Claim Missing Document
Check
Articles

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA PT MNC FINANCE (STUDI KASUS PUTUSAN 1097/Pdt.G/2020/PN Dps) Agita Justisia Br. Tarigan; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 4 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i04.p13

Abstract

Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk menelaah akibat hukum terjadinya ingkar janji (wanprestasi) dalam suatu perjanjian pembiayaan konsumen yang terjadi di PT MNC Finance (Studi Kasus Putusan 1097/Pdt.G/2020/PN Dps). Jurnal ini dalam penelitiannya menerapkan metode penelitian hukum normatif dengan jenis pendekatan kasus (case approach). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu dapat diketahui jika wanprestasi pada permasalahan yang terjadi antara debitur dan kreditur (PT MNC Finance) disebabkan kelalaian debitur dalam memenuhi prestasi. Wanprestasi tersebut berakibat hukum pada PT MNC Finance yang harus mengalami kerugian yakni berupa angsuran yang tertunggak, denda keterlambatan, dan biaya penanganan hukum untuk mengurus kasus wanprestasi. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, PT MNC Finance menempuh upaya hukum litigasi melalui Pengadilan Negeri Denpasar. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam memberi pendapat hukum untuk memutus perkara No. 1097/Pdt.G/2020/PN Dps dilakukan dengan menyeleksi instrumen hukum yang relevan dengan sengketa yang terjadi yakni ingkar janji (wanprestasi). Selain instrumen hukum, majelis hakim juga menemukan doktrin yang relevan serta mengacu pada bukti-bukti yang ada. Sehingga ditemukanlah bahwa Tergugat telah terbukti lalai terhadap kewajibannya. The purpose of writing this journal is to examine the legal consequences of breaking a promise (default) in a consumer financing agreement that occurred at PT MNC Finance (Case Study Decision 1097/Pdt.G/2020/PN Dps). This journal in its research applies normative legal research methods with a case approach. The results obtained in this study can be seen if the default in the problems that occur between the debtor and creditor (PT MNC Finance) is due to the debtor's negligence in fulfilling the performance. This default resulted in legal consequences for PT MNC Finance which had to suffer losses in the form of arrears in installments, late fees, and legal handling fees for handling default cases. To resolve this problem, PT MNC Finance took litigation through the Denpasar District Court. The Denpasar District Court Panel of Judges in giving a legal opinion to decide case No. 1097/Pdt.G/2020/PN Dps is done by selecting legal instruments that are relevant to the dispute that occurs, namely breaking promises (wanprestasi). In addition to legal instruments, the panel of judges also found relevant doctrines and referred to the available evidence. So it was found that the Defendant had been proven negligent of his obligations.
ANALISIS KREDIT BERMASALAH DALAM MENENTUKAN KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI KREDIT PERBANKAN Anak Agung Ayu Gangga Muni; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 8 (2022)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tujuan dalam artikel penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dari kredit bermasalah dan mengetahui prosedur analisa kredit dalam penentuan kebijakan restrukturisasi kredit sebagai penanganan kredit bermasalah. Dalam penelitian ini menggunakan Jenis Penelitian Yuridis Empiris Dengan lokasi penelitian di PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Ubud , jenis pendekatan Deskriptif yang berdasarkan pada sumber data bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui metode wawancara dan studi dokumen. Metode analisis data yang dilakukan di penelitian ini yaitu analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan Dalam memberikan kredit bank memiliki tingkat resiko yang paling tinggi mengalami kredit bermasalah, kredit bermasalah ini sering terjadi juga karena beberapa faktor yang terdiri dari faktor dari debitur, faktor dari kreditur itu sendiri dan juga faktor dari luar debitur dan kreditur. Dalam mengatasi kredit bermasalah ini bank-bank biasanya melakukan upaya penyelamatan kredit yang disebut dengan restrukturisasi. Sebelum memberikan kebijakan restrukturisasi biasanya di Bank BPD Bali melakukan Prosedur analisa kredit dalam penentuan kebijakan restrukturisasi kredit sebagai penanganan kredit bermasalah sesuai dengan SOP Bank Tersebut. Kata Kunci : Analisis Kredit, kredit bermasalah, Kebijakan Restrukturisasi. ABSTRACT The purpose of this research article is to determine the factors that cause non-performing loans and to determine credit analysis procedures in determining credit restructuring policies as the handling of non-performing loans. In this study using the Juridical Empirical Research Type with the research location at PT. The Bali Regional Development Bank Ubud Branch in this study used the Legislative Approach (The Statue Approach) besides that there was also a Fact approach, namely a descriptive approach based on data sources of primary legal materials and secondary legal materials. This study uses data collection techniques through interviews and document studies. The data analysis method used in this research is qualitative analysis. The results of this study indicate that in providing credit, banks have the highest level of risk for experiencing non-performing loans, these non-performing loans often occur due to several factors consisting of factors from the debtor, factors from the creditor itself and also factors from outside the debtor and creditor. In dealing with non-performing loans, banks usually carry out credit rescue efforts called restructuring. Before providing a restructuring policy, Bank BPD Bali usually performs credit analysis procedures in determining credit restructuring policies as a handling of non-performing loans in accordance with the Bank's SOP. Keywords : Credit Analysis, non-performing loans, Restructuring Policy.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA ACCOUNT NETFLIX PREMIUM SHARING YANG DIPEROLEH SECARA ILEGAL MELALUI PIHAK KETIGA Ni Made Cahyani Indiraswari; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 6 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i06.p03

