Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN STANDAR BAKU Jamilah, Lina
Syiar Hukum Vol 14, No 1 (2012): Syiar Hukum
Publisher : LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu asas utama yang melandasi hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak. Pemahaman terhadap asas ini membawa pengertian bahwa setiap orang mempunyai kebebasan  untuk mengikatkan dirinya pada orang lain.Asas ini mengasumsikan ada posisi  tawar  yang  seimbang diantara para pembuat kontrak. Asas kebebasan berkontrak ini diakui dalam hukum perjanjian di Indonesia, sehingga hukum perjanjian di indonesia menganut sistem terbuka. Dalam kenyataannya sangat  jarang para pihak yang mengadakan perjanjian   mempunyai posisi  tawar  seimbang, dan yang mempunyai posisi tawar lebih kuat akan lebih menentukan  isi perjanjian. Perjanjian perjanjian yang  menunjukkan dominan  salah satu pihak di Indonesia disebut perjanjian standar/baku.Dalam  perjanjian  standar/baku  belum dapat dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak terpenuhi sepenuhnya, karena dalam  perjanjian tersebut  pada asasnya isi perjanjian yang dibakukan adalah  tetap dan tidak dapat diadakan  perundingan lagi.
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN STANDAR BAKU Lina Jamilah
Syiar Hukum Volume 14, No 2 (2012) : Syiar Hukum : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/sh.v14i1.1449

Abstract

Salah satu asas utama yang melandasi hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak. Pemahaman terhadap asas ini membawa pengertian bahwa setiap orang mempunyai kebebasan  untuk mengikatkan dirinya pada orang lain.Asas ini mengasumsikan ada posisi  tawar  yang  seimbang diantara para pembuat kontrak. Asas kebebasan berkontrak ini diakui dalam hukum perjanjian di Indonesia, sehingga hukum perjanjian di indonesia menganut sistem terbuka. Dalam kenyataannya sangat  jarang para pihak yang mengadakan perjanjian   mempunyai posisi  tawar  seimbang, dan yang mempunyai posisi tawar lebih kuat akan lebih menentukan  isi perjanjian. Perjanjian perjanjian yang  menunjukkan dominan  salah satu pihak di Indonesia disebut perjanjian standar/baku.Dalam  perjanjian  standar/baku  belum dapat dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak terpenuhi sepenuhnya, karena dalam  perjanjian tersebut  pada asasnya isi perjanjian yang dibakukan adalah  tetap dan tidak dapat diadakan  perundingan lagi.
ALTERNATIVE MODEL FOR CORPORATE SOCIAL AND ENVIRONMENTAL RESPONSIBILITY: ACTIVE, PARTICIPATIVE, AND JUST Arif Firmansyah; Lina Jamilah; Sri Ratna Suminar
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 28, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (569.005 KB) | DOI: 10.22146/jmh.15863

Abstract

In this study, will be assessed the implementation of corporate social responsibility by coal corporate to look for an alternative model of corporate social responsibility and environtment protection in the context of protecting and managing of natural resources with environmentally concept. Juridical with conceptual approach, the source analysis data technique derived from literature studies and documents. Dalam penelitian ini akan dikaji pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan oleh perusahaan batubara untuk kemudian mencari model alternatif tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan dalam konteks perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan undangundang dan pendekatan konseptual, sumber data yang digukana diperoleh dari studi kepustakaan, teknik analisa data diperoleh dari studi literatur dan dokumen.
The Concept of Good Faith In Complete Systemic Land Registration In Realizing Legal Guarantee Arif Firmansyah; Lina Jamilah
Administrative and Environmental Law Review Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/aelr.v3i1.2588

Abstract

Complete systematic land registration is regulated in Ministerial Regulation Number 6 of 2018 concerning Complete systematic land registration.Ministerial Regulation Number 6 of 2018 concerning Complete systematic land registration. Land registration is a form of implementation of government obligations to ensure certainty and protection of land ownership. The Government has guaranteed the legal certainty by Article 19 of Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles. Implementing the Basic Agrarian Law related to complete systematic land registration, in the Minister of Agrarian Regulation No. 6 of 2018 concerning Complete Systematic Land Registration, Article 22 states that if you do not have evidence, then in good faith, make a statement. This study will discuss the excellent faith theory of complete systematic registration in realizing legal certainty.    As a guarantor in complete systematic land registration, the state guarantees the truth of the land registered in good faith.
Isbath Nikah Perkawinan Sirri Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Fauzia Dwianti Nugraha; Lina Jamilah
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 2, Desember 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.558 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i2.443

