Bastian Lubis
Departement Of Anaesthesiology And Intensive Therapy, Faculty Of Medicine, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Published : 24 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Perbandingan Prediktor Sulit Intubasi Indeks Risiko El-Ganzouri dengan Indeks Cormack Lehane Pada Pasien Operasi Elektif Tambunan, Marco Audrik Silvester; Wijaya, Dadik Wahyu; Lubis, Bastian
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 1 (2024): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i1.335

Abstract

Pendahuluan: Kejadian intubasi sulit sering sekali dijumpai yang merupakan hal yang tidak terduga dan dapat berakhir dengan kegagalan intubasi sehingga berakibat fatal bagi keselamatan pasien. Kejadian intubasi sulit menjadi salah satu penyebab kematian atau kerusakan permanen jaringan otak selama tindakan anestesi. Intubasi sulit merupakan situasi klinis dimana seorang ahli anestesi yang terlatih kesulitan untuk melakukan ventilasi, kesulitan untuk melakukan intubasi, atau bahkan keduanya. Prediksi sulit intubasi pada penilaian preoperasi telah dipelajari oleh banyak peneliti, salah satunya menggunakan Indeks Risiko El Ganzouri. Indeks Risiko El Ganzouri merupakan penilaian yang menggunakan tujuh parameter berdasarkan jarak buka mulut, jarak thyromental, skor Mallampati, pergerakan leher, kemampuan prognasia, berat badan, dan riwayat sulit intubasi sebelumnya. Metode: Penelitian ini adalah sebuah studi analitik yang menggunakan metode desain cross sectional dengan menggunakan 60 sampel untuk memprediksi kejadian sulit intubasi pada pasien operasi elektif dengan anestesi umum. Hasil: Adapun sensitifitasnya sebesar 76,9%, dan spesifisitasnya sebesar 97,8%. Sedangkan nilai prevalence rate sebesar 21,6%, positive likelihood ratio sebesar 36,1%, negative likelihood ratio sebesar 23,5%, positive predictive value sebesar 90,9%, dan negative predictive value sebesar 93,8%. Kesimpulan: Indeks Risiko El Ganzouri mendekati ketepatan Cormack Lehane dalam memprediksi kejadian sulit intubasi pada pasien operasi elektif dengan anestesi umum.
Perbandingan Efektifitas Teknik Jugular Interna dan Supraklavikula pada Pemasangan Kateter Vena Sentral dengan Panduan USG di RSUP H. Adam Malik Medan Fauzi, Muhammad; Lubis, Bastian; Irina, Rr Sinta
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 2 (2024): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i2.338

Abstract

Latar Belakang: Kateter vena sentral (KVS) bermanfaat untuk pemantauan invasif resusitasi hemodinamik. Penggunaan ultrasonografi (USG) dapat mengurangi komplikasi saat pemasangan KVS. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas pemasangan KVS antara teknik jugular interna dengan supraklavikula menggunakan ultrasonografi.Metode: Penelitian ini menggunakan metode ekperimen kuasi (eksperimen semu). Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dengan besar sampel sebanyak 56 orang. Dilakukan pencatatan karakteristik, kedalaman tip KVS, rasio sukses, jumlah percobaan, durasi insersi, dan komplikasi, dengan uji analisis Independent T-Test.Hasil: Terdapat 28 orang melalui prosedur supraklavikula dan 28 orang melalui prosedur jugularis interna. Frekuensi sampel dengan ujung tip yang tepat sebanyak 23 sampel (82,14%) dan 5 sampel (17,86%) tidak tepat. Dari uji Chi-Square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok dengan tingkat ketepatan kedalaman tip KVS di atas atrium kanan (p = 1,000). Rerata waktu pemasangan KVS dengan pendekatan jugularis interna adalah 19,64 (2,18) menit dan pendekatan supraklavikula adalah 21,11 (2,28) menit, dan kecepatan secara keseluruhan adalah 20,28 (2,33) cm. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pendekatan jugularis interna dengan supraklavikula (p < 0,05).Simpulan: Pemasangan KVS dengan pendekatan teknik jugular interna lebih efektif dibandingkan supraklavikula dinilai dari waktu pemasangan, tingkat ketepatan sebesar 82,14 % dan tidak memiliki komplikasi. Pemasangan KVS pada teknik jugular interna memiliki tingkat keberhasilan yang sama dengan teknik supraklavikula. Pemasangan KVS pada teknik jugular interna lebih cepat dibandingkan teknik supraklavikula yang bermakna secara statistik. Komplikasi tidak dijumpai pada pemasangan KVS pada jugular interna dan supraklavikula.
Perbandingan Efektifitas Bisoprolol 2,5 mg dan Bisoprolol 5 mg dalam Mengontrol Denyut Jantung pada Pasien Sepsis di Ruang Rawat Intensif Pohan, Alfindy Maulana; Lubis, Bastian; Lubis, Andriamuri Primaputra
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 2 (2024): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i2.339

