Claim Missing Document
Check
Articles

Formulasi bioinsektisida Bacillus thuringiensis isolat indigenos untuk pengendalian Hyposidra talaca pada tanaman teh (Formulation of indigenous isolate of Bacillus thuringiensis bioinsecticide to control Hyposidra talaca on tea) Happy WIDIASTUTI; TRI - PANJI; Ciptadi Achmad YUSUP; Iman RUSMANA; Tri Eko WAHYONO
Menara Perkebunan Vol. 87 No. 1 (2019): 87 (1), 2019
Publisher : INDONESIAN OIL PALM RESEARCH INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i1.329

Abstract

A study has been conducted to develop indigenousBacillusthuringiensisbioinsecticide. Preliminary study has been conducted to explore B. thuringiensisfrom sample of soil, leaf, and infected larvae from selected tea area as well as another area such as cocoa, and acasia. The result showed that based on the colony morphology, it was found 10 isolateswith the characteristics of B. thuringiensis colony.  Assessed of the ability to formed crystal using phase contrast microscope and staining revealed that 4 isolates as crystal protein forming isolates. The four isolates used as active coumpound of bioinsecticide. The best formula based on the viability of bacteria was the one withwhite clay as a carrier. While the best liquid formula based on the similar characteristic was using maltosa as osmoprotectant. Theassessment ofthetoxisity B. thuringiensistowards Hyposidra talacalarvae showed that B. thuringiensiscould control H. talacalarvaeup to 37.5%. However, the toxicity need longer periode compared to that commercial B. thuringiensisbioinsecticide. [Keywords:Bt insecticide, cypermethrine, integrated pest management, Tea looper].AbstrakPenelitian telah dilakukan untuk mengembangkan bioinsektisida berbahan aktif B. thuringiensisdari isolat asli Indonesia. Eksplorasi B. thuringiensisdari contoh berupa tanah, daun, dan ulat dari kebun teh telah dilakukan demikian pula dari habitat lain seperti kebun kakao dan akasia.  Berdasarkan morfologi koloni diperoleh 10 isolat yang menunjukkan ciri-ciri koloni B. thuringiensis. Selanjutnyaisolat yang diperoleh diuji kemampuan pembentukan kristal protein dengan pewarnaan dan pengamatan mikroskop phase kontras dan menghasilkan 4 isolat yang mampu membentuk kristal protein. Selanjutnya keempat isolat yang diperoleh digunakan sebagai bahan aktif dalam formulasi bioinsektisida. Formula terbaik berdasarkan kriteria viabilitas bakteri adalah formula yang menggunakan bahan pembawa berupa white clay. Formula terbaik untuk bioinsektida cair berdasarkan kriteria viabilitas B. thuringiensisdan kejernihan bioinsektisida adalah menggunakan maltosesebagai osmoprotektan.Pada pengujian toksisitas isolat B. thuringiensisterhadap larvaulat jengkal(Hyposidra talaca)menunjukkan bahwa B. thuringiensishasil percobaan dapat mengen-dalikan larva ulat jengkalhingga 37,5%. Namun demikian toksisitasnya memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan bioinsektisida berbahan aktif B. thuringiensiskomersial. [Kata kuci: Bioinsektisida Bt, pengendalian hama terpadu, sipermetrin, ulat jengkal teh].
Peningkatan kemurnian selulosa dan karboksimetil selulosa (CMC) hasil konversi limbah TKKS melalui perlakuan NaOH 12% Firda DIMAWARNITA; Tri PANJI; Yora FARAMITA
Menara Perkebunan Vol. 87 No. 2 (2019): 87 (2), 2019
Publisher : INDONESIAN OIL PALM RESEARCH INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.339

