Articles
ETNOMEDISIN SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF PADA PERMASALAHAN EKONOMI DAN KESEHATAN MASYARAKAT DI DESA BAGAN KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG
Puspitawati, Puspitawati;
Ekomila, Sulian;
Hasanah, Noviy
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 5, No 1 (2013): Penelitian Ilmu Sosial
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Indonesia is a multi-ethnic country consisting of hundreds of tribes and cultures who are faced with various problems including health issues. Health and disease are major problems facing the people of Indonesia since prehistoric times. Similarly, the city of Medan percut sei districts are faced with a host of health and disease. At the community in addressing pain and its treatment often make use of modern medical services when their economic conditions are not sufficient. While they can actually use the land in the yard to grow nutritious crops for the first treatment. Indonesia is also rich in ethnic groups that reached more than 370 ethnic and traditional knowledge which is the nation´s cultural heritage in the use of herbs for health maintenance and treatment of hereditary diseases. In the study of anthropology known as ethnomedicine treatment. It is very interesting when examined from the standpoint of anthropology, especially about the treatment ethnomedicine.
Eksistensi Taman Penitipan Anak dan Manfaatnya bagi Ibu Rumah Tangga yang Bekerja (Studi Kasus di TPA Dharma Asih Kota Medan)
Supsiloani, Supsiloani Supsiloani;
puspitawati, puspitawati puspitawati;
hasanah, noviy
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 7, No 2 (2015): JUPIIS: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Non Kependidikan dalam Ranah Ilmu-ilmu
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
This research aims to understand the existence and benefit of Daycare for working wives, and factors for encouraging the housewives to board out their children. The research uses the qualitative method with the descriptive approach. Selecting informants is done by purposive sampling which is amount five persons. Data are collected by the techniques of observation, in depth interview and study of document. Analysing data is done sequentially by the steps of data reduction, displaying data, and conclusion. The conclusion of the research is that Play Group since founded until today is needed, which is indicated by many of working wives board out their children in the Dharma Asih Daycare. In the beginning of founding in 1980, it only can accomodate 40 toddler, and since 2009 it increases capacity to 120 toddlers. The working wives get adventage such as feel relax in conducting their works because of not only caring of their toddlers but also be nursed and educated. The motivating factors are possibility for interacting of their children with peers, ability to socialize, independent and learning for doing routin activity.
KEPERCAYAAN MASYARAKAT BATAK TOBA TERHADAP ADANYA SIGUMOANG (ROH JAHAT) DI DESA SIMANAMPANG KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA
Sinaga, Devi Rianti;
Puspitawati, Puspitawati
Buddayah : Jurnal Pendidikan Antropologi Vol 1, No 1 (2017): Edisi Juni 2017
Publisher : Buddayah : Jurnal Pendidikan Antropologi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/bdh.v1i1.8553
Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana kepercayaan masyarakat Desa Simanampang terhadap adanya sigumoang (roh jahat) dan bagaimana kepercayaan ini dapat bertahan sampai sekarang di Desa Simanampang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriftif yang bertujuan agar data yang diharapkan sesuai dengan data yang diperoleh. Penelitian ini dilakukan melalui observasi dan wawancara kepada informan. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Simanampang dengan informan kunci adalah orang-orang yang mengetahui permasalahan dalam penelitian ini. Penelitian ini menemukan bahwa masyarakat percaya terhadap adanya sigumoang (roh jahat) yang pelihara oleh seseorang untuk kepentingan tertentu tetapi merugikan orang lain kemudian untuk menghindari ulah sigumoang tersebut masyarakat mempercayai bahwa darah babi dapat mengusir sigumoang dan mereka dapat terlindung dari ulah jahatnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan ini dapat bertahan sampai sekarang ialah kebiasaan lama, mitos, adanya oknum yang telah mengaku memelihara sigumoang, dan kondisi masyarakat yang belum keseluruhan tersentuh budaya modern sehingga masyarakat sulit menerima perubahan.
Makna Kuda dalam Tradisi Upacara Pernikahan Suku Alas di Aceh Tenggara
Wawan Dermawan;
Puspitawati Puspitawati
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) Vol 5, No 1 (2019): Anthropos
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/antro.v5i1.13097
This study aims to describe the meaning, influence and views of the community in using horses in Alas ethnic tribe marriages in Southeast Aceh. In this study, researchers used a type of qualitative research with a descriptive approach regarding the meaning, influence and views of calm horses in the tradition of the Alas Tribe wedding ceremony in the Southeast Aceh Regency. The results obtained in the study were the use of horses part of the Alas ethnic tribe wedding ceremony originating from the King's tribe pedestal, so that until now still maintaining horses in marriage, the influence of horses in the Alas Tribe wedding tradition in Southeast Aceh was very influential because the tribe used horses as vehicle equipment for the two brides and the views of the outside community of the Alas Ethnic group regarding the tradition of riding horses in the Alas ethnic tribe wedding in Southeast Aceh, that this horse was too excessive and saw social status. The conclusions of the meaning of horses in the traditions of the Ethnic Alas's marriage as strength, intelligence and freedom from that tribe alas still maintain the tradition of using horses in their marriages.