Abstract

Latar Belakang: Sepsis merupakan keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa di mana terjadi disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Sepsis dikaitkan dengan pelepasan katekolamin endogen masif yang memberikan hasil klinis buruk. Takikardia merupakan prognostik yang buruk pada pasien sepsis. Pasien sepsis dengan takikardi yang mendapat terapi beta-blocker dihubungkan dengan penurunan angka kematian. Bisoprolol merupakan antagonis selektif-ß1 yang mempunyai efek kronotropik negatif. Penggunaan beta-blocker dapat berkontribusi pada perlindungan sistemik dari lonjakan katekolamin yang terjadi selama sepsis. Bisoprolol menurunkan denyut jantung sehingga dapat mengurangi kontraktilitas miokard, lalu mengurangi kebutuhan oksigen miokard yang meningkat pada pasien sepsis.Metode: Penelitian ini merupakan randomized clinical trial (RCT) dengan double blind. Pengumpulan data dengan metode prospektif dilaksanakan di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Desember 2022 – Februari 2023. Pemilihan sampel dengan consecutive sampling yang memenuhi kriteria inkusi dan eksklusi. Semua sampel akan diambil data denyut jantung, tekanan darah, tekanan arteri rata-rata (MAP), dan laktat yang nantinya akan dilakukan perhitungan secara statistik. lanjut dengan secara statistik.Hasil: Dengan uji T Independent pada denyut jantung, tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, dan MAP pada 2 jam dan 12 jam setelah perlakuan terdapat perbedaan yang signifikan, didapatkan nilai p < 0,05. Hasil serupa didapatkan pada pemeriksaan laktat pada 24 jam setelah perlakuan, terdapat perbedaan yang signifikan, nilai p < 0,05.Simpulan: Berdasarkan hasil studi kami, terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian bisoprolol 2,5 mg dan bisoprolol 5 mg. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada pemberian bisoprolol 5 mg lebih efektif dibandingkan dengan bisoprolol 2,5 mg dalam menurunkan denyut jantung pada pasien sepsis
Description of JA Medical Skincare Medan Beautician’s Low Back Pain Based on Duration of Work Vivienne; Arsyad, Abdurrahman Mousa; Lubis, Bastian; Lubis, Hilfan Ade Putra
Asian Australasian Neuro and Health Science Journal (AANHS-J) Vol. 6 No. 1 (2024): AANHS Journal
Publisher : Talenta Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/aanhsj.v6i1.14925

Abstract

Introduction: Low Back Pain (LBP) is defined as pain and discomfort located below the costal margin to the inferior gluteal fold, with or without pain in the legs. LBP is a common condition that can occur in all age groups with acute or chronic episodes. Beauticians are more susceptible to musculoskeletal disorders. This line of work tends to involve limited positions, repetitive movements, standing for more than 8 hours or sitting in a bent position during activities. This study aims to determine the characteristics of low back pain based on work duration among beauticians of the JA Medical Skincare beauty clinic Medan. Method: The method used in this research was descriptive quantitative with a total sampling technique. The research population was 60 beauticians from the JA Medical Skincare Beauty Clinic Medan. The data were collected by having the respondents fill out a questionnaire. Results: The research results revealed that beauticians at the JA Medical Skincare beauty clinic who were at risk of experiencing low back pain were individuals aged under 30 years (51.8%), those with BMI > 27 or categorized as obese (60%), and those with a working duration of more than 8 hours (49,1%). These groups exhibited higher percentages of complaints related to low back pain. In general, almost all ages have the potential to experience low back pain. Beauticians who work long hours and do not pay attention to ergonomic factors would have caused continuous static loads on their back and are at risk of experiencing complaints of low back pain. Keywords: Beautician; Duration of work; Low back pain
Correlation between Mean Platelet Volume, Fibrinogen and D-dimer with NIHSS Score Nasution, Putra Fajar; Irina, Rr Sinta; Lubis, Bastian
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 13, No 2 (2024)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v13i2.581