Abstract

AbstractCarboxymethyl cellulose (CMC) is a versatile additive whose needs are fulfilled by imports. This becomes an opportunity to develop local CMC products. CMC can be synthesized from the cellulose of oil palm empty fruit bunches (OPEFB). The use of OPEFB as a mixed ingredient of oyster mushroom growing media (baglog) could help the delignification process of OPEFB. Cellulose purified from baglog OPEFB waste using NaOH 10% treatment only produced α-cellulose 80.2% which then being converted to CMC with the purity of 73.4%. Low purity of this CMC did not meet the standard for food-grade which requires purity above 99.5%. This study aimed to improve the purity of cellulose from baglog OPEFB waste by using NaOH 12% treatment. In this way, the purity of the resulting CMC would be expected higher. The resulting CMC product was observed using SEM, FTIR and XRD. The result showed that α-cellulose obtained increased to 84.54% by using 12% NaOH treatment. The resulting CMC had a higher purity level (95.24%). Efforts to increase the degree of substitution and viscosity are still needed to achieve specifications that meet the quality standards of SNI. FTIR and XRD results showed that the characteristics of CMC produced from baglog OPEFB waste were close to commercial CMC as indicated by their functional groups and degree of crystallinity.[Keywords: FTIR, white oyster mushroom, baglog waste, OPEFB, XRD]AbstrakKarboksimetil selulosa(CMC) merupakan zat aditif serbaguna yang kebutuhannyamasihdipenuhi melalui impor. Hal ini menjadi peluang untuk mengembangkan produk CMC lokal.CMC dapat disintesis dari selulosa tandan kosong kelapa sawit (TKKS).  Penggunaan TKKS sebagai campuran media pertumbuhan (baglog) jamur tiram putih dapat membantu proses delignifikasi TKKS. Selulosa yang dimurnikan dari limbah TKKS baglog menggunakan perlakuan NaOH 10% hanya menghasilkan α-selulosa sebanyak 80,2%, yang kemudian dikonversi menjadi CMC dengan kemurnian 73,4%. Tingkat kemurnian yang tergolong rendah tersebut tidak memenuhi mutu CMC untuk pangan yang mensyaratkan tingkat kemurnian diatas 99,5%.Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemurnian selulosa dari limbah TKKS baglog melalui perlakuan menggunakan NaOH 12%. Dengan cara ini, kemurnian CMC yang dihasilkan diharapkan lebih tinggi. Produk CMC yang dihasilkan diamati menggunakan SEM, FTIR dan XRD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa α-selulosa yang diperoleh meningkat menjadi 84,54% pada ekstraksi menggunakan NaOH 12%. CMC yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yanglebihtinggi, yaitu:95,24%. Upaya untuk meningkatkannilai derajat substitusidan viskositas masih diperlukan untuk mencapai spesifikasi yang memenuhi mutu standar SNI. Hasil FTIR dan XRD menunjukkan bahwa karakteristik CMC yang dihasilkan dari limbah TKKS baglog sudah mendekati CMC komersial ditinjau dari gugus fungsi dan derajat kristalinitasnya.    [Kata kunci: FTIR, jamur tiram putih, limbah  baglog, TKKS, XRD]
Fortifikasi senyawa selenium pada jamur tiram coklat (Pleurotus pulmonarius dan Pleurotus sajor-caju) Firda DIMAWARNITA; Yora FARAMITA; . TRI-PANJI
Menara Perkebunan Vol. 88 No. 1 (2020): 88 (1), 2020
Publisher : INDONESIAN OIL PALM RESEARCH INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v88i1.353

