Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Peningkatan Ketahanan Keluarga Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 Rita Eka Izzaty; Siti Rohmah Nurhayati; Farida Harahap; Rosita Endang Kusumaryani; Banyu Wicaksono; Cania Mutia; Fatonah Istikomah; Gayari Jamila Nugrastiti
MANGENTE: JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Vol 3, No 1 (2023): PELATIHAN BERBASIS TEKNOLOGI, PENINGKATAN KAPASITAS GURU, KETAHANAN KELUARGA, DA
Publisher : IAIN AMBON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33477/mangente.v3i1.5392

Abstract

The COVID-19 pandemic has an impact on everyone, including individuals in the family. Covid-19 which is actually causing a crisis in society needs to be overcome by increasing family resilience. Family resilience is a family condition that has tenacity and toughness and contains physical and material abilities to live independently and develop themselves and their families to live harmoniously in increasing physical and spiritual well- being and happiness. Increasing family resilience is carried out so that each family and the individuals in it are able to get through it well. This study will improve family resilience through interventions in the form of psycho education on parent and child attachment to generate hope, as well as mindfulness parenting and continued online consultation through whatsapp group. This study used a sample of 69 participants spread from all over Indonesia. The results of the study indicate that there is a difference significantly in participants' understanding of knowledge before and after participating in online talk shows. Overall, all participants felt that the interventions in the form of psycho education and counseling were satisfying.Keywords: attachment, family resilience, mindfulness parenting, pandemic covid-19
Hubungan Kualitas Persahabatan dengan Kebahagiaan pada Mahasiswa Gabrielle Chandra; Farida Harahap
Acta Psychologia Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Department of Psychology Universeitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/ap.v4i2.58850

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara kualitas persahabatan dengan kebahagiaan pada mahasiswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Subjek pada penelitian ini berjumlah 128 mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta dengan rentang usia 18 hingga 22 tahun dan memiliki sahabat. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Instrumen penelitian menggunakan hasil modifikasi alat ukur kualitas persahabatan dan kebahagiaan yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data dianalisis menggunakan teknik analisis korelasi pearson product moment. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kualitas persahabatan dengan kebahagiaan pada mahasiswa dengan nilai korelasi sebesar 0,501. Kontribusi hubungan yang diberikan kualitas persahabatan dengan kebahagiaan sebesar 25,1% dan 74,9% sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak diteliti di dalam penelitian ini.
Hubungan perilaku selfitis dengan imaginary audience pada remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta Riyan Nur Hidayat; Farida Harahap
Acta Psychologia Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Department of Psychology Universeitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/ap.v5i2.58911

Abstract

Secara perlahan, perilaku selfie yang telah menjadi kebiasaan dapat memicu terjadinya selfitis, yang dianggap potensial untuk ditambahkan dalam gangguan kesehatan mental terkait penggunaan teknologi. Selfitis terjadi ketika seseorang melakukan pengambilan gambar selfie secara obsesif dan kompulsif. Imaginary audience dapat terfasilitasi dengan adanya perilaku selfitis, yaitu ketika remaja merasa menjadi pusat perhatian dan selalu dinilai oleh audien. Begitu pula sebaliknya, selfitis akan semakin menguat dengan adanya imaginary audience. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan perilaku selfitis dengan imaginary audience pada remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel 164 remaja berusia 13-19 tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Skala yang digunakan  adalah instrumen modifikasi dari selfitis behavior scale dan new imaginary audience. Analisis data dilakukan menggunakan product moment Pearson. Temuan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku selfitis dengan imaginary audience pada remaja. Sebagian remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki perilaku selfitis dan imaginary audience pada taraf sedang
Korelasi pasangan yang toksik dengan hubungan sehat mahasiswa berpacaran di Yogyakarta Fanya Armadhanti; Farida Harahap
Acta Psychologia Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Department of Psychology Universeitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/ap.v5i2.52016