Abstract

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keabsahan dari perjanjian sharing yang dilakukan oleh penguna akun Netflix premium dengan pihak ketiga dan perlindungan hukum bagi pengguna akun Netflix premium sharing yang diperoleh atau dibeli secara illegal. Penulisan ini menggunakan metode penelitian normative dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan menggunakan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa perjanjian yang terjadi antara kedua belah pihak tersebut tidak memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu syarat sebab yang halal karena pihak penjual akun ilegal telah berbuat tidak jujur dalam melakukan kegiatan usaha dan ingin mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri. Pihak penjual akun ilegal tidak sesuai dengan asas-asas dalam perjanjian yaitu asas itikad baik (good faith) dan telah melanggar syarat dan ketentuan (term and conditions) dari pihak resmi Netflix. Maka dari itu, perlindungan hukum terhadap pengguna akun Netflix premium sharing dan penjual ilegal tidak dapat diberikan karena akibat tidak terpenuhinya syarat objektif (sebab yang halal) sebagai syarat sahnya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 BW (Burgerlijk Wetboek). Syarat objektif suatu perjanjian dapat dikatakan sah, yaitu adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam syarat-syarat objektif membahas tentang objek dari perbuatan hukum yang telah dilakukan. Jika, tidak terpenuhinya syarat-syarat sah dalam perjanjian, maka perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum (null and void) dan dianggap bahwa perjanjian tidak pernah ada. ABSTRACT The purpose of this writing is to find out the legal protection for users of Netflix premium sharing accounts obtained or purchased illegally and to find out the validity of the agreements that occur between users and third parties. This paper uses normative research methods with a statutory approach and uses a conceptual approach. The results of this study explained that the agreement that occurred between the two parties did not meet the conditions for the validity of the agreement, namely the halal condition because the illegal account seller had been dishonest in carrying out business activities and wanted to take advantage of himself. The seller of illegal accounts is not in accordance with the principles in the agreement, namely the principle of good faith, and has violated the terms and conditions of the official Netflix party, therefore, legal protection for users of Netflix premium sharing accounts and illegal sellers cannot be provided due to the non-fulfillment of objective conditions (halal causes) as a condition of the validity of the agreement contained in Article 1320 BW (Burgerlijk Wetboek). The objective terms of a treaty can be said to be valid, namely the existence of a certain thing and a lawful cause. In objective terms discusses the object of the legal action that has been carried out. If, the non-fulfillment of the valid conditions in the agreement, then the agreement becomes invalid or null and void and it is considered that the agreement never existed.
KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT BAWAH TANGAN APABILA TERJADI WANPRESTASI Desak Putu Nugraheni; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 9 (2022)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mengetahui terkait kekuatan hukum dalam perjanjian kredit di bawah tangan dalam lembaga perbankan. Metode penulisan dalam artikel ini menggunakan jenis penelitian hukum nornatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil studi menunjukkan bahwa pihak bank selaku kreditur dalam pemberian kredit kepada nasabah selaku debitur dapat dilakukan dengan cara perjanjian kredit dibawah tangan. Namun, perjanjian kredit di bawah tangan terhadap kekuatan hukumnya juga tetap mengikat para pihak antara kreditur dan debitur. Perjanjian di bawah tangan jika dilihat dari kekuatan hukumnya, maka tergantung terhadap pengakuan para pihak bersangkutan “debitur maupun kreditur” terhadap kebenaran isi maupun tanda tangan yang telah disetujui terkait perjanjian tersebut. Namun kelemahannya, para pihak mungkin saja dapat membenarkan maupun memungkiri tanda tangannya. Perjanjian di bawah tangan dapat disebut memiliki pembuktian secara lahir, jika pihak yang menandatanganinya mengakui telah menandatangani perjanjian tersebut, maka terhadap perjanjian itu merupakan bukti sempurna dan berlaku bagi para pihak yang menandatangani. Perjanjian di bawah tangan memiliki kekuatan pembuktian secara formil, jika para pihak yang telah menandatangani perjanjian tersebut mengakui tanda tangannya. Menurut KUHPerdata pada Pasal 1875, menegaskan “perjanjian di bawah tangan yang diakui secara pembuktian materiil oleh para pihak yang menandatangani dan merupakan bukti sempurna sama seperti akta otentik, sedangkan bagi Hakim perjanjian di bawah tangan terhadap pihak ketiga memiliki kekuatan pembuktian yang bebas.” Kata Kunci: Kekuatan Hukum, Perjanjian Kredit, Perjanjian Bawah Tangan. ABSTRACT This study aims to determine the legal power of underhanded credit agreements in banking institutions. The writing method in this article uses normative legal research using statutory and conceptual approach. The results of the study show that the bank as a creditor in offering credit to customers as debtors can be done by means of an underhand credit agreement. However, the credit agreement under the hand against its legal force also binds the parties between the creditor and the debtor. An underhand agreement if viewed from its legal force, it depends on the acknowledgment of the parties related to the “debtor and creditor” of the correctness of the contents and signatures that have been approved by the agreement. However, the weakness in that the parties may be able to confirm or deny the signature. An underhand agreement can have outward proof, if the recognized party has been called the agreement, then the agreement is perfect evidance and applies to the parties involved. An underhand agreement has the power of formal proof, if the parties recognizing the acknowledment receive a sugnature. According to the Civil Code in Article 1875, it is stated that “a private agreement which is recognized as material evidance by the parties which is parfect evidance is the same as an authentic deed, while of judges, a third underhand agreement has free evidentiary power.” Key Words: Legal Force, Credit Agreement, Underhand Agreement.
PEER TO PEER (P2P) LENDING:UPAYA MENGATASI LAYANAN PINJAMAN ONLINE ILEGAL TERHADAP KEAMANAN DATA PRIBADI Ni Wayan Nitya Varshini Sahare; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 6 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i06.p12

