Juni 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i1.129

Abstract

Abstract : Self-acceptance is a state in which an individual has a positive view of himself so that he can accept all the advantages and shortcomings and feel satisfied with himself. Self-acceptance enables the individual to live with the characteristics that are in him and remain positive about himself. The aim of this study is to describe the importance of self-acceptance in broken home students in improving academic achievement. The method used in this research is a qualitative phenomenological method using semi-structured interviews. The informants in this study were selected with purposive sampling techniques. The results show that broken home students can survive split family conditions because they have good self-acceptance so that even if the two parents are no longer together, they can still perform by achieving a good performance index. Abstrak: Self-acceptance suatu keadaan dimana individu memiliki pandangan positif terhadap dirinya sehingga dapat menerima segala kelebihan dan kekurangannya serta merasa puas atas dirinya. Self-acceptance memampukan individu untuk hidup dengan karakteristik yang ada dalam dirinya dan tetap memandang positif dirinya sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pentingnya self-acceptance (penerimaan diri) pada mahasiswa broken home dalam meningkatkan prestasi akademik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif fenomenologi menggunakan wawancara semi terstruktur. Informan dalam penelitian ini dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa broken home dapat bertahan hidup dengan kondisi keluarga yang terpecah karena memiliki self-acceptance yang baik sehingga walaupun kondisi kedua orang tua tidak lagi bersama namun mereka dapat tetap berprestasi dengan meraih indeks prestasi yang baik.
DEKOLONIALISASI GENDER: KAJIAN PERFORMATIS GENDER JUDITH BUTLER TERHADAP ISU LGBTIQ DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN KRISTIANI Revinola Enjelvestia Parebong; Orin Devisa
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 1 (2024): Juni 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i1.131

Abstract

This article aims to describe gender decolonization based on Judith Butler's study of gender performativity regarding LGBTIQ issues and its implications for Christian Education. LGBTIQ emerged after the sexual revolution, previously referred to as the "third gender." Western colonialism, which identified gender differences based on socio-cultural aspects, has significantly influenced the debate and rejection of LGBTIQ issues in Indonesia across society, government, churches, and academia. To counter the lingering effects of colonialism, a sustainable decolonization effort is needed. Education, including Christian education, should be inclusive of gender issues, particularly LGBTIQ. Judith Butler's theory of gender performativity, which posits that gender is created through performance, offers a framework to address gender and sexuality issues. This article uses descriptive qualitative methods and literature study for data collection. The results describe the LGBTIQ phenomenon, its controversies, and gender decolonization based on Butler's theory, along with its implications for Christian Education. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dekolonialisasi gender berdasarkan kajian performativitas gender Judith Butler terhadap isu LGBTIQ dan implikasinya bagi Pendidikan Kristiani. LGBTQ merupakan masalah orientasi seksual yang muncul setelah revolusi seksual. Dulunya istilah LGBTIQ belum ada, melainkan disebut “gender ketiga”. Pemahaman tentang gender ini sangat dipengaruhi oleh kolonialisme Barat yang mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan aspek sosial budaya. Hal ini mempengaruhi perdebatan dan penolakan terhadap fenomena LGBTIQ di Indonesia di kalangan masyarakat, pemerintah, gereja, dan akademik. Melihat hal tersebut, dibutuhkan usaha dekolonialisasi berkelanjutan untuk menghadapi tekanan kolonialisme yang masih berlangsung. Dunia pendidikan, termasuk pendidikan Kristen, harus inklusif terkait isu-isu gender, khususnya LGBTIQ. Teori performativitas gender Judith Butler dapat digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai gender dan seksualitas. Dalam pandangan Butler, gender bersifat performatif dan kinerja genderlah yang membuat gender ada. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Hasil yang diperoleh dalam artikel ini yaitu: mendeskripsikan fenomena LGBTIQ dan isu kontroversinya, mendeskripsikan dekolonialisasi gender berdasarkan kajian performativitas gender Judith Butler dan implikasinya bagi Pendidikan Kristiani.
MEMANUSIAKAN MANUSIA MELALUI PENDAMPINGAN PASTORAL BAGI KAUM LGBTIQ: SUATU INTEGRASI PENDEKATAN SPIRITUAL, SOSIAL, DAN PSIKOLOGI Tembang, Setblon
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 2 (2024): Desember 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i2.133

