Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

APLIKASI GEOMEDIC MAPPING UNTUK MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT DBD DI KECAMATAN PURWOKERTO SELATAN Pranasetia, Ardi Nugraha; Riadi, Bambang
GEOMATIKA Vol 15, No 2 (2009)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.47 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2009.15-2.247

Abstract

South Purwokerto subdistrict, has the highest of DHF case in Banyumas district, the total number of DHF cases was 37 cases in 2007. However, environmental factor related to the DHF incidence have not been identified. This research aimed to analyses spatial distribution of environmental factor influenced the incident of DHF in South Purwokerto subdistrict. The research was descriptive survey study, the population was all DHF cases identified over the periode of January to November 2008. All cases were include as the research sample. The GPS was used to obtain coordinate data of respondent house. Data were analyzed using topographic map, GIS equipment overlay and buffering were done during data analyses in map. The result showed that were 5 zone that have high risk for DHF incidence. DHF incidences were related to population density and rainfall.Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, GIS, spatial analysisABSTRAKKecamatan Purwokerto Selatan, memiliki kasus DBD tertinggi di Kabupaten Banyumas dengan seluruh kasus DBD (37 kasus) di Tahun 2007. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian DBDbelum teridentifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Selatan.Penelitian ini menggunakan metode survey diskriptif, kasus DBD diidentifikasi dari rekam medis periode Januari sampai dengan November 2008. Semua kasus didalamnya sebagai sample dalam penelitian ini. Alat GPS digunakan sebagai penanda titik koordinat rumah penderita. Data diolah dengan menggunakan bantuan peta topografi digital dengan metode analisis overlay dan buffering. Berdasarkan analisis diperoleh 5 (lima) area rawan DBD yang membentuk pola distribusi spasial pada area padat penduduk, kepadatan penduduk dan curah hujan mempengaruhi kejadian DBD.Kata Kunci: Dengue Hemorrhagic Fever, SIG, analisa spasial
POTENSI RISIKO BENCANA ALAM LONGSOR TERKAIT CUACA EKSTRIM DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Suriadi, A.B.; Riadi, Bambang
GEOMATIKA Vol 19, No 1 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.177 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2013.19-1.171

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini adalah bagian dari penelitian Variabilitas Iklim Ekstrem dan Potensi Kebencanaan di Jawa Barat Selatan. Sedikitnya ada lima bencana alam yang berkaitan dengan iklim ekstrim antara lain banjir, longsor, angin badai/puting beliung, gelombang ekstrim dan kekeringan panjang. Namun demikian, makalah ini hanya membahas masalah bencana longsor baik dari segi penyebab maupun potensi risiko yang diakibatkannya. Hasil penelitian ini adalah analisis data geospasial terkait bahaya longsor (hazard map) yaitu Peta Rawan Longsor, Peta Kerentanan Penduduk, Peta Kapasitas Penduduk, serta Peta Potensi Risiko Longsor yang disebut Peta Indeks Risiko Longsor. Untuk menghasilkan peta-peta tersebut dibutuhkan peta-peta tematik input yang diturunkan dari data geospasial lainnya, antara lain DEM SRTM, Citra Landsat, Peta Rupabumi Indonesia / peta topografi. Selain itu, pemetaan potensi risiko longsor ini juga menggunakan data statistik yaitu data Potensi Desa (PODES) 2008, dan informasi dari instansi lainnya (Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan BAPPEDA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 50 % dari wilayah Kabupaten Ciamis termasuk rawan longsor. Berdasarkan peta Indeks Risiko Longsor yang dihasilkan sekitar 30 % dari wilayah Kabupaten Ciamis berada dalam area risiko tinggi sampai sangat tinggi.  Kata Kunci: Cuaca Ekstrim, Longsor, Indeks Risiko, Indeks Kerentanan, Indeks Kapasitas. ABSTRACT This research is part of research on Extreme Climate Variability and Potential Disaster in South West Java. There are at least five natural disasters related to extreme climate such as floods, landslides, storms, extreme waves and droughts. However, this paper is only discussed problem related to landslides in terms of both causes and its potential risks. The results of this study are analyses of geospatial data related to landslide hazards, those are landslide susceptibility map, map of population vulnerability to landslide, map of population capacity, as well as map of potential risks to landslides called Landslide Risk Index map. To produce these maps required thematic maps derived from other geospatial data, such as SRTM DEM, Landsat imagery, topographic map, statistic data (PODES) 2008, and information from other agencies such as BPBD (Regional Disaster Management Agency) and Regional Planning Board. Result of this research shows that nearly 50 % of the area of Ciamis Regency is vulnerable to landslides. Based on the Landslide Risk Index map resulted from this research, approximately of 30 % of the Ciamis Regency area has categorized at a high to very high landslide risk. Keywords: Extreme Weather, Landslides, Risk Index, Vulnerability Index, CapacityIndex
KAJIAN GEOSPASIAL TEMATIK EKOWISATA KABUPATEN BANGLI Handoyo, Sri; Helman, Helman; Riadi, Bambang; Panday, Rorim; Supriyatna, Supriyatna; Syarif, Risa Desiana
GEOMATIKA Vol 18, No 2 (2012)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.825 KB) | DOI: 10.24895/JIG.2012.18-2.186