Abstract

Banyaknya pasangan terutama mahasiswa belum mengetahui pentingnya memiliki pasangan yang tepat dalam mewujudkan hubungan yang sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara pasangan toksik dan hubungan yang sehat pada mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat korelasional. Subjek dalam penelitian berjumlah 100 orang mahasiswa Yogyakarta yang sedang menjalani pacaran minimal 3 bulan. Instrumen penelitian adalah skala pasangan toksik dan skala hubungan sehat. Analisis data penelitian dilakukan dengan analisis korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan kategorisasasi pasangan toksik berada pada tingkat rendah dan kategorisasi hubungan sehat berada pada tingkat tinggi. Diketahui juga bahwa pasangan toksik memiliki korelasi dengan hubungan sehat yang bersifat negatif dengan nilai korelasi sebesar r = - 0,424. Dapat disimpulkan bahwa skor pasangan toksik yang rendah berkaitan dengan skor hubungan sehat yang tinggi pada mahasiswa Yogyakarta.
Body image and eating behaviors among university students Choirunnisa, Rezki Amelia; Harahap, Farida
Psychological Research and Intervention Vol 6, No 2 (2023)
Publisher : Department of Psychology, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/pri.v6i2.65165

Abstract

University students are vulnerable to body image and eating behavior problems. This research aims to understand the body image, eating behavior, and the relationship between body image and eating behavior among students at Universitas Negeri Yogyakarta. The research was conducted with 112 students as participants. Body image and eating behavior scales were used as instruments in this study. Pearson's bivariate correlation was employed as the data analysis technique. The results show that students at Universitas Negeri Yogyakarta have a good body image. Moreover, the students’ eating behavior is restrained, not too controlled, and not too emotional. There is a relationship between body image and cognitive-restrained eating behavior. A relationship between body image and uncontrolled eating was also found. However, no relationship was found between body image and emotional eating behavior. The contribution of body image to cognitive-restrained eating behavior is 7.4%, while the contribution to uncontrolled eating is 75.6%.
Sikap terhadap status lajang sebagai prediktor ketakutan hidup melajang pada mahasiswa dan peran moderasi usia, jenis kelamin dan status pacaran Harahap, Farida; Soemowidagdo, Ratih Kurniasari Leman
Jurnal Psikologi Sosial Vol 22 No 2 (2024): Special Issue: Dating and Mating Behaviors : Perilaku Seksual dan Hubungan Inter
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.7454/jps.2024.16

Abstract

Being single hood has become a choice for young people now. Not a few young people have a positive attitude towards singlehood l and extend their singlehood. Being singlehood occurs because it is involuntary or is an voluntary. However, living permanently singlehood is still considered negative because it is less in harmony with developmental tasks and traditional societal norms. Do people who agree toward singlehood mean they are not afraid of being singlehood? The aim of this research is to determine the relationship between attitudes towards singlehood and fear of being singlehood among college students by controlling the variables of gender, age and romantic relationship status. This research uses a quantitative approach, namely correlational research using control variables. The subjects in this research were 401 college students aged 18-25 years. The online sampling method is to use a covenience sampling. Data were analyzed using partial correlation from Jamovi. Research findings show that there is a significant negative relationship between attitudes toward singlehood and fear of being singlehood in college students (r=-0.289, p<…..) by controlling of gender, age and romantic relationship status. This means that students who agree toward singlehood will be correlated with reduced fear of being singlhoode. These results also show that the fear of being singlehood among college students who are having romantic relationship is smaller than that of students who are not romantic relationship. Gender and age do not influence attitudes towards singlehood and fear of being singlehood.
Teori Perkembangan Tahap Hubungan Romantis Sebagai Acuan Orang Tua Mendampingi Remaja Berpacaran Harahap, Farida
Buletin Psikologi Vol 31, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Psychology Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/buletinpsikologi.87386

Abstract

Jika remaja memilih berpacaran apa yang sebaiknya dilakukan orang tua supaya perilaku berpacaran remaja tetap sehat dan aman? Teori perkembangan tahap hubungan romantis remaja dari Connolly et al. melihat perilaku pacaran remaja dari perspektif perkembangan yang positif dan pentingnya peran orang tua untuk membimbing remaja yang berpacaran. Apakah teori ini bisa diimplementasikan bagi orang tua di Indonesia? Sejauh ini, masih sedikit pembahasan mengenai bagaimana pendampingan orang tua Indonesia terhadap remaja yang berpacaran ditinjau dari teori perkembangan hubungan romantis. Artikel ini mengkaji teori perkembangan tahap hubungan romantis remaja dari Connolly et al. berdasarkan isi teori, pandangan di Indonesia mengenai pacaran dan bagaimana implementasi teori perkembangan tahap hubungan romantis remaja ini sebagai acuan bagi orang tua di Indonesia untuk mendampingi remaja yang berpacaran.
Harga Diri dan Dukungan Teman Sebaya sebagai Prediktor Subjective Well-Being Sunarsih Sunarsih; Farida Harahap
Jurnal Psikologi Karakter Vol. 4 No. 2 (2024): Jurnal Psikologi Karakter, Desember 2024
Publisher : Program Studi Psikologi Universitas Bosowa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56326/jpk.v4i2.5110

