I Wayan Bela Siki Layang
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 35 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 35 Documents
Search

DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN DI POLRESTA DENPASAR Gede Dicka Prasminda; I Wayan Tangun Susila; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 02, Februari 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (51.645 KB)

Abstract

Police discretion is defined as the freedom of making decisions according topolice discretion. Authority of police discretion in the termination of the investigation, itappears the authority under certain circumstances in the event or to make a decisionwhether or not the action will be carried out in the event of a crime.Discretionary powers held by police actually very broad because it is not setexplicitly in the legislation. With the extent of that power, has the potential to be abusedthat power for their own advantage, groups, and other organizations. Thoughdiscretionary powers given if available legal channels to solve a problem is inefficientor inadequate.
KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Ni Kadek Wulan Suryawati; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 4 No 3 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.381 KB)

Abstract

Perkawinan merupakan suatu yang sakral yang mengikat seorang pria dan wanita dalam ikatan perkawinan. Perkawinan bukan hanya merupakan seorang pria dan wanita hidup bersama, melainkan ada tanggung jawab yang harus dijalani sebagai sepasang suami isteri. Pada Pasal 1 Undang-Undang Tentang perkawinan menjelaskan arti dari perkawinan itu sendiri merupakan ikatan lahir batin suami isteri untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketentuan pada Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan menjelaskan anak yang sah adalah anak yang lahir dari akibat perkawinan yang sah. Kedudukan anak diluar perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja. Metode yang digunakan dalam penulisan ini yakni menggunakan penelitian normatif. Yang bahan hukumnya diperoleh dari buku-buku maupun Undang-Undang yang terkait dengan judul yang penulis angkat. Tujuan dari penulisan ini yakni agar dapat mengetahui secara jelas bagaimana kedudukan anak di luar perkawinan yang berpatokan pada ketentuan yang ada pada Undang-Undang Perkawinan, dan adanya perlindungan hukum terhadap anak yang lahir di luar perkawinan yang harusnya mendapat perlindungan hukum tanpa adanya diskriminatif antara anak sah maupun anak yang tidak sah. Merajuk kepada kedudukan hukum anak di luar kawin mengenai status hukumnya hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja. Mengenai perlindungan hukum yang didapatkan anak di luar kawin, sejatinya setiap individu telah mendapat hak untuk hidup sejak dalam kandungan dan tidak memandang dari status maupun latar belakang dari anak tersebut. Kata Kunci : Kedudukan hukum, Anak di luar kawin.
TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN KESALAHAN TINDAKAN KEDOKTERAN KEPADA PASIEN Gede Prasetia Adnyana; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 06, Juli 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.054 KB)

Abstract

The hospital has an important meaning in providing health care and medical services. The health care and medical services in hospitals is important and should be maintained and improved according to the prevailing standard of services so that the public as consumers can experience the medical services provided. Callings a doctor is one form of health care, so that if a doctor proven to perform mistakes in medical action, the hospital partly responsible for that mistakes made by doctor. Because of the hospital and the doctor has a legal relationship, both were responsible for the health care and medical services that provided to patients. That liability may be criminal liability, civil liability, or liability in the administration law.
FENOMENA MARAKNYA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP KORBAN PEREMPUAN Ni Ketut Serna Adiningsih; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 5 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.548 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i05.p15

