Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

PENGATURAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENCURIAN DATA GENETIK PRIBADI Mulia, Moto; Adiyaryani, Ni Nengah
Kertha Desa Vol 8 No 10 (2020)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan perlindungan hukum terhadap korban pencurian data genetik dalam hukum positif Indonesia perspektif ius constitutum dan sekaligus untuk mengetahui serta menganalisis tentang pengaturan pembuktian terhadap korban pencurian data genetik perspektif ius constituendum. Penelitian ini tergolong jenis penelitian normatif dengan pendekatan penelitian perbandingan(comparative), analisis konsep hukum (analytical & conceptual), frasa (words & phrase). Bahan hukum dalam penelitian ini terdiri atas bahan hukum primer dan sekunder yang seluruhnya dikumpulkan dengan teknik ‘snow ball method’, dan dianalisis dengan teknik analisis deskripsi, evaluasi, dan argumentasi bahan hukum. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: (1) Pengaturan mengenai pencurian data genetik pribadi dalam hukum positif (ius constitutum) di Indonesia saat ini belum ada pengaturannya (norma kosong), dan (2) Untuk masa yang akan datang (ius constituendum), pembuktian terhadap kasus pencurian data genetik pribadi termasuk dalam alat bukti surat. Kata Kunci: Korban, Pencurian, Data Genetik Pribadi. ABSTRACT The purpose of this research is to find out and analyze about the regulation of legal protection against victims of genetic data theft in the positive law of Indonesia from the perspective of ius constitutum and at the same time to find out and analyze about the evidentiary arrangements for victims of genetic data theft in the ius constituendum perspective. This research belongs to the type of normative research with a comparative research approach, analysis of legal concepts (analytical & conceptual), and phrases (words & phrases). The legal materials in this study consisted of basic legal materials and secondary legal materials all collected using the snow ball method, and were analyzed using descriptive analysis techniques, evaluation, and legal material arguments. Based on the research results, the following conclusions can be formulated: (1) There is no regulation regarding the theft of personal genetic data in positive law (ius constitutum) in Indonesia (empty norms), and (2) For the future (ius constituendum), evidence of cases of theft of personal genetic data is included in documentary evidence. Key Words: Victims, Theft, Personal Genetic Data.
SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Etik Jamsianah; I Gede Artha; Ni Nengah Adiyaryani
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 1 No 01 (2012)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

KUHAP is not formulating clearly what it means with the termination ofinvestigationbut instead only providing the formulation regarding theinvestigation only. Besides theregulation regarding the procedure oftermination of prosecution has been arranged moredetail and clearer, whileregarding the termination of investigation the regulation is notcomplete.However, it can be formulated that the termination of investigation is theaction ofinvestigator to cease the investigation of an event allegedly to be acriminal act, due to “makeit clear that an event is allegedly and to determinea subject as the suspect that there is notenough evidence or from aninvestigation it is found that the event is not a criminal act or theinvestigationis terminated for the sake of law”. It is stated in KUHAP article 109subsection(2). In contrast to Public Prosecutor and Police Department as aninvestigator of a criminalact, Corruption Eradication Commission (KPK)agency which is the institution or state’sagency formed by the Law No.30year 2002 regarding Criminal Act of Corruption EradicationCommission isnot authorized to issue a Warrant of Investigation Termination (SP3) in eachofthe investigation conducted. It has been confirmed in Article 40 the LawNo.30 year 2002regarding Criminal Act of Corruption EradicationCommission.
DISKRESI DELIK ADUAN DALAM KUHP BERDASARKAN SURAT EDARAN KAPOLRI NOMOR : SE./06/X.2015 DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN Made Wipra Pratistita; Ni Nengah Adiyaryani
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 05, No. 03, April 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Makalah ini berjudul "Diskresi Delik Aduan dalam KUHP berdasarkan Surat    Edaran Kapolri Nomor : SE706/3C2OTS dalam Proses Penyidikan terhadap Tindak / Pidana Ujaran Kebencian". Makalah ini menggunakan metode normatif dan pendekatan / perundang-undangan. Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran / Kebencian (hate speech) yang meberikan suatu kewenangan diskresi kepada penyidik / untuk melakukan proses penyidikan terhadap delik aduan tanpa melalui adanya pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.
