Nyoman A Martana
Fakulas Hukum Universitas Udayana

Published : 40 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

TUNTUTAN HAK DALAM PENEGAKAN HAK LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL RIGHT) I Putu Rasmadi Arsha Putra; I Ketut Tjukup; Nyoman A. Martana
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 1 (2016): Januari – Juni 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v2i1.26

Abstract

Tuntutan hak merupakan cara untuk memperoleh perlindungan terhadap hak seseorang maupun badan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya tindakan main hakim (eigenrichhting). Dalam kehidupannya manusia memilih beberapa hak untuk dipertahankan diantaranya: pertama hak sipil dan politik, kedua hak ekonomi dan sosial dan yang ketiga adalah hak solidaritas atau persaudaraan. Salah satu jenis hak asasi manusia yang belum terelaborasi adalah hak atas lingkungan. Hak ligkungan (environmental right) adalah salah satu hak yang perlu untuk kita perjuangkan mengingat lingkungan tidak dapat memperjuangkan kepentingannya sendiri karena sifatnya yang in-animatif (tidak dapat berbicara) sehingga diperlukan pihak lain yang memperjuangkan. Perlu suatu perluasan akses keadilan dalam penegakan hukum lingkungan mengingat pengajuan tuntutan hak pada hukum acara perdata di Indonesia hanya mengandalkan ketentuan pada Het Herzeine Indonesich Reglement (HIR), Sejauh ini telah berkembang mengenai mekanisme pengajuan tuntutan hak di luar Het Herzeine Indonesich Reglement (HIR), seperti class action, legal standing dan citizen lawsuit. Tulisan ini akan membahas mengenai perbedaan karakteristik masing-masing tuntutan hak tersebut dalam hal penegakan hukum lingkungan. Gugatan class action merupakan sebuah mekanisme pengajuan tuntutan hak yang diajukan oleh wakil kelompok yang memperjuangkan kepetingannya dan kelompoknya, Gugatan LSM atau legal standing merupakan mekanisme pengajuan gugatan oleh LSM, gugatan tersebut diajukan apabila bertentangan dengan anggaran dasar dari LSM tersebut. Gugatan citizen adalah gugatan yang diajukan oleh seorang atau lebih warga negara atas nama seluruh warga negara yang ditujukan kepada Negara.Kata Kunci : Tuntutan Hak, Penegakan Hukum, Hak Lingkungan, 
PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN BERDASARKAN HUKUM ACARA PERDATA YANG PLURALISTIK I Ketut Tjukup; Nyoman A. Martana; Dewa N. Rai Asmara Putra; Made Diah Sekar Mayang Sari; I Putu Rasmadi Arsha Putra
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 2 (2016): Juli - Desember 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.014 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v2i2.40

Abstract

Hukum Acara Perdata yang berlaku sebagai dasar hukum dalam pemeriksaan perkara perdata di Indonesia sampai detik ini sangat pluralistik dan tersebar dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 masih tetap mempergunakan HIR (Reglement Indonesia yang diperbaharui STB 1941 No. 44 berlaku untuk wilayah hukum Jawa dan Madura), dan RBg (Reglement daerah seberang STB 1927 No. 227) berlaku luar Jawa dan Madura. Mencermati pluralistiknya hukum acara perdata Indonesia yang sampai sekarang belum memiliki Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata yang nasional, hukum acara yang demikian dalam penerapannya timbul multi interpretasi, sulit mewujudkan keadilan dan tidak menjamin kepastian hukum. Metode dalam penulisan ini ialah normatif dengan penelusuran bahan hukum primer dan sekunder. Pendekatan untuk menganalisis ialah pendekatan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Hakim sebagai penegak hukum dan untuk mewujudkan keadilan tidak boleh mulut undang-undang, hakim harus progresif dan selalu memperhatikan perasaan keadilan para pihak dalam proses pemeriksaan di persidangan. Sebagaimana yang diatur oleh moralitas para pihak yang dilanggar selalu menginginkan keadilan atau penegakan hukum identik dengan penegakan keadilan. Dalam perkara perdata beraneka kepentingan akan dituntut hakim yang kritis, menguasai hukum secara koprehensif dan dapat mewujudkan hakikat keadilan dalam penegakan hukum berdasarkan hukum acara perdata yang fluralistik. Persoalan keadilan ialah persoalan yang sangat fundamental dalam penegakan hukum. Perwujudan keadilan haruslah didahului dengan kepastian hukum sehingga sangat diperlukan hukum acara perdata yang unifikasi atau tidak terlalu banyak multi interpretasi, yang akhirnya putusan Hakim yang adil dapat diketemukan. Jadi hukum acara perdata yang pluralistik dalam penerapannya banyak timbul hambatan, tidak mencerminkan kepastian hukum dan sangat sulit mewujudkan keadilan, sehingga sangat diperlukan satu kesatuan hukum acara perdata (unifikasi hukum).
TUNTUTAN HAK DALAM PENEGAKAN HAK LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL RIGHT) I Putu Rasmadi Arsha Putra; I Ketut Tjukup; Nyoman A. Martana
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 1 (2016): Januari – Juni 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v2i1.26

