Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Analisis Hukum Terhadap Wewenang PPATK : Studi Kasus Pemblokiran Rekening Oleh PPATK Denisa Nurmariani; Heni Dwi Firnanda; Miqdad Ikhsanullah; Yudi Widagdo Harimurti
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 6 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i6.2474

Abstract

Pembentukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang (selanjutnya disebut PPATK) berdasarkan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang (selanjutnya disebut UU TPPU) merupakan bagian dari upaya negara dalam memperkuat pencegahan dan pendeteksian transaksi keuangan yang mencurigakan. Penelitian ini bertujuan menganalisis batas kewenangan PPATK dalam melakukan pemblokiran rekening dormant dengan meninjau kesesuaiannya terhadap asas Legalitas dan Prosedur yang diatur dalam UU TPPU. Metode yang digunakan yakni metode pendekatan kasus, penelitian menelaah praktik pemblokiran rekening dormant oleh PPATK terhadap sejumlah nasabah.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun PPATK berwenang mengajukan permintaan penghentian sementara transaksi, lembaga ini tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan pemblokiran rekening secara langsung tambah indikasi yang jelas terkait tindak pindana  pencucian uang. Temuan ini menegaskan pentingnya kepatuhan PPATK pada kerangka normatif untuk mencegah pelampauan kewenangan, sekaligus menyoroti urgensi penguatan tata kelola pengawasan keuangan dan perlindungan hak nasabah
Analisis Hukum Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Produk Odeng Sebagai Budaya Madura dan Implikasi Hukumnya Nasira Arijasakinah; Yudi Widagdo Harimurti
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 6 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i6.2616

Abstract

Penelitian ini mengkaji perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terhadap Odeng Madura sebagai penutup kepala tradisional yang memiliki nilai filosofis dan budaya yang khas. Sebagai ekspresi budaya yang rentan ditiru dan dieksploitasi secara komersial, Odeng memerlukan dasar hukum yang jelas untuk menjaga keaslian dan memperkuat identitas budaya masyarakat Madura. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Odeng memenuhi kriteria ekspresi budaya tradisional yang dapat dilindungi, dan pendaftaran HKI memberikan perlindungan preventif maupun represif terhadap penggunaan tanpa izin. Perlindungan ini berimplikasi pada pelestarian budaya, pemberdayaan masyarakat, serta pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal
DINAMIKA PERLINDUNGAN HUKUM ATAS STATUS DAN PERWALIAN ANAK PASCA PERCERAIAN AKIBAT BEDA AGAMA Margareta, Dea Nova; Avrilia Dita Jenarni; Hafzah Febby Aty; Yudi Widagdo Harimurti
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 11 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi November
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/w09q2035

Abstract

Perceraian akibat “pernikahan beda agama menimbulkan persoalan hukum yang rumit, khususnya terkait pengakuan status anak dan pengaturan hak perwalian. Permasalahan ini semakin kompleks ketika pernikahan tidak tercatat atau tidak diakui secara hukum. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji bagaimana sistem hukum di Indonesia mengatur status dan perwalian anak dari pasangan beda agama yang bercerai; (2) menganalisis praktik peradilan agama dan perdata dalam menetapkan hak asuh; dan (3) mengevaluasi perlindungan hukum yang dapat menjamin hak-hak anak pasca perceraian. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, studi kasus putusan pengadilan, serta telaah literatur hukum. Sumber data mencakup Undang‑Undang Perkawinan, Undang‑Undang Perlindungan Anak, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan putusan pengadilan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum di Indonesia belum sepenuhnya memberikan kepastian hukum bagi anak hasil pernikahan beda agama, terutama dalam hal pencatatan pernikahan dan penetapan perwalian”. Dalam praktiknya, hakim biasanya mengacu pada asas kepentingan terbaik bagi anak, namun implementasi di lapangan menghadapi kendala seperti perbedaan agama orang tua, status pernikahan yang tidak tercatat, serta tekanan sosial budaya. Oleh karena itu, dibutuhkan harmonisasi regulasi, prosedur pencatatan pernikahan yang lebih jelas, serta mekanisme hukum yang tegas untuk menjamin pemenuhan hak perwalian dan nafkah anak
KEBIJAKAN EKSPOR PASIR LAUT BERDASARKAN PP NOMOR 26 TAHUN 2023 TENTANG PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI LAUT Nisa’, Jamilatun; Zahrotul Aini; Lailatul Qomariyah; Yudi Widagdo Harimurti
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 11 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi November
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/3v4hqm62