IMPLEMENTASI KATA ‘MENENTUKAN’ DALAM PASAL 67 UU RI NOMOR 3/2009 TERKAIT NOVUM SEBAGAI ALASAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Denpasar)? I Gde Satya Adhi Wicaksana; Ni Nengah Adiyaryani; I Ketut Sudjana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol.07, No. 04, Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada dasarnya upaya hukum terbagi menjadi upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Ketentuan Pasal 67 UU RI Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung menjadi dasar hukum bagi pihak yang mengajukan permohonan upaya hukum peninjauan kembali. Pada Pasal 67 huruf b dinyatakan bahwa “apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.” Disini terlihat bahwa bukti baru yang diajukan dalam permohonan upaya hukum peninjauan kembali harus bersifat menentukan. Ukuran terhadap kata ‘menentukan’ belum diatur secara jelas dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung. Selain itu apabila suatu permohonan peninjauan kembali dikabulkan, akan menimbulkan akibat hukum diantaranya status putusan sebelumnya serta pelaksanaan putusan, biaya eksekusi paksa dan mempengaruhi kedudukan Mahkamah Agung terkait istilah Judex Facti dan Judex Juris. Tujuan penulisan yakni untuk mengetahui apa yang menjadi landasan majelis hakim Peninjauan Kembali dalam mengimplementasikan kata ‘menentukan’ dalam Pasal 67 huruf b UU RI Nomor 3 Tahun 2009 serta mengetahui apa saja akibat hukum yang timbul apabila Mahkamah Agung mengabulkan permohonan upaya hukum peninjauan kembali. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-empiris melalui efektivitas hukum. Hasil pembahasan penelitian ini adalah mengenai kata menentukan pada surat bukti harus tergolong berkualitas, bersifat memiliki nilai hukum yang kuat dan Valid. Serta akibat hukum yang timbul apabila permohonan peninjauan kembali dikabulkan yakni status putusan sebelumnya, biaya pelaksanaan eksekusi secara paksa, dan akibat hukum terhadap kedudukan Mahkamah Agung terkait Judex Factie & Judex Juris. Kata Kunci: Upaya Hukum, Peninjauan Kembali, Bukti Baru, Judex Facti dan Judex Juris
DIVERSI TERHADAP ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM YANG MELAKUKAN TINDAK PINDANA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Ni Made Diah Arista Ardiyantini; Ni Nengah Adiyaryani; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan lex specialis dari sistem peradilan pidana umum di Indonesia. Proses dalam Sistem Peradilan Pidana Anak didasari tujuan terciptanya Keadilan Restoratif dengan diversi, namun hingga dewasa ini masih kurangnya pengetahuan masyarakat serta kurangnya pendalaman ilmu dari para penegak hukum, menyebabkan keadilan restoratif belum terimplementasikan dengan sempurna. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang berpedoman pada teori-teori hukum, literatur-literatur, dan peraturan perundang-undangan serta hasil observasi di Pengadilan Negeri Denpasar. Penulis dalam penelitian ini mengkaji perihal implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar dan implikasi dalam penerapannya. Hasil Penelitian menunjukan bahwa implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar belum maksimal karena masih ditemui ketidak harmonisan peraturan perundang-undangan dan implikasi penerapan diversi di Pengadilan Negeri Denpasar terhadap kesadaran hukum bagi anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana berdasarkan penelitian yang dilakukan tidak ditemukannya perkara terhadap pengulangan tindak pidana Anak yang berhasil diupayakan diversi.Kata kunci: Diversi, Anak, Tindak Pidana.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENJUALAN DAGING ANJING DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Tyas Yuniawati Suroto; Ni Nengah Adiyaryani