Abstract

Tuntutan hak merupakan cara untuk memperoleh perlindungan terhadap hak seseorang maupun badan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya tindakan main hakim (eigenrichhting). Dalam kehidupannya manusia memilih beberapa hak untuk dipertahankan diantaranya: pertama hak sipil dan politik, kedua hak ekonomi dan sosial dan yang ketiga adalah hak solidaritas atau persaudaraan. Salah satu jenis hak asasi manusia yang belum terelaborasi adalah hak atas lingkungan. Hak ligkungan (environmental right) adalah salah satu hak yang perlu untuk kita perjuangkan mengingat lingkungan tidak dapat memperjuangkan kepentingannya sendiri karena sifatnya yang in-animatif (tidak dapat berbicara) sehingga diperlukan pihak lain yang memperjuangkan. Perlu suatu perluasan akses keadilan dalam penegakan hukum lingkungan mengingat pengajuan tuntutan hak pada hukum acara perdata di Indonesia hanya mengandalkan ketentuan pada Het Herzeine Indonesich Reglement (HIR), Sejauh ini telah berkembang mengenai mekanisme pengajuan tuntutan hak di luar Het Herzeine Indonesich Reglement (HIR), seperti class action, legal standing dan citizen lawsuit. Tulisan ini akan membahas mengenai perbedaan karakteristik masing-masing tuntutan hak tersebut dalam hal penegakan hukum lingkungan. Gugatan class action merupakan sebuah mekanisme pengajuan tuntutan hak yang diajukan oleh wakil kelompok yang memperjuangkan kepetingannya dan kelompoknya, Gugatan LSM atau legal standing merupakan mekanisme pengajuan gugatan oleh LSM, gugatan tersebut diajukan apabila bertentangan dengan anggaran dasar dari LSM tersebut. Gugatan citizen adalah gugatan yang diajukan oleh seorang atau lebih warga negara atas nama seluruh warga negara yang ditujukan kepada Negara.Kata Kunci : Tuntutan Hak, Penegakan Hukum, Hak Lingkungan, 
PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN BERDASARKAN HUKUM ACARA PERDATA YANG PLURALISTIK I Ketut Tjukup; Nyoman A. Martana; Dewa N. Rai Asmara Putra; Made Diah Sekar Mayang Sari; I Putu Rasmadi Arsha Putra
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 2 (2016): Juli - Desember 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v2i2.40