Abstract

Abstract. Marriage itsbat is the determination of a legal sirri marriage by the Religious Courts to obtain a marriage certificate. Married couples in Purwakarta who have had a sirri marriage and do not yet have a marriage certificate can perform marriage itsbat which is funded by the Local Government of Purwakarta Regency, such as in Maniis and Bojong sub-districts. This study aims to determine the implementation of marriage itsbat sirri marriage in Purwakarta and how the legal protection marriage of itsbat to the people in Purwakarta. The research method used in this research was the Juridical-Normative method and the library data collection technique by using secondary data consisting of primary legal materials and secondary legal materials. The results showed that the implementation of itsbat marriage in Maniis District and Bojong District, Purwakarta Regency was by following under Article 7 paragraph (3) of the KHI and did not violate the marriage restrictions of Article 8 of the Marriage Law. However, for the witnesses who were present at the marriage itsbat trial, there was still a misunderstanding, namely that the witnesses presented did not have to be witnesses in the marriage contract. Legal protection in the implementation of itsbat marriage is the birth of a marriage certificate as authentic evidence that a legal marriage has occurred which has legal consequences for husband and wife, children, and assets. Abstrak. Itsbat nikah merupakan penetapan perkawinan sirri yang sah oleh Pengadilan Agama untuk mendapatkan akta nikah. Pasangan suami-isteri di purwakarta yang sudah melakukan perkawinan sirri dan belum mempunyai akta nikah dapat melakukan itsbat nikah yang dibiayai oleh pemerintah daerah kabupaten Purwakarta seperti di kecamatan Maniis dan kecamatan Bojong. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi itsbat nikah perkawinan sirri di Purwakarta dan bagaimana perlindungan hukum dari itsbat nikah terhadap masyarakat Purwakarta. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu metode Yuridis-Normatif dan teknik pengumpulan data secara kepustakaan dengan menggunakan data-data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian bahwa implementasi itsbat nikah di Kecamatan Maniis dan Kecamatan Bojong Kabupaten Purwakarta sudah sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam dan tidak melanggar halangan perkawinan Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan. Namun untuk saksi yang hadir dalam persidangan itsbat nikah masih terjadi kesalahpahaman dalam hal saksi yang dihadirkan tidak harus saksi dalam akad nikah. Perlindungan hukum dilaksanakannya itsbat nikah adalah terlahirnya akta nikah sebagai bukti otentik telah terjadinya perkawinan sah yang membawa akibat hukum terhadap suami-isteri, anak, dan harta kekayaan.
Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Hak Milik Tanpa Batas Waktu Antara WNI dengan WNA menurut Hukum Positif Indonesia Reffa Rafelya; Lina Jamilah
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (59.659 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i2.3208

Abstract

Abstract. An agreement is an act in which one or more persons bind themselves to one or more persons. The conditions for the validity of the agreement according to Article 1320 of the Civil Code "there is an agreement between those who bind themselves, the ability to make an engagement, the object of the agreement, and a lawful cause". In practice, there is a land lease agreement that lasts for life, namely in the land lease agreement dated January 5, 2005 where Mrs.Ida Ayu Eka, an Indonesian citizen as the owner of the lease, and Mr.Renehan Michael John, a foreign citizen as the tenant. So this study aims to find out and understand how the Land Lease Agreement with Unlimited Time Between Indonesian Citizens and Foreign Citizens According to Positive Law in Indonesia and to know and understand the legal consequences of Land Lease Agreements without a Time Limit between Indonesian Citizens and Foreign Citizens according to Positive Law in Indonesia. The research method used is a normative juridical approach with analytical descriptive specifications with qualitative analysis methods. The legal consequences of this agreement are invalid because they don’t meet the legal requirements of the agreement because they have violated the objective requirements of Article 1320 of the Civil Code. If the conditions regarding a certain matter and a lawful cause (objective conditions) are not fulfilled, then an agreement is null and void, meaning that from the start it is considered that there is no agreement or is null and void. Abstrak. Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata “adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, adanya objek perjanjian, dan suatu sebab yang halal”. Pada perakteknya terdapat perjanjian sewa menyewa tanah hak milik yang dilangsungkan seumur hidup, yaitu pada perjanjian sewa menyewa tanah tertanggal 5 Januari 2005 dimana Nyonya Ida Ayu Eka, Warga Negara Indonesia selaku pemilik sewa dan Tuan Renehan Michael John, Warga Negara Asing selaku penyewa. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami Bagaimana Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Hak Milik Tanpa Batas Waktu Antara WNI Dengan WNA Menurut Hukum Positif di Indonesia dan Untuk mengetahui dan memahami Akibat Hukum Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Tanpa Batas Waktu Antara WNI Dan WNA menurut Hukum Positif di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis dengan metode analisa secara kualitatif. Akibat Hukum dari perjanjian ini tidak valid karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian karena telah melanggar syarat obyektif Pasal 1320 KUHPerdata. Jika syarat mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal (syarat obyektif) tidak dipenuhi, maka suatu perjanjian batal demi hukum maksudnya sejak awal dianggap tidak ada perjanjian atau batal demi hukum.
Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 Demi Terwujudnya Keadilan Muhammad Fachrul Rozi; Lina Jamilah
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.139 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.765

