Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

KERANGKA KERJA OBH DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MARGINAL Wijayanti, Asri
Al-Qisth Law Review Vol 1, No 1 (2018): Al-Qisth Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThe provision of legal aid for Indonesian citizens in need has not been maximally covered by the State. One of the ways in which the State provides legal aid is through a mechanism of free legal aid provided by an Accredited Legal Aid Organization (OBH) to the poor who are facing legal cases. On the other hand, there is an obligation for advocates to provide free legal aid to the poor. The "poor" criteria has not been involving the meaning of marginal society as a whole. This study aims to provide an overview of OBHs steps in providing appropriate legal aid to both subjects, objects and procedures. This legal research is using statute and conceptual approach. The result of this study is that the OBH should have an appropriate framework before deciding a person who will be entitled to legal aid. The steps that can be taken by the OBH are gathering facts to find the initial truth; classifying the nature of legal issues; identifying and selecting relevant legal issues; conducting legal findings relating to legal issues and enforcing the law.  AbstrakPemberian bantuan hukum bagi warga negara Indonesia yang membutuhkan, belum maksimal diberikan oleh Negara. Salah satu cara yang ditempuh oleh Negara dalam pemberian bantuan hukum adalah melalui mekanisme pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma yang dilakukan oleh Organisasi Bantuan Hukum (OBH) terakreditasi kepada orang miskin yang sedang bermasalah dengan hukum. Di sisi lain terdapat kewajiban bagi advokat untuk memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada orang miskin. Kriteria “miskin” belum mencakup makna masyarakat marginal secara keseluruhan. Peneltian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang langkah OBH dalam memberikan bantuan hukum yang tepat sasaran baik subyek, obyek dan prosedurnya. Penelitian hukum ini menggunakan statute approach dan conceptual approach. Hasil penelitian ini adalah OBH harus memiliki kerangka kerja yang tepat sebelum menetapkan seseorang berhak untuk mendapatkan bantuan hukum. Langkah yang dapat diambil oleh OBH, yaitu mengumpulan fakta, untuk mencari kebenaran awal; melakukan klasifikasi hakekat permasalahan hukum; melakukan identifikasi dan pemilihan isu hukum yang relevan; melakukan penemuan hukum yang berkaitan dengan isu hukum dan melakukan penerapan hukum.
IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGANEKONOMI MASYARAKAT MELALUIPENGADAANALATPRODUKSIKUDAPAN DI YAYASAN BAITUSSALAMJABONSIDOARJO Wijayanti, Asri; Maro’ah, Siti; ., Lina
Prosiding Conference on Research and Community Services Vol 1, No 1 (2019): Prosiding Conference on Research and Community Services)
Publisher : STKIP PGRI Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permasalahan yang dihadapi oleh Yayasan Baitussalam Jabon Sidoarjo adalah bidang produksi, manajeman usaha dan pemasaran. Hal ini karena hasil produksi kudapan menurun. Menurunnya hasil produksi karena manajeman usaha dan pemasaran yang masih bersifat tradisonal. Minimnya pengetahuan dan ketrampilan, manajeman usaha dan pemasaran serta tidak memadainya alat produksi. Metode pelaksanaan pengabdian meliputi pembelian alat produksi dan pelatihan managemen dan pemasaran. Hasil yag dicapai adalah pembelian alat produksi kudapan dan pelatihan. Pembelian alat produksi kudapan  terdiri atas mesin pembuat roti, mesin pencetak mie, mesin pengaduk bumbu, alat penggorengan dan kompor. Pelatihan terdiri atas pelatihan pembukuan dan e-market.  Tiga bulan setelah dilakukan proses produksi yang menggunakan alat 5 alat baru, usaha pembuatan kudapan oleh Yayasan Baitussalam Jabon Sidoarjo mengalami peningkatan produksi 100%. Kenaikan produksi berpengaruh pada peningkatan sumber dana  Yayasan Baitussalam Jabon Sidoarjo. Hal ini sangat bermanfaat bagi kelangsungan proses pembelajaran anak anak didik. Rekomendasi yang dihasilkan adalah perlunya peningkatan produksi lanjutan melalui pembelian alat produksi packing dan upaya legatitas HAKI
Pengendalian Keselamatan Penerbangan Sebagai Upaya Penegakan Kedaulatan Negara di Ruang Udara dan Implikasinya di Indonesi Yustitianingtyas, Levina; Babussalam, Basuki; Wijayanti, Asri
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7, No 1 (2021): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v7i1.31474