Abstract

Sebagai salah satu Provinsi di Indonesia, Bali adalah tempat pariwisata yang terkenal di dunia. Begitu terkenal sehingga seringkali mendapat julukan sebagai tempat wisata terbaik di dunia. Pariwisata di wilayah Bali Selatan berkembang pesat, misalnya di Denpasar, Pantai Kuta, Pantai Sanur, Pantai Jimbaran, Tabanan dengan pantai Tanah Lot, Hutan Sangeh, Taman Margarana, dan lain-lain. Sementara itu di wilayah Bali Utara kegiatan pariwisatanya kurang berkembang. Berdasarkan program Pemerintah MP3EI maka Bali Utara perlu dikembangkan sektor pariwisatanya. Bangli (di wilayah Bali Utara) adalah satu-satunya Kabupaten dari sembilan Kabupaten di Provinsi Bali yang tidak memiliki kawasan pariwisata dalam tata ruang wilayahnya. Di lain pihak, Kabupaten Bangli memiliki cukup banyak tempat daya tarik wisata termasuk ekowisata. Daya tarik wisata tersebut antara lain adalah Desa Adat Panglipuran, Pura Kehen, Pura Dalem Jawa (Langgar), Desa Tradisional Bayung Gede, Taman Bali Raja, Agrowisata Kopi Arabika dan Jeruk, Ekowisata Bukit Bangli, Desa Wisata Tamansari, dan Bukit Jati. Pada umumnya metode penelitian dengan tema pariwisata adalah bersifat kualitatif. Namun, dengan kombinasi metode pendekatan geospasial berupa tinjauan tata ruang wilayah, di antaranya tinjauan terhadap fungsi dan peruntukan wilayah dan kawasan, makalah ini menguraikan kajian geospasial tematik pariwisata, dengan berbagai aspek pendukung dan kendalanya, untuk mengetahui potensi dan peluang pengembangan ekowisata di Kabupaten Bangli.Kata Kunci: tata ruang wilayah, geospasial, pariwisata, ekowisata, kabupaten Bangli.ABSTRACTAs one of the provinces in Indonesia, Bali is a famous tourist place in the world. So famous that it is often dubbed as the best tourist attractions in the world. Tourism is rapidly growing in the area of South Bali, for example in Denpasar, Kuta Beach, Sanur Beach, Jimbaran Beach, Tabanan with its Tanah Lot, Sangeh Forests, Parks of Margarana, and others. Meanwhile in the region of North Bali tourism activities are underdeveloped. Under the government program MP3EI the North Bali tourism sector should be developed. Bangli (in the North Bali area) is the only regency of the nine regencies in the province of Bali that do not have any tourist area in the spatial region. On the other hand, Bangli regency has enough places including eco-tourism attractions. The attractions include the traditional village Panglipuran, Kehen Pura, Pura Dalem Java (a small mosque), Gede Bayung Traditional Village, Bali Taman Raja, Agro Arabica Coffee and Oranges, Bukit Bangli Ecotourism, Tourism Village Tamansari, and Bukit Jati. In general, the theme of tourism research method is qualitative in nature. However, the combination of geospatial approach to the spatial form of review, including review of the functions and allocation of territories and regions, this paper describes the study of geospatial thematic tourism, with the various aspects of support and barriers, to find out the potential and opportunities of tourism development in the Regency of Bangli.Keywords: regional spatial planning, geospatial, tourism, ecotourism, Bangli regency
PENILAIAN SPASIAL SEBARAN PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA BARAT Riadi, Bambang
GEOMATIKA Vol 19, No 2 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24895/JIG.2013.19-2.206