Abstract

Selenium (Se) is one of the most important micronutrients needed for human health. However, the content of Se compound in animals and plants isrelativelysmallin order to meet recommended intakes of Se. Therefore, Se fortification in food source, such as mushroom, is needed. In this study, fortification was carried out by adding sodium selenite to the growth media (the mixture of sawdust and OPEFB) of brown oyster mushrooms included Pleurotus pulmonarius and Pleurotus sajor-caju, in various concentrations of 100, 200, 300, and 400 ppm. The results showed that the highest absorption of Se in P. pulmonarius and P. sojur caju (3.51 and 2.31 %, respectively) obtained from 200 ppm sodium selenite addition. High concentrations of sodium selenite in baglog media tend to inhibit mycellium growth and the production of mushroom fruiting body. The additions of 200 ppm sodium selenite in baglog media of P. pulmonarius and P. sajor-caju were the best treatment in term of the fastest mycelium coverage in 40 and 37 days with the highest biological efficiency ratio (BER) value of 18.80 and 17.89 %, respectively.Layu Senyawa selenium (Se) merupakan salah satu mikronutrien terpenting yang harus dipenuhi kebutuhannya dalam tubuh. Akan tetapi, kandungan senyawa Se pada hewan dan tumbuhan sangat kecil untuk memenuhi kebutuhan asupan Se yang dianjurkan. Oleh karena itu, fortifikasi Se pada sumber pangan seperti pada jamur diperlukan. Dalam penelitian ini, fortifikasi dilakukan dengan menambahkan sodium selenit ke dalam media pertumbuhan (campuran serbuk gergaji dan TKKS) jamur tiram coklat, yaitu Pleurotus pulmonarius dan Pleurotus sajor-caju dengan berbagai konsentrasi,diantaranya: 100, 200, 300, dan 400 ppm. Hasil penelitian menunjukkan penyerapan Se tertinggi pada P. pulmonarius dan P. sojurcaju yaitu masing-masingsebesar 3,51 dan 2,31% diperoleh dari penambahan sodium selenit 200 ppm. Konsentrasi sodium selenit yang tinggi pada media baglog cenderung menghambat pertumbuhan miselium dan produksi tubuh buah jamur. Penambahan sodium selenit sebanyak 200 ppm pada media baglog P. pulmonarius dan P. sajor-caju merupakan perlakuan terbaik ditinjau dari waktu tercepat pertumbuhan miselium jamur menutupi media dalam baglog, yaitu masing-masing 40 dan 37 hari dengan nilai biological efficiency ratio (BER) tertinggi, yaitu 18,80 dan 17,89 % secara berurutan.
Optimasi nisbah natrium nitrat : urea dan konsentrasi nitrogen pada kultivasi Spirulina platensis untuk produksi protein dan pigmen fikosianin Rizki KURNIAWATI; Swastika PRAHARYAWAN; . TRI-PANJI
Menara Perkebunan Vol. 88 No. 2 (2020): 88 (2), 2020
Publisher : INDONESIAN OIL PALM RESEARCH INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v88i2.395

Abstract

The need of nitrogen (N) for the growth of Spirulina platensis and the production of protein and phycocyanin pigment is influenced by the type of source and the concentration of N contained in the growing media. Spirulina platensis can assimilate various N sources, including nitrate (NO3-) and urea. Urea is a cheap N source and easy to be obtained. Urea can also have a role as potential N source to support the growth and the metabolites production of cyanobacteria S. platensis. Partial substitution of N source (NO3‑) to urea in Zarrouk medium for S. platensis cultivation has not been conducted before. This study was aiming at determining the optimum ratio of NaNO3 : CO(NH2)2 and the optimum N concentration in the Zarrouk medium for protein and phycocyanin production by S. platensis. Response Surface Method (RSM)-one factor experimental design was employed in this study for determining the optimum N concentration at specific N concentration range and optimum ratio of N source that had been previously determined. The results demonstrated that the optimum ratio of NaNO3 : CO(NH2)2 for protein and phycocyanin production was 1:1. The optimum N concentration for protein and phycocyanin pigment production in S. platensis cultivation were 5.13 mmol L-1 and 4.94 mmol L-1 with the increament in about 51.95% and 25.16%, respectively, compared to the standar Zarrouk medium.Kebutuhan unsur nitrogen (N) untuk pertumbuhan Spirulina platensis serta produksi protein dan pigmen fikosianin dipengaruhi oleh jenis sumber dan konsentrasi N yang terkandung dalam media tumbuh. Spirulina platensis dapat mengasimilasi berbagai sumber N, termasuk nitrat (NO3-) dan urea. Urea merupakan sumber N yang murah dan mudah diperoleh. Urea juga dapat berperan sebagai sumber N potensial untuk mendukung pertumbuhan dan produksi metabolit pada sianobakteria S. platensis. Substitusi sebagian sumber N (NaNO3) oleh urea dalam media Zarrouk untuk kultivasi S. platensis belum banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nisbah NaNO3 : CO(NH2)2 dan konsentrasi N optimum yang diperlukan dalam media Zarrouk untuk produksi protein dan fikosianin oleh S. platensis. Desain eksperimen RSM-one factor digunakan dalam penentuan konsentrasi N optimum pada rentang konsentrasi N dan nisbah sumber N optimum yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nisbah NaNO3 : CO(NH2)2 optimum untuk meningkatkan kandungan protein dan pigmen fikosianin S. platensis adalah 1:1. Konsentrasi N optimum untuk produksi protein dan pigmen fikosianin pada kultivasi S. platensis ialah 5,13 mmol L-1 dan 4,94 mmol L-1 dengan peningkatan sebesar 51,95% dan 25,16%, secara berturut-turut, bila dibandingkan dengan saat dikultivasi menggunakan media Zarrouk standar.
Molecular identification and phylogenetic analysis of Chlorella isolates from Indonesia using rbcL gene Fauziatul FITRIYAH; Yora FARAMITHA; Dini Astika SARI; Irma KRESNAWATY; Tri PANJI; Djoko SANTOSO
Menara Perkebunan Vol. 89 No. 1 (2021): 89 (1), 2021
Publisher : INDONESIAN OIL PALM RESEARCH INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v89i1.408