Abstract

The main concept that applies to the national airspace of a country is that the national airspace is closed to the flight of foreign aircraft. This is a further consequence of the acceptance of a state's complete and exclusive sovereignty over its air space. Therefore it is necessary to control the air space as one of the ways to enforce state sovereignty in air space. Even so, despite efforts to control air space, there are still frequent violations of Indonesian airspace. In writing this law, the focus of the problem to be studied is related to the occurrence of violations of a country's airspace if the foreign aircraft is in the Indonesian airspace without a permit or carries out flight activities not through a flight path that has been determined based on Indonesian national legislation as an effort to enforce sovereignty state in air space.
Keabsahan Pemutusan Hubungan Kerja Karena Force Majeur Di Masa Pandemi Covid-19 Yayuk Sugiarti; asri wijayanti
Justitia Jurnal Hukum Vol 4, No 2 (2020): Justitia Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/justitia.v4i2.6187

Abstract

Tidak ada yang mengharapkan terjadinya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak. Antara pekerja dan pengusaha selalu mengharapkan agar hubungan kerja dapat berlangsung selama-lamanya dengan suasana kondusif. Keadaan pandemic covid-19 telah memaksa kegiatan usaha melakukan perubahan syarat maupun cara kerja. Penanganan dan pencegahan penularan virus corona, telah memaksa pemerintah mengeluarkan aturan pembatasan social. Perubahan cara kerja terjadi, misalnya mengurangi jumlah pekerja dalam waktu kerja tertentu. Ada yang menganggap kondisi pandemic covid-19 sebagai suatu keadaan memaksa (force majeur),  sehingga mengakibatkan kerugian yang menjadikan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak karena alas an force majeur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan dari pemutusan hubungan kerjan di masa pandemic covid-19 karena alasan force mejur.  Penelitian ini adalah yuridis normative dengan pendekatan statute approach. Hasil dari penelitian ini adalah pandemic covid-19 tidak dapat dijadikan dasar alasan telah terjadinya force majeur, karena pandemic covid-19 bersifat sementara tidak selama-lamanya. Apabila pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak karena mengalami kerugian, harus tetap dibuktikan adanya kerugian berdasar analisis keuangan.dan memberikan hak-hak sesuai UU 13/2003. Kesimpulan yang didapat adalah pekerja yang diputus hubungan kerjanya karena alasan force majeur pada saat pandemic covid-tidak dapat dibenarkan dan harus tetap memberikan haknya sesuai UU 13/2003.
Perlindungan Hukum Pekerja Harian Lepas Di Kabupaten Bondowoso Lilik Puja Rahayu; asri wijayanti
Justitia Jurnal Hukum Vol 4, No 2 (2020): Justitia Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/justitia.v4i2.6188

Abstract

Pekerja harian lepas seharusnya bekerja kurang dari dua puluh lima hari  dalam satu bulan. Minimal upah yang seharusnya diterima oleh pekerja harian lepas perhari adalah seperdualima dari upah minimum perbulan. Fakta yang ada di Kabupaten Bondowoso, pekerja harian lepas masih bekerja penuh dalam satu bulan dan menerima upah kurang dari ketentuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pekerja harian lepas di Kabupaten Bondowoso beserta upaya hukumnya. Penelitian ini adalah yuridis normative dengan pendekatan statute approach. Hasil dari penelitian ini adalah Banyak pekerja harian lepas di kabupaten Bondoowoso masih bekerja lebih dari dua puluh hari dalam satu bulan dan menerima upah kurang dari seperdualima dari upah minimum Kabupaten Bondowoso. Pada ummnya pekerja harian lepas di Kabupaten Bondowoso yang bekerja lebih dari waktu maksimal seharusnya dan menerima upah kurang dari upah minimum seharusnya tidak melakukan upaya hukum apapun. Hal ini mengingat sulitnya mencari pekerjaan. Kesimpulan yang didapat adalah pekerja harian lepas di Kabupaten Bondowoso belum mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan  Pasal 10-12 Kepmen 100/2004, jo. Paasl 59  jo Pasal 90 jo Paas; 185 UU 13/2003.
Law Number 9 of 2017 as Automatic Financial Information Exchange and Comparison with Malaysia Bambang Sugeng Ariadi Subagyono; Agus Yudha Hernoko; Zahry Vandawati Chumaida; Asri Wijayanti
Justitia Jurnal Hukum Vol 3, No 2 (2019): Justitia Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1023.36 KB) | DOI: 10.30651/justitia.v3i2.3628