Abstract

This research is motivated by the complexity of the debate about LGBTIQ. One of them is This research is motivated by the complexity of the debate about LGBTIQ. One of them is how pastoral care for LGBTIQ people should be. Apart from that, LGBTIQ people experience a lot of discrimination and do not consider LGBTIQ people as human beings. Therefore, this research outlines efforts to help LGBTIQ people through integrative pastoral care using spiritual, social, and psychological approaches. This is descriptive qualitative research with data collection techniques, namely library research. The results of this research are pastoral care through spiritual service based on the love of Christ. LGBTIQ people must be guided to true repentance in Jesus Christ. Socially, LGBTIQ people must be loved by accepting their existence as humans but hating their sins. Psychologically, LGBTIQ people should not be avoided, hated, or judged but need to have a reasonable dialogue with them. Therefore, the church needs to build a practice of hospitality for them without having to compromise with their sins. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kerumitan dalam perdebatan tentang LGBTIQ. Salah satunya adalah bagaimana seharusnya pelayanan pastoral terhadap kaum LGBTIQ. Selain itu, kaum LGBTIQ banyak mengalami diskriminasi dan tidak menganggap kaum LGBTIQ sebagai manusia, Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguraikan upaya menolong kaum LGBTIQ melalui pendampingan pastoral yang integratif dengan menggunakan pendekatan spiritual, sosial dan psikologi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian pustaka. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pendampingan pastoral melalui pelayanan spiritual yang didasarkan akan kasih Kristus. Kaum LGBTIQ harus dibimbing pada pertobatan sungguh-sungguh dalam Yesus Kristus. Secara sosial, kaum LGBTIQ harus dikasihi dengan menerima keberadaan mereka sebagai manusia tetapi membenci dosanya. Secara psikologi, kaum LGBTIQ tidak boleh dihindari, dibenci atau di hakimi tetapi perlu untuk berdialog dengan mereka secara wajar. Karena itu, gereja perlu membangun praktik hospitalitas bagi mereka tanpa harus berkompromi dengan dosa mereka.
MENGKAJI KETEPATAN UCAPAN DALAM KETERAMPILAN BERBICARA PADA SISWA DI SEKOLAH DASAR Intan Nuraeni, Andi; Hamzah, Rahma Ashari; Wajdi, Ahmad Farid; Inartiani
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 2 (2024): Desember 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i2.136

Abstract

Speaking skills are one of the main components in effective communication and play a crucial role in everyday life. In the context of education, these skills are not only needed to convey ideas and information, but also to build positive social interactions among students, teachers and the community. Good speaking skills help individuals to express thoughts, share experiences, and influence and convince others. This study aims to examine the accuracy of learners' speech in order to communicate orally well in conveying an idea or opinion. With this research, it is expected that learning speaking skills so that students can practice their speaking skills to be able to communicate with others so that the objectives of this research can be achieved. This research was conducted through qualitative research methods with the type of library research used in the form of books, articles and journals. The results of this study indicate that the development of elementary school students' speaking skills is influenced by several factors ranging from the environment, teacher teaching methods, and opportunities provided to speak such as group discussions, role-playing and teachers also have an important role in directing and providing constructive feedback which shows that teachers can provide positive encouragement and create a supportive environment that can increase students' confidence in speaking. Keterampilan berbicara adalah salah satu komponen utama dalam komunikasi yang efektif dan memainkan peran krusial dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pendidikan, keterampilan ini tidak hanya diperlukan untuk menyampaikan ide dan informasi, tetapi juga untuk membangun interaksi sosial yang positif di antara siswa, guru, dan masyarakat. Kemampuan berbicara yang baik membantu individu untuk mengekspresikan pemikiran, berbagi pengalaman, serta memengaruhi dan meyakinkan orang lain. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ketepatan ucapan peserta didik agar dapat berkomunikasi secara lisan dengan baik dalam menyampaikan suatu gagasan atau pendapat. Dengan adanya penelitian ini diharapkan pembelajaran keterampilan berbicara agar peserta didik dapat melatih keterampilan berbicaranya untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain agar tujuan penelitian ini dapat tercapai. Penelitian ini dilakukan melalui metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian lembaga pustaka (Library Research) yang digunakan berupa buku, artikel dan jurnal. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan keterampilan berbicara siswa sekolah dasar itu dipengaruhi oleh beberapa faktor mulai dari lingkungan, metode pengajaran guru, dan kesempatan yang di berikan untuk berbicara seperti diskusi kelompok, role-playing dan guru juga memiliki peran penting dalam mengarahkan dan memberikan umpan balik yang konstruktif yang menunjukkan bahwa guru dapat memberikan dorongan positif dan menciptakan lingkungan yang suportif dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam berbicara.
LIRIK LAGU “KENAPA MARAH-MARAH” SEBAGAI PANGGILAN PERLAWANAN TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN (KDP) Gumelar, Fajar; Supartini, Tri
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 2 (2024): Desember 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i2.137

