Claim Missing Document
Check
Articles

Found 37 Documents
Search

KARAKTERISTIK MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENGAN STRIAE DISTENSAE PADA TAHUN 2018 Ni Wayan Evita Pradnya Dharmesti; IGAA. Praharsini; IGAA. Elis Indira
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 2 (2020): Vol 9 No 02(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.876 KB) | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i2.P02

Abstract

Angka kejadian striae distensae baik di luar negeri mapun di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Namun, data di Indonesia mengenai karakteristik pasien striae distensae khususnya pada usia dewasa muda di Bali belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik striae distensae pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada tahun 2018 berdasarkan jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, lingkar pinggang, lingkar lengan, lokasi dan warna striae distensae, dan faktor risiko lain seperti riwayat keluarga dan riwayat pengobatan. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif. Subjek penelitian adalah 61 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Data penelitian adalah data primer yang diperoleh dari kuisioner dan pengukuran langsung oleh peneliti. Striae distensae pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada tahun 2018 dijumpai lebih banyak pada perempuan (54,1% vs 45,9%) dengan rerata usia 20,6 tahun. Striae distensae lebih banyak ditemukan pada subyek perempuan yang memiliki indeks massa tubuh normal dan subyek laki-laki yang mengalami obesitas tingkat 1, dengan rerata lingkar lengan 27,7 cm pada perempuan serta 31,2 cm pada laki-laki. Rerata lingkar pinggang adalah 77,8 cm pada subyek perempuan dan 88,7 cm pada subyek laki-laki. Striae yang banyak dijumpai adalah striae alba (91%) dengan predileksi tersering yakni gluteus, paha dan betis pada perempuan dan lengan atas, abdomen, dan lumbosakral pada laki-laki. Sebanyak 82% subyek ditemukan memiliki riwayat keluarga striae distensae. Sebagian besar subyek (86,9%) tidak memiliki riwayat mengonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu 1 minggu atau lebih. Kata Kunci: Striae distensae, karakteristik striae distensae, dewasa muda
PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PENGRAJIN BAMBU DI DESA BELEGA, BLAHBATUH TAHUN 2017 Ni Kadek Yunita Arsita Dewi; IGAA. Praharsini; Nyoman Suryawati
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 3 (2019): Vol 8 No 3 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.486 KB)

Abstract

Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) merupakan peradangan kulit akibat terpapar bahan iritan atupun alergen yang di lingkungan kerja dan merupakan penyakit kulit yang dipengaruhi oleh faktor yang berasal eksogen dan endogen. Walaupun penyakit ini tidak mengancam nyawa tetapi akan memberikan dampak terhadap kualitas dan kuantitas produksi, serta kualitas hidup pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik DKAK pada pengrajin bambu yang ada di desa Belega, Blahbatuh tahun 2017. Penelitian ini merupakan studi deskriptif cross sectional dengan teknik pengumpulan data total sampling dengan menggunakan kuisioner. Responden dalam penelitian ini adalah pengrajin bambu yang ada di desa Belega, Blahbatuh, Gianyar pada tahun 2017. Hasil penelitian diperoleh prevalensi DKAK pada pengrajin sebesar 81,53%, dengan karakteristik umur responden dominan rentangan 41-50 tahun, didominasi oleh laki-laki, tanpa riwayat atopi, gejala tersering gatal pada telapak tangan dan dilakukan pengobatan, lama kontak 4-7 jam/hari, kontak diakibatkan oleh proses kerja, frekuensi paparan >8 kali/hari, bahan kimia yang dominan bahan pengawet bambu, pernis dan kaporit. Masa kerja paling banyak adalah >4 tahun dan tanpa riwayat penyakit kulit. Kata kunci: Prevalensi, Karakteristik, Dermatitis Kontak Akibat Kerja
PROFIL GANGGUAN KUALITAS HIDUP AKIBAT KELOID PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA ANGKATAN 2012 – 2014 Agiel Fahlevie Choirunanda; IGAA Praharsini
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 8 (2019): Vol 8 No 8 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.488 KB)

