cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jap.anestesi@gmail.com
Editorial Address
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Jalan Pasteur No. 38 Bandung 40161, Indonesia
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Anestesi Perioperatif
ISSN : 23377909     EISSN : 23388463     DOI : 10.15851/jap
Core Subject : Health, Education,
Jurnal Anestesi Perioperatif (JAP)/Perioperative Anesthesia Journal is to publish peer-reviewed original articles in clinical research relevant to anesthesia, critical care, case report, and others. This journal is published every 4 months with 9 articles (April, August, and December) by Department of Anesthesiology and Intensive Care Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran/Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 13, No 2 (2025)" : 9 Documents clear
Perbandingan Apgar Score pada Menit Pertama antara Sectio Caesarea Metode Konvensional dengan Enhanced Recovery After Caesarean Surgery di RS Bina Sehat Jember Safitri, Athiyah Naura; Efendi, Erfan; Rumastika, Nindya Shinta; Shodikin, Muhammad Ali; Parti, Dita Diana
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.3743

Abstract

Enhanced Recovery After Caesarean Surgery (ERACS) merupakan metode seksio sesaria yang menggunakan pendekatan multimodal untuk mengoptimalkan kondisi kesehatan ibu sebelum, selama, dan setelah pembedahan dengan tujuan mempercepat pemulihan pascapersalinan. Metode ERACS terbukti memberikan manfaat klinis bagi ibu, namun penelitian mengenai dampaknya terhadap kondisi bayi masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan skor Apgar bayi antara prosedur seksio sesaria konvensional dan ERACS. Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan menggunakan data rekam medis di Rumah Sakit Bina Sehat Jember periode September 2022–Agustus 2023. Total terdapat 92 sampel, terdiri atas 46 bayi yang lahir melalui seksio sesaria konvensional dan 46 bayi yang lahir dengan metode ERACS. Analisis data dilakukan menggunakan uji chi-square untuk menilai perbedaan skor Apgar antara kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76 bayi memiliki skor Apgar baik, 16 bayi memiliki skor Apgar sedang, dan tidak terdapat bayi dengan skor Apgar rendah. Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara skor Apgar bayi pada kelompok seksio sesaria konvensional dan ERACS (p=0,099).
Manajemen Anestesi pada Pasien Achondroplasia dan Osteogenesis Imperfecta Purwoko, Purwoko; Ihsaniar, Aura; Cinkalasari, Bunga Ayu
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.3374

Abstract

Osteogenesis Imperfecta (OI) merupakan bentuk displasia skeletal yang jarang ditemukan, diturunkan secara autosomal dominan, dan ditandai oleh gangguan osifikasi endokondral yang menyebabkan perawakan pendek, penurunan massa tulang, serta kerapuhan tulang. Dari sudut pandang anestesi, pasien dengan OI menghadirkan tantangan yang signifikan, terutama pada manajemen jalan napas. Kelainan kraniofasial seperti hipoplasia midface, makroglosia, dan keterbatasan ekstensi tulang servikal sering menyulitkan laringoskopi langsung serta menghambat visualisasi glotis. Kondisi ini meningkatkan risiko kesulitan intubasi dan komplikasi perioperatif. Pemberian anestesi umum yang cermat dengan ventilasi terkontrol, pemantauan invasif, serta persiapan menyeluruh terhadap kondisi darurat sangat penting untuk menjaga stabilitas hemodinamik dan oksigenasi, sehingga keselamatan pasien dapat dipertahankan. Laporan kasus ini menggambarkan manajemen anestesi pada pasien dengan osteogenesis imperfecta serta strategi yang digunakan untuk menghadapi tantangan tersebut.
Perbandingan Capaian Kedalaman Anestesi dengan Konduksi Ketamin dan Fentanyl pada Anestesi Umum di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Burhanuddin, Burhanuddin; Jasa, Zafrullah Khany; Rahmi, Rahmi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.4457