Abstract

Identifying the newly isolated species is crucial to establishing a reliable algal database with successful commercial applications for different biotechnological applications. Morphological identification does not give sufficient description, especially for tiny unicellular microalgae. The rbcL gene encodes the large unit of ribulose-1, 5-bisphosphate carboxylase /oxygenase (Rubisco) has been widely known for barcoding in plants and developed for microalgae molecular identification. In this study, we examined the local strains of green microalgae from Indonesia using the rbcL partial gene sequence to identify the strains. Green microalgae isolates originated from Yogyakarta, Serayu, Gondol, Ancol, Cilegon, and Teluk Jakarta were cultured in f/2 media and harvested for DNA extraction. The DNA extracted was proceeded to PCR using 1AB_rbcL primer pair to amplify the sequences of rbcL gene with target band located at 582 bp, followed by the sequencing of the PCR product was conducted. Molecular identification of local green microalgae isolates was successfully carried out using primers 1AB_rbcL with a genetic similarity of 99% toward identified species in the NCBI database. Among six isolates, TJ, G, S, C, and A isolates were identified as C. pyrenoidosa. Only CP isolate from Yogyakarta identified as C. sorokiniana. Nannochloropsis gaditana rbcL sequence was selected as an outgroup. The phylogenetic analysis indicated that the five isolates of Chlorella belong to one clade and clearly distinguished from C. sorokiniana isolate from Yogyakarta.
Sintesis gliserol ester berbasis asam oleat sawit dan karakteristik sifat fisika kimia Firda DIMAWARNITA; Erliza HAMBALI; Tri PANJI; . MUSLICH; Yora FARAMITHA
Menara Perkebunan Vol. 89 No. 2 (2021): 89 (2), 2021
Publisher : INDONESIAN OIL PALM RESEARCH INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v89i2.464