Abstract

Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka serta dapat disajikan informasinya secara spasial. Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Minimnya jaringan jalan dan topografi yang berelief menjadikan Jawa Barat Bagian Selatan memiliki indikasi paling banyak penduduk miskin dibandingkan Jawa Barat Bagian Tengah dan Jawa Barat Bagian Utara. Terbukanya isolasi dengan dibangunnya infrastruktur jaringan jalan yang menghubungkan beberapa wilayah pesisir di Jawa Barat Bagian Selatan pada Tahun 2011 memiliki andil yang kuat terhadap menurunnya persentase penduduk miskin. Penduduk miskin di Jawa Barat Tahun 2009 mencapai 13,09% dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 10,98%.Kata Kunci : kemiskinan, integrasi data, korelasi, pendidikan, indikatorABSTRACTPoverty is one of fundamental problems that become a central attention of government in any countries. One important aspect to support poverty reduction strategies is the availability of accurate data on poverty and target. Good poverty data can be used to evaluate government policies on poverty, comparing poverty across time and regions, as well as determining the target of the poor people with the aim to improve their position and presented in spatial information. To measure the poverty, BPS uses a concept of ability to meet basic needs (basic need approach). With this approach, poverty is seen as an economic inability to meet the basic needs of food and non-food as measured from expenditure. The poor are people who have an average monthly per capita expenditure below poverty line. The lack of road network and topography made southern part of West Java region was indicated to have most poor people compared to central and northern parts of West Java. The construction of road infrastructure network that connected several coastal areas in the southern part of West Java in 2011 opened the area‟s insulation and contributed strongly to the declining of the percentage of poor people. The poor people in West Java in 2009 reached 13.09%, while in 2011 decreased to 10.98%.Keywords: poverty, data integration, correlation, education, indicator
KAJIAN PERCEPATAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KECAMATAN/DISTRIK, DESA/KELURAHAN SECARA KARTOMETRIS Riadi, Bambang; Makmuriyanto, Agus
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 16, No 2 (2014)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (825.09 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2014.16-2.56

Abstract

ABSTRAKPengawasan dan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa wajib dilakukan oleh camat sebagai perangkat daerah kabupaten atau daerah kota. Dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri wajib memfasilitasi pelaksanaan PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa dengan mengeluarkan Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa yang berupa Permendagri No. 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa.Penetapan dan penegasan batas desa dilaksanakan untuk memberikan kepastian hukum terhadap batas desa di wilayah darat.Permendagri No. 76 Tahun 2012 diterbitkannya sebagai pengganti Permendagri No. 1 Tahun 2006 mengatur bahwa penetapan dan penegasan batas daerah dilakukan secara kartometris, sehingga kajian penerapan metode iniperlu dilakukan terhadap penetapan batas desa/kelurahan. Pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa dilakukan di atas peta skala 1:5.000 - 1:10.000, namun ketersediaan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) sampai saat ini baru pada skala 1:10.000 dan pada wilayah yang masih terbatas. Inovasi teknologi dengan memanfaatkan data citrategak resolusi tinggi hasil perekaman satelit ataupun pesawat tanpa awak (UnmannedAerial Vehicle/UAV) diperlukan untuk melengkapi ketentuan skala peta dalam pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa. Lokasi penelitian ini adalah di sebagian wilayah Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogordan Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat. Hasil wawancara dengan penduduk pada kedua desa yang berbatasan menyatakan bahwa batas wilayah indikatif yang terdapat pada peta RBI didapatkan pernyataan: salah, benar, dan tidak tahu.Demikian juga dengan informasi mengenai unsur alam dan buatan yang lain sebagai indikasi batas dikarenakan lurah/kepala desa belum mengetahui wilayah kerjanya.Kata Kunci: batas indikatif, penetapan, penegasan, UAVABSTRACTSupervision and monitoring of the village governance carried out by the head of sub-district as part of regency or city supervision. Here, theMinistry of HomeAffairs facilitates the implementation of the Government Regulation No.72 Year 2005 about Village by issuing Guidelines for Village Boundaries Delimitation and Affirmation through Regulation of Ministry of Home Affairs No. 27 Year 2006 about Village Boundaries Delimitation and Affirmation. The village boundaries delimitation is implemented to provide legal certainty especially to the village boundaries on the land portion. TheRegulation of Ministry of Home Affairs No. 76 Year 2012 as a replacement of Regulation of Ministry of Home Affairs No. 1 Year 2006regulates that the village boundaries delimitation shall be done by using chartometric method, so that an assessment of the implementation ofthe method forvillage’sboundaries is required. Implementation of the village boundaries delimitation shall be done on a map with scale of 1:5,000 - 1:10,000, yet the RBI maps is only availableon a scale of 1:10,000 and cover limited areas. An innovation, such as by utilizing high-resolution imageriesobtained by using satellite or Unmanned Aerial Vehicle (UAV), is required to accelerate the accomplishment to the village boundaries delimitation. This research was carried outat some parts of Cibinong sub-district, Bogor Regencyand Kais District, Sorong Selatan Regency, Papua Barat Province.Results of interview to people live in two nearby villages borders regarding the indicative boundaries shown on the topographic (RBI) maps provide answers of: false, true and unclear. Similar answers also addressed to a question about natural and artificial elements as indicative boundaries because the head of the village do not familiar with their villages area.Keywords: boundary indicative, determination, affirmation,UAV
PEMBANGUNAN SISTEM INFORMASI SPASIAL Riadi, Bambang; Syafi’i, Arief; Widodo, Heru Mulyo
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 13, No 1 (2011)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.085 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2011.13-1.108