Abstract

Kedalaman anestesi yang memadai untuk mencegah komplikasi intraoperatif, termasuk intraoperative awareness. Ketamin dan merupakan obat koinduksi yang umum digunakan, namun keduanya memiliki profil hemodinamik dan efek terhadap kedalaman anestesi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan membandingkan efek koinduksi ketamin dan fentanil terhadap kedalaman anestesi dan stabilitas hemodinamik menggunakan bispectral index score (BIS). Penelitian merupakan uji klinis acak tersamar tunggal terhadap 44 pasien yang menjalani anestesi umum di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh periode April–Mei 2025. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ketamin 0,5kg/BB (n=22) dan fentanil 2 μg/kgBB (n=22). Parameter BIS, tekanan darah diastol, sistol laju jantung, laju napas dan SpO2 diukur pada menit ke-0, 5, 10, 15, dan 20 pascainduksi. Hasil menunjukkan bahwa ketamin menurunkan BIS lebih cepat dan lebih dalam, dengan perbedaan bermakna signifikan pada menit ke-5 (p=0,002), 15 dan 20 (p<0,001). Ketamin juga mempertahankan tekanan darah lebih stabil, sedangkan fentanil meningkatkan laju jantung lebih tinggi pada menit ke-10 (p=0,032). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada laju napas dan SpO2.  Ketamin lebih unggul dalam mencapai kedalaman anestesi yang cepat dan stabil secara hemodinamik, dibanding dengan fentanil.
Severe Hypokalemia in the Intensive Care Unit: Case Series on Potassium Correction Strategies and Clinical Outcomes Daniswara, Daniswara; Prasamya, Erlangga
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.4451

Abstract

Hypokalemia is one of the electrolyte disorders that often occurs in intensive care units (ICUs), defined as a serum potassium concentration below 3.5 mmol/L. Its severity is classified as mild (3.0–3.4 mmol/L), moderate (2.5–3.0 mmol/L), and severe (<2.5 mmol/L). Hypokalemia occurs when the body loses too much potassium due to several factors such as vomiting, excessive diarrhea, kidney disease, hormonal disorders, or taking diuretic drugs. Symptoms of hypokalemia generally appear when serum potassium is less than 3.0 mmol/L, ranging from mild weakness to life-threatening cardiac arrhythmias. In critically ill patients, untreated severe hypokalemia can lead to cardiac arrhythmias, respiratory arrest, and renal dysfunction, with a higher risk of complications and mortality in patients with hypotension, diabetes, or chronic kidney disease. This case series involved six ICU patients with severe hypokalemia (K⁺ ≤1.8 mmol/L) who underwent rapid potassium correction at a rate of 10–40 mEq/hour adjusted to the patient's clinical severity. In patients with ventricular arrhythmias, initial correction of 2 mEq/minute was followed by 10 mEq over 5–10 minutes. Most patients showed clinical improvement, while worse outcomes were observed in patients with hyperthyroidism and after return of spontaneous circulation (ROSC). This case series highlights the importance of individualized potassium replacement strategies, immediate intervention, and careful monitoring to prevent life-threatening complications and improve outcomes in patients with severe hypokalemia in the ICU.
GAMBARAN POLA KUMAN, RESISTENSI, FAKTOR RISIKO, DAN TINGKAT MORTALITAS PADA PASIEN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA DI GENERAL INTENSIF CARE RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2022 - DESEMBER 2022 Oktaliansah, Ezra; Budipratama, Dhany; Putra, Rifki Dwi Anugrah
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851//jap.v13n2.4036