Abstract

Introduction: Stroke is a clinical syndrome that develops rapidly due to focal or global brain disorders with symptoms last for 24 hours and potentially cause death. Due to the consideration that this Mean Platelet Volume (MPV) marker is not invasive, easy to do and is in line with the pathogenesis of stroke, researchers are interested in carrying out this research. And hopefully this research can provide information for the world of education and health about changes in MPV, fibrinogen and D-dimer in ischemic stroke patients. So it can be taken as consideration in the early management of ischemic stroke patients. Subject and Methods: This research was an observational study with a cross-sectional design at Haji Adam Malik General Hospital from October to November 2023. The research subjects were stroke patients who were treated in emergency room and met inclusion criteria. This research was to study about correlation of MPV, fibrinogen, and D-dimer with NIHSS scores of ischemic stroke patients. The method used in this research is the Pearson correlation test where data was normally distributed. All statistical tests with a p value 0.05 were considered significant. Results: The mean MPV was 10.4 1.6, while the mean NIHSS value was 19.9 8.7, and there was a statistically significant correlation between the MPV value and the NIHSS score (p0.05). The mean fibrinogen was 421.9 109.3, while mean NIHSS value was 19.9 8.7, and there was a statistically significant correlation between fibrinogen values and NIHSS scores (p0.001). The mean D-Dimer was 8.0 11.3, while the mean NIHSS value was 19.9 8.7, and showed a statistically significant correlation between D-Dimer value and NIHSS score (p0.05). The r value of MPV, fibrinogen, and D-dimer on NIHSS score was 0.494; 0.495; and 0.504. The regression coefficient for MPV variable is 0.093, therefore MPV variable influence on NIHSS variable is positive.Conclusion: There is a strong correlation between D-dimer and the NIHSS score, and a moderate correlation between MPV and fibrinogen with NIHSS score.
Perbandingan Hemodinamik Pasca-Intubasi Operasi Bedah Saraf pada Penggunaan Lidokain 10% Spray dan Lidokain 2% Intravena di RSUP H. Adam Malik Medan Juliara, Faura Dwika; Irina, Rr Sinta; Lubis , Bastian
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 3 (2024): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i3.337

Abstract

Latar Belakang: Stabilitas hemodinamik pada saat tindakan intubasi sebelum tindakan operasi bedah saraf penting untuk mencegah terjadinya secondary brain injury. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbandingan hemodinamik pasca-intubasi pasien bedah saraf pada penggunaan lidokain 10% spray dan lidokain 2% intravena di RSUP H. Adam Malik Medan. Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian uji klinis acak terkontrol secara random tersamar ganda pada pasien yang menjalani operasi bedah saraf di RSUP Haji Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengolahan dan analisis data dengan program pengolah statistik dengan nilai p < 0,05 dianggap bermakna. Hasil: Penelitian ini melibatkan 20 subjek yang dibagi menjadi kelompok A (lidokain 10% spray) dan kelompok B (lidokain 2% intravena). Rerata tekanan darah sistolik pada kelompok A adalah 94,70 ± 4,80 dan pada kelompok B 104 ± 6,81 (p=0,01). Rerata tekanan darah diastolik pada kelompok A adalah 61,90 ± 4,30 dan pada kelompok B 68,10 ± 3,24 (p=0,02). Rerata mean arterial pressure (MAP) pada kelompok A adalah 72,70 ± 4,11 dan pada kelompok B 80,30 ± 3,46 (p=0,001). Rerata HR pada kelompok A adalah 65,70 ± 3,94 dan pada kelompok B 75,50 ± 3,89 (p=0,001). Simpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan pada perubahan tekanan darah, MAP, dan denyut jantung pada pemberian lidokain 10% dan lidokain 2% intravena pada pasien bedah saraf pasca-intubasi
Gambaran Komplikasi Percutaneous Dilatational Tracheostomy pada Pasien Kritis di Intensive Care Unit (ICU) RSUP H. Adam Malik Medan Thibri, Muhibbut; Muhammad Ihsan; Lubis, Bastian
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 3 (2024): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i3.368