Abstract

Data spasial merupakan informasi yang handal untuk menggambarkan fakta yang ada, khususnya mengenai kondisi wilayah di suatu daerah. Guna mengoptimalkan penanganan perencanaan dan pengelolaan pembangunan suatu daerah perlu dilakukan pembangunan Sistem Informasi Spasial (SIS) guna menginformasikan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah ke khalayak. Oleh karena itu, pada kegiatan ini diharapkan pengelolaan data spasial/peta, khususnya yang berhubungan dengan pemetaan potensi wilayah, dilakukan dalam sistem penyimpanan yang baku dan dalam basis data terpusat sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan oleh pihak yang memerlukan. Konsep penyimpanan data terpusat dan dapat dibagi-pakai oleh institusi yang memerlukan telah sesuai dengan program pemerintah mengenai Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN). Software Development Life Cycle (SDLC). Metode SDLC juga dikenal sebagai Classic Life Cycle Model atau Linear Sequential Model atau Metode Waterfall banyak digunakan oleh kalangan pengembang sistem aplikasi. Pada kegiatan pengembangan aplikasi sistem basis data spasial Kabupaten Pidiejaya ini, metode pengembangan yang dipilih adalah metode SDLC.Dari kegiatan ini terbangun sistem basis data spasial terpadu yang meliputi Sistem Informasi Geospasial berbasis webservice yang menampilkan data hasil kajian, pekerjaan, baik dari instansi Bappeda maupun data sekunder lainnya serta template pencetakan peta.Kata Kunci: Basis data, Web SIG, Sistem Informasi Spasial, SDLC, Kabupaten PidiejayaABSTRACTSpatial data is reliable information to describe the facts, especially that related to the condition of territory in an particular area. In order to optimize planning and management of regional development, the development of Spatial Information System (SIS) is needed to inform potency of the area to the public. Therefore, in this activity it is expected that management of the spatial data / maps, especially those associated with the mapping of potential areas, conducted in a standard storage system and a centralized database that allows used access by the parties in need. The concept of centralized data storage that can be shared by agencies in need is in accordance with the government program of the National Spatial Data Infrastructure (NSDI). Software Development Life Cycle (SDLC), SDLC method also known as Classic Life Cycle Model or Linear Sequential Model or the Waterfall method is widely used by SIS developers. The method also has been used on thedevelopment of applications of spatial database system in Pidiejaya area, with the selected development method is SDLC. Result of this activity generates an integrated spatial data base system which includes a webservice based Geospatial Information System that displays the data results from the work and study, both from the spatial planning agency (Bappeda) and other secondary data and printing a map template.Keywords : Database, WebGIS, Spatial Information System, SDLC, Pidiejaya Regency
EVALUASI LAHAN WILAYAH PERTANIAN KEPULAUAN MARITIM UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN : STUDI KASUS DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Riadi, Bambang
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 15, No 1 (2013)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.571 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2013.15-1.68

