cover
Contact Name
Rini Purwaningsih
Contact Email
rini.purwaningsih@trisakti.ac.id
Phone
+6221-5663232
Journal Mail Official
hkpidana@trisakti.ac.id
Editorial Address
Gedung H, Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol - Jakarta 11440
Location
Kota adm. jakarta barat,
Dki jakarta
INDONESIA
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Published by Universitas Trisakti
ISSN : 26547333     EISSN : 26547341     DOI : https://doi.org/10.25105/hpph
Core Subject : Social,
Jurnal hukum ini diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Trisakti sebagai media komunikasi dan pengembangan ilmu hukum pidana dan hukum lainnya. Jurnal ini terbit setiap enam bulan sekali
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 116 Documents
KETERLEMPARAN (GOWERFEN-SEIN) HUKUM PIDANA DALAM RASIO TINDAKAN INSTRUMENTAL TERHADAP DIREKSI SEBAGAI RECHTS PERSOON DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA Rocky Marbun
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.844 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3536

Abstract

Aparat Penegak Hukum dalam menjalankan fungsinya yaitu melakukan penegakan hukum berdasarkan kekuasaan dan kewenangannya, saat ini mengalami keterlemparan (gowerfen-sein) dalam modernitas yang mempertahankan narasi besar dimana Hukum Pidana sebagai ujung tombak dalam melakukan penegakan hukum. Akibatnya, asas accusatoir yang diyakini merupakan asas utama dalam pemeriksaan justru berfungsi berdasarkan rasio tindakan intrumental terhadap siapapun yang menjadi subjek terperiksanya bahkan terhadap jabatan Direksi dalam Perseroan Terbatas. Maka, sebenarnya dapatlah dipertanyakan bagaimana seharusnya memberikan perlindungan hukum terhadap jabatan Direksi dari suatu Perseroan Terbatas dalam proses peradilan pidana? Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka Peneliti menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, dengan pendekatan filosofis, konseptual, dan kasus. Sehingga akan menghasilkan suatu bentuk perlindungan hukum yang tepat dengan melibatkan aspek keperdataan dalam proses peradilan pidana.Kata kunci: Pidana, direksi, perseroan terbatas
KESIAPAN MENDETEKSI KEGIATAN PENDANAAN TERORISME DALAM ERA DIGITAL KEUANGAN (FINTECH) Aloysius Harry Mukti; Yohanes Febrian
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.981 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3537

Abstract

Sulitnya  melacak  pendanaan  terorisme  menjadi  tantangan  tersendiri  bagi  pemerintah  dan  aparat penegak hukum untuk dapat mendeteksi adanya kegiatan dan organisasi terorisme di suatu negara. Paypal, pembayaran daring menjadi salah satu modus untuk memindahkan dana dan berpotensi tidak dapat terdeteksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK). Perkembangan dunia keuangan digital akan menjadi tantangan baru bagi pemerintah dan perangkat regulasi untuk dapat segera beradaptasi dengan arus uang berbasis cloud seperti bitcoin, cryptocurrency dan peer to peer lending sebagai bentuk deteksi terhadap metode baru pendanaan terorisme di era inovasi disruptif. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan literatur review artikel-artikel ilmiah dan undang-undang yang terkait dengan terorisme. Hasil penelitian ini berusaha menekankan pada Pasal 31 ayat (1) huruf  a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2018 tentang kewenangan penyidik yang dinilai perlu mengalami perluasan konteks untuk tidak hanya berfokus pada surat dan barang tetapi juga pendeteksian dengan kewenangan dan kesiapan instrument hukum apabila rekening dari pelaku terorisme merupakan rekening berbasis penyimpanan data cloud.Kata kunci: Terorisme, inovasi disruptif dan  digital keuangan
PROTECTION FOR CHILDRENS OF VICTIM OF THE TERRORISM CRIME UNDER THE CRIMINAL LAWS (A BASIC EXAMINATION TO THE NEW LAW PROTECTION FOR THE VICTIMS AND WITNESS) Dian Narwastuty
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (56.558 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3538