Ritual Mendoakan Sapi (Akandh path ghaia/menya) pada Etnis Punjabi di Kota Medan
Puspitawati Puspitawati;
Ayu Febryani
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) Vol 1, No 1 (2015): ANTROPOS
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/antro.v1i1.5067
Kota Medan dengan heterogenitasnya telah memunculkan ragam kebudayaan pada masing-masing suku bangsa di wilayahnya. Salah satunya ialah etnis Punjabi khususnya para peternak sapi/kerbau yang secara kontinu melaksanakan tradisi perayaan mendoakan sapi/ kerbau. Perayaan Akand path ghaia/menya dilaksanakan dengan membaca kitab Guru Granth Sahib selama ±48 jam atau tiga hari dua malam tanpa berhenti oleh lima orang pathee. Berdasarkan metode penelitian kualitatif dengan pen-dekatan etnografi diperoleh hasil penelitian sebagai berikut; Tradisi ini sudah berlangsung sejak tahun 1940-an yang dilaksana-kan dari rumah ke rumah. Kemudian sejak 1980-an sudah ditetapkan pelaksanaannya di rumah ibadah (Gurdwara). Secara umum tujuan dilaksanakannya tradisi ini sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas berkah yang telah diberikan kepada para peternak sapi Punjabi. Kegiatan inti ialah membaca kitab Guru Granth Sahib Ji dari mulai ibadah pagi/asa di var sampai dengan salok mahla nouva (pembacaan penutupan). Pihak yang terlibat adalah peternak sapi/kerbau, pathee (pembaca kitab Guru Granth Sahib), penGurus yayasan, sevadar, dan seluruh etnis Sikh Punjabi. Makna simbolis salah satunya terdapat pada pembagian Karah Parshad, pembacaan kitab, dan makanan di langgar yang tidak boleh berhenti/habis. Kata Kunci: Tradisi; Akand Path Ghaia/Menya; Guru Granth Sahib
Tradisi Mangupa Upa Pangaranto Masyarakat Batak Toba di Dusun Gunung Bosar, Bandar Manik – Pematang Sidamanik
Puspitawati Puspitawati;
Syarifa Hanim
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) Vol 2, No 2 (2016): ANTROPOS
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/antro.v2i2.5277
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan; tujuan diadakankannya; keluarga yang berperan serta dan makna dan symbol di balik kelengkapan yang dipergunakan dalam tradisi mangupa upa pangaranto. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yakni memaparkan data hasil penelitian berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui penelitian lapangan (field research) dengan metode wawancara tidak terstruktur dan observasi tidak berpartisipasi. Tradisi mangupa upa pangaranto merupakan adat warisan turun temurun masyarakat Batak Toba di Dusung Gunung Bosar. Terdapat 5 (lima) anggota terpenting yang harus ada dalam upacara mangupa upa pangaranto yaitu anak yang di upa-upa, amang, inang, ompung dabawa dan ompung daboru. Syarat pangupa yang dipergunakan adalah manuk mira, nitak, aek sitio-tio dan utte pangir. Syarat yang sering digunakan berupa ayam atau manuk yang menggambarkan ketegaran, kegagahan dari seorang yang di upa-upa. Dalam upacara tradisi ini, dapat dikatakan ‘mujarab’ apabila orang yang melaksanakannya memang benar-benar percaya dan meyakini apa yang telah mereka lakukan. Apabila dilaksanakan tetapi tidak yakin atas doa-doa yang diberikan sudah pasti doa yang diberikan tidak terkabul. Intinya, dapat mensugesti dan menjadi motivasi orang yang akan pergi merantau agar selalu giat dan kuat dalam menjalani hidup di daerah rantauannya. Kata Kunci: Tradisi; Mangupa Upa Pangaranto; Masyarakat; Batak Toba.