Abstract

Keloid merupakan suatu proses penyembuhan luka abnormal dimana terjadi pertumbuhan berlebih dari jaringan parut dan dapat menginvasi jaringan normal di sekitarnya. Keloid bisa terjadi kepada siapa saja dan dapat menurunkan kualitas hidup akibat masalah estetika yang timbul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya penurunan kualitas hidup akibat keloid pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Udayana Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012, 2013, dan 2014. Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskriptif cross-sectional. Sampel diperoleh secara total sampling pada mahasiswa Fakultas Kedoteran Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012, 2013, dan 2014 yang memiliki keloid. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner karakteristik dan kuesioner Dermatology Life Quality Index (DLQI). Data kemudian dianalisis menggunakan program Microsoft ExcelHasil penelitian menunjukkan bahwa dari 65 mahasiswa yang menjadi subjek, terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan (52%), rentang usia 19-20 tahun (66%), lokasi keloid di tangan (48%), luka non operasi yang mengawali keloid (74%), dan memiliki riwayat keluarga (54%). Sejumlah 31 orang tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup (48%), dan 31 orang lainnya memiliki pengaruh ringan terhadap kualitas hidup (48%), serta hanya 3 orang (4%) yang mempunyai pengaruh sedang terhadap kualitas hidup akibat keloid. Kata Kunci: Keloid, Kualitas Hidup, DLQI
Laporan Kasus Seri: Pemeriksaan Dermoskopi pada Kasus Eritroderma Psoriasis Nyoman Suryawati; IGAA Praharsini
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 2 (2018): AGUSTUS
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (644.267 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.2.2018.111-116

Abstract

Latar Belakang: Eritroderma merupakan suatu reaksi pada kulit ditandai eritema dan skuama generalisata. Penyakit yang mendasari eritrodema dapat ditelusuri melalui pemeriksaan histopatologis bila dilakukan biopsi multipel. Dermoskopi dilaporkan berguna sebagai alat diagnostik karena dapat menunjukkan pola reaksi yang spesifik. Tujuan: Melaporkan pemeriksaan dermoskopi sebagai alat bantu diagnostik pada kasus eritroderma psoriasis. Kasus: Kasus 1. Laki-laki, 38 tahun, suku Bali dengan eritroderma dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pemeriksaan dermoskopi didapatkan pembuluh darah kapiler berbentuk titik dan glomerular dengan dasar eritema dan skuama putih. Pasien mendapat metil prednisolon 3x8 mg, sefoperason sulbaktam 2x1 gram, kotrimoksasol 2x960 mg, azitromisin 1x500 mg, flukonasol 150 mg, nistatin 4x100.000 IU, klortrimeton 3x4 mg, oleum olivarum pada kulit yang bersisik, dan krim kloramfenikol 2% pada ulkus di genetalia. Kasus 2. Perempuan, 46 tahun, suku Sumba dengan eritroderma. Pemeriksaan dermoskopi didapatkan pembuluh darah kapiler berbentuk titik dengan dasar eritema dan skuama putih. Hasil pemeriksaan histopatologis kedua kasus sesuai psoriasis vulgaris. Pasien mendapat metil prednisolon 2x8 mg, cetirizin 1x10 mg, oleum olivarum pada kulit yang bersisik, dan krim natrium fusidat 2% pada ulkus di ujung jari. Simpulan: Pola monomorf dengan skuama putih dan pembuluh darah berbentuk dotted/glomerular dengan latar belakang merah homogen merupakan pola khas dermoskopi untuk eritroderma psoriasis. Hasil dermoskopi pada kedua kasus didukung oleh pemeriksaan histopatologis. Pemeriksaan dermoskopi dapat digunakan sebagai alat bantu diagnostik kasus eritroderma psoriasis.
Alasan dan Motivasi Penghilangan Tato dengan Laser Q-Switch Nd-Yag, Teknik Kombinasi Laser: Kasus Seri Igusti Ayu Praharsini; IGAA Elis Indira
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 31 No. 2 (2019): AGUSTUS
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.967 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V31.2.2019.159-164

Abstract

Latar Belakang: Tato merupakan seni dekorasi tubuh yang banyak digunakan dan sebaliknya banyak juga yang berkeinginan untuk menghilangkannya dengan berbagai alasan. Ada beberapa modalitas terapi menghilangkan tato. Laser Q-Switch (QS) merupakan prosedur standar baku untuk menghilangkan tato. Respon terapi menghilangkan tato dengan laser merupakan masalah dalam penatalaksanaanya, karena respon terapinya yang tidak dapat diprediksi. Tujuan: Untuk mengetahui alasan dan motivasi pasien menghilangkan tato dan respon terapi menggunakan laser. Kasus: Kasus 1, 2, dan 3 memiliki tato dekoratif warna hitam dengan lokasi punggung dan tangan yang dikerjakan oleh seorang tato amatir (kasus 1 dan 3) serta tato profesional pada kasus 2. Pada pasien ini dilakukan penghilangan tato menggunakan laser QS neodymium-doped yttrium aluminium garnet (Nd:YAG)  1064 nm, jumlah penyinaran 2-6 sesi dengan interval 4-6 minggu. Teknik kombinasi laser fractional Erbium-YAG 2940 nm, diikuti dengan laser QS Nd:YAG  1064 nm dilakukan pada kasus 3. Respon terapi kasus 1 dan 3 menunjukkan gambar tato memudar, sedangkan kasus 2 menunjukkan gambar tato sedikit memudar. Pembahasan: Tato dekoratif berwarna hitam dan  tato amatir memerlukan jumlah sesi penyinaran lebih sedikit, rata-rata 4-10 sesi penyinaran. Teknik kombinasi laser merupakan inovasi baru untuk  mempersingkat sesi penyinaran dengan hasil terapi yang maksimal. Simpulan: Untuk menghilangkan tato dengan laser diperlukan penilaian berbagai faktor yang berperan, sehingga hasil terapi dapat memberikan  kepuasan pada pasien.
Prevalence of occupational contact dermatitis in cleaning service in the Sudirman campus of Udayana University Jihan Prani Wibowo; Nyoman Suryawati; I Gusti Agung Ayu Elis Indira; I Gusti Agung Ayu Praharsini
Neurologico Spinale Medico Chirurgico Vol 3 No 2 (2020)
Publisher : Indoscholar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36444/nsmc.v3i2.117