Abstract

The development of protection for victim in Indonesia has grown to a new stage. These developments also develop the protection for the children that involved in terrorism crime. The Surabaya Church’ terror, The Polrestabes’s Case, etc has showed that the terrorism involved children as active doer. Identification: There should be new form of protection, especially for the children of terrorism victim crime. Method :This paper uses qualitative descritive methods that regarding the new rules of Protection For Victims and Witness which enriched by library approach. The primary data is law’s protection around Victim and Witness, The secondary data are the form of books and  journals  about Criminal’s Law. The finding :The main project to avoiding the children became a terrorism victims is to restricted the radical ideology in internet . Keywords: Law, Protection, Children, Terrorism, Victims, Witness.  
COUNTER TERRORISM AND HUMAN RIGHTS VIOLATION IN THE AFTERMATH OF TERRORISM IN INDONESIA Heru Susetyo
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.618 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3539

Abstract

In the aftermath of Bali Bombing 12 October 2002, which is considered as the biggest terrorism attack ever in Indonesia,   the Indonesian government launched so called ‘war against terrorism’.  Laws on terrorism were soon enacted and applied retroactively.   Special Police to Combat Terrorism, namely Detachment of 88 was formed.  Special Agency to coordinate counterterrorism measures was soon established, namely Badan Nasional PenanggulanganTerorisme or National Agency for Terrorism Countermeasures.  Since early 2010’s it has conducted special program to combat terrorism namely deradicalization program while the Detachment of 88 has launched more massive manhunt for suspected terrorism all over Indonesia,  supported by Indonesian military.  Deradicalization program targets former terrorism suspects and former inmates.  Also, it targets schools, universities, and other academic institutions suspected as being an agent for radical ideology dissemination in Indonesia.  Both deradicalization program and massive manhunt have created problems.  At one side the Agency claimed that they have prevented terrorism, but on the other hand, they have victimized innocent people such as family of terrorist suspects and violated civil rights of former inmates.  In addition, by targeting specific academic institutions, the agency has been accused as arbitrarily labeling people as terrorist or future terrorist, which is a clear violation of human rights. This research, therefore, is a study of counter-terrorism, including deradicalization program in Indonesia. It tries to describe the dynamic of the program between the need of law enforcement in the name of law enforcement and its impact to human rights and civil liberty.  Keywords:  Deradicalization, Terrorism, Victimization, Indonesia, Human Rights 
PENCEGAHAN PAHAM TERORISME DAN RADIKALISME BERBASIS KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT KALIMANTAN TIMUR H. Ahmad Jubaidi; Hj. Nanik Pujiastuti; Salasiah Salasiah
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (66.692 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3540

Abstract

Saat ini sangat gencar dibicarakan adalah kekerasan yang dilakukan oleh gerakan terorisme di belahan dunia, termasuk juga di Indonesia, pemahaman radikal seperti itu bisa saja akan berkembang dan terjadi di Indonesia jika para pemuda, tokoh agama, serta masyarakat dan seluruh lapisan warga Negara Indonesia tidak bisa mencegah pemahaman seperti itu berkembang. Jadi menanamkan pemahaman tentang bela bangsa dan kesadaran terhadap bahaya paham radikalisme dan terorisme sangat penting dilakukan sejak dini, agar bisa mencegah penyebarluasannya.Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mewujudkan Provinsi Kalimantan Timur “bebas” dari terorisme, dengan salah satu bentuk pencegahan  berbasis pendekatan Kearifan Lokal menuju Kalimantan Timur yang  Aman, Damai, dan Sejahtera berdasarkan Pancasila.Metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah menggunakan penyajian kajian pustaka secara deskriptif dengan analisis selain berbentuk deskripsi juga disertai penjelasan tentang perbedaan dan persamaannya. Dengan demikian, kajian pustaka menunjukkan di mana posisi penulis dalam kaitannya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan, apakah menolak, mengkritik, menerima, dan atau yang lainnya.Adanya kearifan lokal sebagai sentra hukum budaya dalam kehidupan warga, antara lain mengandung nilai-nilai kerukunan sesama manusia, tercermin dari petuah orang-orang tua, nenek moyang kita yang tersosialisasi pada warga masyarakat masing-masing, khususnya yang ada di Kalimantan Timur untuk mendukung kebudayaan.Kata kunci: Pencegahan, legislasi, dan lain-lain (lihat contoh dipisahkan dengan koma)  
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN I Komang Suka'arsana
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (47.529 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3570

