Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

SMARA JANTRA Mutiara Dewi, Kadek Ayu Diah; Ruastiti, Ni Made; Putu Sudarta, I Gusti
Multidiciplinary Output Research For Actual and International Issue (MORFAI) Vol. 5 No. 2 (2025): Multidiciplinary Output Research For Actual and International Issue
Publisher : RADJA PUBLIKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/morfai.v5i2.3850

Abstract

Smara Jantra is a contemporary dance work rooted in local wisdom, reflecting a reinterpretation of Tari Telek, one of the core elements in the mepajar ritual of Desa Adat Legian, Bali. This work emerges as an aesthetic response to contemporary challenges facing the preservation of sacred values in traditional performing arts, which are increasingly confronted by the forces of tourism commodification and shifts in meaning. Tari Telek, traditionally functioning as a spiritual medium and protective symbol, has undergone transformations in function and significance over time. In response, the choreographer seeks to transform these values into a new choreographic form that remains grounded in Balinese philosophical and spiritual foundations. This creative research examines three main aspects: (1) the creative process in formulating and developing the artistic concept; (2) the choreographic form as the result of creation; and (3) the symbolic meanings and reflective messages embodied in the work. The Angripta Sesolahan method serves as the primary approach, consisting of five stages, ngarencana, nuasen, makalin, nelesin, and ngebah, derived from the philosophy of tradition-based creative work in Bali. The outcome is a site-specific performance staged at Pura Agung Legian, offering an integrated experience of space, body, and spirituality. The novelty of this work lies in the integration of the cosmological concept of luwan-teben as the foundation for a transformative aesthetic, as well as the application of a contextual local creation method within the realm of contemporary Balinese performing arts.
PENCIPTAAN KARYA TEATER PAKELIRAN SASTRA RUPA “JAPA TUAN” Gunayasa, I Wayan; Hendro, Dru; Sudarta, I Gusti Putu
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 5 No 2 (2025): Oktober
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v5i2.4936

Abstract

This research-creation explores the development of the Teater Pakeliran Sastra Rupa “Japa Tuan” as an innovative model of Balinese shadow theatre that recontextualizes the classical gaguritan Japa Tuan into a contemporary performative form. The study aims to demonstrate how local Balinese literary sources can be transformed into theatrical works that maintain spiritual depth while responding to the aesthetic demands of modern audiences. The creative process was framed by the Asta Widhi Kawya method, adapted within the MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) scheme, encompassing conceptual contemplation, narrative structuring, vocal and movement exploration, symbolic embodiment, and final staging. The results reveal that the story of Japa Tuan—depicting spiritual quest, grief, and transcendence—was successfully embodied through the integration of vocal performance, silhouette theatre, wayang manipulation, ritualized movement, and symbolic scenography. The artistic outcome emphasizes both the sacred and aesthetic dimensions, producing a hybrid form that remains rooted in Balinese cultural philosophy while offering an alternative format of contemporary pedalangan. The novelty of this work lies in its use of gaguritan as a dramaturgical foundation and its synthesis of textual, visual, and spiritual elements. This creation contributes to the revitalization of traditional arts, the enrichment of academic discourse in performing arts, and the affirmation of Balinese cultural identity in a global context.
Transformasi Arja ke dalam Wayang Kulit Arja Lakon Citta Kelangen Dalang I Made Sidja Danaswara, I Putu Gede Budhi; Sedana, I Nyoman; Sudarta, I Gusti Putu
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengangkat pokok masalah yaitu : 1) Bagaimana transformasi arja ke dalam wayang kulit arja lakon Citta Kelangen Dalang I Made Sidja ?. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kualitatif dengan menggunakan tiga teori yaitu teori transformasi. secara umum, penelitian ini bertujuan : 1) Mendapatkan informasi yang jelas tentang tranformasi arja ke dalam wayang kulit arja lakon Citta Kelangen Dalang I Made Sidja ; 2) Menyuguhkan lakon Citta Kelangen yang dibawakan Dalang I Made Sidja mengandung unsur kreativitas yang tinggi, kawi dalang, makna serta sangat lengkap dalam struktur dramatik lakon ; 3) Memaparkan pertunjukan wayang kulit arja lakon Citta Kelangen Dalang I Made Sidja sebagai pengetahuan sehingga diketahui oleh praktisi pewayangan dan masyarakat luas pada saat ini hingga masa yang akan datang.Metode-metode pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan. Seluruh data diolah menggunakan teknik deskriptif. Hasil yang diperoleh dalam : 1) transformasi arja ke dalam wayang kulit arja lakon Citta Kelangen Dalang I Made Sidja adalah -tranformasi tata rias wajah pemain arja ke dalam wajah wayang kulit arja ; -tranformasi busana penari arja ke dalam bentuk busana wayang kulit arja ; -tranformasi gerak tari penari arja ke dalam tatikesan wayang kulit arja ; -tranformasi suara vocal penari arja ke dalam suara vocal I Made Sidja sebagai dalang wayang kulit arja ; dan -bentuk penyajian arja ke dalam wayang kulit arja.
Garapan Inovatif “Wayang Debong Lakuning Sato” Meliartawan, I Putu Agus; Sudarta, I Gusti Putu
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 1 No 1 (2021): Agustus.
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v1i1.686