Abstract

Abstract. Fiduciary Guarantee is regulated in Law No. 42 of 1999. Especially in Article 1 number 1 states that this fiduciary guarantee is the submission of property rights on the basis of trust in moving objects both tangible and intangible and non-moving objects especially buildings that cannot be burdened with dependent rights. In the event of a promise injury, there will be a process of execution of fiduciary guarantee objects contained in the fiduciary guarantee certificate that has the executive power as the court's decision that has permanent legal force stipulated in Article 15 of Law No. 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee. The nature of the execution of Fiduciary Guarantee does not have to wait for the court's decision because the nature of the fiduciary certificate has the same legal force as the court's decision or inkracht. After the decision of the Constitutional Court No. 18/PUU-XVII/2019 creditors cannot carry out the execution of fiduciary guarantee objects on the basis of the executory title contained in the Fiduciary Guarantee certificate. Where this certainly makes concerns in the business world, especially financing institutions. This thesis writing aims to obtain results related to the execution of fiduciary bail objects after the birth of the Constitutional Court ruling and to get justice in the execution of fiduciary bail objects. This research study uses a normative juridical approach using analytical dedexriptive research specifications, data collection techniques used are literature methods using secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials, and data analysis methods with qualitative normative. The result of this study is that the interpretation carried out by the Supreme Constitutional Court regarding Article 15 raises new problems that harm the creditors and justice that should have existed becomes un-implemented as it should be. Abstrak. Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Khusunya pada Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa Jaminan fidusia ini adalah penyerahan hak kepemilikan dengan dasar kepercayaan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Dalam hal terjadinya cidera janji maka, akan terjadinya suatu proses eksekusi objek jaminan fidusia yang terkandung dalam sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial selayaknya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Sifat dari pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia tidak harus menunggu putusan pengadilan dikarenakan sifat sertifikat fidusia tersebut berkekuatan hukum sama dengan putusan pengadilan atau inkracht. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 kreditur tidak dapat melakukan eksekusi objek jaminan fidusia atas dasar titel eksekutorial yang terkandung dalam sertifikat Jaminan Fidusia. Dimana hal ini tentunya membuat kekhawatiran dalam dunia usaha khususnya lembaga pembiayaan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan hasil terkait dengan eksekusi objek jaminan fidusia pasca lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi dan untuk mendapatkan keadilan dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia. Kajian penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative dengan menggunakan spesifikasi penelitian deksriptif analitis, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode kepustakaan dengan menggunakan data-data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta metode Analisa data dengan normative kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwsannya penafsiran yang dilakukan oleh Mahakamh Konstitusi terkait Pasal 15 menimbulkan permasalahan baru yang merugikan pihak kreditur serta keadilan yang telah seharusnya ada menjadi tidak terlaksana sebagaimana mestinya.
Wanprestasi Developer atas Kepemilikan Apartemen Newton Bandung Dihubungkan dengan Buku IIII KUHPer Alfiyyah Salsabilah Furi; Lina Jamilah
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.872 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.856