Abstract

Introduction: Occupational contact dermatitis is contact dermatitis caused by work-related exposures. While doing their work, cleaning service workers are facing various risks of occupational diseases, one of which is occupational contact dermatitis. The purpose of this study is to determine the prevalence and characteristics of occupational contact dermatitis in cleaning service workers at the Sudirman Campus of Udayana University.Methods: This research is a descriptive study using a cross-sectional method and uses 47 samples. Results: The prevalence of occupational contact dermatitis in cleaning services in Sudirman Campus of Udayana University is 10.6%, with the characteristics of age mostly found in 21 – 30 years (9.5%) and 31 – 40 years (18.2%), dominated by men (16.7%), working period <4 years (12.5%), duration of contact ≥3 hours (14.3%), without a history of allergies (10%), with a history of disease other skin (23.5%), good personal hygiene (7.5%), and using Personal Protective Equipment (7.3%). The dominant chemical that is used is acid (11.1%) though workers can contact more than one type of substance. The most common symptoms complained of include itching, burning or burning, redness of the skin, and peeling skin. Conclusion: The prevalence of occupational contact dermatitis in cleaning service workers at Sudirman Campus of Udayana University is 10.6% and the factors contributing are the duration of contact, gender, age, contact with chemicals, years of service, history of allergies, history of other skin diseases, personal hygiene, and the use of personal protective equipment.
The high homeostatic model assessment of insulin resistance as risk factor for acne vulgaris I Gusti Ayu Agung Praharsini; Anak Agung Gde Putra Wiraguna; Stefani Nurhadi
Bali Dermatology and Venereology Journal Vol. 1 No. 2 (2018)
Publisher : DiscoverSys Inc

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15562/bdv.v1i2.8

Abstract

Background: Acne vulgaris (AV) is a common chronic skin disease involving blockage and or inflammation of pilosebaceous glands which usually affects teenagers and young adults. Elevated sebaceous gland secretion, Propionibacterium acne colonization and inflammation, high androgen effects, and follicular hyperproliferation are the main pathogenic factors of AV. IGF-1 and insulin were studied to stimulate sebaceous lipogenesis. In the skin, besides inducing lipid production in human sebocytes IGF-1 also induces keratinocyte proliferation in vitro and in vivo. HOMA-IR is an examination to determine insulin activity in the basal state.Objective: To prove that high HOMA-IR value is a risk factor for the occurrence of acne vulgaris.Methods: This study is a case control analytic study by comparing HOMA-IR in subjects with AV (case group) and non AV (control group). AV is diagnosed based on clinical predilection. Insulin testing was carried out by the immulite 2000 device through the immunochemiluminescent method.Results: Mean HOMA-IR of case group is 2.63 ± 0.29 meanwhile in the control group was 1.71 ± 0.26 (p <0.001). Subjects with high HOMA-IR had 4.8 times higher risk to experience AV compared to patients with normal HOMA-IR values (p <0.001; 95% IK 2,765-8,332). Conclusion: HOMA-IR values in acne patients were higher than controls. A high HOMA-IR value is an AV risk factor.
The positive correlation between serum malondialdehyde levels with vitiligo severity and activity I Gusti Ayu Agung Praharsini; Anak Agung Gde Putra Wiraguna; Putu Nila Wardhani Batan
Bali Dermatology and Venereology Journal Vol. 2 No. 1 (2019)
Publisher : DiscoverSys Inc