Abstract

Hukum Acara Perdata yang berlaku sebagai dasar hukum dalam pemeriksaan perkara perdata di Indonesia sampai detik ini sangat pluralistik dan tersebar dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 masih tetap mempergunakan HIR (Reglement Indonesia yang diperbaharui STB 1941 No. 44 berlaku untuk wilayah hukum Jawa dan Madura), dan RBg (Reglement daerah seberang STB 1927 No. 227) berlaku luar Jawa dan Madura. Mencermati pluralistiknya hukum acara perdata Indonesia yang sampai sekarang belum memiliki Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata yang nasional, hukum acara yang demikian dalam penerapannya timbul multi interpretasi, sulit mewujudkan keadilan dan tidak menjamin kepastian hukum. Metode dalam penulisan ini ialah normatif dengan penelusuran bahan hukum primer dan sekunder. Pendekatan untuk menganalisis ialah pendekatan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Hakim sebagai penegak hukum dan untuk mewujudkan keadilan tidak boleh mulut undang-undang, hakim harus progresif dan selalu memperhatikan perasaan keadilan para pihak dalam proses pemeriksaan di persidangan. Sebagaimana yang diatur oleh moralitas para pihak yang dilanggar selalu menginginkan keadilan atau penegakan hukum identik dengan penegakan keadilan. Dalam perkara perdata beraneka kepentingan akan dituntut hakim yang kritis, menguasai hukum secara koprehensif dan dapat mewujudkan hakikat keadilan dalam penegakan hukum berdasarkan hukum acara perdata yang fluralistik. Persoalan keadilan ialah persoalan yang sangat fundamental dalam penegakan hukum. Perwujudan keadilan haruslah didahului dengan kepastian hukum sehingga sangat diperlukan hukum acara perdata yang unifikasi atau tidak terlalu banyak multi interpretasi, yang akhirnya putusan Hakim yang adil dapat diketemukan. Jadi hukum acara perdata yang pluralistik dalam penerapannya banyak timbul hambatan, tidak mencerminkan kepastian hukum dan sangat sulit mewujudkan keadilan, sehingga sangat diperlukan satu kesatuan hukum acara perdata (unifikasi hukum).
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI PEMINJAM DALAM LAYANAN APLIKASI PINJAMAN ONLINE Ni Nyoman Ari Diah Nurmantari; Nyoman A. Martana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 12 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam layanan aplikasi pinjaman online, banyak orang telah mengeluhkan permasalahan mengenai penyebarluasan data pribadi yang dilakukan oleh pihak penyelenggara pinjaman online tanpa pemberitahuan dan tanpa izin dari pemiliknya. Terkait dengan hal itu, maka penting untuk dikaji mengenai perlindungan hukum terhadap data pribadi peminjam dalam layanan aplikasi pinjaman online, dan sanksi terhadap pelanggaran data pribadi. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji perlindungan hukum terhadap data pribadi peminjam dalam layanan aplikasi pinjaman online. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan fakta. Hasil studi menunjukan bahwa perlindungan hukum dan sanksi bagi pelanggaran data pribadi telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 dan perubahannya tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun secara khusus mengenai perlindungan hukum dan sanksi pelanggaran data pribadi dalam layanan pinjaman online telah tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, yang ditegaskan pada Pasal 26 bahwa pihak penyelenggara bertanggung jawab menjaga kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data pribadi pengguna serta dalam pemanfaatannya harus memperoleh persetujuan dari pemilik data pribadi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi terhadap pelanggaran data pribadi mengacu pada Pasal 47 ayat (1), yaitu sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Data Pribadi, Peminjam, Pinjaman Online.
KAJIAN NORMATIF PUTUSAN UPAYA PAKSA DALAM PASAL 116 UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA Dewa Krisna Prasada; I Ketut Artadi; Nyoman A. Martana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 01, Januari 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini berjudul akibat kajian normatif putusan upaya paksa dalam pasal 116 undang-undang nomor 51 tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara. Permasalahan yang diteliti menyangkut tentang Pasal 116 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengenai putusan upaya paksa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Data bersumber dari penelitian pustaka melalui peraturan perundang-undangan, literatur, buku-buku dan dokumen resmi. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak semua ketentuan pada Pasal 116 ayat (4) Undang-undang nomor 51 tahun 2009 dapat diterapkan dalam eksekusi putusan di Peradilan Tata Usaha Negara sebab hakim harus terikat kepada undang-undang dalam menjatuhkan sanksi pembayaran uang paksa dan sanksi administratif, sedangkan undang-undang yang mengatur mengenai besaran uang paksa yang diberikan dan jenis sanksi admnistratif yang diberikan belum ada sampai saat ini. Hambatan dalam eksekusi atas putusan upaya paksa seringkali terhambat karena amar putusan, hambatan eksekusi putusan disebabkan Kepala Daerah yang kedudukannya sebagai Pejabat Politik, dan hambatan eksekusi putusan disebabkan Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat adalah pejabat yang menerima kewenangan delegasi semu.