Abstract

Abstrak. Perjanjian di Indonesia masih mengacu pada ketentuan KUHPerdata yang harus dipenuhi dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian memiliki sifat terbuka, sehingga isi perjanjian itu bisa dilakukan sekehendak kedua belah pihak, bentuk dan isinya. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibentuk karena pihak yang satu telah mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak kebendaan dan pihak yang lain bersedia untuk membayar harga yang diperjanjikan sebagaimana Pasal Jual beli menurut ketentuan KUHPerdata Pasal 1457 . Dalam praktik terjadi perjanjian jual beli apartemen, di mana salah satunya mengingkari isi perjanjian tersebut yang selanjutnya disebut dengan Wanprestasi. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Penentuan Wanprestasi Developer Apartemen Newton Residence dihubungkan dengan Buku III Kuhperdata dan Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara No. 465/Pdt.G/2020.Pn.Bdg tentang wanprestasi. Kajian penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative dengan menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode kepustakaan dengan menggunakan data-data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier, serta metode Analisa datanya adalah normative kualitatif. Hasil dari penilitian ini bahwa Penentuan Wanprestasi Developer Apartemen Newton, dihubungkan dengan Buku III KUHPer tidak memenuhi Pasal 1238 mengenai perjanjian yang berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Unit Rumah Susun Newton Residence. Di mana dalam hal ini terjadinya wanprestasi mengenai objek perjanjiannya yakni dalam penyerahan 1 Unit Apartemen Newton Residence kepada Pengugat. Hal ini dimaksudkan bahwa agar perjanjian jual beli tersebut sah, haruslah memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata, serta pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini hanya didasarkan pada ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata mengenai wanprestasi terkait PPJB Newton Residence. Abstract. Agreements in Indonesia still refer to the provisions of the Civil Code which must be met with the provisions of Article 1320 of the Civil Code. The agreement has an open nature so that the contents of the agreement can be carried out at will by both parties, the form, and the content. A sale and purchase agreement is an agreement formed because one party has bound himself to surrender material rights and the other party is willing to pay the agreed price as stated in the Sale and Purchase Article according to the provisions of the Civil Code Article 1457. In practice, an apartment sale and purchase agreement occur, where one of them denies the contents of the agreement, hereinafter referred to as Default. The purpose of this study was to determine the Determination of Default for Developer Newton Residence Apartments related to Book III of the Civil Code and the Judge's Considerations in deciding case No. 465/Pdt.G/2020.Pn.Bdg regarding default. This research study uses a normative juridical approach using descriptive-analytical research specifications, the data collection technique used is the library method using secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials, and the method of data analysis is normative qualitative. The result of this research is that the Determination of Default for Newton Apartment Developers, related to Book III of the Criminal Code does not meet Article 1238 regarding the agreement based on the Sale and Purchase Agreement for Newton Residence Flats. Where in this case the occurrence of default regarding the object of the agreement, namely in the delivery of 1 Newton Residence Apartment Unit to the Plaintiff. This means that for the sale and purchase agreement to be valid, it must comply with Article 1320 of the Civil Code, and the judge's consideration in deciding this case is only based on the provisions of Article 1238 of the Civil Code regarding defaults related to PPJB Newton Residence.
Temenggung Adat dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah Adat Suku Dayak dengan Perusahaan Kelapa Sawit Dihubungan dengan Undang-undang No 5 Tahun 1960 UUPA Muhammad Raihan Ruddy; Lina Jamilah
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.465 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.857