Abstract

Tujuan penelitian ini guna untuk mengetahui perlindungan data pribadi debitur dalam pinjaman online kemudian untuk memahami bagaimana upaya dalam mengatasi pinjaman online ilegal terhadap perlindungan data pribadi. Dalam hal ini bahwa dalam pinjaman online terdapat sebuah perlindungan demi mengantisipasi adanya pinjaman berbasis Ilegal di antaranya Pasal 1234 KUHPerdata Wanprestasi, Pasal 26 UU No. 19 Tahun 2016 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik, POJK Nomor 77/POJK.07/2016 selanjutnya Satgas Waspada Investasi (SWI) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Komisioner OJK No. 01/KDK.01/2016. Disamping itu metode penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan melakukan kepustakaan terkait Peraturan Perundang-undangan misalnya pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor I1 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Rancangan UU tentang Perlindungan Data Pribadi dan juga terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasil dalam penelitian ini perlindungan data pribadi sebagai bagiannya atas hak pribadi. Hal mengenai itu diberi pengaturannya pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 mengenai proses lindungan data individu pada penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik. Kemudian, sudah menjadi hak dan kewajiban memberikan perlindungan kepada konsumen untuk melindungi konsumen yang telah mengadakan kontrak. The purpose of this research is to find out the protection of the debtor's personal data in online loans and then to understand how to overcome illegal online loans on the protection of personal data. In this case, in online loans there is a protection in order to anticipate illegal-based loans, including Article 1234 of the Civil Code for Default, Article 26 of Law no. 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions, POJK Number 77/POJK.07/2016 furthermore the Investment Alert Task Force (SWI) was established based on the Decree of the OJK Commissioner No. 01/KDK.01/2016. In addition, the research method used is a normative juridical approach by conducting literature related to laws and regulations such as Law no. 19 of 2016 concerning Information and Transactions. Draft Law on Personal Data Protection and also related to the Financial Services Authority (OJK). The results of this study protect personal data as part of personal rights (privacy rights). This is regulated in Government Regulation Number 71 of 2019 concerning the protection of personal data in the operation of electronic systems and transactions. Then, it is the right and obligation to provide protection to consumers to protect consumers who have entered into contracts.
UPAYA HUKUM SERTA PERLINDUNGAN KONSUMEN APABILA TERJADI WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK Kadek Anggarita Patni Sekarini; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p04

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis pentingnya sebuah perlindungan secara hukum bagi konsumen dalam transaksi secara elektronik dalam kasus dugaan wanprestasi. Adapun metodologi yang diterapkan pada studi ini ialah penelitian hukum normatif dan pendekatan perundang-undangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata wanprestasi merupakan sebuah perbuatan yang oleh salah satu pihak, tidak sesuai kesepakatan, melakukan prestasi namun tidak sesuai waktu yang telah ditetapkan, dan melaksanakan tindakan yang dilarang sebagaimana yang telah ditentukan dalam kesepakatan. Upaya yang bisa dilakukan jika adanya wanprestasi dalam jual beli secara elektronik antara lain dengan cara mengajukan gugatan sengketa ke pengadilan atau litigasi dan mekanisme non litigasi yaitu upaya hukum diluar pengadilan. Sedangkan untuk perlindungan hukum konsumen apabila adanya wanprestasi dalam kegiatan jual beli secara elektronik dapat dipergunakan instrumen dalam UU ITE dan UUPK sebagai landasan hukum untuk penyelesaian masalah tersebut. Adapun untuk menentukan tanggung jawab ekonomi dalam hal ini dapat dipergunakan prinsip pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan. This