Abstract

Wayang Debong merupakan sebuah gagasan baru dalam pertunjukan wayang Bali. Pada kesempatan ini, penggarap mencoba untuk menampilkan Wayang Debong tiga dimensi yang berbahan dasar kelopak batang pisang. Wayang tersebut disajikan ke dalam wujud menyerupai Wayang Golek yang bernuansa inovatif, dengan mengusung tema kesetiaan. Tema ini dikaitkan dengan cerita Tantri khususnya pada bagian cerita perjalanan Sri Adnya Dharmaswami dalam menjalankan sebuah perjalanan suci di dalam hutan. Cerita Tantri dipilih karena memiliki makna yang sangat kaya akan imajinasi dan fantasi dalam membuat sebuah garapan karya seni. Cerita Tantri menyajikan berbagai peristiwa yang sarat akan permasalahan dan juga pemecahan dari masalah tersebut. Cerita Tantri mampu memperkenalkan, menyelami, dan memahami kehidupan sekitar khususnya kehidupan binatang (Taro, 2009 : ix). Wayang Debong Lakuning Sato ini dituangkan ke dalam sebuah garapan karya seni yang bersumber pada pemikiran penggarap melihat begitu banyaknya kasus-kasus yang terjadi di masyarakat tentang berkurangnya nilai-nilai kesetiaan masyarakat di mana rasa saling tolong menolong saat ini sudah mulai berkurang. Dengan mempertahankan seni tradisi yang kemudian dikembangkan dengan konsep-konsep baru, garapan ini diharapkan mampu menjadi sebuah karya seni yang memiliki mutu, berkualitas, dan bermakna. Garapan ini merupakan sebuah persembahan yang diharapkan bisa menjadi tontonan sekaligus tuntunan, untuk menjawab tuntutan dan tantangan jaman serta tanggung jawab seniman untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam pengaruh budaya globalisasi yang semakin mendesak budaya, tradisi, dan nilai-nilai luhur agama.
Pakeliran Layar Lebar “I Renggan” Krisna, Komang Triana Sparsa Lingga; Sudarta, I Gusti Putu
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i1.1524

Abstract

I Renggan adalah seorang tokoh yang gemar bertapa, dan juga merupakan cucu dari Dukuh Jumpungan, semua kesaktian yang dimiliki kakeknya telah diwarisi oleh I Renggan, cerita ini bersumber dari cerita Babad Nusa Penida, di dalam cerita ini mengisahkan I Renggan dengan kapal milik kakeknya I Dukuh Jumpungan akan segera menabrak pulau Bali dan menerjang gunung Agung, Karena disebabkan ulah dari dewa Putranjaya yang sebelumnya telah merobohkan setengah dari Puncak Gunung Mundhi yang berada di Nusa Penida, dengan alasan gunung puncak Mundhi tidak boleh menyamai tinggi dari gunung Agung, segeralah I Renggan beserta anak buahnya berjumlah 1.500 orang menyiapkan kapal untuk berangkat menyerang Bali. Pada saat di tengah perjalanan penyerangan yang dilakukan oleh I Renggan banyak menghadapi rintangan yang disiasati oleh dewa Putranjaya, namun rintangan tersebut mampu dilewati oleh I Renggan, tetapi pada akhirnya I Renggan gagal karena bantuan dari dewa Baruna yang menciptakan Gurita Raksasa untuk mengalahkan I Renggan. Tema yang di angkat dalam cerita ini yaitu Rwa Bhineda, konsep keseimbangan dan keselarasan. Konsep dari karya ini menggunakan konsep pakeliran layar lebar yang berukuran panjang 5 Meter dan lebar 4 meter, ditambah dukungan pencahayaan lampu proyektor sebagai pencahayaan bayangan pada wayang, dan scenery sebagai dukungan pemberi latar tempat pada suasana adegan lakon, sedangkan pada iringan garapan ini menggunakan musik midi Studio Fl, jenis gamelan yang digunakan yaitu gamelan semarandhana. Pada proses garapan ini ada 3 tahapan yang digunakan untuk mempermudah dalam mewujudkan karya ini yaitu, tahap penjajagan (Explorasi), percobaan (Imvrofisasi), dan pembentukan (Forming), dengan tahapan-tahapan tersebut membantu penggarap dalam proses berkarya.
Representasional ‘Pandangan Dunia’ Di Balik Pertunjukan Wayang Calonarang Studi Pertunjukan Wayang Calonarang Lakon Lipyakara Dalang Ida Bagus Sudiksa Darmika, Anak Agung Mayun; Dwipayana, Anak Agung Putra; Sudarta, I Gusti Putu
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 2 No 2 (2022): Oktober
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i2.1865