Abstract

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan infeksi paru yang terjadi 48–72 jam setelah tindakan intubasi endotrakeal dan menjadi salah satu infeksi nosokomial paling sering di Intensive Care Unit (ICU), dengan prevalensi mencapai 70-80% dari seluruh kasus pneumonia di rumah sakit. Di Indonesia, insiden VAP tergolong tinggi, terutama disebabkan oleh Acinetobacter baumannii yang bersifat resisten terhadap berbagai antibiotik dan berkontribusi terhadap peningkatan angka mortalitas. Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif dengan pendekatan retrospektif berdasarkan data rekam medis pasien VAP di ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari–Desember 2022. Dari 33 pasien yang diteliti, ditemukan 70 hasil kultur kuman, dengan 55 di antaranya tergolong Multidrug Resistant (MDR). Kuman yang paling dominan adalah Acinetobacter baumannii (85,7% MDR), diikuti Klebsiella pneumoniae (94,4% MDR) dan Pseudomonas aeruginosa (87,5% MDR). Angka mortalitas mencapai 60,6%, dengan tingkat kematian lebih tinggi pada pasien dengan kultur MDR. Faktor risiko yang sering ditemukan ialah hipertensi, penyakit serebrovaskular, dan gagal ginjal kronik. Pola resistensi tinggi teridentifikasi pada Acinetobacter baumannii terhadap cefazolin (95,7%) dan ampicillin-sulbactam (91,3%), Klebsiella pneumoniae terhadap cefazolin (97,0%) dan ceftriaxone (96,8%), serta Pseudomonas aeruginosa terhadap imipenem (94,7%) dan cefazolin (91,7%). Hasil ini menunjukkan perlunya peningkatan program penanganan VAP di RSUP Dr. Hasan Sadikin.
ANALISIS HUBUNGAN EARLY WARNING SCORE (EWS) DENGAN KEJADIAN IN HOSPITAL CARDIAC ARREST (IHCA) : STUDI RETROSPEKTIF DI RS PENDIDIKAN UTAMA Listiarini, Dian Ayu; Yulianti, Suryani; Alfaruq, Ahmad Umar; Safira, Alya
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.4062

Abstract

Henti jantung saat masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Kejadian in-hospital cardiac arrest (IHCA) perlu dideteksi sedini mungkin oleh tenaga kesehatan agar dapat segera dilakukan penaganan. Salah satu instrumen yang digunakan untuk mendeteksi perubahan klinis pasien ialah early warning sign (EWS). Nilai EWS yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya IHCA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara EWS dan kejadian IHCA di RS Islam Sultan Agung Semarang. Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan desain cross sectional menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien di RS Islam Sultan Agung Semarang periode Mei–Juli 2023. Sebanyak 110 subjek pada penelitian ini diperoleh melalui metode non probability sampling dengan teknik consecutive sampling. Analisis data dilakukan menggunakan uji spearman untuk menilai hubungan dan keeratan antar variabel. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien dengan EWS risiko tinggi (skor>7) memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian IHCA (p<0,001) dengan keeratan sedang (r=0,638). Temuan ini menunjukan bahwa pasien dengan skor EWS>7 berisiko tinggi mengalami IHCA. 
Blokade Peribulbar dengan Adjuvan Fentanil: Efek Hemodinamik dan Analgetik pada Vitrektomi Yadi, Dedi Fitri; Nadya, Siti Fairuz; Halimi, Radian Ahmad; Tavianto, Doddy; Pradian, Erwin; Fuadi, Iwan
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.4413

