Penelitian ini bertujuan untuk membahas Fatwa MUI tahun 2009 tentang kewajiban memilih pemimpin pada pemilihan umum. Fatwa tersebut menggunakan dalil nash al-Qur’an dan al-Hadis serta kaedah fikih dan pendapat ulama seperti al Mawardi. Pemikiran Al Mawardi menjadi studi kritik yang dilakukan. Metode penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, dan menjadikan fatwa MUI Tahun 2009 tentang larangan Golput sebagai sumber penelitian. Hasilnya, Fatwa MUI Tahun 2009 tentang larangan golput sejalan terhadap pendapat al Mawardi. Bagi al Mawardi, umat Islam wajib memilih, seperti memilih anggota legislatif sebagai perwakilan. Pendapat al-Mawardi sejalan dengan pendapat ulama lain, yaitu al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Hazm yang menyatakan bahwa mengangkat satu kepala negara menjadi satu hal yang dharuri (penting) guna mewujudkan negara dan masyarakat yang sejahtera, aman dan damai. Namun, pendapat al Mawardi dan fatwa MUI tersebut berbeda dengan penjelasan dalam undang-undang pemilu nomor 17 tahun 2017 dan undang-udang No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang mengemukakan golput adalah hak warga negara Indonesia. Pada akhirnya, Fatwa MUI tahun 2009 tentang Larangan Golput bisa dipakai atau diterapkan apabila jumlah golput lebih banyak dari yang tidak golput. Sebaliknya, jika prosentase masyarakat yang golput lebih sedikit, maka fatwa MUI hanya sebagai anjuran ataupun pilihan semata.