Abstract

The purpose of this study is to show one of the popular local pop songs, entitled “Kenapa Marah-marah” which is a call to resistance against acts of violence in dating (KDP) - which is non-violent, as proven through a literature study and interpretation of the song, both the lyrics, presentation and language context (dialect). The results of this study present important things that can be learned from the song “Kenapa Marah-marah” as a call to resistance against violence in dating. First, that rejection or resistance against violence in dating can be effective if the victim is willing to do it. Second, rejection or resistance against acts of KDP needs to be done in a non-violent manner. Third, resistance against dating violence also means an effort to build a good and positive self-concept. Fourth, the campaign or call to resistance against dating violence – in all its forms is an effort to activate the cultural pole, in order to build a dignified and anti-violent community. Tujuan penelitian ini, yakni menunjukkan salah satu lagu pop-lokal popular, berjudul “Kenapa Marah-marah” yang merupakan sebuah panggilan perlawanan terhadap tindak kekerasan dalam pacaran (KDP)-yang bersifat non-violence, yang dibuktikan melalui kajian literatur dan interpretasi terhadap lagu, baik lirik, penyajian maupun konteks bahasanya (dialek). Hasil dari penelitian ini menampilkan hal-hal penting yang dapat dicerap dari lagu “Kenapa Marah-marah” sebagai sebuah panggilan perlawanan terhadap kekerasan dalam pacaran (KDP). Pertama, bahwa penolakan atau perlawanan terhadap kekerasan dalam pacaran dapat menjadi efektif jika pihak korban bersedia untuk melakukannya. Kedua, penolakan atau perlawanan terhadap tindak KDP perlu dilakukan dengan cara yang tanpa kekerasan (non-violence). Ketiga, perlawanan terhadap tindak KDP juga berarti sebuah ikhtiar untuk membangun konsep diri yang baik dan positif. Keempat, kampanye atau panggilan perlawanan terhadap tindak KDP dalam segala bentuknya merupakan salah satu upaya pengaktifan kutub budaya, guna membangun komunitas masyarakat yang bermartabat dan anti-kekerasan.
NILAI PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL TONGKONAN TORAJA UNTUK PENGUATAN KARAKTER DI ERA BUDAYA DIGITAL Darius, Darius
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 2 (2024): Desember 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i2.138

