Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search
Journal : Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni

PERAN KEADILAN ORGANISASI, KARAKTERISTIK PEKERJAAN DAN PEMBERDAYAAN PSIKOLOGIS TERHADAP KEINGINAN UNTUK MENETAP (INTENTION TO STAY) Pricillia, Vany Widya; Rostiana, Rostiana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i1.1627

Abstract

Keinginan untuk menetap (intention to stay) adalah kesediaan karyawan untuk tetap bersama dengan perusahaan atau organisasi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keinginan untuk menetap karyawan di perusahaan. Faktor tersebut dapat berasal dari internal maupun eksternal. Penelitian ini dilakukan untuk menguji peran dari keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan dan pemberdayaan psikologis terhadap keinginan untuk menetap karyawan. Hasil dari penelitian ini nantinya dapat digunakan oleh perusahaan untuk melakukan perubahan demi mempertahankan karyawan yang berkualitas. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner secara online terhadap 187 karyawan milenial di PT. XY. Kuesioner yang digunakan terdiri dari empat aspek yang diukur yakni keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, pemberdayaan psikologis dan keinginan untuk menetap. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan uji regresi linier dan regresi berganda. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan dan pemberdayaan organisasi memiliki peran yang signifikan terhadap keinginan untuk menetap karyawan milenial. Dalam uji regresi berganda diperoleh hasil bahwa variabel yang paling memiliki peran terhadap keinginan untuk menetap karyawan milenial adalah karakteristik pekerjaan
PERAN KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA TERHADAP INTENSI PINDAH KERJA DENGAN PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI SEBAGAI MODERATOR Alimbuto, Selfina; Rostiana, Rostiana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.977

Abstract

Frekuensi lembur yang tinggi menimbulkan konflik pekerjaan-keluarga pada karyawan. Hal tersebut dapat memicu tingkat turnover yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah persepsi dukungan organisasi berperan sebagai moderator antara konflik pekerjaan-keluarga dan intensi pindah kerja. Subyek penelitian ini adalah karyawan PT X yang berlokasi di Tangerang dengan jumlah responden sebanyak 81 karyawan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan Teknik analisis data menggunakan MRA (Moderated Regression Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan organisasi tidak berperan dalam memoderasi hubungan konflik pekerjaan-keluarga dengan intensi pindah kerja (R2= 0,421, p=0,166 > 0,05). Hal ini berarti bahwa persepsi dukungan organisasi tidak dapat menjadi moderator antara konflik pekerjaan-keluarga dengan intensi pindah kerja. Kata kunci: work family-conflict, perceived organizational support, turnover intention
PERAN DUKUNGAN ORGANISASI DAN MODAL PSIKOLOGIS TERHADAP PSYCHOLOGICAL OWNERSHIP Krisanti, Yoana Vina; Rostiana, Rostiana; Lie, Daniel
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.929

Abstract

This research is conducted to find the role of perceived organizational support and psychological capital to psychological ownership of the employees of PT ABC. Perceived organizational support as an independent variable has three dimensions which consist of fairness, supervisor support, and organizational reward. Psychological capital as an independent variable has four dimensions which consist of self-efficacy, hope, optimism, and resilience. As a dependent variable, psychological ownership is a unidimensional psychological construct. The participants of this research are employees of PT ABC which is a clothing retail company (n=66). Research method used is non-experimental and data is processed using linear regression analysis method. The result of the research shows that perceived organizational support and psychological capital have 34% effect on psychological ownership with F=16.246, p<0.05. On This research shows that psychological capital has more impact than perceived organizational support. From perceived organizational support variable, the dimension that has the most significant role to psychological ownership is organizational reward and from psychological capital variable, the dimension that has the most significant role to psychological ownership is resilience. Among these two free variables, psychological capital has the most significant role on psychological ownership.
PERAN PSYCHOLOGICAL DETACHMENT SEBAGAI MODERATOR HUBUNGAN STRES KERJA DAN KINERJA Sari, Abi Dinda Permata; Rostiana, Rostiana Rostiana; Lie, Daniel Sugianto
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.916