Abstract

Penelitian ini membahas kebijakan ekspor pasir laut di Indonesia pasca diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Regulasi ini membuka kembali peluang ekspor pasir laut yang sebelumnya dilarang sejak tahun 2003 karena dampak buruknya terhadap ekosistem pesisir. Menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan berfokus pada koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, serta antara aturan hukum dan norma hukum. Artikel ini menganalisis konsistensi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 dengan peraturan perundang-undangan lain, khususnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun pemerintah beralasan kebijakan ini dapat meningkatkan pendapatan negara dan mendukung pembangunan infrastruktur, ekspor pasir laut berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, mengancam keberlangsungan hidup masyarakat pesisir, serta menimbulkan disharmoni peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu ditinjau kembali dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan, kepastian hukum, dan perlindungan terhadap hak masyarakat.
KEBEBASAN EKSPRESIF PENOLAKAN KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGGUNAKAN BENDERA “ONE PIECE” MENURUT PRESPEKTIF HUKUM Siti Mung’awanah; Ananda Yogi Widiyanto; Dimas Eka Wijaya; Yudi Widagdo Harimurti
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 11 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi November
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/4fx4k110

Abstract

Belakangan ini terdapat fenomena yaitu masyarakat Indonesia mengibarkan bendera One Piece, sebagian mereka melakukan tindakan tersebut sebagai bentuk kekecewaan atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam kehidupan demokrasi di suatu negara seyogianya kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat memperoleh perlindungan dari konstitusi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap kebebasan berekspresi masyarakat terkait penolakan kebijakan pemerintah melalui bendera One Piece. Fenomena ini menarik untuk dikaji kerana masyarakat menciptakan cara baru dalam penyampaian aspirasi yang ditujukan kepada pemerintahan. Metode penelitian menggunakan statute approach (pendekatan perundang-undangan) dan empiris  pendekatan case studi (studi kasus) . Hasil penelitian diperoleh bahwa perlindungan hukum kebebasan ekspresif masyarakat Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945) dan Undang Undang (yang selanjutnya disebut UU). Adapun Kesimpulanya yaitu kebebasan berekspersif yang dijamin dalam UUD NRI 1945 dan UU harus dilakukan dengan mengedepankan rasa tanggung jawab dan tidak merugikan kepentingan umum, disisi lain pemerintah harus peka terhadap berbagai macam bentuk penyampaian aspirasi masyarakat sehingga bisa mengevaluasi kebijakan yang telah dibuat demi terciptanya negara yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan kesejahteraan. Kata kunci: Kebebasan Ekspresi, Bendera One Piece, Kebijakan Pemerintah
ANALISIS REGULATORY IMPACT ASSESSMENT DAN REKOMENDASI REVISI  UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016 Eko Budi Setiawan; Choirul Anam; Andika Surya Buana; Yudi Widagdo Harimurti
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 11 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi November
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/9k0bqq19