Abstract

Peningkatan kapasitas produksi biodiesel menyebabkan meningkatnya produksi gliserol. Salah satu cara alternatif untuk meningkatkan nilai ekonomi gliserol adalah melalui esterifikasi gliserol menjadi surfaktan, yaitu gliserol ester (GE). Penelitian ini bertujuan melakukan sintesis GE berbasis asam oleat sawit dengan waktu reaksi 180 menit menggunakan katalis p-toluenesulfonic acid (PTSA). Suhu sintesis yang digunakan, yaitu:140, 160, 180, dan 240°C. Hasil uji ANOVA dan Duncan (α = 0,05) menunjukkan bahwa suhu sintesis berpengaruh nyata pada rendemen, angka asam, dan viskositas. Proses sintesis GE optimum diperoleh pada suhu sintesis 160°C dengan nilai rendemen GE sebesar 95,66%, pH 7, nilai angka asam 11,28 mg KOH/g sampel, viskositas kinematis 75,76 cst, dan densitas 0,944 g cm-3. Suhu sintesis 160°C, 180°C, dan 240°C menghasilkan rendemen yang tinggi, berkisar 95,66-97,07% dan tidak berbeda nyata antara ketiganya. Analisis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process(AHP) juga menghasilkan suhu terbaik untuk sintesis GE adalah 160°C. Produk GE yang terbentuk mengandung gugus ester, asam karboksilat, dan alkohol yang muncul pada 1240,41-1739,62 cm-1.[Kata kunci: biodiesel, esterifikasi, katalis PTSA, surfaktan]  
Potensi electronic nose 118 untuk mendeteksi penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit Agustin Sri MULYATNI; Irma KRESNAWATY; Deden Dewantara ERIS; Tri PANJI; Wita KIMBERLY; Happy WIDIASTUTI; Priyono PRIYONO; Chotimah CHOTIMAH; Kuwat TRIYANA
Menara Perkebunan Vol. 90 No. 1 (2022): 90 (1), 2022
Publisher : INDONESIAN OIL PALM RESEARCH INSTITUTE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v90i1.472

Abstract

AbstractBasal stem rot (BSR) disease caused by Ganoderma sp. is a major disease in oil palm. One of the keys to successfully control BSR disease is to detect the pathogenic infections as early as possible. Early detection technique has been developed in this study was using volatile compounds sensors known as an electronic nose, specifically Electronic Nose 118. Plant samples were obtained from roots, stems, leaves, and soils of four plant categories, which were midly, moderately, and severely infected by Ganoderma, and healthy plants. The test results showed that Electronic Nose was able to record the profile of volatile organic compounds (VOC) produced by Ganoderma sp. The Linear Discriminant Analysis (LDA) results showed that the root and stem samples were differentiated in fairly high level of discrimination with values of 89.66% and 94.59% respectively, while for internal validation value were 98.18% and 89.18%. However, for leaf and soil samples, Electronic Nose 118 resulted in low discriminations. The test results show that Electronic Nose 118 can distinguish samples of roots and stems of healthy plant and Ganoderma-infected plant with a high accuracy.[Keywords: Ganoderma, linier discriminant analysis (LDA), pathogen infection, sensor, volatile organic compound] AbstrakPenyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma sp. merupakan  penyakit utama pada kelapa sawit. Salah satu kunci keberhasilan pengendalian penyakit BPB adalah diketahuinya infeksi patogen sedini mungkin. Teknik deteksi dini yang saat ini dikembangkan dalam penelitian ini adalah menggunakan sensor senyawa volatil yang dikenal dengan electronic nose, khususnya Electronic Nose 118. Sampel tanaman diperoleh dari akar, batang, daun, dan tanah dari empat kondisi tanaman, yaitu tanaman yang terinfeksi Ganoderma ringan, sedang, berat dan tanaman sehat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa profil senyawa organik volatil yang dihasilkan oleh infeksi Ganoderma sp. dapat ditangkap oleh Electronic Nose 118 dengan baik. Hasil analisis Linear Discriminat Analysis (LDA) menunjukkan bahwa sampel akar dan batang terbedakan dengan tingkat diskriminasi yang cukup tinggi dengan nilai secara berurutan yaitu 89,66% dan 94,59%, sedangkan untuk validasi internal masing-masing 98,18% dan 89,18%. Namun demikian, untuk sampel daun dan tanah, pengujian dengan Electronic Nose 118 menghasilkan tingkat diskriminasi yang rendah. Hasil pengujian menunjukkan Electronic Nose 118 dapat membedakan sampel akar dan batang dari tanaman sehat dan tanaman terserang Ganoderma dengan akurasi tinggi.[Kata kunci : Ganoderma, LDA, infeksi patogen, sensor, senyawa organik volatil]