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran psychological detachment sebagai moderator hubungan antara stres kerja dan kinerja. Penelitian ini melibatkan 100 partisipan yang terdiri dari 39 yang sudah menikah, dan 61 partisipan belum menikah. Partisipan berasal dari berbagai macam jenis perusahaan yang bergerak dalam keuangan, media, makanan minuman, dan yang lainnya. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji interaksi dari metode korelasi Pearson hasilnya, didapatkan pada kelompok psychological detachment rendah, hubungan stres kerja dan kinerja menunjukan angka negatif r = -0,422 dan p = 0,023 < 0,05. Hal serupa juga terjadi pada kelompok partisipan dengan psychological detachment tinggi, hubungan stres kerja dan kinerja adalah negatif r = -0,443 dan p = 0,013 < 0,05. Penelitian menunjukkan bahwa psychological detachment tidak berfungsi sebagai moderator dalam hubungan stres kerja dengan kinerja.
PERAN REGULASI EMOSI TERHADAP KUALITAS HIDUP DENGAN WORK LIFE BALANCE SEBAGAI MEDIATOR PADA PEREMPUAN PERAN GANDA Siregar, Gardenia Junissa; Rostiana, Rostiana; Satyadi, Heryanti
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v3i2.5551

Abstract

Kualitas hidup merupakan aspek yang penting dalam kehidupan, terlebih lagi untuk perempuan yang telah menjadi ibu. Regulasi emosi merupakan strategi yang dilakukan untuk merespon emosi yang terjadi. Secara teoritis regulasi emosi dapat dikatakan berperan untuk menentukan kualitas hidup, namun penelitian menemukan hasil berbeda, dimana hubungan kedua variabel tersebut dinyatakan cukup lemah. Work life balance merupakan keadaan ketika seseorang dapat menyeimbangkan perannya sebagai pekerja dan di dalam keluarga. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat peran regulasi emosi terhadap kualitas hidup dengan work life balance sebagai mediator. Populasi dalam penelitian ini adalah para perempuan peran ganda, yang memiliki aktivitas keseharian, selain menjadi ibu dan istri di dalam keluarga. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 400 orang perempuan peran ganda. Penelitian ini menggunakan tiga alat ukur, yaitu World Health Organizational Quality of Life (WHOQOL-BREF), Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) dan Work Life Balance Scale (WLBS). Pengujian model penelitian dilakukan dengan menggunakan Path Analysis Structural Model menggunakan LISREL 8.80. Hasil pengujian model menunjukan bahwa work life balance dapat berperan sebagai mediator dengan nilai (p-value>0.05) yaitu p-value 1.000 sehingga model dapat dikatakan berada pada kategori good fit. Hasil nilai standardized solution untuk peran regulasi emosi terhadap kualitas hidup yang awalnya sebesar 0.10 juga mengalami peningkatan menjadi 0.1224. Sehingga dapat mengindikasikan bahwa peranan regulasi emosi terhadap kualitas hidup akan lebih besar, ketika para perempuan peran ganda memiliki work life balance. Quality of life is an important aspect of life, especially for women who have become mothers. Emotion regulation is a strategy undertaken to respond to emotions that arise. Theoretically, emotional regulation can be said to play a role in determining the quality of life, however, studies found different results, where the relationship between the two variables was stated to be quite weak. Work-life balance is a condition when a person can balance their role as a worker and in the family. Therefore, this study aims to look at the role of emotion regulation on quality of life with work-life balance as a mediator. The population in this study are dual role women, who have daily activities, besides being mothers and wives in the family. The sampling technique used was purposive sampling with a total sample of 400 dual role women. This research uses three measuring instruments, namely World Health Organizational Quality of Life (WHOQOL-BREF), Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) and Work Life Balance Scale (WLBS). Research model testing was done using the Path Analysis Structural Model using LISREL 8.80. The model testing result shows that work life balance can act as a mediator with (p-value> 0.05), which is p-value 1,000, that the model can be said to be in the good fit category. The results of the standardized solution for the role of emotion regulation on the quality of life which was originally at 0.10 also increased to 0.1224. It indicates that the role of emotion regulation on quality of life will be greater, when dual role women have work-life balance.
EFEK MODERATOR MODAL PSIKOLOGIS DAN KOMITMEN MANAJEMEN DALAM HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN PERILAKU KESELAMATAN KERJA Sesari, Sesari; Rostiana, Rostiana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.3536.2020