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jaminan perlindungan perempuan dengan melihat pengaturan pada Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta implementasi atau penerapan hukum dan menganalisis sebab-sebab terjadinya suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan khususnya terhadap korban perempuan. Studi ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris yang merupakan suatu penelitian hukum dengan melihat data-data di lapangan yang berarti melihat secara nyata dan meneliti bagaimana suatu hukum bekerja di dalam masyarakat. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fakta (the fact approach) dan pendekatan perundang-undangan (the statute approach). Pencurian dengan kekerasan diatur pada Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hasil studi menunjukan bahwa pelaku pencurian dengan kekerasan lebih mengincar korban perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut dikarenakan perempuan sangat jarang melakukan perlawanan, yang berarti penakut dan lemah. Dalam kondisi tersebut membuat rasa takut perempuan terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan laki-laki. Ini dikarenakan penderitaan yang dialami oleh perempuan jauh baik saat terjadinya suatu kekerasan maupun sudah terjadinya suatu kekerasan memberikan dampak traumatis. Adapun sebab-sebab terjadinya pencurian dengan kekerasan yaitu, faktor ekonomi, pendidikan, pengangguran, kelalaian korban, pergaulan, urbanisasi, keinginan untuk menguasai barang yang dicuri, lifestyle, serta faktor penegak hukum. Dengan demikian, perlu suatu tindakan atau upaya penanggulangan dari pihak berwajib atau pemerintah terhadap maraknya tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut. The purpose of this study was to determine the guarantee of women's protection by looking at the arrangements in Article 365 of the Criminal Code as well as the application or application of the law and to analyze the causes of the occurrence of a criminal act of theft with violence, especially against female victims. This study uses a type of empirical legal research which is a legal research by looking at the data in the field which means seeing the real and examining how a law works in society. This study use a fact approach and a law approach. Theft with violence is regulated in Article 365 of the Criminal Code. The results of the study show that the perpetrators of theft by pursuing more target female victims than male victims. This is because women rarely fight back, which means they are timid and weak. Under these conditions, the fear of crime is much higher than that of men. This is because the suffering experienced by women is far from the time of violence or violence that has a traumatic impact. The causes of violent theft are economic factors, education, mistakes, victim negligence, association, urbanization, desire to control the stolen goods, lifestyle, law enforcement factors. Thus, it is necessary to take an action or countermeasure from the authorities or the government against the rampant crime of theft with violence.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN AIR MINUM ISI ULANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN* (Studi kasus: Desa Peliatan, Kecamatan Ubud) I Made Putra Sedana; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 4 No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.815 KB)

Abstract

Dalam kehidupan sehari-hari dalam transaksi antara pelaku usaha dan konsumen, seringkali konsumen berada pada kedudukan yang lebih rendah dari pelaku usaha, konsumen tidak dapat memperoleh apa yang menjadi haknya. Pelaku usaha tidak memperhatikan hak-hak konsumen serta pelaku usaha tidak memenuhi kewajibanya. Dari uraian tersebut maka penulis membahas Bagaimanakah pelaksanaan hak-hak konsumen berkaitan dengan konsumsi air minum isi ulang dan apakah yang menjadi hambatan bagi konsumen air minum isi ulang dalam mendapatkan perlindungan hukum. Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis-empiris. Hasil penelitian ini adalah Pelaksanaan hak-hak konsumen berkaitan dengan konsumsi air minum isi ulang belum terlaksana sesuai dengan yang sudah diatur dalam UUPK, depot air minum isi ulang tidak memberikan informasi kepada konsumen tentang kondisi air minum isi ulang yaitu informasi tentang higiesitasi air minum isi ulang. Hambatan bagi konsumen air minum isi ulang mendapatkan perlindungan hukum yaitu rendahnya kesadaran hukum bagi pelaku usaha air minum isi ulang mengenai kewajiban memberikan informasi yang benar dan jujur mengenai kondisi dan jaminan tentang air minum isi ulang. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Konsumen, Air Minum Isi Ulang.
PENGATURAN ALAT BANTU PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) DI PENGADILAN DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Putu Tissya Poppy Aristiani; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 3 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.25 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i03.p02