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah harga diri dan dukungan teman sebaya secara bersama-sama dapat menjadi prediktor subjective well-being pada remaja awal, mengetahui apakah harga diri dapat menjadi prediktor subjective well-being pada remaja awal, dan mengetahui apakah dukungan teman sebaya dapat menjadi prediktor subjective well-being pada remaja awal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian ini adalah ex-post facto. Sampel yang digunakan sebanyak 394 orang remaja awal dari 3 SMP di Kabupaten Sleman yang berusia sekitar 12-13 tahun. Teknik pengumpulan data menggunakan 3 jenis angket yang terdiri dari angket subjective well-being, angket harga diri dan angket dukungan teman sebaya. Teknik validasi instrumen menggunakan validasi isi dan reliabilitas berdasarkan koefisien Alpha Cronbach. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda dengan taraf signifikansi sebesar 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri dan dukungan teman sebaya secara bersama-sama dapat menjadi prediktor subjective well-being pada remaja awal dengan sumbangan efektif sebesar 49,8%; (2) harga diri terbukti menjadi prediktor subjective well-being pada remaja awal dengan sumbangan efektif sebesar 11,7%; dan (3) dukungan teman sebaya terbukti menjadi prediktor subjective well-being pada remaja awal dengan sumbangan efektif sebesar 38,2%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dibandingkan dengan harga diri, dukungan teman sebaya dapat memberikan sumbangan efektif lebih besar terhadap subjective well-being pada remaja awal.
Job Autonomy and Job Involvement: Do They Influence Each Other in the Work from Home System? Hadi, Irma Surya; Harahap, Farida
Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol 13, No 4 (2025): Volume 13, Issue 4, Desember 2025
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikoborneo.v13i4.21646

Abstract

Post-pandemic, the world of work has undergone a major shift toward more flexible systems, where the boundaries between personal and professional life have become increasingly blurred. In this new work landscape, employee engagement has emerged as a key element in maintaining productivity and sustaining performance. One factor believed to play a significant role in enhancing engagement is job autonomy, which allows employees to manage how, when, and by what standards they complete their tasks. The study aims to determine the canonical relationship between a set of job autonomy variables consisting of work method autonomy, work schedule autonomy, and work criteria autonomy with job involvement variables, namely job involvement role and job involvement setting, in employees who work from home. This research adopts a quantitative method with a survey approach and a correlational design. Data were collected online through the distribution of an online questionnaire on social media, involving 252 respondents who were selected using a self-selection sampling technique. Data were collected using two psychological scales: the Job Autonomy Scale and the Job Involvement Scale. The validity of the instrument was obtained through expert judgment from two expert lecturers and a scale trial. The reliability of the job involvement scale was demonstrated by Cronbach’s Alpha, which was 0.966, while the job autonomy scale had an alpha of 0.960. The data analysis technique employed was canonical correlation analysis. The results of the analysis indicate a significant canonical relationship between the dimensions of job autonomy and job involvement, with all multivariate statistics (Pillai’s Trace, Hotelling’s Trace, and Wilks’ Lambda) showing significant results (p < 0.001). The relationship is positive, meaning that the higher the perceived job autonomy, the higher the employee’s involvement, both in terms of role and environmental aspects. Based on the canonical loadings, the dimension of criterion autonomy contributed the most to the job autonomy set (1.916), while role involvement made the highest contribution to the job involvement set (11.272). These findings emphasize that having flexibility in determining performance benchmarks and actively engaging in work roles are key factors in enhancing overall employee involvement. Pasca pandemi, dunia kerja mengalami pergeseran besar menuju sistem yang lebih fleksibel, di mana batas antara kehidupan pribadi dan profesional semakin kabur. Dalam lanskap kerja baru ini, keterlibatan kerja menjadi elemen kunci yang menentukan produktivitas dan keberlanjutan kinerja karyawan. Salah satu faktor yang diyakini berperan penting dalam memperkuat keterlibatan tersebut adalah otonomi kerja, yang memberi ruang bagi karyawan untuk mengelola cara, waktu, dan tolok ukur keberhasilan dalam menyelesaikan tugasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kanonik antara set variabel otonomi kerja yang terdiri atas otonomi metode kerja, otonomi jadwal kerja, dan otonomi kriteria kerja dengan set variabel keterlibatan kerja, yaitu keterlibatan kerja peran dan keterlibatan kerja lingkungan, pada karyawan yang bekerja dari rumah (work from home). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei dan desain korelasional. Data dikumpulkan secara daring melalui penyebaran kuesioner online di media sosial, dengan melibatkan 252 responden yang dipilih menggunakan teknik self-selection sampling. Data dikumpulkan menggunakan dua skala psikologis, yaitu skala otonomi kerja dan skala keterlibatan kerja. Validitas instrumen diperoleh melalui expert judgment dua dosen ahli serta uji coba skala. Reliabilitas skala keterlibatan kerja menunjukkan nilai cronbach’s alpha sebesar 0.966, sedangkan skala otonomi kerja sebesar 0.960. Teknik analisis data menggunakan analisis korelasi kanonik. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan kanonik yang signifikan antara dimensi otonomi kerja dan keterlibatan kerja, dengan seluruh statistik multivariat (Pillai’s Trace, Hotelling’s Trace, dan Wilks’ Lambda) signifikan pada p < 0.001. Hubungan ini bersifat positif, artinya semakin tinggi otonomi kerja yang dirasakan karyawan, maka semakin tinggi pula keterlibatan mereka dalam pekerjaan, baik dari aspek peran maupun lingkungan. Berdasarkan hasil canonical loadings, dimensi otonomi kriteria kerja memberikan kontribusi tertinggi terhadap set otonomi kerja (1.916), sedangkan keterlibatan kerja peran menjadi penyumbang terbesar pada set keterlibatan kerja (11.272). Temuan ini menegaskan bahwa keleluasaan dalam menentukan tolok ukur keberhasilan serta keterlibatan aktif dalam peran kerja merupakan faktor penting dalam meningkatkan keterlibatan karyawan secara keseluruhan.
Family Communication Patterns on the Mental Health of Children from Divorced Families Nurhermaya, Amalia Rahma; Harahap, Farida
Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol 13, No 4 (2025): Volume 13, Issue 4, Desember 2025
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikoborneo.v13i4.22099