Abstract

ABSTRACTSafety performance as personal work behavior related to organizational safety, which is bound by psychological antecedents and can be evaluated by the system. Traditionally, safety performance was measured by accident and death rates. Such method had limitations, therefore two dimensions of safety behavior were proposed, namely: (1) safety compliance, (2) safety participation. This study intends to adopt previous research, concerning variables such as work stress, work safety, and psychological capital in different industries, namely in the shipping industry. In addition to making psychological capital a moderator, this study also makes management commitment variable a moderator. This research was conducted with the aim to examine the relationship between work stress and work safety behavior with psychological capital and management commitment as a moderator. The research method used in this research is quantitative non-experimental research. This study aims to examine the causal relationship without manipulation or administering specific treatment on participants. The research subjects of this study were 200 seamen who served on a tanker owned by PT XYZ, whose headquarter is located in Jakarta. Research data processed using conditional PROCESS from Hayes (2013) show that psychological capital has an effect as a moderator of relationship between safety related work stress and work safety behavior (β = 0.32, p <0.05) while management commitment has no effect as a moderator of relationship between safety related work stress and work safety behavior (β = -0.02, p> 0.05). Kinerja keselamatan sebagai tingkah laku kerja personal yang berhubungan dengan keselamatan organisasi, yang terikat dengan anteseden psikologisnya dan dapat dievaluasi oleh system. Pada era tradisional, kinerja keselamatan diukur dengan tingkat kecelakaan dan kematian Metode tersebut memiliki keterbatasan, sehingga diajukan dua dimensi dari perilaku keselamatan, yaitu: (1) safety compliance, (2) safety participation. Penelitian ini bermaksud mengadopsi penelitian dilakukan sebelumnya, mengenai variabel-variabel yaitu stres kerja, keselamatan kerja, dan modal psikologis di dalam industri yang berbeda, yaitu pada industri pelayaran. Selain menjadikan modal psikologis sebagai moderator, penelitian ini juga menjadikan variabel komitmen manajemen sebagai moderator. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji hubungan stres kerja terhadap perilaku keselamatan kerja dengan modal psikologis dan komitmen manajemen sebagai moderator. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimental. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan sebab-akibat tanpa memberikan manipulasi atau perlakuan tertentu terhadap partisipan. Subjek penelitian dari penelitian ini adalah 200 pelaut yang bertugas di kapal tanker milik PT XYZ, yang kantor pusatnya ada di Jakarta. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan conditional PROCESS dari Hayes (2013) menunjukkan bahwa modal psikologis berefek sebagai moderator antara hubungan stres kerja terkait keselamatan dengan perilaku keselamatan kerja (β=0.32, p<0.05) dan komitmen manajemen tidak berefek sebagai moderator antara hubungan stres kerja terkait keselamatan dengan perilaku keselamatan kerja (β=-0.02, p>0.05).
GAMBARAN PROFESSIONAL QUALITY OF LIFE (PROQOL) GURU ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Purnamasari, Dewa Ayu Inten; Satyadi, Heryanti; Rostiana, Rostiana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.7704.2021

Abstract

Professional Quality of Life (ProQOL) is a topic that has been growing for the last 20 years. Stamm is an expert who is developing theoretical concepts and its instrument in 2010. ProQOL explains individual’s perceptions professional quality of life, which consists of two aspects. Compassion Satisfaction (CS) is the positive aspect where someone is able to feel positive feelings such as altruism while working and Compassion Fatigue (CF) is the negative ones, where someone feels uncomfortable which can leads to Burnout and Secondary Traumatic Stress (STS) symptoms. Most of study has investigated ProQOL among health caring professional, therefore this study aims to overview ProQOL among special education teachers. Uses quantitative-non experimental design, this study involves 171 special education teachers as participants. Based on the collected data, it shows that individual’s perceptions about the quality of life as a special education teacher tends to be positive. However, this is not necessarily followed by low STS and burnout rates. This study found that around 77% teachers were at moderate to high burnout levels, while 72% also had moderate to high STS levels. Professional Quality of Life (ProQOL) merupakan sebuah topik yang sudah berkembang sejak 20 tahun terakhir. Seorang ahli bernama Stamm telah berjasa dalam mengembangkan konsep teoretis ProQOL beserta alat ukurnya pada tahun 2010. ProQOL menjelaskan persepsi individu mengenai kualitas hidup profesionalnya, yang terdiri dari dua aspek. Compassion Satisfaction (CS) merupakan aspek positif dimana individu mampu merasakan perasaan positif, altruisme terkait perkerjaannya dan Compassion Fatigue (CF) yang merupakan aspek negatif, dimana individu merasa tidak nyaman dalam menjalankan pekerjaannya yang berujung pada gejala Burnout dan Secondary Traumatic Stress (STS). Oleh karena sebagian besar penelitian mengenai ProQOL telah diteliti pada tenaga profesional kesehatan, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran ProQOL pada profesi guru ABK. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental yang melibatkan 171 guru ABK sebagai partisipan. Berdasarkan data yang terkumpul diperoleh bahwa persepsi individu terhadap kualitas hidup profesional sebagai guru ABK cenderung positif. Akan tetapi, hal tersebut tidak serta merta diikuti dengan tingkat burnout dan STS yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 77% guru ABK berada pada tingkat burnout Sedang-Tinggi dan 72% diantaranya juga memiliki tingkat STS Sedang-Tinggi.
DINAMIKA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI DAN KINERJA DALAM SITUASI PROXIMAL WITDRAWAL STATE Kristanti, Rena; Rostiana, Rostiana; Idulfilastri, Rita Markus
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.9484.2020