Abstract

Tujuan penelitian untuk menemukan dan menganalisa hukum pidana di dalam pengaturan alat bantu pendeteksi kebohongan (lie detector) di pengadilan dalam pembuktian perkara pidana dan kedudukan pemakaian alat bantu deteksi kebohongan (lie detector) pada proses penyidikan terhadap tindak pidana berlandaskan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Studi ini memakai pendekatan/metode penelitian hukum yuridis normatif melalui peraturan perundang-undangan serta studi kepustakaan. Hasil studi menunjukkan bahwa dalam konsep penegakkan hukum acara pidana guna mendapatkan kebenaran materiil agar mendapatkan kepastian hukum. Salah satu cara agar mencapainya dengan memastikan keterangan pelaku ataupun saksi berkesesuaian dan tidak rancu/bertumpang tindih antara satu dengan lainnya sehingga keterangannya dapat diberikan secara jujur dengan menggunakan alat bantu pendeteksi kebohongan (lie detector). Pengaturan penggunaan lie detector dalam proses peradilan pidana belum memiliki parameter yang diatur secara tegas dalam KUHAP karena lie detector bukanlah alat bukti yang utama di dalam pengadilan, namun keabsahan lie detector yang digunakan dalam pembuktian perkara pidana di pengadilan yang diperlukannya keterangan ahli laboratorium forensik komputer. Hasil print out tersebut yang dianalisis oleh ahli psikologi forensik yang akan menjadi keterangan ahli yang sah dalam persidangan berkedudukan sebagai alatbukti pelengkap berkas penyidikan, seperti yang termuat dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. The purpose of this research is to find out and analyze criminal law in the arrangement of lie detector tools in proving criminal cases in court and the position of using lie detector in the investigation process of crimes linked to Law Number 8 of 1981 regarding Criminal Procedure Law. This study uses a normative juridical legal research method with a statutory approach and literature study. The results of the study show that in the concept of enforcing criminal procedural law in order to obtain material truth in order to obtain legal certainty. One way to achieve material truth is to ensure that the testimonies of witnesses and perpetrators are compatible and do not overlap with one another so that the information can be given honestly by using a lie detector. The regulations for the use of lie detector in the criminal justice process do not yet have parameters that are strictly regulated in the Code of Criminal Procedure because lie detector is not the main evidence in court, but the validity of lie detector used in proving a criminal case in court is used as a support to the process of disclosing a suspect's testimony in the stage of an investigation process that requires a computer forensic laboratory expert's statement. The print out results from the lie detector serve as a complement to the investigation files analyzed by the forensic psychologist at the trial, which can be used as evidence, as stated in Article 184 paragraph (1) KUHAP.
KEBIJAKAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA SAAT PANDEMI COVID-19 Ida Ayu Nadya Putri Indirasuari; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 4 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.963 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i04.p15

Abstract

Studi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta mengkaji mengenai kebijakan untuk mengambil suatu keputusan pembebasan bersyarat bagi narapidana saat pandemi COVID-19. Adapun teori yang digunakan untuk menganalisa kajian ini adalah teori pembebasan bersyarat dalam hukum positif dan spesifikasi pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang tentunya dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, buku, jurnal terkait dengan penulisan ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah guna menanggulangi COVID-19 di lapas yang kelebihan kapasitas dengan kebijakan “pembebasan bersyarat”, namun keputusan ini tidak lepas dari problematika yang terjadi yaitu pengulangan tindak pidana yang terjadi pada para mantan narapidana yang telah dibebaskan dan menunjukan ius constituendum dari pembebasan bersyarat tersebut. The study in this study aims to find out and examine policies to make a decision on parole for prisoners during the COVID-19 pandemic. The theory used to analyze this study is the theory of parole in positive law and the specifications in this study use normative legal research. This paper uses a normative legal research method which of course uses the approach of legislation, books, journals related to this writing. Based on the research conducted, the results of this study indicate that the government's efforts to tackle COVID-19 in overcapacitated prisons are with the policy of "conditional release", but this decision cannot be separated from the problems that occur, namely the repetition of criminal acts that occur in ex-convicts. who has been released and shows the ius constituendum of the conditional release.
AKIBAT HUKUM KREDIT TANPA JAMINAN BAGI PIHAK DEBITUR Ni Made Novina Pratiwi Putheri; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 05, Juli 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.534 KB)