Abstract

Studi ini hendak melakukan analisis pandangan dunia terhadap pertunjukan wayang Calonarang dalang Ida Bagus Sudiksa melalui rekaman pada acara Bali Mandara Mahalango III tahun 2016. Analisis pada kajian ini tidak berupaya menelusuri secara komprehensif bentuk pertunjukan wayang calonarang, tetapi hendak memberikan perspektif secara filosofis tentang pandangan dunia pada pertunjukan wayang kulit Bali, khususnya wayang kulit calonarang. Pertunjukan wayang calonarang secara umumnya memang memiliki kesan mistik yang tidak dapat dilepaskan dengan pandangan tradisional masyarakat khususnya di Bali. Dalam analisis yang dilakukan bahwa, pertunjukan wayang kulit calonarang secara keumumannya memiliki pandangan dunia dualistik, yakni representasional equilibrium ‘keseimbangan’. Representasional ini pula menjadikan pandangan dunia dalam pertunjukan wayang calonarang sangat representatif dengan pandangan dunia Bali yang salah satunya adalah memiliki cita-cita mencapai keseimbangan. Konsepsi kesimbangan ini tidak terlepas dengan konsep rwabhineda yakni sebuah pemahaman yang bukan bersifat dikotomis, tetapi keseimbangan dimasing- masing kutub yang berseberangan.
Pakeliran Layar Lebar “Kumbakarna Lina” Budayasa, I Made Siman; Hendro, Dru; Sudarta, I Gusti Putu
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 3 No 1 (2023): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v3i1.2288

Abstract

Menurunnya minat masyarakat untuk mengapresiasi pertunjukan wayang menjadikan penata iba dengan apa yang terjadi pada dunia pewayangan saat ini, hal ini juga diperparah dengan pandemi global yang tengah melanda dunia saat ini. Padahal seperti yang telah diketahui, pertunjukan wayang sarat dengan mutu tinggi dan makna. Maka dari itu penata menciptakan wayang Ramayana inovatif dengan judul “Kumbakarna Lina”, memadukan dengan teknologi saat ini, dengan menggunakan pencahayaan proyektor, layar lebar dan diiringi semar pagulingan, sehingga garapan ini dapat dikatakan pakeliran Layar Lebar “Kumbakarna Lina”. Dalam garapan ini pastinya menggunakan metode untuk proses penggarapan yang lebih sistematis, metode yang penggarap gunakan adalah metode yang diajukan oleh Alma Hawkins, yaitu: a. Tahapan Ekploration (Eksplorasi), b. Tahapan Improvisasi (Percobaan), c. Tahapan Forming (Pembentukan). Dengan adanya garapan ini diharapkan masyarakat awam tertarik untuk mengapresiasi pertunjukan wayang dan dapat mengambil makna yang kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Teater Pakeliran “Arya Pengalasan” Sulistiawan, I Nyoman Nasib; Sudarta, I Gusti Putu; Purnamawati, Ni Diah
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 3 No 1 (2023): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v3i1.2295