Abstract

Abstract.The land is the most basic need of life, especially for indigenous peoples in remote areas who still rely on agriculture as their livelihood. The UUPA still recognizes the existence of customary land owned by indigenous peoples which are called ulayat land. The existence of communal land is recognized in Article 5 of the Basic Agrarian Law which explains that the agrarian law that applies to earth, water and space is customary law. The existence of ulayat land has been threatened with the arrival of an oil palm company that holds a Cultivation Right permit which causes the ulayat land of the Dayak tribe in Kalimantan to be eliminated because almost all of the ulayat land has not been registered, causing the rights to ulayat land to be weak, resulting in disputes that are difficult to resolve. So that it will be examined about the customary Tomenggung who have the rights and authority in resolving disputes over the customary land of the Dayak tribe which are tied to the UUPA and the consideration of the customary Tomenggung in resolving the dispute.The research uses a normative juridical approach which is based on secondary data research, in addition to research on primary data. This research is analytical descriptive, that is, it provides an overview of the customary head in customary land disputes. From the results of this study, efforts to settle amicably with the traditional Temenggung as intermediaries who have the authority to resolve a dispute with mediation efforts. The consideration of Temenggung Dayak Seruyan in resolving this dispute is the responsibility of the company for what is done to local customs. the existence of compensation to indigenous peoples is meant that land rights can be revoked, by providing appropriate compensation and according to the method regulated by law, to fulfil the requirements of the meaning of article 18 of the UUPA. Abstrak. Tanah adalah kebutuhan hidup yang paling mendasar terutama bagi masyarakat adat di daerah terpencil yang masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharianya. Dalam UUPA masih diakui adanya tanah adat yang dimiliki oleh masyarakat adat yang dinamakan tanah ulayat. Keberadaan talah ulayat diakui dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria yang menjelaskan Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat. keberadaan tanah ulayat telah terancam dengan datangnya perusahaan Kelapa Sawit yang mengantongi izin Hak Guna Usaha yang menyebabkan tanah ulayat suku Dayak di Kalimantan tersingkir karena hampir seluruhnya tanah ulayat belum terdaftar menyebabkan hak atas tanah ulayat menjadi lemah Sehingga menimbulkan persengketaan yang sulit penyelesaianya. Sehingga akan diteliti mengenai Temenggung adat yang memiliki hak dan kewenangan dalam menyelesaikan sengketa tanah adat suku Dayak yang dikatikan dengan UUPA dan Pertimbangan Temenggung adat dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan secara yuridis normative yang pendekatanya pada penelitian data sekunder, disamping penelitian terhadap data primer. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Dari hasil penelitian ini diharpkan akan lebih memahami Upaya penyelesaian secara damai dengan Temenggung adat sebagai perantara yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan suatu sengketa dengan upaya mediasi. Pertimbangan Temenggung adat Dayak seruyan dalam menyelesaikan sengketa ini adalah pertanggungjawaban dari pihak perusahaan atas apa yang diperbuat terhadap adat setempat. adanya ganti rugi kepada masyarakat adat ini dimaksudkan bahwa hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang, agar terpenuhi syarat dari makna pasal 18 UUPA.
Perkawinan Beda Agama Menurut Peraturan Perkawinan di Indonesia Dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Agung Muhamad Arsy Surya Saputra; Lina Jamilah
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.926 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.872

Abstract

Abstract. Marriage is the inner birth bond between a man and a woman Marriage is a bond born bathin between a man and a woman as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the Supreme Godhead. To achieve the goal of marriage, it should be done by an adult. In Article 2 shrimp law No. 16 of 2019 on changes to Law No. 1 of 1974 on marriage mentions that marriage is legal if according to their respective religions are valid. But if the candidates for religious differences, then the prospective spouses can apply to the local District Court, the application to the District Court must be proven by the rejection of the Population Office and civil records in the city. District Court Judges use the Precedent of Supreme Court decision No. 1400 K / pdt / 1986 in his ruling in the granting of marriage licenses of different religions in Indonesia. This method of approach is normative juridical, i.e. conducting a positive legal inventory of marriage. This type of research is qualitative research, which is data collection with the intention of interpreting the phenomenon of granting permission for the implementation of different religious marriages that occur. The research specification is descriptive analysis, which focuses on the judgment of judges in granting requests for the implementation of marriages of different religions. The purpose of this study is to find out the implementation of marriages of different religions. The results of the study showed that there is no regulation governing marriages of different religions so that judges in granting marriages of different religions assume a legal void, and judges use the Supreme Court decision No. 1400 K / pdt / 1986 in consideration of his ruling ABSTRAK. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan perkawinan, hendaknya dilakukan oleh orang dewasa. Dalam Pasal 2 Udang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undnag nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah jika menurut agama nya masing-masing sah. Namun jika oara calon pasasangan terdapat perbedaan agama, maka para calon pasangan tersebut dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri setempat, permohonan ke Pengadilan Negeri tersebut harus di buktikan dengan adanya penolakan dari Dinas Kependudukan dan catatan sipil di kota tersebut. Hakim Pengadilan Negeri menggunakan Preseden putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/pdt/1986 dalam putusan nya dalam pemberian izin perkawinan beda agama di Indonesia. Metode pendekatan ini adalah yuridis normatif, yaitu melakukan inventarisasi hukum positif tentang perkawinan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu pengumpulan data dengan maksud menafsirkan fenomena pemberian izin pelaksanaan perkawinan beda agama yang terjadi. Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analisis, yaitu memusatkan perhatian kepada pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan pelaksanaan perkawinan beda agama . Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pelaksanaan perkawinan beda agama. Hasil penelitian menunujukan bahwa tidak adanya peraturan yang mengatur tentang perkawinan beda agama sehingga Hakim dalam mengabulkan perkawinan beda agama beranggapan adanya kekosongan hukum, dan hakim menggunakan putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/pdt/1986 dalam pertimbangan putusan nya