study aimed to analyze legal protection in cases of default for consumers in electronic buying and selling economic activities. The methodology used in this research is normative legal research and statutory approach. The study indicated that a default is an act that is not carried out by one of the parties, does not comply with the agreement, performs an achievement but does not meet the specified time, and carries out prohibited actions as specified in the agreement. Efforts that can be used if there is a default in electronic buying and selling economic activities include filing a lawsuit to the court or litigation as well as through non-litigation way, which is efforts to resolve disputes outside the court. Meanwhile, for consumer protection, if there is a default in electronic buying and selling activities, the instruments The Act of Electronic Information and Transaction and The Act of Consumer Protection can be used as the legal basis for solving the problem. As for daetermining economic responsibility, in this case, the principle of responsibility based on error can be used.
PENGGUNAAN KLAUSULA BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI SECARA ONLINE Dinda Rana Ningtyas; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 11 (2022)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan penggunaan klausula baku yang terkandung pada transaksi jual beli secara online dalam hukum positif di Indonesia dan mengetahui dampaknya bagi konsumen dan pelaku usaha. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menitikberatkan pada hukum positif yang berlaku. Hasil yang didapat dari penulisan artikel ini adalah bahwa pengaturan mengenai dicantumkannya klausula baku didalam transaksi jual beli dengan sistem online dapat ditemukan pada Pasal 1 Angka 10 dan Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Diatur pula dalam Pasal 45A UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 46 Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Pasal 65 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan melalui sistem elektronik Pasal 53 Ayat 2 tentang klausula baku serta dampak klausula baku apabila tidak mengikuti prasyarat yang telah diberlakukan akan menimbulkan nilai kerugian materiil yang secara nyata diderita konsumen dan menimpa pelaku usaha seperti denda dan pidana penjara bagi pelaku usaha itu sendiri. Kata Kunci: Klausula baku, jual beli online, hukum positif ABSTRACT The main objective of writing an article is to findout which regulations contained standard clauses in electronic commerce in positive law in Indonesia and to determine the impact on consumers and business actors. Written based on normative juridical research methods that focus on the applicable positive law. The results obtained from writing this article are that the regulation of standard clauses in electronic commerce transaction can be found in Article 1 Number 10 and Article 18 of Law no. 8 of 1999 concerning Consumer Protection. It is also regulated in Article 45A of Law no. 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions, Article 46 of Government Regulation Number 82 of 2012 concerning the Implementation of Electronic Systems and Transactions, Article 65 of Law No. 7 of 2014 concerning Trade, as well as Government Regulation Number 80 of 2019 concerning Trade through electronic systems, Article 53 Paragraph 2 concerning standard clauses and the impact of standard clauses, if they do not follow the regulated rules by applicable laws and regulations can cause consumers and business actors experience material losses such as fines and imprisonment for business actors. Keywords Standard clause, online buying and selling, positive law
Penguatan Produk Pangan Tradisional Serta Literasi Hukum Pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Sari Tunjung Mekar I Komang Budi Mas Aryawan; Putu Devi Yustisia Utami; Sayi Hatiningsih
Warta LPM WARTA LPM, Vol. 25, No. 1, Januari 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1340.453 KB) | DOI: 10.23917/warta.v25i1.598