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15562/bdv.v2i1.17

Abstract

Background: There are several theories that suggest melanocyte death in vitiligo, one example is oxidative stress theory. Oxidative stress primarily manifested by lipid peroxidation ultimately produce malondialdehyde. Malondialdehyde is a stable marker to assess an oxidative stress event. The correlation between serum malondialdehyde levels and vitiligo severity and activity remained controversial in previous studies.Objective: This study aimed to verify whether or not the serum MDA levels are positively correlated with vitiligo severity and activity.Methods: This study was an analytical cross-sectional study. which involved 64 subjects with vitiligo and 20 subjects without vitiligo. Serum MDA levels were measured to mark an oxidative stress event, whereas the severity and activity of vitiligo were clinically assessed with vitiligo area severity index (VASI) and vitiligo disease activity (VIDA) scoring system.Results: Total 64 subjects with vitiligo and 20 subjects without vitiligo participated in this study. Serum MDA mean levels of vitiligo subjects were significantly higher compared to subjects without vitiligo (p<0.05). Serum MDA levels had a strong positive correlation with VASI score (r=0.761; p<0.01). The strong positive correlation found between serum MDA levels with vitiligo activity assessed by VASI score in vitiligo subjects (r=0.609; p<0.01), and high serum MDA levels increased the risk for developing vitiligo (PR=7.62; 95% CI: 2.49-23.30; p<0.01). Serum MDA levels influenced vitiligo as much as 10.1%, meanwhile the remaining 89.9% were influenced by other variables apart from high serum MDA levels out of this study (R2=0.101; p<0.05).Conclusion: Serum MDA levels were positively correlated with vitiligo severity and activity, and high serum MDA levels increased the risk of developing vitiligo.
Skor kualitas hidup dermatologi berkorelasi positif dengan Melasma Area And Severity Index IGAA Praharsini; Nyoman Suryawati; Hasri Dewi
Intisari Sains Medis Vol. 8 No. 3 (2017): (Available online: 1 December 2017)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.641 KB) | DOI: 10.15562/ism.v8i3.142

Abstract

Melasma adalah gangguan hiperpigmentasi yang terjadi pada kulit di daerah paparan sinar matahari. Kondisi ini seringkali memberikan dampak yang besar akibat lesi wajah yang sangat jelas dan dapat mempengaruhi  kualitas hidup pasien  seperti: menurunnya fungsi sosial, produktivitas serta hilangnya rasa percaya diri. Penelitian cross sectional bertujuan membuktikan adanya pengaruh melasma terhadap kualitas hidup dengan menggunakan nilai  Melasma Area and Severity Index (MASI)   yang dihubungkan dengan skor kualitas hidup dermatologi. Empat puluh enam orang sampel  pasien melasma   yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi diikutsertakan dalam penelitian, yang diperoleh dari pasien rawat jalan  poli kulit dan kelamin RSUP Sanglah  periode  Agustus–Desember 2016. Sampel diambil secara   consecutive sampling. Selanjutnya dilakukan penilaian derajat keparahan melasma dengan skor MASI dan pengisian kuisioner kualitas hidup dermatologi . Data terkumpul  dianalisis dengan SPSS 20 dengan uji korelasi  Spearman-rho. Subyek penelitian terdiri dari 42 perempuan dan 4 laki-laki, dengan rata-rata umur 43.9± 6.2. Melasma yang berdistribusi sentrofasial dan tipe melasma campuran mendominasi karakteristik subyek penelitian. Pada penelitian ini didapatkan adanya korelasi positif  kuat antara skor kualitas hidup dermatologi dengan nilai MASI (r = 0.856; p < 0.05). Melasma memberi efek yang besar pada kualitas hidup pasien melasma.
Mekanisme repigmentasi dan peran melanocyte stem cell folikel rambut pada vitiligo IGAA Praharsini; Nyoman Suryawati
Intisari Sains Medis Vol. 9 No. 1 (2018): (Available online: 1 April 2018)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (656.533 KB) | DOI: 10.15562/ism.v9i1.143

Abstract

Vitiligo merupakan kelainan pigmen yang karakteristik dengan adanya destruksi progresifmelanosit matur di epidermis akibat respon autoimun. Terapi vitiligo bertujuan memulihkanpigmentasi yaitu mengganti melanosit yang rusak dengan melanosit yang baru yang berasal darimelanocyte Stem Cell unit folikel rambut. Melanosit folikel rambut ini berperan penting dalamrepigmentasi lesi vitiligo. Pola repigmentasi pada vitiligo meliputi repigmentasi perifolikuler,repigmentasi difus, repigmentasi marginal, kombinasi, dan medium spottled. Mekanisme repigmentasimelalui melanosit berasal dari tepi lesi vitiligo, bulge, selubung akar luar rambut dan dermal sertaepidermal precursors melanocyte yang persisten terletak di tengah lesi vitiligo, yang bermigrasisecara sentrifugal sehingga menyebabkan pigmentasi difus. Proliferasi dan diferensiasi melanosit inijuga tergantung pada growth factor, gen, faktor transkripsi dan jalur signaling pada prosesmelanogenesis. Seiring dengan perkembangan biologi molekuler, penelitian-penelitian saat iniberfokus pada Melanocyte Stem Cell folikel rambut dan terus dikembangkan sebagai terapi vitiligodi masa depan.