Abstract

Assurance of the debtor is an absolute requirement for the purpose of legal certainty which is expressly set out in the credit agreement. This is because insurance is very important for the bank to counter the risks that might arise in the future as a result of the granting of credit by the bank to the borrower.Legal consequences in case of unsecured credit unsecured credit defaults that contain greater risk that the legal consequences that all the wealth effect debtor either moving or not moving the existing and will exist in the future, a guarantee of fulfillment of all of the debt payments. In the banking institutions in general, apply the precautionary principle in any extension of credit to borrowers by asking insurance known as credit or collateral, in an effort to minimize the risk of loss that would be suffered as a result of the debtor can not pay off the loan in accordance with the agreed in the credit agreement.
BENTUK-BENTUK MALADMINISTRASI PENDIDIKAN PADA PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU TAHUN 2018 DI KOTA DENPASAR A.A Ayu Inten Pratiwi; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 7 No 2 (2019)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.008 KB)

Abstract

Negara melalui aparatur pemerintahannya sebagai penyelenggara negara wajib menyelenggarakan pendidikan Sebagai salah satu instrumen pelayanan publik. Pelaksanaannya diperlukan adanya akuntabilitas, transparasi, serta efisiensi guna mencapai efektifitas dalam pelaksanaan pendidikan. Pelayanan publik pada bidang pendidikan rentan terhadap adanya indikasi dan dugaan maladministrasi. Penulisan ini mengkaji permasalahan mengenai bagaimanakah bentuk-bentuk maladministrasi pendidikan dalam penerimaan peserta didik baru tahun 2018 di Denpasar dan peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bali dalam mengatasi maladministrasi pendidikan. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Hasil dari penulisan ini mengkaji mengenai bentuk maladministrasi pendidikan berupa kelalaian, nepoteisme dan kolusi, intervensi pejabat publik dan ketidak tegasan regulasi pembentuk peraturan. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bali berperan dalam melakukan penerimaan laporan, tindakan investigasi, rekomendasi sanksi kepada pejabat publik, melakukan pengawasan aktif dan pasif, serta melakukan upaya pencegahan melalaui sosialisasi. Kata Kunci: Maladministrasi, Pendidikan, Ombudsman
Analisis Yuridis Ketentuan Pasal Tindak Pidana Ujaran Kebencian (Studi Kasus I Gede Ary Astina) Kadek Agus Kusumanadi; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 12 (2021)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sekaligus melakukan analisis tentang pemahaman makna kata “rasa kebencian dan antar golongan” pada ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU ITE serta implementasi rumusan pasal yang tepat agar memenuhi rasa keadilan. Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan analisis konsep serta pendekatan kasus dalam menganalisis norma kabur pada ketentuan pasal 28 ayat (2) UU ITE. Hasil studi menunjukan bahwa kurangnya penjelasan secara tegas mengenai makna kata “rasa kebencian” serta pemaknaan yang terlalu luas dalam penerapan hukum pada makna kata “antar golongan” ketentuan rumusan pasal 28 ayat (2) UU ITE. Secara Implementatif mengakibatkan timbulnya penafsiran secara subyektif serta tidak tepatnya rumusan pasal dalam penerapan terhadap kalimat-kalimat postingan pengguna media sosial. Oleh karena itu di perlukan rumusan pasal berdasarkan prinsip, Lex certa dan Lex stricta agar memenuhi keadilan. Kata Kunci: UU ITE, Rasa Kebencian, Antar Golongan. ABSTRACT The research is aim to discover and analyze the understanding of content, “The distaste and among groups“ occurred on Information and Electronics Transaction Law (UU ITE) Article 28 paragraph (2) in addition to do proper implementation to comply justice. The normative method is used and completed in this journal by approaching the regulation of law, concept analysis, and case in analyzing deviated norm of Information and Electronics Transaction Law (UU ITE) Article 28 paragraph (2). The result of this study shows that there is lack of assertive explanation of “The distaste” and the wide interpretation of law on “among groups” on Information and Electronics Transaction Law (UU ITE) Article 28 paragraph (2). The implementation causes subjective interpretation and incorrect implementation in ensnaring social media posting Therefore, the content formulation based on Lex certa and Lex stricta is necessary to comply the justice. Key Words : UU ITE, The Distaste, Among Groups.