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anjing adalah hewan peliharaan yang sangat digemari oleh manusia, namun belakangan ini beredar berita banyaknya anjing yang diculik dan dijual untuk digunakan sebagai olahan makanan yang biasanya dijadikan sate daging anjing atau sate RW. Meskipun warga masyarakat telah beberapa kali berhasil menangkap pelaku penculikan anjing tersebut, namun tetap saja tidak dapat mengurangi tingkat penculikan anjing di masyarakat karena pelaku langsung dibebaskan tanpa tindak lanjut dari aparat penegak hukum. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaturan di dalam perundang-undangan mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penjualan daging anjing. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dimana terdapat kekosongan norma hukum di dalam Undang- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengenai perdagangan daging anjing untuk dikonsumsi oleh manusia. Perdagangan daging anjing dapat menimbulkan resiko kesehatan yang serius bagi masyarakat, terutama dalam bentuk penyebaran rabies. Tanpa adanya regulasi yang jelas mengenai perdagangan daging anjing tentu saja akan memberikan ruang yang bebas kepada oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk terus menyiksa anjing dan bahkan mengkonsumsi daging anjing. Kata kunci: Hukuman, Pembunuhan, Anjing, Hukum Pidana.
KEDUDUKAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA Komang Ayu Trisna Cahya Dewi; Ni Nengah Adiyaryani
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 7 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembuktian merupakan suatu tahapan penting dalam pemeriksaan suatuperkara di pengadilan, karena sebagai penentu seseorang yang didakwa bersalahatau tidak. Maka dalam melakukan pemeriksaan perkara, tahapan yang palingpenting adalah pembuktian. Pembuktian yang sah di Indonesia adalahpembuktian yang hanya diatur di dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Alat buktielektronik yang timbul akibat adanya tindak pidana penyalahgunaan teknologiadalah suatu alat bukti yang tidak diatur dalam KUHAP. Tujuan penulisan adalahuntuk mengetahui keabsahan alat bukti elektronik dalam Hukum Acara PidanaIndonesia serta untuk dapat mengetahui kekuatan pembuktian elektronik dalampembuktian hukum acara pidana. Dalam penelitian ini digunakan jenispenelitian dengan hukum normatif, dimana dilakukan dengan pendekatanundang - undang serta menganalisis konsep hukum. Penelitian ini lengkapkarena dipakainya bahan hukum primer dan sekunder, menggunakan teknikstudi kepustakaan agar terkumpulnya bahan hukum tersebut dan bahan hukumtersebut dianalisis dengan teknik deskripsi dan evaluasi. Dari hasil penelitian ini,alat bukti elektronik dikualifikasikan menjadi alat bukti yang sah, pembuktiansecara elektronik telah dapat dikatakan sama dengan alat bukti yang diatur didalam KUHAP, yaitu alat bukti surat dan alat bukti petunjuk serta dipertegasjuga dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentangInformasi dan Transaksi Elektronik bahwa kekuatan pembuktiannya mampumenyamakan kekuatan alat bukti surat dan petunjuk, namun hal ini hakim tidakterikat yang artinya bebas menilai kekuatan pembuktian.Kata Kunci: Pembuktian, Alat Bukti Elektronik, dan Peradilan Pidana.
PEMBERANTASAN PUNGUTAN LIAR (PUNGLI) SEBAGAI BENTUK KEBIJAKAN KRIMINAL DI INDONESIA Nyoman Trisna Sari Indra Pratiwi; Ni Nengah Adiyaryani
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 10 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jurnal ini berjudul pemberantasan pungutan liar (Pungli) sebagai bentuk kebijakan kriminal di Indonesia. Jurnal ini dilatar belakangi dengan adanya fenomena penyalahgunaan wewenang dilakukan oknum pemerasan. Dalam fenomena ini muncul suatu permasalahan terkait dasar pertimbangan Presiden menetapkan kebijakan untuk memberantas pungutan liar serta yang berperan dalam memberantas pungutan liar tersebut. Metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode penelitian hukum normatif, guna pembahasan atas dasar pertimbangan Presiden mengeluarkan dan menetapkan kebijakan Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, dengan analisis dan pendekatan Undang-Undang serta konsep hukum. Hasil penelusuran jurnal ini Perpres No. 87 Tahun 2016 guna memberantas kejahatan atau pelanggaran oleh petugas negara melalui penyalahgunaan wewenang secara tidak sah dan merugikan masyarakat serta pihak yang bertugas memberantas pungutan liar tersebut adalah pejabat negara dari tingkat pusat hingga daerah ditiap instansi sesuai diamanatkan dalam Perpres tersebut. Kata kunci: Pemberantasan, Pungutan, Liar, Kebijakan, Kriminal.