Abstract

Taxpayer data and information from banking and finance institution could be guidance on any development. Therefore, it could be a corrective act to do the law enforcement on increasing Inland Revenue. Financial information exchange regarded to tax interests, besides by demanding way also could automatically way done (Automatic Exchange of Financial Account Information/AEol). Indonesia commitment was manifested by Multilateral Competent Authority Agreement signed after AEOI on 3rd June 2015. Indonesia agreed to start the financial information exchange automatically on September 2018. The followed-up Indonesia government commitment was on 8th May 2017. It had approved the financial information access no.1 2017 legislations as to tax interests. Then, one year later was set to be no.9 2017 legislations.Keywords : Automatic, Exchange, Financial Account
Existence of Visum Et Repertum on the Occurrence of Persecution as Evidence of Work Termination Asri Wijayanti; Achmad Hariri; Agus Supriyo; Basuki Babussalam; Satria Unggul Wicaksana Perkasa
Jurnal Cita Hukum Vol 9, No 3 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jch.v9i3.22868

Abstract

Employment relationships may end due to abuse by workers. The existence of abuse must be medically proven. This research aimed to analyze the existence of a visum et repertum for the occurrence of abuse that can be used as evidence in termination of employment. This legal research was normative with a statutory approach. The results showed that persecution was a criminal act. There was no requirement for a judge's decision in the District Court which already had permanent legal force for the occurrence of persecution as a condition for the validity of the layoff as if the visum et repertum was no longer needed. It was enough that the acts of abuse committed by workers were regulated in the Employment Agreement, Company Regulation or Collective Labor Agreement, then the persecution as a form of an urgent violation can be used as a valid reason for the termination of employment (Article 81 number 37 of the Job Creation Law jo.  Article 151 / 3 Manpower Law jo. article 52/2 Government Regulation 35/2021. The researchers’ efforts to review labor regulations related to urgent violations in the Indonesian manpower system are a form of evaluation of the weaknesses of the Job Creation Law and its implementing regulations can be able to assist legislators to develop and enforce laws that protect certain vulnerable groups namely workers in applying the principle of presumption of innocence.Keywords: Forensics; Persecution; Termination Eksistensi Visum Et Repertum Atas Terjadinya Penganiayaan Sebagai Alat Bukti Pemutusan Hubungan KerjaAbstrakHubungan kerja dapat berakhir karena adanya penganiayaan yang dilakukan oleh pekerja. Adanya penganiayaan harus dibuktikan secara medis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya visum et repertum atas terjadinya penganiayaan yang dapat digunakan sebagai alat bukti dalam pemutusan hubungan kerja. Penelitian hukum ini bersifat normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  penganiayaan adalah perbuatan pidana. Tidak adanya keharusan putusan hakim di Pengadilan Negeri yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atas terjadinya penganiyaan sebagai syarat keabsahan PHK seolah mengakibatkan visum et repertum tidak dibutuhkan lagi. Cukup perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh pekerja diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, maka penganiayaan sebagai wujud telah terjadi pelanggaran yang bersifat mendesak dapat digunakan sebagai alasan keabsahan pemutusan hubungan Kerja (Pasal  81 angka 37 UU Cipta Kerja jo.  Pasal 151 /3 UU Ketenagakerjaan jo.Pasal 52/2 Peraturan Pemerintah 35/2021. Upaya penulis untuk mereview peraturan perburuhan terkait pelanggaran yang bersifat mendesak dalam sistim ketenagakerjaan Indonesia merupakan bentuk evaluasi atas adanyan kelemahan UU Cipta Kerja dan Peraturan pelaksananya, akan dapat membantu legislator untuk mengembangkan dan menegakkan hukum yang melindungi kelompok rentan tertentu yaitu pekerja dalam menerapkan asas praduga tak bersalah.Kata Kunci: Forensik; Penganiayaan; Pemutusan Hubungan Kerja Наличие Visum Et Repertum в случае преследования как доказательство прекращения работы АннотацияТрудовые отношения могут прекратиться из-за жестокого обращения со стороны работников. Наличие жестокого обращения должно быть доказано с медицинской точки зрения. Это исследование было направлено на анализ наличия visum et repertum в случаях злоупотреблений, которые могут использоваться в качестве доказательства при увольнении. Это правовое исследование было нормативным с законодательным подходом. Результаты показали, что преследование было уголовным преступлением. В районном суде не требовалось вынесения решения судьей, которое уже имело постоянную юридическую силу в связи с преследованием в качестве условия действительности увольнения, как если бы в visum et repertum больше не было необходимости. Достаточно того, чтобы акты жестокого обращения, совершенные работниками, регулировались трудовым договором, регламентом компании или коллективным трудовым договором, тогда преследование как форма неотложного нарушения может быть использовано в качестве уважительной причины для увольнения (статья 81 № 37 Закона о создании рабочих мест, ст. 151/3 Закона о рабочей силе, ст. 52/2 Постановление правительства 35/2021. Усилия исследователей по пересмотру трудового законодательства, касающегося неотложных нарушений в индонезийской системе кадровых ресурсов, являются формой оценки Слабые стороны Закона о создании рабочих мест и его подзаконных актов могут помочь законодателям в разработке и обеспечении соблюдения законов, которые защищают определенные уязвимые группы, а именно работников, в применении принципа презумпции невиновности.Ключевые слова: судебная экспертиза; преследование; прекращение действия
Access to Justice and Labor Law Reform in Asia Asri Wijayanti
Rechtsidee Vol 3 No 1 (2016): June
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/jihr.v3i1.144