Abstract

ABSTRAKKabupaten Maluku Tenggara Barat secara umum dikategorikan sebagai wilayah kepulauan maritim karenadominasi sumberdaya alam maupun masyarakat berbasis pada jasa kelautan. Sejauh ini, kebutuhan makanan diwilayah ini masih tergantung dari wilayah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Penelitian ini mengembangkan konsepevaluasi potensi lahan pertanian berdasarkan data sistem lahan dan informasi fisik lahan terkini. Interpretasi citrasatelit dilakukan untuk perolehan data fisik lahan yang diintegrasikan dengan data sistem lahan dengan menggunakanSistem Informasi Geografis dalam analisis spasial potensi lahan pertanian tersebut. Penerapan konseppengembangan lahan pertanian yang digunakan menghasilkan tiga jenis potensi lahan yaitu pertanian padi sawah,pertanian lahan kering, dan pengembangan tanaman tahunan. Namun demikian, hasil penelitian masih merupakaninformasi awal zonasi lahan yang memiliki potensi tersebut, dan dapat digunakan sebagai data awal untukpengembangan lebih lanjut terhadap kesesuaian jenis pertanian sampai dengan jenis komoditasnya. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa wilayah kabupaten ini memiliki areal potensi lahan pertanian sawah dengan kelas sesuaimarginal (S3) seluas 53.000 ha atau 8,7 % dari total wilayah, potensi lahan pertanian lahan kering dengan kelassesuai marginal (S3) seluas 44.000 ha atau 9,9 % dari total wilayah. Berdasarkan hasil analisis ini, potensipengembangan lahan pertanian di wilayah kepulauan maritim ini cukup besar meskipun dalam kategori sesuaimarginal. Lahan dengan kondisi seperti ini mempunyai pembatas-pembatas yang besar, oleh karena itu upaya-upayamanajemen pada tingkat pengelolaan harus diterapkan. Informasi spasial memiliki peran penting dalam rangkamendukung program ketahanan pangan nasional.Kata Kunci: Lahan Pertanian, Zonasi Lahan, Kepulauan Maritim, Lahan Marginal, Pengembangan Lahan.ABSTRACTIn general, Maluku Tenggara Barat Regency is considered as a maritime archipelago due to the dominance of bothnatural and social resources which are mainly supported by marine base services. So far, basic food needs of theregion constantly depend on food production from other areas, such as Java and Sulawesi. This research developed aconcept of potential agriculture site selection base on land system and current physical land information. Moreover,satellite image interpretation was used to obtain land physical data. Integration of these data with land use and landsystem data using a Geographic Information System tool to perform spatial analysis in order to obtaina potentialfarmland classification. This analysis result in three types of potential agricultural land namely wetland rice agriculture,dry land agriculture, and annual crops agriculture. This results show provisional information which has potential use forland zonation. Accordingly, the results can be used as input for further development of feasibility study for definingagricultural zone and crop types. The potential farmland class shows that land area potential for developing wetlandrice agricultural amounted for 53 thousand hectares (8.7% of the total area) and dry land agricultural amounted for44,000 hectares (9.9% of the total area); both fall in marginally suitable class (S3). Looking at the number, thepotential area for developing agricultural in the maritime archipelago is actually quite large, although those are fall inthe category of marginally suitable. Land in this category has great physical limitations, so that maintenance at thelevel of management should be implemented. This kind of spatial information actually has in important role insupporting national food security.Keywords: Agricultural Land, Land Use Zoning, Maritime Islands, Marginal Land, Development Land.
ASPEK GEOSPASIAL DALAM DELINEASI BATAS WILAYAH KOTA GORONTALO Riadi, Bambang; Soleman, M.Khifni
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 13, No 1 (2011)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.421 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2011.13-1.105