Abstract

Technological changes that continue to occur without limits in this century have an impact on changes and shifts, especially from conventional or analog to digitalization. So, the aim of this research is to thoroughly review the role of local wisdom-based education in the era of digital culture. It is felt that local wisdom education still has a strong role in shaping the character of the alpha generations amidst a culture of digitalization. The research used in this research is descriptive qualitative by dialogue with the values of local wisdom education into digital culture. There is a descriptive analysis to describe the strength of the role of local wisdom education, especially in the Torajan community, namely the application of the values of courage, honesty, sincerity and shared destiny (solidarity), the value of altruism (willingness to help others, willingness to sacrifice, caring), and maintaining a harmonious life between people is a character in Toraja society. Another finding in this research is the relationship with God (Puang Matua) as a giver of life, we take good care of it and translate life into having to work hard to get a good life and gain prosperity. Live an orderly life by maintaining justice and truth. Caring for each other, maintaining unity, kinship and mutual cooperation is the identity of the Toraja people. Perubahan teknologi yang terus menerus terjadi tanpa batas di abad ini berdampak pada perubahan dan pergeseran khususnya dari konvensional atau analog menjadi digitalisasi. maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengulas secara tuntas peran pendidikan berbasis kearifan lokal di era budaya digital. Pendidikan kearifan lokal dirasa masih memiliki peran kuat dalam membentuk karakter generasi-generasi alpha di tengah budaya digitalisasi. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan mendialogkan nilai-nilai pendidikan kearifan lokal ke dalam budaya digital. Adanya analisis deskriptif untuk mendeskripsikan kekuatan peran pendidikan kearifan lokal yakni penerapan nilai-nilai keberanian, kejujuran, keikhlasan, dan senasib sepenanggungan (solidaritas), nilai altruisme (kerelaan membantu orang lain, rela berkorban, kepedulian), dan menjaga hidup yang harmonis antara sesama adalah karakter dalam diri masyarakat Toraja. Temuan yang lain adalah relasi dengan Tuhan (Puang Matua) sebagai pemberi kehidupan dijaga dengan baik dan diterjemahkan hidup harus kerja keras untuk mendapat kehidupan yang baik dan kemakmuran. Menjalani hidup yang teratur dengan menjaga keadilan dan kebenaran. Hidup saling peduli, menjaga persatuan, kekeluargaan, dan gotong royong adalah jati diri masyarakat Toraja.
STRATEGI EDUKASI DAN PENCEGAHAN PELECEHAN SEKSUAL PADA REMAJA BERKEBUTUHAN KHUSUS Prasetyaningsih, Dwi
Masokan Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4 No. 2 (2024): Desember 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/misp.v4i2.134

Abstract

Sexual harassment against adolescents with special needs is a critical issue that demands focused attention through the implementation of effective educational strategies to prevent and protect them from heightened risks due to communication and comprehension limitations. This study aims to assess the effectiveness of educational strategies designed to prevent sexual harassment in this vulnerable group, while also identifying the challenges and adjustments required for their successful implementation. Using a qualitative approach based on a comprehensive literature review, the findings indicate that many educational strategies are still ineffective and fail to adequately address the specific needs of adolescents with cognitive and sensory impairments. Key challenges include accessibility barriers and insufficient resources, whereas necessary adjustments involve incorporating assistive technologies and developing more inclusive educational models. The study highlights the urgent need for updated child protection policies and the creation of adaptive educational frameworks that better respond to the unique needs of adolescents with special requirements. Pelecehan seksual terhadap remaja berkebutuhan khusus merupakan isu serius yang membutuhkan perhatian khusus melalui pengembangan strategi edukasi yang efektif untuk mencegah dan melindungi mereka dari risiko lebih tinggi akibat keterbatasan komunikasi dan pemahaman. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektivitas strategi edukasi yang diterapkan dalam pencegahan pelecehan seksual pada kelompok ini sekaligus mengidentifikasi tantangan dan penyesuaian yang diperlukan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif berbasis studi pustaka, hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak strategi edukasi masih kurang efektif dan belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan spesifik remaja dengan gangguan kognitif dan sensorik. Tantangan utama meliputi hambatan aksesibilitas dan keterbatasan sumber daya, sedangkan penyesuaian yang diperlukan mencakup penggunaan teknologi asistif serta pengembangan model edukasi yang lebih inklusif. Implikasi dari penelitian ini menekankan perlunya pembaruan kebijakan perlindungan anak dan pengembangan model edukasi yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan khusus remaja.