IMPLEMENTASI DIVERSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI KEJAKSAAN NEGERI DENPASAR Adia Pratistia; I Dewa Made Suartha; Ni Nengah Adiyaryani
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penanganan perkara tindak pidana oleh anak berdasarkan sistem peradilan pidana anak dalam tahap penuntutan harus mengutamakan pendekatan keadilan restroratif, yang diwujudkan melalui upaya diversi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris, yaitu menganalisa hasil penelitian langsung di Kejaksaan Negeri Denpasar perihal pelaksanaan diversi terhadap pelaku anak pada tahap penuntutan di Kejaksaan Negeri Denpasar serta faktor-faktor penghambat pelaksanaan diversi di tahap penuntutan tersebut. Penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan diversi pada tahap penuntutan di Kejaksaan Negeri Denpasar sudah dilaksanakan menurut Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai diversi pada tahap penuntutan. Adapun faktor-faktor penghambat, antara lain: kurangnya pemahaman para pihak, perbedaan persepsi, jaksa menggangap diversi sebagai hal yang baru; dan kurangnya sarana atau fasilitas. Kata Kunci : Diversi, Tindak Pidana Anak, Penuntutan
PENGATURAN TERHADAP SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA (JUSTICE COLLABORATOR) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAJI DARI PERSPKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Ayu Diah Pradnya Swari P.J; Ni Nengah Adiyaryani
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Justice collaborator merupakan tersangka yang kedudukannya memberikan keterangan mengenai kejahatan atau tindak pidana yang di lakukannya guna mengungkapkan pelaku utama dari kejahatan. Istilah justice collaborator menjadi populer dalam ekstensi penegak hukum pidana pembuktian serta pengungkapan kasus korupsi. Justice Collaborator memiliki peran sebagai pelaku tindak pidana korupsi yang bekerjasama dengan aparatur kepolisian dalam hal memberikan informasi yang ia ketahui guna menemukan pelaku dan barang bukti lainnya. Manfaat Justice Collaborator erat kaitanya dengan adanya tersangka dan alat bukti yang baru dalam pidana korupsi yang belum ditemukan oleh penegak hukum di Indonesia dengan berbagai macam upaya. Salah satunya dengan menggali keterangan dari tersangka yang bersedia bekerjasama kepada aparatur penegak hukum. Penulisan jurnal ini mengangkat dua rumusan masalah, yakni: Bagaimanakah pengaturan justice collaborator dikaji dari sistem peradilan pidana serta bagaimanakah ius constituendum terhadap pengaturan justice collaborator dalam sitem peradilan pidana di indonesia. Jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep hukum, dan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukan lemahnya aturan-aturan hukum yang mengatur mengenai justice collaborator dalam hal penanganan kasus tindak pidana korupsi yang setiap tahunnya mengalami peningkatan dan perkembangan modus operandi yang semakin kompleks membuat para penegak hukum kesulitan menemukan pelaku utama dikarenakan pengaturan justice collaborator di Indonesia masih mengalami kekosongan atau vacuum of law. Maka dari itu merupkan suatu hal yang penting untuk memprioritaskan pengaturan hukum secara khusus mengenai justice collaborator dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Kata Kunci : Justice Collaborator, Korupsi, Sistem Peradilan Pidana.