Abstract

Latar belakang: Percutaneous dilatational tracheostomy (PDT) diindikasikan pada kegagalan ekstubasi, obstruksi jalan napas bagian atas, proteksi jalan napas, akses pembuangan sekresi napas serta untuk menghindari cedera orofaring dan laring yang serius akibat intubasi translaring yang berkepanjangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana komplikasi yang dapat terjadi pada prosedur PDT. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan metode cross-sectional. Setelah diperoleh persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, dilakukan pengambilan sampel berupa rekam medis seluruh pasien kritis yang menjalani trakeostomi di ICU RSUP H. Adam Malik pada bulan Januari hingga Desember 2022. Hasil: Dari total 37 pasien, perempuan (54%) lebih banyak dibandingkan laki-laki (46%). Pasien terbanyak berada pada rentang usia 40-60 tahun (43%). Diagnosis paling umum adalah masalah endokrin (26%), diikuti masalah pernapasan (21%), sementara masalah gastrointestinal (3%) adalah yang paling jarang di ICU. Indikasi trakeostomi terbanyak adalah gagal weaning ventilator (23 pasien), sedangkan yang paling sedikit adalah Obstruksi Saluran Nafas Atas (OSNA) dengan 1 pasien. Sebagian besar trakeostomi dilakukan setelah lebih dari 7 hari perawatan di ICU (84%). Mayoritas trakeostomi pada pasien kritis di ICU RSUP H. Adam Malik dilakukan tanpa bantuan bronkoskopi. Komplikasi yang dialami pasien trakeostomi di ICU mencakup perdarahan ringan, emfisema subkutis, infeksi terlokalisir, dan cedera trakea. Simpulan: Indikasi trakeostomi terbanyak adalah gagal weaning dan dilakukan dalam waktu rawatan lebih dari 7 hari. Komplikasi yang terjadi adalah perdarahan ringan, emfisema subkutis, infeksi terlokalisir, dan cedera trakea.
Hubungan Lama Rawat Inap dengan Lepas dari Ventilasi Mekanik pada Pasien dengan Percutaneous Dilatation Tracheostomy Siagian, Rizki Pratama; Lubis, Bastian; Irina, Sinta
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 1 (2025): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i1.365

Abstract

Latar Belakang: Percutaneous Dilatation Tracheostomy (PDT) adalah prosedur invasif untuk masalah pernapasan yang memerlukan ventilasi mekanik untuk mendukung fungsi pernapasan. PDT sering dilakukan di unit perawatan intensif (ICU) pada pasien yang sulit disapih dari ventilasi mekanik. Prosedur ini diharapkan dapat mempercepat pelepasan dari ventilasi mekanik serta mengurangi biaya perawatan. Metode: Penelitian ini bersifat retrospektif yang menggambarkan profil pasien yang dilakukan PDT. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Sampel merupakan rekam medis pasien yang dilakukan tindakan trakeostomi pada tahun 2022 di ICU RSUP H. Adam Malik. Hasil: Terdapat hubungan antara lama rawat inap dan lepas dari ventilasi mekanik pada pasien pasca PDT (nilai p=0,033). Pasien dengan rawat inap yang lebih lama cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk lepas dari ventilasi mekanik. Rerata lama rawat inap di ICU adalah berkisar 20,09 ± 6,36 hari dan lepas dari ventilasi mekanik pada pasien yang sudah dilakukan PDT berkisar 4 ± 1,44 hari. Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan berbeda-beda pada pasien tergantung kondisi dan penyakit yang diderita, namun diperoleh dari penelitian ini biaya selama rawatan di ICU dengan pasien setelah diberikan tindakan PDT <14 hari lebih rendah daripada pasien yang dilakukan PDT >14 hari. Simpulan: PDT pada pasien <14 hari lebih disarankan karena durasi lepas dari ventilasi mekanik lebih pendek, sehingga lama rawat inap di ICU lebih singkat dan biaya perawatan di ICU dapat berkurang. Selain itu, upaya yang terkoordinasi dan perawatan yang tepat harus dilakukan agar dapat mempercepat pemulihan pasien.
Hubungan Intra-abdominal Pressure Terhadap Gastric Residual Volume pada Pasien Sepsis Aulia, Miftah Furqon; Lubis, Bastian; Lubis, Andriamuri Primaputra
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 1 (2025): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i1.375