Abstract

The existence of national labor law system guarantees fair is one of legal reform to achieve access to justice. This study aims to analyze whether the system of labor law has given capacity to achieve access to justice as the basis for implementing international labor relations in Asia. The method of this study is a normative legal research with statute approach. The findings support that there was an inconsistency on the substance of the legal structures that affect the low legal culture. The substance of the national labor law systems have not adapted the comprehensive International Labor Organization (ILO) conventions. Less robust system of national labor laws affect access to justice in the weak field of labor in the region.
KEDUDUKAN HUKUM NOKEP 883-DIR/KPS/10/2012 SEBAGAI DASAR PEMBERIAN HAK PENSIUN BAGI PEKERJA PT BRI PERSERO TBK Asri Wijayanti
Perspektif Vol 19, No 2 (2014): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (763.062 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v19i2.14

Abstract

Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja yang diberhentikan karena memasuki usia pensiun, mendapat hak atas dana pensiun (bagi pegawai negeri) atau hak atas pesangon (bagi pekerja swasta). Kedudukan SK Direksi Nokep 883-DIR/KPS/10/2012 yang dianalisis berdasarkan Pasal 167 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, telah mengikutsertakan pekerja dalam program pensiun yang iuran atau preminya dibayar oleh PT BRI Persero Tbk dan pekerja. Substansi SK Direksi Nokep 883-DIR/KPS/10/2012 telah melanggar Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Prior to the enactment of Law 13/2003, workers whose did dismissal due to retirement, the right to receive pension funds (for civil servants) or rights to severance pay (for private sector workers). The aim of the article to provide an alternative solution for the national case on retired PT BRI Persero Tbk on going at this time, Status of Directors Nokep 883-DIR/KPS/10/2012 SK analyzed based on Article 167 Law 13/2003, this is BRI has included workers/employees in the pension plans whose contributions/premiums paid by the BRI and workers. SK Nokep 883-DIR/KPS/10/2012 Directors has violated Article 167 paragraph (3) of Law 13/2003. 
IMPLEMENTASI MODEL BANTUAN HUKUM TERHADAP KAUM MARGINAL DI KAMPUNG PEMULUNG KOTA SURABAYA BERBASIS KEADILAN Asri Wijayanti; Slamet Suhartono; Kaharudin Putera Samudra; Aldiansyah Pratama
Prosiding Conference on Research and Community Services Vol 1, No 1 (2019): Prosiding Conference on Research and Community Services)
Publisher : STKIP PGRI Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemberian bantuan hukum bagi kaum marginal di Kota Surabaya terasa sulit dan belum mencapai rasa keadilan. Ada dua faktor penyebabnya yaitu faktor pembentukan hukum (adanya multitafsir atas rumusan substansi dan prosedur dari UU 16/2011) dan faktor rendahnya penegakan hukum (belum dapat dirasakan secara merata oleh kaum marginal). Tujuan penelitian ini adalah menerapkan model bantuan hukum melalui pendampingan  jejaring personal terhadap kaum marginal yang berhadapan dengan hukum di kampung pemulung kota Surabaya untuk mencapai rasa keadilan. Penelitian socio legal ini, menggunakan metode pendekatan research and development pada lingkungan masyarakat penerima pinjaman lunak binaan Seksi Kewanitaan Masjid Ummul Mu’minin Surabaya yang berada di kampung pemulung  (makam Rangkah) kota Surabaya. Hasil penelitian ini adalah implementasi  model bantuan hukum terhadap kaum marginal yang berhadapan dengan hukum di kampung pemulung kota Surabaya, khususnya tentang izin tinggal melalui pendampingan personal akan dapat menjadi alternatif solusi untuk mencapai keadilan sosial. Rekomendasi Pemerintah Kota Surabaya diharapkan memberikan alternatif tempat tinggal yang layak huni  yang terjangkau pada masyarakat kampung pemulung nantinya apabila dilakukan relokasi