Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : MUDRA Jurnal Seni Budaya

Inkonsistensi Ashta Kosali Pada Bangunan Hunian Bali Madya Masa Kini Di Kabupaten Gianyar A. A. GD Rai Remawa
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 31 No 2 (2016): Mei
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v31i2.39

Abstract

Peraturan dan khazanah bangunan (bale), pada hunian Bali Madya, ditulis di atas daun lontar (borassus flabellifer) yang disebut Ashta Kosali. Permasalahan dalam penelitian ini adalah ditemukannya perbedaan implementasi antara ide (lontar) dan bentuk gubahan bangunan huniannya (artefak). Hal ini disinyalir dapat menurunkan kualitas estetika bangunan hunian Bali Madya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan implementasi antara ide dan bentuk gubahan tersebut, sehingga memudahkan usaha untuk meningkatkan kualitas estetika dan revitalisasi bangunan hunian Bali Madya pada masa yang akan datang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik, pendekatan etnosains dengan analisis groundedtheory. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana masyarakat Bali Madya menyusun dan mengorganisir budayanya, sehingga menghasilkan model bangunan hunian seperti yang diwarisi sampai saat ini. Dengan mengetahui konsep rumusan Ashtu Kosali, maka konsep ini dapat digunakan sebagai variabel penilai pada implementasi aturan bangunan Bali Madya masa kini. Hasil dari penelitian ini adalah diketahuinya prosentase inkonsistensi penerapan Ashta Kosali pada bangunan hunian Bali Madyu seperti pada ukuran dasar (Sukat Satus Sawelas), ukuran kaki tiang (Sukat Suku Bawak), ukuran ruangan pendek (Sukat Rongan Bawak) dan Ukuran ruangan panjang (Sukat Rongan Dawa).
Multinarasi Relief Yeh Pulu Basis Penciptaan Seni Lukis Kontemporer I Wayan Adnyana; A.A Rai Remawa; Ni Luh Desi In Diana Sari
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 33 No 2 (2018): Mei
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v33i2.372

Abstract

Kajian ini merupakan skema penelitian terapan, yang bertujuan untuk mengungkap konsep multinarasi relief Yeh Pulu, Bedulu, Gianyar, Bali, sebagai basis penciptaan seni lukis kontemporer. Secara metodologis penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan: penelitian lapangan (kajian atas narasi relief) berdasar perspektif ikonologi Panofsky (1971), dan berikutnya penelitian eksperimen terkait penciptaan seni lukis kontemporer berdasar perspektif ‘art practice as a research’ (Sullivan, 2005) yang menunjuk pada tiga tahapan: eksperimen medium, bahasa visual, dan penyusunan konteks yang relevan. Berdasar kajian ikonologi, terutama tahap analisis ikonografi, ditemukan bahwa narasi relief Yeh Pulu bersifat multinarasi, yakni pahatan relief yang memiliki beragam jenis tema cerita, seperti praktik pertanian, berburu, meditasi, pesta, asmara, dan lain-lain. Kemudian konsep multinarasi dalam penciptaan seni lukis kontemporer, menjadi: (a) secara medium menggunakan multiteknik dan medium; (b) bahasa visual, menghadirkan berbagai adegan secara berulang, terpadu dan bahkan terkesan saling berlawanan; (c) konteks yang relevan, dengan memasukan ikon tokok-toko pahlawan dunia pop, seperti superman, superwomen, dan lain-lain. Secara ikonologis, bangunan visual yang mempertemukan adegan multinarasi relief Yeh Pulu dengan narasi kepahlawanan dunia pop, menjadi semakin menguatkan konsep multinarasi dalam membangun pesan kepahlawanan dunia sehari-hari dalam karya seni lukis kontemporer semakin berhasil. Penelitian ini melibatkan: Anak Agung Rai Remawa (pengumpul data), dan  Ni Luh Desi In Diana Sari (fotografi dan layout).This paper serves as an applied research scheme which aims to reveal the concept of multiple narratives of Yeh Pulu Relief, located in Bedulu, Bali, as the basis for the creation of contemporary painting. Methodologically speaking, this study was conducted in two stages: a field research (a field study on the relief narratives) based on Panofsky’s perspective on iconology (1971), and an experimental research on the creation of contemporary painting based on the perspective of ‘art practice as a research’ (Sullivan, 2005) which consists of three stages: medium experimentation, visual language depiction, and relevant context preparation. Based on the study of iconology, particularly the stage of iconographic analysis, it was found that Yeh Pulu relief contains multiple narratives in that the sculptural relief has various narrative themes, such as farming, hunting, meditation, feast, romance, and others. The concept of multiple narratives in the creation of contemporary painting has led to: (a) the use of multiple techniques and media; (b) visual language depiction by presenting the scenes repeatedly, where they are clashed one against another and create a contradictory impression; (c) presentation of relevant contexts by incorporating iconic superheroes of the popular world, such as Superman, Superwoman, and others. In terms of the iconology, the visual build that brings together the Yeh Pulu relief’s multiple-narrative scenes with the narratives of the popular superheroes reinforces the notion that the concept of multiple narratives in constructing the message of everyday-world heroism in contemporary painting will achieve more success. The contributors of this research also include Anak Agung Rai Remawa (as a data collector) and Ni Luh Desi In Diana Sari (as a photographer and layout designer).
Ashta Bhumi, Panduan Pembuatan Lay Out Ruang Bangunan Hunian Rumah Tinggal Tradisional Bali Madya Anak Agung Gede Rai Remawa; Cok Gde Rai Padmanaba
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 36 No 1 (2021): Februari
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v36i1.1321