Abstract

Pemilihan Kepala Daerah atau yang selanjutnya disebut dengan (Pilkada) merupakan pilar demokrasi di Indonesia yang memungkinkan rakyat menentukan pemimpin di tingkat daerah. Namun, sengketa hasil Pilkada kerap menimbulkan konflik yang mengguncang stabilitas politik daerah. sudah terdapat regulasi yang mengatur, yaitu Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 206 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang Undang. Artikel ini mengkaji kesesuaian ketentuan Pasal 157 engatur mekanisme penyelesaian sengketa hasil Pilkada dengan menunjuk badan peradilan khusus sebagai lembaga penanganan. Hingga kini badan tersebut belum terbentuk, sehingga Mahkamah Konstitusi (MK) menangani sengketa ini sementara waktu dengan dinamika politik dan kebutuhan masyarakat saat ini serta menawarkan rekomendasi agar proses penyelesaian sengketa Pilkada menjadi lebih efektif, adil, dan menjamin kepastian hukum. Melalui pendekatan Regulatory Impact Assessment (RIA), ditemukan bahwa pembentukan badan peradilan khusus harus segera diprioritaskan agar demokrasi daerah berjalan dengan legitimasi kuat dan stabilitas terjaga. Rekomendasi mencakup revisi regulasi untuk meningkatkan keadilan, efisiensi, dan kepercayaan publik. Penelitian ini berkontribusi pada penguatan legitimasi Pilkada melalui reformasi regulasi yang responsif
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PROVOKATOR DALAM DEMONSTRASI SEBAGAI BATASAN HAK KONSTITUSIONAL DI INDONESIA (STUDI KASUS DEMONSTRASI 25 AGUSTUS 2025 ATAS KENAIKAN TUNJANGAN DPR) Erlangga Chandra Hutomo; Zidni Dwi Novri Atmojo; Khoirotunnisa; Yudi Widagdo Harimurti
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 12 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Desember
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/mg8kkf71

Abstract

Demonstrasi merupakan salah satu wujud nyata pelaksanaan hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana dijamin oleh UUD 1945. Namun, dalam praktiknya, demonstrasi kerap bergeser dari ekspresi damai menjadi tindakan anarkis akibat adanya provokator yang mendorong massa melakukan penjarahan atau perusakan fasilitas umum. Kondisi ini menimbulkan dilema, yakni bagaimana menjaga keseimbangan antara perlindungan hak kebebasan berpendapat dengan kepentingan ketertiban umum. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana provokator dalam demonstrasi dengan meninjau konsep kebebasan berpendapat sebagai hak konstitusional, batas-batas hukumnya, serta mekanisme pemidanaan yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif, melalui kajian peraturan perundang-undangan, doktrin, serta literatur hukum terkait, yang kemudian dipadukan dengan data sekunder berupa laporan kasus demonstrasi yang berkembang di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa provokator yang dengan sengaja mendorong terjadinya penjarahan atau perusakan dapat dijerat menggunakan ketentuan Pasal 160 KUHP, Pasal 55 KUHP, dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Dengan demikian, perlindungan hak konstitusional tetap dapat terjamin, tanpa mengabaikan kepastian hukum terhadap pihak yang menyalahgunakan kebebasan tersebut.
Problematika Pertanggungjawaban Anak dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dibandingkan dengan Pelaku Dewasa Cahya, Afinda Cahya Saputri; Fadiya Nabila; Yudi Widagdo Harimurti
Terang : Jurnal Kajian Ilmu Sosial, Politik dan Hukum Vol. 2 No. 4 (2025): Desember : Terang : Jurnal Kajian Ilmu Sosial, Politik dan Hukum
Publisher : Asosiasi Peneliti dan Pengajar Ilmu Hukum Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/terang.v2i4.1293

Abstract

Murder committed by children presents a dilemma in the criminal justice system, as it must balance the enforcement of justice with the protection of children's rights. This article examines the problematic nature of juvenile criminal liability in murder by comparing the perpetrator's legal approach to that of adults. Normative juridical research methods are used to explain legal provisions, court decisions, and related doctrines. The results indicate that juvenile offenders are not solely focused on their culpability but also on the child's psychological capabilities, maturity level, and social circumstances. Meanwhile, adult offenders are held fully accountable, with a focus on punishment. The main challenges are the difficulty of proving intent and the need for special mechanisms for handling juvenile offenders of serious crimes. This study provides for strengthening the capacity of law enforcement, improving child rehabilitation facilities, optimizing diversion mechanisms, and educating the public to support humane and proportional protection and enforcement of justice.