Abstract

Work performance is a major issue that is widely discussed relating to increase the productivity of a company. In this study, work performance will be reviewed in terms of Perceived Organizational Support (POS) and Perceived Organizational Competence (POC) by considering the Proximal Withdrawal State (PWS) situation felt by employees. PWS is the initial mental state or cognition experienced by a person before leaving an organization (Hom et al., 2012 in Robinson, 2014). PWS consists of two dimensions, namely desired employment status (employees’ preference to keep working or leaving) and perceived volitional control (control of decisions to work or resign). The combination of the two dimensions produces four types of employees, namely Enthusiastic Stayer, Reluctant Leaver, Enthusiastic Leaver, and Reluctant Stayer. The study was a non-experimental study and held using quantitative research method. By employing proportionate stratified random sampling, a total of 326 employees from PT. X participated in a survey. Linear regression analysis was used in data processing and results. Results show that perceived organizational support and  perceived organizational competence simultaneously affect the employee work performance in Enthusiastic Stayer and Reluctant Leaver situations. Results also show that POS and POC do not affetc work performance in Enthusiastic Leaver and Reluctant Stayer. Kinerja (work performance) karyawan adalah isu yang terjadi dalam perusahaan-perusahaan di dunia. Kinerja merupakan isu utama yang banyak dibahas berkaitan dengan peningkatan produktivitas suatu perusahaan. Dalam penelitian ini, kinerja ditinjau dari segi persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi (perceived organizational support - POS) dan persepsi karyawan terhadap kemampuan organisasi (perceived organizational competence - POC). Selain itu, penelitian juga dilakukan dengan mempertimbangkan situasi proximal withdrawal state yang saat ini dialami oleh karyawan. Proximal Withdrawal States (PWS) adalah kondisi kognitif awal seseorang berkaitan dengan partisipasi dalam organisasi yang mendahului terjadinya turnover. PWS terdiri atas dua dimensi yang saling terkait yaitu desired employment status (preferensi karyawan untuk tetap bekerja pada perusahaan atau meninggalkannya) dan perceived volitional control (kendali karyawan terhadap keputusan untuk tetap bekerja atau mengundurkan diri). Kombinasi dua dimensi tersebut menghasilkan empat tipe karyawan yaitu Enthusiastic Stayers, Reluctant Leavers, Enthusiastic Leavers, dan Reluctant Stayers. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dilakukan secara kuantitatif. Dengan mengunakan proportionate stratified random sampling, sebanyak 326 orang karyawan dari PT. X telah mengikuti survey yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan analisa regresi linear dan ditemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi (POC) dan kemampuan organisasi (POS) secara bersamaan mempengaruhi kinerja karyawan pada situasi Enthusiastic Stayer dan Reluctant Leaver. Ditemukan pula bahwa POS dan POC tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Enthuiastic Leaver dan Reluctant Stayer.
PERAN ENGAGING LEADERSHIP TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DALAM PROXIMAL WITHDRAWAL STATES Kentami, Maria Regina Tinon Dyah; Rostiana, Rostiana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.7757.2020