Abstract

Ashta Bhumi adalah pengetahuan yang membahas tentang konsep ruang yang bersumber dari lontar, khususnya yang berhubungan dengan perancangan lay out ruang pekarangan di dalam bangunan hunian rumah tinggal tradisional Bali Madya. Sistem pengukuran jaraknya menggunakan satuan depa dan tapak yang diambil dari ukuran tubuh, tangan dan telapak kaki kepala keluarga laki-laki. Dasar pengukuran pekarangan huniannya menggunakan satuan depa-hasta-musti atau kelipatannya yang terdiri dari; ukuran Gajah (15x14), Dwaja (14x13), Singa (13x12) dan Wreksa (12x11). Beragamnya jenis ukuran yang terdapat pada hunian Bali Madya, adalah masalah yang sangat kompleks, maka dari itu penelitian ini akan mengamati dan meneliti jenis ukuran Gajah (sukat Gajah), Dwaja (sukat Dwaja), Singa (sukat Singa) dan Wreksa (sukat Wreksa). Ukuran ini banyak diterapkan oleh masyarakat tradisional Bali, karena digunakan oleh kalangan masyarakat luas. Setelah pengukuran tahap pertama ini, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran berikutnya yaitu Sukat Pah Pinara Sanga, Sukat Tampak, Sukat Tampak Ngandang, dan Sukat Tampak Guli, untuk menentukan keluasan dan pembagian areal pekarangannya serta jarak antara bangunannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dan bersifat kualitatif dengan pendekatan etnosains (etnografi), untuk mengetahui bagaimana masyarakat mengorganisir budayanya, sebagai sebuah konsep ruang masa lalu. Hasil dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar pembentukan lay out ruang pekarangan dalam bangunan hunian rumah tinggal tradisional Bali Madya.
Transformasi Digital pada Budaya Tradisi Menenun Endek Nyoman Dewi Pebryani; Tjok Istri Ratna C.S; Anak Agung Rai Remawa; I Made Radiawan
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 37 No 1 (2022): Februari
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v37i1.1886

Abstract

Endekis traditional textile produce in Bali using a single ikat weaving technique. In single ikat, the resist is formed by binding individual yarns or bundles of yarns with a tight wrapping applied in the desired pattern on one side of threads, either the warpor the weft. Specifically, for Endek, the weft is the threads to form the pattern. Producing patterns in Endekinvolves creativity and intricate calculation; therefore, not many people are able to master this expertise. Transforming the design process of Endekto a digital application provides easiness, as the user only needs to focus on creating the pattern design, while the digital application will calculate the number of threads and visualize the result. To understand the process of creating Endek, the researcher conducted research in the weaving place by interviewing and observing the weavers and pattern makers. The algorithm received from the fieldwork then is translated into programming language to create a digital application. This application is created with a simple user interface so that the user who is not familiar with technology still can practice the apps easily. This application contributes to the efficiency in production process where previously in the production process needs one to two days, while with this application, it can be shortened to one to two hours.
Metafora Baru dalam Seni Lukis Kontemporer Berbasis Ikonografi Relief Yeh Pulu I Wayan Adnyana; Anak Agung Gede Rai Remawa; Ni Luh Desi In Diana Sari
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 34 No 2 (2019): Mei
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v34i2.704

Abstract

Artikel ini merupakan luaran penelitian terapan tahun ketiga, bertujuan untuk mengungkap penciptaan seni lukis kontemporer berbasis ikonografi relief Yeh Pulu. Penciptaan seni lukis dilakukan melalui dua tahap: analisis ikonografi untuk menemukan konsep, dan tahap penciptaan karya. Tahap analisis menggunakan teori ikonologi Panofsky melalui tiga tingkatan analisis: pra-ikonografi, analisis ikonografi, dan analisis ikonologi. Artikel ini mengedepankan pada analisis (interpretasi) ikonologis untuk menginvestigasi makna dari motif, simbol, dan alegori atas konteks budaya yang melekat pada objek analisis (D’Alleva, 2005). Interpretasi ini menemukan konsep metafora baru, yakni kepahlawanan orang-orang biasa. Pada praktik penciptaan seni lukis kontemporer, metafora dibentuk dengan tiga pendekatan estetik, yakni pembingkaian ulang, perombakan ulang, dan pemindahan ke ruang atau lokus global kontemporer. Artinya, figur ikonik relief Yeh Pulu dibingkai ulang dalam ruang lanskap baru, memindahkan yang kuno ke dalam konteks tata kehidupan masa kini, termasuk mobilitas pada ruang-ruang global.