Abstract

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikenal dengan Archipelago, yang terdiri dari luas pantai sepanjang 95.181 km2, dengan luas wilayah 5,8 km2. Luasnya wilayah Indonesia mengakibatkan banyaknya sumber daya alam khususnya masalah perikanan. Dampak dari sumber alam laut yang beraneka ragam menyebabkan banyaknya kapal-kapal asing tertetik untuk melintas dan mengambil hasil laut tanpa melalui proses yang benar sesuai UU Nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan, dengan cara melakukan pencurian ikan atau illegal fishing. Arti dari istilah illegal fishing tidak termuat di dalam UU Nomor 45 tahun 2009, namun istilah illegal fishing ada dalam Penjelasan Umum UU No. 45 trahun 2009, yang menyatakan tindakan illegal fishing dapat mendatangkan kerugian bagi negara, mengancam kepentingan nelayan serta usaha-usaha perikanan nasional. Dilihat dari cara melakukan illegal fishing dengan melakukan penangkapan ikan di laut wilayah Indonesia tanpa adanya Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Ijin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI). Oleh karena illegal fishing dapat diartikan berupa larangan penangkatan ikan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat/cara apapun termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, mengolah dan lainnya tanpa memiliki SIUP dan SIKPI. Dengan Pokok masalah “Bagaimana pengaturan penangkapan ikan di wilayah Perairan Indonesia berdasarkan UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan?”.Tipe penelitian menggunakan penelitian normatif, dengan data sekunder dan kesimpulan bersifat kualitatif. Penegakan Hukum dalam tindak pidana illegal fishing jika sudah ada bukti permulaan membolehkan kapal pengawas melakukan penenggelaman kapal.Kata Kunci: Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DAERAH JAWA BARAT (KAJIAN DAERAH BANDUNG, SUKABUMI, CIMAHI, INDRAMAYU, DAN GARUT) Eriyantouw Wahid
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (68.497 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3571

Abstract

Data  dari konselor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat, menunjukan  angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jawa Barat masih tinggi.  Dalam satu tahun P2TP2A bisa menangani lebih dari 100 kasus. jumlah tersebut bisa lebih banyak, disebabkan sampai saat ini masih banyak korban KDRT yang tidak berani melapor. Hal ini menjadi keprihatinan masyarakat dan pemerintah daerah Jawa Barat, karenanya yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pemberian perlindungan kepada korban KDRT di wilayah kajian yaitu Bandung, Sukabumi, Indramayu, Cimahi dan Garut. Dengan menggunakan data sekunder dan ditunjang data primer serta menggunakan teori mengenai pelayanan korban, dimana pelayanan korban dengan cara melakukan aktifitas-aktifitas yang dilakukan dalam rangka respon terhadap viktimisasi dengan maksud untuk mengurangi penderitaan dan memfasilitasi pemulihan korban.  Termasuk dalam aktifitas pelayanan korban adalah memberikan informasi, melakukan tindakan/ pemeriksaan, melakukan intervensi individual, terlibat dalam advokasi sosial, mengajukan kebijakan publik dan bekerja di dalam program-program pengembangan perlindungan untuk korban. Dengan model serivice model, yang telah dilakukan oleh Pemerintah daerah Jawa Barat, antara lain adalah: 1).layanan kesehatan; 2).layanan rehabilitasi sosial (pendampingan korban dilingkungan keluarga dan masyarakat, pemulihan kejiwaan korban;  3). Psikologis; 4). layanan rehabilitasi dan reintegrasi terhadap korban kekerasan; 5).pendampingan hukum.Pelaksanaan service model tersebut dilaksanakan dengan memberdayakan P2TP2A bekerja sama dengan unsur Pemerintah Daerah; akademisi; ahli hukum; psikolog; psikiater; tokoh agama; dan unsur masyarakat dimasing-masing daerah kajian.Kata kunci: Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap Korban KDRT Di daerah Jawa Barat (Kajian daerah:   Bandung, Sukabumi, Cimahi, Indramayu dan Garut). 
PERLINDUNGAN DAN SANKSI PIDANA BAGI PEMBERI KERJA ANAK Vience Ratna Multiwijaya
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.17 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3572