Abstract

Kelompok Wanita Tani (KWT) Sari Tunjung Mekar yang terletak di Desa Cempaga Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng Provinsi Bali merupakan UMKM yang bergerak dibidang pangan tradisional dengan berbagai produk yang dihasilkan, seperti: (1) Jajanan Cakar Ayam, (2) Keripik Talas dan (3) Keripik Singkong. Permasalahan mitra adalah pemasaran produk terbatas area lokal, alat produksi kurang memadai dan belum memiliki Surat Izin Usaha Mikro dan Kecil. Metode pelaksanaan difokuskan ke tiga aspek prosedur kerja, yaitu: manajemen bidang pemasaran, manajemen bidang produksi dan manajemen bidang hukum. Masing – masing prosedur kerja terdiri dari perencanaan dimana dalam kegiatan perencanaan adanya sosialisasi kegiatan, koordinasi tim dan mitra, penentuan waktu kegiatan dan pengumpulan data terkait. Selanjutnya kegiatan inti dilakukan pelatihan dan pendampingan serta diakhiri dengan evaluasi kegiatan. Hasilnya, penguatan bidang pemasaran mitra melakukan pemasaran produk pangan tradisional menggunakan media pemasaran online dengan aplikasi e-commerce “Toko Pangan” sehingga radius pemasaran menjadi lebih luas yang berbanding lurus dengan peningkatan omset penjualan setelah dilaksanakan kegiatan pengabdian ini. Penguatan bidang produksi, mitra diberikan peralatan produksi yang lebih modern sehingga kapasitas produksi meningkat, dan literasi hukum yang diberikan mitra dapat memahami hukum tentang transaksi elektronik dan ijin usaha serta mitra memiliki Surat Izin Usaha Mikro dan Kecil sehingga mendapatkan kepastian hukum dan sarana pemberdayaan untuk pengembangan usaha.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH SEBAGAI DEBITUR ATAS PENGGUNAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Ni Putu Arista Ratna Dewi; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 2 (2023)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this article is to identify and analyze legal protection for customers as debtors for using standard agreements in bank credit agreements. This study uses normative legal research methods with a legal instrument or legal product approach and a legal concept analysis approach. The sources of legal materials are Primary Legal Materials in the form of regulations relating to standard agreements and bank credit agreements and the secondary legal materials used are obtained from law books and scientific journals related to the problem under study. The writing technique for the article uses literature study by analyzing books that focus on secondary data and written law. The results of the study show that legal protection for customers for the use of standard agreements in bank credit agreements has been regulated preventively in the provisions of Article 18 UUPK, articles 21 and 22 POJK Number 1/POJK.07/2013 concerning Consumer Protection in the Service Sector, and also regulated in the SE. Financial Services Authority Number 13/SEOJK.07/2014 Concerning Standard Agreements while repressively regulated in Articles 29 and 30 paragraph (1) of the OJK Law besides that it is also regulated in Article 40 POJK Number 1/POJK.07/2013 concerning Consumer Protection in the Service Sector Finance and Article 4 letter a POJK Number 1/POJK.07/2014 concerning Alternative Dispute Resolution Institutions in the Financial Services Sector.
NON FUNGBLE TOKEN (NFT) SEBAGAI INVESTASI DITINJAU DARI UDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL Christin Atika; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 11 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i11.p04