Abstract

Latar Belakang: Sepsis merupakan salah satu penyebab terjadinya Abdominal Compartment Syndrome (ACS). ACS muncul apabila disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari hipertensi intra-abdominal lebih dari 20 mmHg atau tekanan perfusi abdomen kurang dari 60 mmHg. Hipertensi intra-abdominal (IAH) dan ACS telah menjadi penyebab serius terhadap morbiditas dan mortalitas pada pasien bedah dan medis kritis dalam 10 tahun terakhir. Peningkatan intra-abdominal pressure (IAP) menjadi salah satu elemen pengukuran parameter fisiologis rutin pada pasien kritis dan dapat menunjukkan prognosis. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional untuk mencari hubungan antara IAP terhadap Gastric Residual Volume (GRV) pada pasien sepsis di Intensive Care Unit (ICU). Subjek penelitian diambil dengan teknik consecutive sampling hingga jumlah subjek penelitian terpenuhi. Hasil: Hubungan IAP terhadap GRV menunjukkan bahwa rerata IAP pada T0 sebesar 17,7 ± 1,62 berkorelasi dengan rerata GRV T0 sebesar 263,75 ± 11,34. Sementara itu, rerata IAP pada T1 sebesar 15,7 ± 1,26 berkorelasi dengan rerata GRV T1 sebesar 243,75 ± 12,79. Analisis statistik menunjukkan nilai p <0,05, yang mengindikasikan hubungan yang signifikan antara IAP dan GRV dengan nilai r=0,625. Korelasi ini bersifat positif, yang berarti semakin tinggi nilai IAP, maka semakin tinggi pula nilai GRV. Simpulan: Terdapat hubungan IAP terhadap GRV pada pasien sepsis di ICU RSUP H. Adam Malik Medan di mana dapat disimpulkan bahwa peningkatan IAP berkorelasi dengan peningkatan GRV.
Early Continuous Renal Replacement Therapy In Patients With St-Elevation Myocardial Infarction And Covid-19 After Percutaneous Coronary Intervention: A Case Report Lubis, Bastian; Amelia, Putri; Akil, Muhammad; Viandy, Vincent; Winata, Ade; WH George, Yohanes
Journal of Society Medicine Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : CoinReads Media Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.677 KB) | DOI: 10.47353/jsocmed.v1i2.2

Abstract

Background: Currently, there is no standardized approach to managing critically ill COVID-19 patients with acute kidney injury and ST-elevation myocardial infarction. Continuous renal replacement therapy is a routinely used technique in managing critical patients in the intensive care unit. This procedure is applicable in patients with unstable hemodynamic, renal, or non-renal indications, such as removing the excess urea and creatinine from patients with acute kidney injury or clearing the tumor necrosis factor from patients with systemic inflammations. Method: This was a retrospective case report, after analysis of patient clinical data. The patient provided written informed consent to publish their case details and any accompanying images. The study protocol complies with the requirements of the institute’s committee of Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia. Results: This report presents a case of ST-Elevation myocardial infarction with COVID-19 infection and acute kidney injury who successfully managed by percutaneous coronary intervention and continuous renal replacement therapy. This patient was prepared for percutaneous coronary intervention and intubated with consideration of strict infection control. To improve the outcomes, we performed continuous renal replacement therapy with continuous venovenous hemodiafiltration mode. The patient improved with a stable hemodynamic and better renal function after 24 hours of continuous renal replacement therapy. Conclusion: Early continuous renal replacement therapy might be beneficial in treating COVID-19 patients with AKI, who previously underwent percutaneous coronary intervention for ST-elevation myocardial infarction.