Abstract

Anak sebagai penerus bangsa yang harus dilindungi haknya, salah satunya perlindungan dari eksploitasi ekonomi. Namun dalam budaya tradisi masyarakat Indonesia, anak-anak ikut bertanggungjawab atas ekonomi keluarga, sehingga menyebabkan adanya pekerja anak. Anak ialah seorang yang belum berusia 18 tahun.Masalah pekerja anak merupakan masalah sosial yang tidak saja di Indonesia, tetapi tingkat global Bangsa-bangsa di dunia. Bahkan di Indonesia ada sekitar 2,5 juta pekerja anak. Alasan ini menyadarkan Pemerintah perlu ada perlindungan terhadap pekerja anak yang harus dipenuhi oleh majikan atau pengusaha yang mempekerjakan pekerja anak dan harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, sehingga hal ini mengikat jika ada yang melanggar dapat dikenakan sanksi pidana. Adapun obyek penelitian “Bagaimana perlindungan hukum pekerja anak menurut perundang-undangan Indonesia?”. Metode penelitian berupa penelitian normative melalui pendekatan perundang-undangan, Menggunakan data sekunder dan dianalisis secara kualitatif. Pekerja anak berdasarkan aturan yang ada hanya boleh pekerja selama 3 jam sehari, harus dipisahkan dari pekerja dewasa dan memiliki ijin dari orangtua/wali.Kata Kunci: Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak.
PERBANDINGAN PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, HAKIM, ADVOKAT, PELAPOR, AHLI, SAKSI DAN PETUGAS PEMASYAKATAN BESERTA KELUARGANYA DALAM PERKARA TERORISME INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT Mety Rahmawati
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (80.415 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3573

Abstract

Aparat penegak hukum memiliki resiko yang sama dengan korban tindak pidana terorisme. Indonesia baru saja mengekuarkan UU No 5 Tahun 2018, di dalamnya telah di atur mengenai perlindungan terhadap apparat hukum (Penyidik, penuntut umum, Hakim, Advokat, pelapor, ahli, saksi dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya). Sedangkan Amerika mengakui adanya Internasional Teroris dan Domestik Teroris.  Karenanya memiliki peraturan-peraturan yang sudah diamandement sampai dengan tahun 2015. Dengan menggunakan metode perbandingan hukum, yaitu menggambarkan persamaan dan perbedaan pengaturan, dengan memperhatikan fungsi hukum dan beberapa faktor yang mempengaruhinya, di dapatkan hasil bahwa pengaturan perlindungan hukum kepada aparat penegak hukum  sudah terdapat di Indonesia dan Amerika. Namun bentuk perlindungan, program perlindungan serta aparat penegak hukum yang dilindungi berbeda tergantung dari situasi dan kondisi masing-masing negara. Kata kunci: Perlindungan,  aparat penegak hukum tindak pidana terorisme.
PEMBUKTIAN GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Gandes Candra Kirana
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 1 (2018): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (80.119 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i1.3574

Abstract

Dalam ketentuan UU No.31 Tahun 1999 Jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) di dalam Bab Penjelasan Pasal 12 B ayat (1) Gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya baik yang diterima dari dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan sarana elektronik maupun non elektronik. Dalam Pasal 12 B ditegaskan bahwa tidak semua pemberian hadiah atau gratifikasi dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana. Agar menjadi pidana maka penerima gratifikasi itu harus pegawai negeri atau penyelenggara negara dan pemberian gratifikasi itu berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan pihak yang menerima gratifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pengaturan mengenai gratifikasi dalam Tindak Pidana Korupsi dan bagaimana penerapan Pasal gratifikasi tersebut dalam praktek di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terutama mengenai proses pembuktiannya. Tipe penelitian yang digunakan adalah normatif di mana peneliti berusaha melakukan penelitian sinkronisasi hukum terhadap data sekunder yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan buku-buku serta tulisan ilmiah para pakar hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian di mana pengetahuan atau teori-teori tentang objek yang ingin diteliti sudah ada dan ingin memberikan gambaran tentang objek penelitian; sedangkan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Karena gratifikasi merupakan bagian dari tindak pidana korupsi maka Undang-Undang yang dipergunakan adalah undang-undang yang sama yang digunakan oleh tindak pidana korupsi yaitu Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Kata Kunci: Gratifikasi, Pembuktian.

Page 1 of 12 | Total Record : 116