Abstract

Studies show that children from divorced families tend to experience long-term psychological problems, including depression and difficulties in forming social relationships. This study aims to explore how parental divorce can affect children's mental health based on the experiences of four subjects who grew up in divorced families. The results show that divorce has a profound impact, especially during adolescence. The research design used in this study was qualitative phenomenology, conducting semi-structured interviews with four subjects. Several subjects experienced difficulties in adjusting and interacting in their social environment. Emotional closeness does not only depend on how often children communicate with their parents but can also be influenced by direct interaction. The reasons for divorce include incompatibility, differences in lifestyle, and irresponsibility of one of the parents, which are significant triggering factors. The results of this study highlight that the way children communicate with their parents has an influence on how they cope with the impact of divorce and the importance of emotional and social support in the adjustment process. The implication of these findings is that researchers, communities, and parents need to work together to create a supportive environment so that children can adapt to change and reduce the negative impact of divorce.Studi menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga yang bercerai cenderung mengalami masalah psikologis jangka panjang, termasuk depresi dan kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Penelitian ini bertujuan menggali bagaimana perceraian orang tua dapat mempengaruhi kesehatan mental anak pada pengalaman empat subjek yang tumbuh dari latar belakang keluarga bercerai menunjukan bahwa perceraian memberikan dampak yang mendalam, terutama pada masa remaja. Desain metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi dengan melakukan wawancara semi terstruktur dengan subjek sebanyak 4 orang. Beberapa subjek mengalami pengaruh dalam menyesuaikan diri dan berinteraksi dilingkungan sosial. Kedekatan emosional tidak hanya bergantung pada seberapa sering anak berkomunikasi dengan orang tua namun dapat dipengaruhi oleh interaksi secara langsung. Alasan perceraian yang terjadi diantaranya, ketidakcocokan, perbedaan gaya hidup dan ketidaktanggung jawaban dari salah satu orang tua menjadi faktor pemicu yang signifikan. Hasil penelitian ini menyoroti bahwa cara anak berkomunikasi dengan orang tua memiliki pengaruh pada bagaimana cara anak mengatasi dampak perceraian serta pentingnya dukungan emosional dan sosial dalam proses penyesuaian. Implikasi temuan ini dari peneliti yakni masyarakat dan orang tua perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung agar anak-anak dapat beradaptasi dengan perubahan dan mengurangi dampak negatif dari perceraian.