Upaya Menebarkan Nilai-Nilai Kebaikan melalui Pelatihan Mendongeng bagi Siswa/I Sekolah Dasar di Kecamatan Percut Sei Tuan
Trisni Andayani;
Puspitawati Puspitawati;
Juliarti Juliarti
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) Vol 3, No 2 (2017): Anthropos
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/antro.v3i2.8303
Kecanduan pada alat teknologi membuat anak tidak mengoptimalkan pendidikan baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Hal nyata yang dapat terlihat ialah dengan minimnya motivasi anak dalam membaca buku. Oleh karena itu, diperlukan perluasan literasi pada anak, salah satunya melalui mendongeng. Hal ini tidak hanya bertujuan sebagai perluasan wawasan dan cakrawala berpikir anak, tetapi juga sebagai sarana menularkan nilai-nilai kebaikan untuk pembentukan karakternya. Kelas dongeng diperlukan sebagai wadah untuk siswa/i dapat mengembangkan bakat dan imajinasinya dalam bercerita. Mendongeng adalah proses mengubah perasaan & pola pikir anak. Karakter dan wawasan anak akan terbentuk melalui komunikasi yang dibangun dengan cerita. Sebuah pelatihan mendongeng pun dilakukan pada siswa/i di dua desa pada Kecamatan Percut Sei Tuan, yakni SDN 104607 Sei Rotan dan MIS Karya Shabirah Desa Kolam dalam rangka membangkitkan semangat bercerita melalui mendongeng di kalangan siswa SD sekaligus melatih guru-guru mendongeng dengan berbagai teknik-teknik dalam bercerita/ mendongeng. Hasil dari kegiatan ini menunjukkan bahwa siswa/i ternyata antusias dalam mengikuti pelatihan dan selama delapan pelatihan telah mampu mempraktekkan dongeng di hadapan umum.
The Strategy of Processing Coffee Farming System in Temas Mumanang Village Permata District of Bener Meriah Regency Nanggroe Aceh Darussalam
Puspitawati Puspitawati;
Noviy Hasanah;
Ayu Febryani
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) Vol 5, No 2 (2020): ANTHROPOS JANUARI
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/antro.v5i2.14214
This paper is about strategies for how to process coffee in the coffee farming system in Temas Mumanang Village, Permata District, Bener Meriah Regency, Nanggroe Aceh Darussalam Province. This paper thoroughly and in-depth describes the ways of planting and maintaining coffee plants carried out from the first period to the fourth period, starting from making coffee seeds, planting coffee seeds, maintaining coffee plants, and harvesting and handling post-harvest (processing). The whole period has special ways that are the local wisdom of Gayo coffee farmers. This local wisdom is used as a reference to the farming system which until now is able to make the Gayo High Region as a coffee producer with Robusta and Arabica Coffee varieties to foreign countries.
Stereotip Melayu Malas dan Pengaruhnya pada Etos Kerja
Novalita Sandy;
Puspitawati Puspitawati
Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Vol 2, No 1 (2019): Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) Agustus
Publisher : Mahesa Research Center
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (804.092 KB)
|
DOI: 10.34007/jehss.v2i1.59
This study aims to determine the stereotype Melayu Malas on Ethnic Malay associated with the term "kojo saibu tak kojo mangatus kojo tak kojo saibu mangatus" for the effect on the work ethic, and community perceptions of the negative stigma on Ethnic Malays, as well as the impact of stereotypes. This research is a qualitative descriptive study, using data collection techniques with non participation observation and interviews, the researchers not directly involved with community activities but only observe and conduct a question and answer. Based on the research method is the verdict that stereotype Malay lazy aimed at the Malay community in the Village Nenassiam is the result of past experiences of ethnic groups that serve as self image to the Malays that gives effect to the work ethic masyarakatanya, where it has become the benchmark for welfare is considered to have a relaxed work ethic and want delish without life planning ahead so that the results obtained are also modest. The views of the public like two sides of a coin, on one hand the people refused regarded as Malays lazy but the other communities is also confirmed that the Malays are lazy, while the impact of stereotypes Malay lazy affects three things: social relations, ethnic conflicts, identity ethnicity.
PANGLIMA LAỘT SEBAGAI LOCAL WISDOM MASYARAKAT NELAYAN PESISIR ACEH (STUDI KASUS TENTANG PANGLIMA LAỘT LHOK KECAMATAN SERUWAY KABUPATEN ACEH TAMIANG)
Purnama Sari;
Puspitawati Puspitawati
Jurnal Sitakara Vol 5, No 1 (2020): Jurnal Sitakara
Publisher : Universitas PGRI Palembang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31851/sitakara.v5i1.3523
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Panglima Laột sebagai kearifan lokal pada masyarakat di pesisir Aceh . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif, yang didasarkan pada penelitian lapangan, mengamati subjek dan objek penelitian serta mengikuti kegiatan mereka untuk mendapatkan data yang akurat dan faktual.teknik pengumpulan data adalah observasi , wawancara dan dokumentasi. Teknik analisa data yang digunakan yaitu mengelompokkan hasil data, menginterpretasikan data, menganalisis data , dan membuat kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan Panglima Laột sebagai salah satu dari kearifan lokal pada masyarakat di pesisir Aceh merupakan ketua adat yang menegakkan hukum adat laut yang hidup dalam masyarakat pesisir Aceh di Kecamatan Seruway . Kata kunci: Panglima Laột; lembaga adat; kearifan lokal; masyarakat nelayan