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL I Gusti Ngurah Adhi Pramudia; Nyoman A. Martana; I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 04, September 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper entitled Effectiveness of the Implementation of Mediation as anAlternative Dispute Resolution of Industrial Relations Disputes, where the purpose ofthis paper is to determine the extent to which the effectiveness of mediation as analternative dispute resolution of industrial relations disputes. With settlement throughmediation, the parties do not have to dispute in court. This research uses empiricallegal research, with data coming from the Department of Labor and Transmigration ofBali. This paper will explain the mediation process and the effectiveness of mediation inthe settlement of industrial relations disputes and also explains the factors driving andinhibiting factors effectiveness of mediation in the settlement of industrial disputes.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN MEREK NAMA DOMAIN DALAM TINDAKAN CYBERSQUATTING DI INDONESIA Ni Komang Lugra Mega Triayuni Dewi; Nyoman A. Martana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 12 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendaftaran Nama domain memiliki relefansi dengan merek. Dalam perkembangannya acapkali pihak yang beritikad tidak baik mendaftarkan merek orang lain sebagai nama domainnya, tindakan seperti itu dikenal dengan cybersquatting. Tujuan study ini untuk mengetahui perlindungan bagi pemilik merek yang mereknya didaftarkan sebagai nama domain oleh pihak lain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konsep. Hasil study ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi pihak pemilik merek terdaftar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Merek berhak menggunakan mereknya dan memiliki hak eksklusif atas merek tersebut serta menuntut ganti rugi pada pihak yang mendaftarkan mereknya sebagai nama domain degan itikad tidak baik berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang ITE. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Nama Domain, Merek, Cybersquatting.
TANGGUNG JAWAB MUTLAK ( STRICT LIABILITY ) DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA LINGKUNGAN DI INDONESIA Ade Risha Riswanti; Nyoman A. Martana; I Nyoman Satyayudha Dananjaya
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 03, Juli 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The principle of Strict Liability in law enforcement of environmental civil law was formulated in Article 88 Act No. 32 in 2009 of Environmental Protection and Management. But the problem is legal application of principle of Strict Liability have not been effective in ensuring compensation for victims of pollution and environmental destruction. This problem will be researched with the descriptive legal research method to produce an argumentation based on the theory as prescript in finishing the problem faced. Acording to the author,law enforcement on civil law system based on Strict Liability should be through without any specific restriction applicability these principle, and there should be a law enforcement particular courage especially the Judge to applying principle of Strict Liability though contrary to the provisions of civil law.
KAJIAN NORMATIF PUTUSAN UPAYA PAKSA DALAM PASAL 116 UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA Dewa Krisna Prasada; I Ketut Artadi; Nyoman A. Martana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 01, Januari 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini berjudul akibat kajian normatif putusan upaya paksa dalam pasal 116 undang-undang nomor 51 tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara. Permasalahan yang diteliti menyangkut tentang Pasal 116 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengenai putusan upaya paksa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Data bersumber dari penelitian pustaka melalui peraturan perundang-undangan, literatur, buku-buku dan dokumen resmi. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak semua ketentuan pada Pasal 116 ayat (4) Undang-undang nomor 51 tahun 2009 dapat diterapkan dalam eksekusi putusan di Peradilan Tata Usaha Negara sebab hakim harus terikat kepada undang-undang dalam menjatuhkan sanksi pembayaran uang paksa dan sanksi administratif, sedangkan undang-undang yang mengatur mengenai besaran uang paksa yang diberikan dan jenis sanksi admnistratif yang diberikan belum ada sampai saat ini. Hambatan dalam eksekusi atas putusan upaya paksa seringkali terhambat karena amar putusan, hambatan eksekusi putusan disebabkan Kepala Daerah yang kedudukannya sebagai Pejabat Politik, dan hambatan eksekusi putusan disebabkan Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat adalah pejabat yang menerima kewenangan delegasi semu.