Abstract

Preserving competent employees is still a primary challenge for the organization today. Every company needs to make efforts to retain the employees they have. PT.X is one of the companies operating in the education sector that needs to anticipate future turnovers. This study aims to investigate the role of engaging leadership toward organizational commitment in the Proximal Withdrawal States (PWS) at PT.X. Researchers hope that by great engaging leadership, the organizational commitment will improve so that the probability of turnover will decrease. The study was administered on 295 employees at PT.X, who is a permanent employee and had worked for more than one year. This research belongs to non-experimental quantitative research. A simple regression model was conducted to process the data of this study. The results showed that engaging leadership had a significant role of 16.8% toward organizational commitment. However, based on the situation description, engaging leadership only plays a significant role in the "reluctant stayers," "reluctant leavers," and "enthusiastic stayers" situation. In the "reluctant stayers" situation, engaging leadership accounts for 12.1%. In the "reluctant leavers" situation, a significant role of 62.7% was found, and 8.4% in the "enthusiastic stayers" situation. Furthermore, it is revealed that engaging leadership only plays a significant role toward the continual and normative commitment dimensions in the "reluctant stayers" situation. Meanwhile, in the "reluctant leavers" and "enthusiastic stayers" situation, engaging leadership only plays a significant role in the affective and normative commitment dimensions.Memperoleh karyawan yang kompeten saat ini masih menjadi tantangan utama bagi organisasi. Setiap perusahaan perlu melakukan upaya untuk mempertahankan karyawan yang dimilikinya saat ini. PT. X menjadi salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Pendidikan yang perlu melakukan antisipasi terjadinya turnover di masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran engaging leadership terhadap komitmen organisasi dalam situasi Proximal Withdrawal States (PWS) pada PT. X. Peneliti berharap dengan engaging leadership yang baik, maka komitmen organisasi akan meningkat sehingga peluang terjadinya turnover akan munurun. Penelitian dilakukan pada 295 karyawan yang bekerja di PT. X dengan kriteria sebagai pegawai tetap dan sudah bekerja lebih dari satu tahun. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif non eksperimental. Pengolahan data dilakukan dengan model regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa engaging leadership berperan signifikan sebesar 16,8% terhadap komitmen organisasi. Namun pada gambaran situasi, engaging leadership hanya berperan signifikan pada situasi reluctan stayers, reluctant leavers dan enthusiastic stayers. Pada situasi reluctant stayers, engaging leadership berperan sebesar 12,1%. Pada situasi reluctant leavers berperan signifikan sebesar 62,7% dan 8,4% pada situasi enthusiastic stayers. Lebih detil lagi dijabarkan bahwa engaging leadership hanya berperan signifikan terhadap dimensi  komitmen kontinual dan normatif dalam situasi reluctant stayers. Sementara itu pada situasi reluctant leavers dan enthusiastic stayers, engaging leadership hanya berperan signifikan pada dimensi komitmen afektif dan normatif.
GAMBARAN KUALITAS HIDUP LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDA X JAKARTA Hanna Hadipranoto; Heryanti Satyadi; Rostiana Rostiana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.7535.2020

Abstract

Elderly residential home can be a safe place for elderly because of their limitations, even though some of them feel unappreciated and finally they  feel more alienated and helplessness. They also feel limited in doing activities related to family or friends. This perception of the elderly can affect their quality of life. Quality of life is someone’s perception about their life experiences related with their goals and expectations. This study discusses the quality of life of the elderly who live in the government residential home. This research is a descriptive study using Quality of Life for the Elderly questionnaire that has been adapted with Indonesian culture. Sampling was conducted using purposive sampling technique. Participats in this study were 30 young older people  age 60-74 years. The results showed that 6 (20%) participants had low quality of life, 16 (53.3%) participants had moderate quality of life and 8 (26.7%) participants had high quality of life. Participants have  most satisfied perceptions on the domain of independence (4,1778), spirituality (3,8667) and physical health (3,667). The t- test indicate that quality of life is different only based on the length of time they lived in the institution Panti wreda dapat menjadi tempat tinggal yang aman bagi lansia karena ketidakberdayaan mereka, namun beberapa lansia yang tinggal di panti wreda merasa kurang dihargai dan diberdayakan sehingga timbul perasaan terasing dan semakin tidak berdaya. Mereka juga merasa terbatas dalam melakukan kegiatan serta kontak dengan keluarga atau teman-teman. Persepsi lansia ini dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Kualitas hidup (quality of life) merupakan persepsi dari pengalaman individu itu sendiri tentang kehidupannya yang disesuaikan dengan budaya serta sistem nilai di lingkungan terkait dengan tujuan, harapan, standar, serta masalah yang dihadapinya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas hidup lansia yang tinggal di panti sosial tresna wreda. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan alat ukur Kualitas Kehidupan Lansia yang telah diadaptasi sesuai budaya Indonesia oleh Dewi, Rostiana & Rumawas (2018). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Partisipan berjumlah 30 orang lansia muda (young old) dengan rentang usia 60-74 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan lansia yang memiliki kualitas hidup tinggi 8 (26,7%), sedang 16 (53,3%), rendah 6 (20%) Berdasarkan skor rerata tertinggi, lansia memiliki persepsi yang paling puas terhadap domain kualitas hidup kemandirian (4,1778), domain spiritualitas (3,8667) dan kesehatan fisik (3,667). Kualitas hidup lansia yang tinggal di panti berkaitan dengan lamanya mereka tinggal. Hasil uji perbedaan data demografis hanya menunjukkan adanya perbedaan kualitas hidup berdasarkan lamanya partisipan tinggal di panti.