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan NFT di Indonesia dan untuk mengetahui kejelasan hukum dari sebuah investasi digital karya seni khususnya NFT art sebagai sebuah produk investasi ditinjau dari UU Penanaman Modal. Metode penelitian yuridis normative dipergunakan dalam penelitian ini. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa di Indonesia masih belum memiliki undang-undang secara khusus yang mengatur hal tersebut, pemerintah telah melakukan upaya dengan adanya siaran pers dan membentuk kajian. Namun keduanya tidak menjelaskan mengenai pengaturan NFT sebagai sebuah produk investasi. Peraturan yang berlaku di Indonesia untuk mewadahi sebuah investasi adalah Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal tetapi, dalam undang-undang tersebut tidak mengatur mengenai investasi digital. Dalam Undang-Undang Modal didefinisikan sebagai aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. Penulis telah menelaah pengertian tersebut dan menelaah dua poin penting. Yang dimaksud bentuk lain yang bukan uang tidak dijelaskan dalam Undang-undang namun menurut para ahli hal itu dapat berupa uang tunai (fresh money), keterampilan, goodwill, hak paten atau merk, masin, tehnologi, benda, barang, tenaga kerja bahkan hak menikmati suatu barang. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai ekonomis adalah barang yang dapat memberikan manfaat atau pendapatan secara ekonomi bagi penggunanya. Karena para pemilik NFT hanya memegang sebuah sertifikat digital maka hal tersebut tidak terdapat dalam syarat bentuk lain daripada uang, dalam segi nilai ekonomis nilai pada NFT tidaklah stabil lantaran dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, penyebutan NFT sebagai sebuah investasi tidaklah tepat karena tidak memenuhi pengertian tersebut. ABSTRACT This investigation was conducted to explore NFT regulations in Indonesia and explore the legal clarity of an investment in digital art, especially NFT art as an investment product in terms of the Investment Law. This research used normative judical method. In conclusion this research tell in Indonesia there are no specific regulations for NFT, but the government has made efforts by issuing press releases and making an examination. However, both of them didn't explain NFT as an investment product. The regulation applies in Indonesia to accommodate investment in Undang-Undang No 25 Tahun 2007 concerning investment, but this regulation does not regulate digital investment. In that regulation, capital is assets that can be money or other non-money assets owned by an investor which has economic value. The author has examined this notion and get two important points. First, that is meaning of other forms that are not money is not explained in that regulation, but according to several sources, it could be cash (fresh money), skills, goodwill, patents or brands, machinery, technology, objects, goods, labor and even the right to enjoy an item. And second, the meant economic value is goods that can provide economic benefits or income for their users. Because NFT owners only hold a digital certificate, this cannot be found in the definition of other than money. In terms of economic value, NFT is unstable because there are many influencing factors. Therefore, the term NFT as an investment is not appropriate because it does not fulfill this definition.