Abstract

Operasi vitrektomi membutuhkan analgesia adekuat dan stabilitas hemodinamik, terutama pada pasien usia lanjut dengan komorbiditas. Ropivakain adalah anestesi lokal yang umum digunakan untuk blokade peribulbar, namun kualitas bloknya dapat ditingkatkan dengan penambahan opioid seperti fentanil. Studi ini merupakan penelitian pertama yang membandingkan efektivitas ropivakain 0,75% dengan kombinasi ropivakain 0,75% dan fentanil 3 μg/mL pada tekanan darah dan kualitas analgesia pada operasi vitrektomi. Desain penelitian ini adalah single blind randomized controlled trial yang melibatkan 54 pasien yang menjalani vitrektomi. Penelitian dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri 27 pasien: kelompok R yang menerima ropivakain 0,75% dan kelompok RF yang menerima ropivakain 0,75% dan fentanil 3 μg/ml. Tekanan darah sistolik, diastolik, MAP, serta kualitas analgesia (NRS) diukur pada tiga waktu yaitu sebelum, selama dan setelah operasi. Analisis statistik menggunakan uji t tidak berpasangan, Mann Whitney dan Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dalam perubahan tekanan darah sistolik, diastolik, dan MAP antara kedua kelompok (p>0,05). Kualitas analgesia yang dinilai menggunakan NRS juga tidak menunjukkan perbedaan signifikan (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah kombinasi ropivakain 0,75 % dan fentanil 3 mcg/ml memberikan hasil yang sebanding dengan ropivakain 0,75 % saja dalam hal stabilitas hemodinamik dan kualitas analgesia pada operasi vitrektomi.
Faktor Risiko Komorbid pada Mortalitas Sepsis Pramono, Ardi; Maryani, Nova; Wardhani, Ufita Dauma Ummi Nusuka; Ramadhan, Muhammad Tahfiz; Afaki, Sajida Fihrisa
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.4426

Abstract

Sepsis merupakan disfungsi organ yang disebabkan oleh respons berlebihan tubuh terhadap infeksi dan dapat mengancam jiwa. Secara global, insiden sepsis di rumah sakit mencapai 189 kasus per 100.000 orang per tahun dengan tingkat moralitas 26,7%. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi luaran pasien adalah komorbiditas. Penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang dilakukan untuk menilai faktor risiko komorbid yang berhubungan dengan kematian pasien sepsis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping pada tahun 2022–2023. Berdasarkan data rekam medik diperoleh 55 subjek dengan sepsis, baik yang meninggal maupun hidup, dengan komorbid meliputi gangguan paru, gangguan jantung, gangguan ginjal, gangguan saraf, dan diabetes mellitus. Analisis menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa dari lima faktor komorbid yang dianalisis, dua faktor berhubungan signifikan dengan mortalitas, yaitu gangguan paru dan gangguan ginjal (p<0,05).
Manajemen Anestesi Perioperatif Operasi Bypass Jantung pada Pasien dengan Fraksi Ejeksi 26 % dan Regurgitasi Aorta Berat Tanpomas, Irvan; Boom, Cindy Elfira
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.4452

Abstract

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan kondisi ketika suplai darah ke miokardium tidak optimal akibat pengerasan dan penyempitan arteri koroner, dan menjadi penyebab 26,4% kematian di Indonesia. Regurgitasi aorta adalah aliran balik darah pada fase diastole dari aorta ke ventrikel kiri yang terjadi akibat kegagalan koaptasi katup aorta, baik karena kelainan pada daun katup aorta maupun akar aorta. Kondisi ini menyebabkan beban volume berlebih pada atrium dan ventrikel kiri, meningkatkan tekanan ventrikel kiri, menimbulkan disfungsi ventrikel, serta mengurangi perfusi koroner. Laporan kasus ini membahas manajemen anestesi pada pasien laki-laki berusia 65 tahun dengan PJK dan regurgitasi aorta berat yang menjalani operasi bypass arteri koroner dan penggantian katup aorta di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada Maret 2025. Pasien dengan fraksi ejeksi rendah dan regurgitasi aorta memerlukan strategi anestesi yang cermat karena berisiko mengalami penurunan curah jantung, berkurangnya perfusi sistemik, serta perburukan kondisi hemodinamik. Operasi berlangsung selama 5,5 jam, pasien dipindahkan ke unit perawatan intensif, dilakukan ekstubasi 24 jam pascaoperasi, dan dirawat selama 4 hari di ruang intensif. 

Page 1 of 1 | Total Record : 9