Abstract

Wayang merupakan media pertunjukan dengan tujuan memberikan kontribusi di dunia Pedalangan dan manfaat untuk memberikan inspirasi bahwa dunia Pewayangan akan semakin berkembang. Salah satu manfaat yang masih diterapkan, utamanya di Bali, adalah sebagai media untuk mengenang kisah leluhur sesuai dengan tereh (keturunan). Manfaat itulah yang penggarap terapkan dalam garapan berjudul "Teater Pakeliran: Arya Pengalasan".“Teater Pakeliran: Arya Pengalasan” merupakan sebuah garapan untuk mengenang kisah perjalanan Ki Barak mencari ayahnya yaitu Raja Erlangga di Kerajaan Kediri. Ki Barak selanjutnya diberi gelar sebagai Arya Pengalasan oleh Raja Erlangga sebagai pengingat bahwa Ki Barak lahir dan tumbuh di hutan (alas=hutan). Pertunjukan wayang ini ini berkonsep ‘teater pakeliran’ yaitu suatu wujud garap seni pertujukan wayang yang dikemas estetis dengan penonjolan pada aparatus kelir yang dodifikasi serta pemunculan diorama pengkisahan melalui adegan teater. Metode penciptaan karya seni mengacu pada triadik metode/tahapan penciptaan karya, yaitu: a. Tahapan Ekploration (Eksplorasi), b. Tahapan Improvisation (Percobaan), c. Tahapan Forming (Pembentukan) oleh Alma M Howkins. Metode ini mengasilkan karya seni pertunjukan pedalangan Teater Pakeliran “Arya Pengalasan” dengan teknik garap aktor ber-akting di balik layar untuk menciptakan bayangan dengan bantuan lampu penyinaran yang berfungsi sebagai sumber cahaya untuk merefleksikan bayang wayang. Para aktor memakai sebuah properti kepala berbentuk wajah wayang dan semua dialog diucapkan oleh seorang dalang agar tetap mempertahankan khasanah seni pewayangan Bali. Terdapat dua hal yang diharapkan sebagai luaran dari garapan ini, yaitu: 1) Sebagai sebuah media untuk mengingatkan para pertisentana (keturunan) Arya Pengalasan mengneai kisah perajalanan dan wejangan hidup dari Ki Barak yang pada akhirnya bergelar Arya Pengalasan. 2) Sebagai sebuah tambahan baru bagi khasanah kesenian pewayangan di Bali.
Gagar Teater Wayang Lingkungan Wisena, I Made Satriadi; Kodi, I Ketut; Sudarta, I Gusti Putu
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 4 No 1 (2024): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v4i1.3742

Abstract

Indonesia merupakan Negara yang kental akan tradisi dan budaya, yang dimana di Pulau Bali memiliki sebuah keyakinan ilmu pengetahuan yaitu Tri Hita Karana, yang berarti hubungan alam dengan manusia, hubungan tuhan dengan manusia, dan hungungan manusia dengan manusia. Dengan melihat kejadian dilapangan yaitu pengurugan lahan berluaskan 838 hektar di pantai Teluk Benoa, yang akan dijadikan sebuah pulau baru. Lahirnya sebuah ide dari penulis untuk mengangkat sebuah garapan Teater Lingkungan Pakeliran Wayang, garapan ini akan dipergunakan sebagai media penuntun, penyuluhan kepada masyarakat sekitar, regional, nasional maupun internasional, didalam prihal sangat pentingnya menjaga dan memelihara ekosistem alam.
Analisis Nilai Ketaatan dan Kejujuran Tokoh Bima Mengemban Tugas Mencari Tirta Pawitra Dalam Cerita Dewa Ruci Kembaliana, I Wayan; Sudarta, I Gusti Putu; Putra, I Gusti Made Darma
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 4 No 2 (2024): Agustus
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v4i2.4385

Abstract

Cerita Dewa Ruci merupakan salah satu kisah klasik dalam tradisi wayang kulit yang sarat dengan ajaran moral dan spiritual, di mana tokoh Bima menjadi pusat dalam upayanya mencari Tirta Pawitra. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana nilai ketaatan Bima direpresentasikan melalui tindakan dan dialognya, serta bagaimana nilai kejujuran tercermin dalam karakter Bima dalam cerita ini, yang kemudian dihubungkan dengan pesan moral yang lebih luas. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis naratif dengan pendekatan hermeneutik, yang memadukan analisis teks cerita sebagai narasumber kunci. Teori yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teori sastra dan teori simbolisme dalam seni pertunjukan. Hasil penelitian menunjukkan pertama, bahwa nilai ketaatan Bima direpresentasikan melalui kesetiaannya dalam melaksanakan tugas yang diberikan tanpa mempertanyakan perintah, yang memperkuat pesan moral mengenai pentingnya disiplin dan pengabdian. Kedua, Nilai kejujuran Bima terlihat dari sikapnya yang selalu jujur terhadap dirinya sendiri dan kepada gurunya Drona, yang menggambarkan ideal keutamaan manusia unggul. Temuan ini juga mengungkap bahwa ketaatan dan kejujuran Bima tidak hanya menjadi cerminan karakter personal, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan sosial dan spiritual masyarakat. Selain itu, penelitian ini menegaskan bahwa cerita Dewa Ruci masih memiliki relevansi sebagai sumber ajaran moral yang dapat diterapkan dalam kehidupan modern, terutama dalam membentuk karakter individu yang berintegritas dan berkomitmen.