Abstract

Batas wilayah terkait dengan kewenangan dalam pengelolaan suatu daerah, baik pengelolaan wilayah darat maupun wilayah laut secara proporsional. Beberapa daerah telah memiliki pilar batas utama (PBU) sebagai tanda batas suatu wilayah kota/kabupaten dengan wilayah kota/kabupaten lainnya. Pilar tersebut dijadikan titik awal dalam penarikan garis batas wilayah. Dengan berkembangnya teknologi pemetaan dimungkinkan pemutakhiran data batas wilayah dilaksanakan dengan menggabungkan Teknik Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografi dan Digital Elevation Model (DEM). Survei lapangan yang dilengkapi dengan alat Receiver Global Positioning System (GPS) akan memperoleh informasi data batas wilayah terbaru yang secara langsung kondisi lapangan sebenarnya dapat diketahui. Dari hasil kajian diperoleh data batas wilayah Kota Gorontalo terbarukan dengan dukungan data Digital Elevation Model, data citra satelit dan data koordinat hasil pengamatan GPS.Kata kunci: Data Batas Wilayah, Pemutakhiran Data, Penginderaan Jauh, SIG, DEMABSTRACTAdministrative boundary related to the authority in the management of an area,on the land and water management proportionally. Main boundary pillars (PBU) as border signs between adjacent cities or districts are already available on some areas, but not for many of them. The pillars serve as a starting point in the delimitation of the borders. Advancement on mapping technology enables the boundary data updating conducted by combining remote sensing techniques, Geographic Information Systems and Digital Elevation Model (DEM). Field survey which is equipped with Global Positioning System (GPS) receiver will obtain the latest information of region boundary data by identifiying the actual field conditions directly. This research results shows updated boundaries of Gorontalo City that were supported by Digital Elevation Model, satellite imagery, and observation data of GPS coordinates.Keywords: Boundary Data, Data Updating, Remote Sensing, GIS, DEM
METODE KONTROL KUALITAS BUKU ATLAS Riadi, Bambang
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 12, No 1 (2010)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.924 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2010.12-1.120

Abstract

Peta sebagai media informasi kewilayahan sangatlah diperlukan untuk berbagai kegiatan dan sudah seharusnya peta menyajikan informasi yang akurat dan mudah dibaca oleh pengguna. Peta sebagai bahan ajar biasanya disebut dengan buku atlas karena informasi yang disajikan bersifat umum, seperti kewilayahan, posisi kota satu dengan lainnya, sumber daya alam, potensi pertanian dan perkebunan, pusat-pusat pemerintahan dan sebagainya. Kajian kontrol kualitas buku atlas ini disampaikan dengan maksud agar para penyusun buku atlas mendapat informasi tentang acuan dan standar teknis pemetaan yang harus tetap dipertahankan disamping inovasi-inovasi baru yang perlu disampaikan dalam kemasan yang menarik. Bagi pengguna buku atlas tampilan awal yang menarik akan menggugah minat untuk membuka informasi selanjutnya, seperti aspek geospasial termasuk didalamnya namaunsur geografi dan berbagai potensi suatu wilayah.Kata Kunci: Atlas, Georeference, Kontrol KualitasABSTRACTAs regional spatial information, a map is required for various activities, so it shouldpresent accurate information and should be easy to read. As an education material, maps are usually bundled in an atlas book because the information presented is general, such as territories, city positions, natural resources, agricultural and estate potencies, government centres and so on. This study on quality control of atlas books was performed with the purpose of giving information to atlas producers about reference and standards of mapping techniques that need to be maintained in addition to some new innovations that need to be delivered in an attractive package. For atlas books readers, a well-presented display mightinspire them to get more information such as geospatial aspects including geographical names and other potencies of a region.Keywords: Atlas, Georeferences, Quality Control
PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TEKS DRAMA FAJAR SIDDIQ DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN Amaliya, Nida; Sumarti, Sumarti; Riadi, Bambang
Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Vol 8, No 1 Ap (2020): Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)
Publisher : FKIP Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research purposed to describe the values of education character in drama text of Fajar Siddiq created by Emil Sanossa. This research used descriptive qualitative method. The data of this research was the values of education character that contained in its drama text. The result of this research showed that in the drama text of  Fajar Siddiq, there were the values of education character 1) religious; 2) nationalist; 3) independence; 4 ) mutual cooperation; and 5) integrity.The result of this research can be implied in learning of eleventh grade high school students at basic competence 3.8 identifying values life in a collection of short stories read. It can be seen in the form of teaching materials on the core activities in the implementation of learning lesson plans.Keywords: text drama, strengthening character education, the value of a characterPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam teks drama Fajar Siddiq karya Emil Sanossa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data penelitian ini ialah nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam teks drama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam teks drama Fajar Siddiq terdapat nilai pendidikan karakter 1) religius; 2)  nasionalis; 3) mandiri; 4) gotong royong; dan 5) integritas. Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran SMA kelas XI pada kompetensi dasar 3.8 mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan dalam kumpulan cerita pendek yang dibaca. Implikasi ini dapat dilihat dalam bentuk bahan ajar pada bagian kegiatan inti dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).Kata Kunci : teks drama, penguatan pendidikan karakter, nilai karakter